OS nya comblang.

By esef_11

10.3K 558 137

Shania Junianatha More

Adik Kelas.
Aku & keluarga ku
Aku Suka Pria Itu
Adventures Of Love
Cinta Satu Sisi
The Answer
Memancing
Dia Sempurna Dimataku
Pangeran Berkuda Putih
introduction

Kembali di Kamu (Beby-Shania)

1.3K 84 11
By esef_11

-BEBNJU STORY-

Angin semilir seakan masih setia menemaniku sejak tadi, mataku masih lurus menatap kedepan. Entah sejak kapan playlist yang kudengar melalui earphone ini berganti judul dengan otomatis, aku tidak tahu kapan. Pikiranku masih dengan lincah berlari kesana-kemari, memikirkan seseorang. Padahal masih banyak hal yang seharusnya kupikirkan, tapi malah otak ini seakan tidak mau kuajak kompromi, selalu saja dia..dia..dan dia!

Kudongakkan kepala keatas, menatap ranting-ranting kecil yang menyatu dengan pohon besar diatas sana. Pohon yang memang sedari tadi memberikan rasa teduh untukku yang sedang duduk memeluk lutut dibawahnya.

"Hujan." Ucapku.

Segera aku bangkit dari dudukku, kurasa hari juga mulai sore. Matahari yang sedari tadi di atas sana memberi kehangatan pada makhluk-makhluk di bumi ini, kini berganti menjadi lebih condong kebawah di bagian barat. Menandakan bahwa malam akan segera datang.

Aku tersenyum kecut, ternyata memikirkan dia saja membuatku lupa akan waktu. Jika saja tadi butiran-butiran kecil yang dingin dari atas sana tidak turun membasahi tubuhku,mungkin sampai malampun aku masih tetap disini. Melupakan tugas kuliahku dan juga beberapa masalah yang benar-benar memberiku beban akhir-akhir ini.

Apakah dia juga begitu? Kurasa tidak.

Aku melepas earphone yang sehari ini menempel manis di telingaku, earphone yang memang sudah menjadi kawan baikku sejak dulu. Jangan ditanya betapa gilanya aku tanpa benda kecil ini. Satu-satunya benda yang benar-benar memahami segala situasiku.

Tiada hari tanpa aku mendengarkan lagu kesukaanku lewat benda ini, dengan tujuan sedikit memberi asupan mood tersendiri untukku menjalani hari-hari. Melalui lagu kesukaanku, aku mendengarkan sambil memejamkan mata, aku merasa seperti pemeran utama dalam lagu tersebut.

Kumasukkan benda kecil berwarna putih ini dalam saku jaketku, dan menuju pulang.

Tepatnya pulang ke rumah dimana aku dan dia tinggal.

****


Cklek.

Pintu terbuka, menampilkan sosok yang selalu kurindukan setiap detiknya. Dengan sedikit nafas yang tersenggal ia menutup kasar kembali pintu kamar kami.

"Baru pulang?" tanyaku pada gadis jangkung di depanku ini.

"iya, capek banget." Balasnya sambil melempar highless hitam miliknya ke sembarang arah. Lalu dengan cepat ia merebahkan dirinya disampingku.

Aku menghela napas. Sedari tadi aku duduk dan bersandar di kepala ranjang hanya menatap ia datar, satu menit...dua menit...tiga menit. Oh baiklah ku masih menatapnya, sejak merebahkan dirinya tadi ia juga langsung menutup matanya.

Sebegitu lelahnya kamu akan pekerjaanmu, Shan.

kututup novel milikku. Mengehela napas kasar, lebih baik kubangunkan dia sebelum ia makin terlelap dan mulai nyaman dengan alam mimpinya.

"Shan, bangun.." ucapku menepuk pelan pundaknya. Ia menggeliat pelan. Dengan mata masih terpejam.

"aku capek banget Beb, mau tidur. Besok pagi harus syuting lagi." Suaranya yang pelan itu terdengar seperti orang menggumam.

"iya aku tau, makanya bangun.. mumpung masih jam 9. Kamu bersih-bersih, terus istirahat."

Tidak ada respon.

Hhhhh... lagi-lagi aku menghela napas.

Lima detik kemudian ia bangun dan duduk menatapku dengan mata masih sedikit sayu.

"kok gak bangunin aku lagi sih?" ucapnya dengan nada kesal.

"percuma." Jawabku

"ish kok kamu gitu sih Beb."

"kamu udah gede Shania, jangan manja ."

Aku sengaja melakukan dan mengatakan hal itu, karena aku tau semakin ia dipaksa maka semakin ia kekeuh akan sikapnya.

"terserah deh Beb, terserah!" lihatlah, baru aku mengatakan seperti itu saja sudah terlihat sekali sifat childishnya. Sangat tidak imbang dengan umurnya yang sudah menginjak 22 tahun. Dan hidup sebagai wanita karir, banyak sekali ratusan ribu jiwa fansnya diluar sana yang tidak tahu jati diri asli dari Shaniaku.

Aku tersenyum simpul.

Ia berjalan ke lemari untuk mengambil handuk dan baju piyama dan menutup pintu kamar mandi dengan kasar. Aku sudah biasa dengan situasi seperti ini.

Segera aku menuju dapur, aku tahu dia belum mengisi perutnya sejak tadi. Kuambil beberapa lembar roti tawar, mengolesinya dengan mentega dan memanggangnya sedikit gosong. Aku tau ini adalah favoritnya Shania, roti sedikit gosong dengan paduan rasa gurih dari mentega.

Sedikit menambahkan beberapa sayuran dan sosis untuk isi. Sudah siap, aku hanya membuat untuk dia saja jadi tidak butuh memakan waktu lama. Ku letakkan roti ini di meja kamar.

Kulihat ia sudah selesai membersihkan tubuhnya, kutatap ia dari balik cermin. Ia masih duduk sambil mengeringkan rambutnya yang basah. Sepertinya ia tau bahwa aku memandanginya di belakang , ia memutar matanya malas. Aku terkekeh kecil.

"masih ngambek?" tanyaku.

ia masih diam dan melanjutkan aktivitasnya , sambil bersenandung kecil. Aku tau lagu apa yang ia senandungkan. Soundtrack dari film yang ia bintangi bulan ini.

"yaudah kalau masih ngambek, asal kamu sebelum tidur makan dulu. Udah aku siapin di meja. Aku mau tidur." Ucapku pamit padanya, sedikit mendekatinya dari belakang dan mencium puncak kepalanya, kurasakan aroma shampo khas rasa buah strowberry ini menusuk indra penciumanku. Aku tersenyum dan mengelus kepalanya perlahan. Aku rasa ia juga tersenyum. Aku dapat melihatnya dari balik cermin.

"good night, Shania"

***


Pagi ini, lagi-lagi aku dibuat unmood oleh beberapa teman sekampusku, sedari tadi di dalam kelas, yang ia tanyakan hanya masalah Shania...Shania..dan Shania. Aku tidak membenci nama itu, sama sekali tidak. Hanya saja pertanyaan yang mereka lontarkan selalu sama setiap harinya.

"Beb, Shania kalau abis makan sendawanya kenceng gaksih kayak gue?" tanya Nabilah

"Beb, Shania kalau tidur suka gak simetris juga gitu bukan sih? Atau dia anteng kalau tidur?" tanya Viny

"Beb, Shania kalo ke tempat syuting tuh berangkat jam berapa dan pulang jam berapa sih? Tanya Sisca

"Beb, gimana sih rasanya tinggal sekamar sama artis? Gila lo beruntung banget tau Beb." Celetuk Mario.

"Tapi sayang, Shania udah ada yang punya. Kit ati deh aing." Timpal Deva.

Aku sedikit tertegun dengan ucapan Deva. Aku tau kemana selanjutnya arah perbincangan ini berlanjut, lebih baik aku keluar dan mengamankan diri ke perpustakaan kampus. Memang baru-baru ini Shania dikabarkan dekat dengan Rey, lawan mainnya di film yang baru saja ia bintangi. Pantas saja Deva berkata demikian. Deva memang sangat mengagumi Shania sejak gadisku itu menapaki karirnya. "Nih ya, kalo gue udah lulus kuliah, gue bakal lamar Shania cuy! Bodo amat diusir Bapak Emaknya, yang penting usaha dulu. Haha ya gak?" setiap hari aku hampir bosan mendengar ucapannya seperti itu. Jangankan melamar Shania, menyelesaikan tugas skripsinya saja dia tidak becus.

Tidak ada yang boleh menyentuh gadisku.

Soal Rey, bukan aku tidak tahu, hanya saja aku sudah menebak bahwa tidak lama media akan mengabarkan bahwa mereka sedang menjalin hubungan. Cinlok.

Aku tahu Shania tidak mungkin mengkhianatiku, aku mencintainya. Begitupun dengannya. Pernah suatu ketika ia menangis tersedu-sedu kala pulang dari lokasi syuting. Aku yang saat itu sedang mengerjakan tugas kuliahku sedikit kaget dan berusaha menenangkan dia kedalam dekapan ini. Aku tidak mau langsung bertanya kenapa ia seperti itu, kubiarkan dia tenang yang pada akhirnya tertidur dalam dekapanku. Yah, akupun harus merelakan tugas kuliahku yang terbengkalai.

Baru saja aku ingin berdiri.

"eh..eh.. mau kemana lu Beb? Ah elah,, tiap ditanyain soal Shania lu pasti gini." Tahan Nabilah.

"Sorry , Bil. Tugas gue banyak. Gue mau ke perpus." Ucap gue agak malas.

"iya gue tau, tapi jawab dulu pertanyaan kita-kita."

"pertanyaan kalian selalu sama, gue capek jawabnya." Balas gue dingin.

"yah Beb, kan kita pengen tau aja perkembangan dia setiap harinya kayak gimana gitu, lagian mumpung lu deket dia kan." Ucap Sisca.

"iya Beb, kan lu tau kita fansnya Shania. Main ke apartemen kalian juga gak lu bolehin, makanya kita bawel nanya-nanya." Timpal Viny. Lainnya hanya mengangguk setuju.

Aku akan menjadi manusia terbodoh kala itu juga bila membiarkan mereka melakukan hal itu. Tidak! Aku tidak akan membiarkan mereka sedetikpun mampir di tempat dimana aku dan Shania tinggal.

Tapi....Oh, God! Bolehkah aku jujur ? aku sangat ingin melihat mereka bermain dan bercanda gurau di tempatku dan Shania, hanya saja.... ah, tidak!


Aku mengacak rambutku kasar dan duduk kembali pada kursi, sambil mengambil earphone, menempelkan pada telingaku dan memainkan beberapa lagu.

Secara reflek, Nabilah menarik kasar earphone yang belum ada satu menit bertengger manis di telingaku.

"apa-apaan sih , Bil!" ucapku marah. Jujur aku tidak terima. Bagiku dia tidak sopan.

"lo yang kenapa ?! lo aneh tau Beb, kita kenal berapa lama sih? Bukan satu atau dua detik doang kan?" balasnya tak kalah berapi-api.

"trus?" tatap gue tajam.

"kita nanya soal Shania doang, lo langsung kehilangan mood. Kadang, kalo kita bahas film dia juga lo langsung pergi tanpa permisi. Ada apasih sebenernya? Lo sahabat dia kan? Oh, gue tahu. Apa karena Shania artis papan atas, jadi lo sok ngehindar juga kayak dia?" Nabilah mengucapkan sedikit keras. Aku terhenyak. Ku tatap Viny, Sisca dan lainnya. Mereka hanya menunduk. Aku menghela napas dan sedikit membuang muka ke arah jendela. Mataku tanpa permisi dengan begitu saja meloloskan satu tetesan airmata. Buru-buru aku mengusapnya menggunakan tangan kiri-ku, tanpa mempedulikan pertanyaan Nabilah aku berlari keluar.

Bukan, begitu Nabilah. Bukan itu.

***

Seperti biasa, sang bintang pendatang baru yang baru-baru ini menapaki dunia entertaint dan menjadi idola kaum remaja sedang disibukkan oleh beberapa jadwal syutingnya.

Termasuk hari ini, berkali-kali ia menggerutu kesal karena entah sudah berapa kali sang sutradara film yang ia bintangi menegurnya dengan alasan feel adegan saat ia harus berciuman dengan lawan mainnya bernama Rey Andrianto harus mengalami cut berkali-kali.

"come on, Shania. What's happen with you, dear? Hm?" tanya sang sutradara dengan nada sedikit menahan kesal.

"i'm sorry...." balas Shania berhati-hati dan menggigit bibir bawahnya, sedikit menunduk dan memainkan jari-jari tangannya.

Sang sutradara menampakkan ekspresi wajah yang sulit Shania mengerti, tetapi yang jelas di wajah itu terdapat rasa kecewa karena Shania.

"ini sudah ke dua puluh lima kalinya kita cut, ayolah Shan. Kamu tidak seperti biasanya." Ucap pak Budi, dengan ciri khas brewok dan tubuh sedikit berisi serta berkacamata hitam itu menegur Shania.

"bukan kamu saja yang lelah, Shan. Semua crew disinipun juga demikian. Satu kali take harus maksimal ya, kasian Rey." Tambahnya.

Shania hanya mengangguk mengerti, wajahnya menampilkan kecemasan. Saat ini pikirannya jauh melayang pada sosok Beby Chaesara, seorang mahasiswi disalah satu universitas ternama di Jakarta yang sejak lima tahun lalu tanpa permisi telah membuat ia jatuh hati. Tepat saat itu Shania berumur tujuh belas tahun, masih menjadi siswi SMA. Masa dimana Shania benar-benar tidak tahu apa itu cinta, seorang remaja seperti dia yang sejak dulu gemar bergonta-ganti pasangan dengan beberapa siswa di sekolahnya. Baginya, tidak ada yang namanya cinta sejati di dunia ini. Cinta sejati ? haha bullshit! Pikirnya.

Hingga akhirnya Beby datang, dan membuang jauh-jauh pikiran Shania terhadap cinta bullshit itu, bukan tanpa alasan. Beby pun awalnya juga tidak menyangka bahwa ia dan Shania telah jatuh pada hubungan sejauh ini. Berawal dari kegiatan belajar kelompok yang rutin mereka lakukan, pada akhirnya membuat mereka mengenal satu sama lain. Tidak jarang diantara keduanya saling menumpahkan segala masalah dan kekesalan hati yang ada.

Bukankah manusia memang selalu ditakdirkan mempunyai masalah? Terkadang, kita harus berterimakasih akan masalah yang ada. dalam masalah, kita bisa menemukan cinta.dan cinta-itu-lah obat dari segala masalah.

Jika ada diantara orang berkata bahwa ada seseorang hidup tanpa masalah, itu hanyalah opini semata. Manusia selalu punya masalah, dan akan selalu punya masalah. Bahkan dalam suatu kebahagiaan pun, Tuhan juga menyelipkan suatu masalah.

Hanya saja di dunia ini ada dua jenis orang yang berbeda dalam menghadapi masalah.Tetap tenang dengan masalah yang ada dan perlahan menyelesaikannya, atau selalu khawatir dan pesimis tanpa memikirkan solusinya.

Karena hanya orang yang benar-benar memahamimu-lah yang tahu saat kau sedang benar-benar rapuh, atau sedang berbahagia.

Bagi Shania demikian.

****

Take selanjutnya pun dimulai, terlihat cuaca diatas sana yang seakan tidak mendukung untuk Shania dan Rey melakukan adegan berciuman, para crew berdecak kesal dan menunda take tersebut untuk dilanjutkan besok. Petir yang sedari tadi menggelegar dan hujan yang tiba-tiba mengguyur tempat itu dalam sekejap, membuat mereka termasuk sang pemeran utama film tersebut berlarian dan mencari tempat berteduh.

"oke semuanya, thanks untuk kerja samanya hari ini. Cukup sampai disini dulu, besok kita lanjut. Yok! Semangat semangat semangat!" ujar pak Budi pada rekan-rekannya menggunakan toa. Ciri khas sang sutradara saat memebri aba-aba.

Pak Budi melangkah kearah Shania yang sejak tadi menatap lurus pada pepohonan dan tumbuhan lainnya yang basah karena diguyur segarnya air hujan. Pak Budi tersenyum.

Terlihat Shania di bangku tempat ia berteduh sedang mengobrol dengan sang manager, Sheila. Seorang wanita yang dulunya tetangga apartemen tempat ia tinggal ini sejak dua tahun belakangan ini menjadi orang kepercayaan Shania.

Berawal dari seringnya Beby pulang-pergi dari Jakarta ke Bandung untuk sekedar liburan atau melepas rindu kepada keluarga disana, saat itu Shania merasa kesepian dan mulai mengakrabkan diri dengan Sheila. Wanita yang usianya terpaut delapan tahun lebih tua darinya. Wanita berpawakkan tingggi dengan rambut pirang dan hidung mancung khas barat ini mengetahui semua tentang Beby dan Shania. Ia sangat memahami keduanya. Baginya, memahami hal seperti ini tidak sulit untuknya. Karena dulu, saat Sheila masih tinggal di Jerman bersama Ayahnya , ia sudah terbiasa dengan hal demikian.

Bukan tanpa alasan kenapa Shania tidak pernah ikut ke Bandung bersama kekasihnya, sejauh ini ia selalu saja disibukkan dengan jadwal syuting yang kadang membuatnya stress hingga sulit untuk bisa membagi waktu antara dia dan Beby.

Menyadari akan kehadiran Pak Budi di sebelah Shania, sang manager pun memberi mereka waktu untuk sejenak membicarakan tentang project film ini. Sheila pun pamit

"eghm.. Shan, kakak kesitu sebentar ya."

"Loh , kan kita baru aja ngobrol kak?"

Seakan tidak menyadari siapa yang sedang berdiri di sebelahnya, Shania masih tidak paham dengan kode yang Sheila berikan.

"udah ah, kakak tunggu di mobil. Nanti chat aja kalau mau pulang."

Shania hanya mengangguk ragu dan menoleh ke belakang, ia sedikit kaget dan tersenyum. Mempersilakan Pak Budi untuk duduk.

"Sheila cantik, ya. Shan."

"secantik-cantiknya kak Sheila, tetep gantengan Pak Budi kok. Hahaha."

"bisa aja kamu." Pak Budi ikut tertawa pelan dengan guyonan ala Shania.

Kemudian keduanya saling diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing, hingga sang sutradara memulai perbincangan.

"kunci utama dalam sebuah film itu sendiri adalah penghayatan." Ucap Pak Budi sambil duduk di depan Shania.

" sesungguhnya, jika dipikir-pikir. Seorang penari, penyanyi, pemain film dan seniman lainnya.. bagi mereka, sebuah penghayatan dan passion yang mendalam adalah nomor satu. Dan tentu memang butuh skill. Sehingga apa yang mereka hasilkan yang awalnya sederhana menjadi suatu karya yang mempunyai jiwa . Kamu paham maksud saya kan, Shan?" Lanjutnya, Shania hanya mengangguk pelan dan perlahan mencerna ucapan Pak Budi.

"saya berkata seperti ini juga demi kebaikkan kamu Shan, saya tahu kalau kamu sebenarnya mempunyai skill yang berbeda dengan lainnya." Pak Budi tampak berfikir sejenak untuk melanjutkan perkataannya. "hanya saja, akhir-akhir ini saya dan crew lainnya merasakan sedikit perbedaan dalam kamu berakting . Ingat , Shan. Tujuan dari film itu sendiri adalah penjiwaan kamu sebagai pemain, penjiwaan sebagaimana kamu menyampaikan peran dan karakter kamu pada masyarakat. Jangan sampai saat kamu berperan, jiwa kamu kosong. Saya tidak mau hal ini terjadi. Ingatlah bahwa kamu berperan demi sebuah karya, bukan honor semata." Ucap Pak Budi, diakhiri dengan tepukan pelan di bahu Shania.

Shania mengangguk, ucapan Pak Budi tadi sudah sangat sering ia dengar. Hanya saja entah kenapa akhir-akhir ini memang dia sedikit berbeda dari biasanya.

Begitu berat, baginya terasa memikul berpuluh-puluh ton besi .

Ia menyesal telah menandatangi kontrak film genre percintaan ini, jika bisa memutar waktu sebaiknya ia batalkan saja dan lebih memilih menandatangi film bergenre petualangan, horor atau apa saja yang jelas ia sudah kapok. Kapok untuk bermain bersama lawan jenis dan beradegan demikian yang baginya sangat enggan ia lakukan.

Kecuali dengan Beby . Ah, tentu saja.

Bisakah ia menghentikan ini semua ? berteriak kepada seluruh crew bahwa ia sudah menjadi milik Beby dan berkata bahwa ia sudah sangat muak terhadap tingkah fans Rey diluar sana yang seakan-akan ingin menelannya hidup-hidup sejak ia dikabarkan menjalin cinta lokasi dengan Rey?! Shania muak! Sangat muak! Tapi jika ia melakukan itu, bukankah yang ada ia malah ditertawakan oleh lainnya? Posisi Shania serba salah! Tidak! Jika saja ia profesionalitas. Tetapi, sulit. Sangat sulit.

Saat malam itu ia menangis sejadi-jadinya di pelukan Beby, berkali-kali ia bersumpah akan berhenti dari ini semua. Orang mana yang tahan saat kelelahan bekerja satu hari penuh demi menghibur fans di luar sana, yang secara tiba-tiba dikeroyok gerombolan gadis-gadis yang tanpa ampun menjambakki rambut indah Shania. Keadaan sedang sepi karena Kak Sheila sang manager sedikit telat menjempunya ke lokasi syuting. Ulah dari fans Rey-lah yang membuat Shania seperti itu. Yang bisa ia lakukan hanya pasrah, menangis, berkali-kali memanggil nama Beby. Bahkan ia pun belum sempat ia menceritakan ini pada Beby. Bukan belum sempat, memang tidak ada keinginan menceritakannya. Hanya Kak Sheila seorang yang mengetahui masalah ini. Niat Kak Sheila ingin melaporkan ke pihak berwajib, dicegah oleh Shania. Asal fisiknya tidak terluka sedikitpun, itu sudah cukup.

Tapi tidak dengan batinnya.

"Shan ?" panggil Rey sambil menepuk pelan bahu gadis jangkung yang sejak tadi melamun ini.

"Eh ?" kaget Shania, kemudian ia menyunggingkan senyumnya dengan sedikit dipaksakan.

"ngelamun aja, Shan. Masih kepikiran omongan pak Budi tadi ya ?" tanya Rey sambil membuka tutup botol air mineral dingin yang ia pegang sedari tadi. Kemudian menyodorkan pada Shania. "minum dulu, Shan."

"thanks, Rey." Diteguknya pelan minuman itu. "gak kok, i'm fine. Mungkin karena gue kecapean aja"

"minggu depan kita udah selesai syuting, dan dua hari setelahnya aku langsung pergi nemenin om Dino ke Kanada." Rey berhenti sejenak. "aku berharap, sepulang aku dari Kanada dan sebelum premier film kita mulai, aku udah dapat jawaban dari kamu Shan." Ucapnya tersenyum sambil mengacak-ngacak pelan rambut Shania.

"udah gue duga, Rey masih membahas soal ini. Ck!" Batin Shania.

"em... Rey, gue-"

"ssttt, aku gak mau denger apa-apa dulu." Potong Rey cepat , sambil menutup kedua telingannya. "gak mau denger.... gak mau denger....." Tingkah yang seperti anak kecil ini membuat Shania tertawa pelan.

"haha. Apasih, Rey?" sambil meninju pelan bahu Rey. "gue mau bilang, kalau gue mau pulang. Capek banget tau. Emang kamu? Gapunya rasa capek. Huh!" disiramnya sedikit air minum yang sejak tadi ia pegang itu ke badan Rey.

"hey! Basah tau Shan. Wah bisa luntur ketampananku." Ucap Rey sambil menghindar dari Shania.

"dih, itu juga daritadi udah basah kena hujan kan? Dasar King Drama!"

Kemudian mereka tertawa, dan Shania pamit untuk pulang. Segera ia menghubungi Sheila untuk pulang bersama. Ia sudah sangat merindukan Beby. Sangat!

****


Malam ini, seperti biasa. Malam yang dingin diluar sana seakan menjadi alasan Shania bergelayut manja pada kekasihnya, Beby. "kamu kedinginan tapi masih nyalain AC. Aneh tau kamu , Shan." Ucap Beby masih fokus pada laptop di depannya dan membiarkan Shania sedari tadi memainkan handphonenya.

"biarin, wle. Biar aku bisa meluk kamu dari samping gini." Shania makin mengeratkan pelukannya. Menaruh handphonenya di sebelah laptop Beby dan mencium pipi Beby singkat.

"aku kangen banget sama kamu, Beb." Gumamnya pelan sambil memejamkan mata dan menenggelamkan wajahnya pada bahu kanan Beby. Beby hanya mengela nafas pelan, dan menutup laptopnya. Tak lupa ia menekan tombol shut down.

"bukannya udah tiap hari ketemu?" Beby tersenyum getir.

"memang. Dan aku rasa ada yang beda dari kamu, entah perasaan aku aja apa gimana." Jawab Shania sambil mengangkat wajahnya. Beralih duduk pada kursi di sisi ranjang. Ia menghadap Beby yang sedari tadi duduk di kepala ranjang.

"entah." Beby hanya mengangkat kedua bahunya dan hendak menaruh laptop yang sedari tadi ia mainkan. Shania pun merubah posisinya untuk duduk di atas ranjang. Diletakkannya laptop itu diatas meja dan mengambil segelas air disampingnya, lalu meneguknya pelan. Ia memejamkan matanya sejenak.

"kapan premier film kamu dimulai?" ucapnya masih pada posisi tadi, tanpa menoleh kearah Shania.

"emang penting buat kamu? Santai aja, premier nanti aku minta nemenin manager aku , kak Sheila kok. Jadi gak bakal ganggu JADWAL KULIAH kamu." Ucap Shania dengan menekankan kata JADWAL KULIAH pada Beby. Entah sejak kapan matanya hendak mengeluarkan cairan bening yang terasa asin itu.

"Shan.. aku-"

"udahlah, Beb. Aku capek! Aku sengaja pulang awal juga demi bisa berduaan sama kamu. Tapi lihat kan? Kamu cuekkin aku. Kita ini sepasang kekasih atau kucing dan anjing sih ?" Beby tertegun dengan ucapan Shania. Rahangnya mengeras.

"sekarang, menurut kamu sendiri. Kita ini sepasang kekasih atau kucing dan anjing?" ucap Beby sambil berbalik dan meletakkan kasar gelas yang ia pegang tadi.

"...."

"jawab , Shan?!"

"....."


"Ck. Gak mau jawab."

Lima detik kemudian.

"sepasang kekasih.." jawab Shania pelan. Beby tersenyum miris dan menghampiri Shania. Digenggamnya tangan Shania lembut. Dan menciumnya pelan.

"kalau kita sepasang kekasih.... harusnya...."

"Beb...."

"Shan, aku..."

"bilang Beb, ucapkan semua sayang. Apa aku ada salah? Hm?" pertanyaan bodoh, Shania.

"gak, Shan. Kamu gak salah. Mungkin aku yang salah." Ucap Beby sambil menunduk.

Shania berdecak kesal. Dilepaskannya genggaman Beby pada tangannya. Ia beralih duduk pada kursi yang tersedia di depan meja riasnya. Ia menangis sambil menengkulupkan wajahnya dengan kedua tangannya.

Beby hanya diam di tempat, menunggu Shania mengucapkan sesuatu atau mungkin tepatnya kekesalan yang menumpuk di hatinya.

Sepuluh menit berlalu, Shania masih diam sambil sesekali sesegukkan. Beby bangkit dari duduknya dan menghampiri Shania, mengusap pelan pundak gadisnya itu dengan kelembutan.

"Shan..."

"Pergi, Beb..."

"Shan aku-"

"Pergi!"

"Gak akan."

Shania bangkit, matanya yang merah dan sembab bekas derasnya airmata yang keluar ini menatap tajam pada Beby. Terlihat sekali seperti singa yang sedang berhadapan dengan musuh. Matanya menyala-nyala. Rahangnya mengeras , kedua tangannya mengepal erat. Beby menyadari semua itu, ia pasrah dengan semua yang akan terjadi malam ini.

Ia pantas mendapatkan hal itu.

"sudah hampir sebulan ini kamu bersikap aneh sama aku Beb,.." Shania memberi jeda pada kalimatnya, terlihat begitu sesak dan seakan membutuhkan oksigen lebih untuk melanjutkan ucapannya.

"dan selama ini itu pula setiap aku tanya 'ada apa' , pasti kamu gak peduli. Kadang kamu sok sibuk dengan yang lain. Kamu bersikap begini sama aku doang apa sama yang lain juga sih? Ha? Bisa tolong kasih penjelasan sama aku malam ini ? "

Beby masih diam. Ia mengalihkan pandangannya pada jendela kamarnya.

"kamu jelasin sekarang, atau aku yang pergi ?"

"cukup, Shan!"

"kamu yang cukup, Beb! Kamu!" Shania menggunakan jari telunjuk kanannya dan menunjuk tepat pada wajah Beby.

"gak usah nunjuk muka aku , Shania!" Beby mulai tersulut amarah.

"kenapa ? gak suka ? sakit hati? Ck!"

Beby mendengus napas kasar, menghirup dalam-dalam napasnya untuk menetralisir amarah yang baru saja menyerangnya. Hatinya memanas. Ingin ia meluapkan semuanya. Tapi ia tak berdaya. Kemudian dihembuskannya napas itu dengan pelan.

Ia menghampiri Shania, memeluk gadisnya ini dari belakang. Kemudian membisikkan berpuluh-puluh kata maaf. Shania masih pada posisinya.

"aku minta maaf , beri aku waktu. Ini sudah malam, tidurlah. Sekali lagi aku minta maaf" Ucapnya.

****

Pagi ini Shania disibukkan dengan kegiatan barunya, yaitu memasak cup cake coklat. Jadwal syutingnya berubah menjadi sore hari dikarenakan sang sutradara sedang ada keperluan bersama rekan lainnya. Ia bersyukur akan hal itu. Setidaknya ia bisa memperbaiki kejadian semalam dengan membuat cup cake kesukaan sang kekasih. Ia tersenyum puas, diangkatnya cup cake itu dari oven dan diletakkan berjajar diatas piring sambil memberi sedikit taburan hiasan warna-warni.

Beby yang keluar dari kamar mandi mencari-cari keberadaan Shania, aroma coklat yang begitu khas tercium begitu saja olehnya. Ia tersenyum dan menghampiri gadisnya ke dapur.

Ia paham betul akan kebiasaan Shania sejak dulu, tiap usai bertengkar atau merayakan 'hari jadi' mereka, pasti ini yang Shania lakukan. Bagi Shania, membuat sesuatu dari tangan sendiri lebih berkesan daripada membeli. Berbeda makna menurutnya.

"Pagi, gadis cup cake-ku... apakah aku sudah dimaafkan pagi ini?" Ucap Beby sambil memeluk Shania dari belakang dan mencium pundak kiri Shania. Shania hanya tersenyum.

"em...."

"baiklah, berarti memang sudah dimaafkan." Ucap Beby makin mengeratkan pelukannya. Shania berbalik sambil mengambil satu buah cup cake ditangannya.

"cobain ini dulu, aaaa"

Beby membuka mulutnya dan mengigit sedikit cup cake tersebut, tanpa melepas pelukannya ia masih mengunyah perlahan.

"lumayan, meskipun tidak seenak buatan mama mertua" ia terkekeh sambil terus mengunyah hingga habis. Shania hanya memasang wajah sebalnya.

"yaudah, kamu pacaran aja sama mama aku biar makan cup cake enak terus." Ia kesal kemudian ikut menggigit sedikit cup cake buatannya. Beby hanya menjulurkan lidahnya membalas ucapan Shania.

"not bad kok, enak. Apa lidah kamu aja ya yang gak biasa makan cup cake enak dari aku? Huh?"

"dih, narsis. Iyadeh enak. Kalo aku bilang gak enak, gak dapet jatah lagi. hahaha" Shania melotot, wajahnya memerah karena malu. Keadaan pagi ini memang lebih cerah dibanding kemarin. Entahlah sebisa mungkin Beby mulai harus menerima keadaan yang ada untuk tidak menuruti egonya. Hanya ada dua pilihan, menuruti ego atau kehilangan Shania.

"ihh apadeh, pagi-pagi udah gak jelas." Shania memukul pelan bahu Beby.

"kamu kuliah siang kan? Masih ada waktu tiga jam untuk aku manja-manjaan sama kamu. Temenin aku nonton drama ya? Ya ya ya?" Mohon Shania pada Beby. Beby hanya mengangguk malas.

"kirain nemenin versi lain, drama lagi drama lagi." Dengusnya kesal.

****

Sore ini, ditemani oleh sang manager. Shania berkali-kali mengetuk jari telunjuknya pada meja di depannya. Raut wajahnya menandakan bahwa ia sedang gugup. Sheila yang sedari tadi merasa aneh hanya menggeleng pelan. Dibiarkannya minuman yang masih utuh di depannya itu, sejak memesan tadi. Ia sama sekali belum menyentuhnya.

"udah, ngomong aja. Gak capek apa itu jari gerak mulu."

"kak, menurut kakak. Aku gimana?"

"gimana? Gimana...maksudnya?"

"gak jadi deh."

"ngomong tuh yang jelas, Shania." Sheila mulai kesal. "eh, kok gue jarang lihat Beby ya, sejak gue pindah apartemen jadi jarang ngobrol. Boro-boro deh, ketemu aja jarang."

"Beby kuliah lah kak, aku yang pacarnya aja suka dianggurin."

"kasihan deh, pacaran sama operator aja Shan. Diperhatiin terus, gak dianggurin. Nih ya, es di kutub utara udah hampir habis mencair, tetep gak ngaruh buat pacar lo. Tetep dingin. Brrrrr hahaha" Tawa Sheila pecah , bagi Shania guyonan managernya ini tidak ada lucunya sama sekali.

"gak lucu kak." Balasnya tajam.

"udah ah, sampai kapan kita di sini Shan? Pak Budi udah misscall gue daritadi nih. Lo juga aneh, tiba-tiba ngajak makan. Udah tau kalau mau syuting." Sheila bangkit dari duduknya dan menuju ke kasir untuk membayar minumannya.

Sesampainya di lokasi, Shania segera turun dan sedikit membenarkan tampilannya. Saat ia hendak menutup pintu...

"ettt, Shan. Salam buat my baby honey Rey ya. Kalo lo gak mau sama Rey, biar gue aja. Berondong tajir bisa buat mesin duit. Ya gak? HAHAHAHA dadah Shaniaaa."

"manager gila." Desisnya.

Shania menutup pintu mobil dengan kasar.

"mamam tuh berondong lo kak! Ewh!"

"HAHAHAHA"

****

Hari ini aku sengaja untuk pulang telat, jam kelas sudah selesai sekitar pukul 12.00 tadi tapi aku memutuskan untuk masih berdiam diri di bangku kosong depan kelasku ini. Suasana kampus memang ramai. Tetapi entah mengapa hatiku terasa seperti rumah kosong yang sudah lama dibiarkan 'tak terisi' oleh penghuninya. Jujur akhir-akhir ini aku mengkhawatirkan tentang desas-desus hubungan cinta lokasi antara Shania dan Rey. Bagaimanapun juga Shania juga gadis yang memang sepantasnya hidup normal. Mempunyai suami, memiliki anak. Lalu bahagia. Selamanya. Bukan malah denganku yang.... Ck ah. Memikirkannya saja membuatku pusing. Tapi apa aku siap untuk kehilangan kamu , Shania? Mengingat pertengkaran malam itu, aku semakin khawatir jika kamu dengan mudah jatuh ke pelukan pria itu.

Tidak. Aku tidak akan pernah siap untuk itu. Aku mohon kamu jangan pergi.Kita sudah sejauh ini, berbagai hal sudah pernah kita lalui. Kita memulai dari titik terkecil hingga menjadi rangkaian garis kisah yang nanti akan menjadi pola yang membentuk kebahagian kita... kamu keajaiban Tuhan yang sengaja dikirim untukku, Shania.

Kumohon.

Seperti halnya merubah ulat bulu yang jelek hingga menjadi kupu-kupu indah, kita lah kupu-kupu itu. aku ingin mengajakmu pergi terbang bersama.

menikmati keindahan dunia, hanya kita.

aku mau meninggalkan semua yang kupunya, demi kamu. sungguh, apa artinya jka aku memiliki semuanya tapi tanpa kamu di sisiku. katakan, apa Shania?!

mungkin, jika aku tidak bertemu denganmu. sejauh ini , kejaiban hanyalah mitos untukku.

asal kau tahu , kau dulu hanyalah gadis biasa dengan sejuta kekurangan. tapi... tapi kenapa dengan kurang ajarnya jantung ini berdetak melebihi kecepatan semestinya?

mati-matian aku menahan gejolak itu tiap kali kamu di dekatku, tapi aku hanya manusia biasa bukan? dimana pertahananku pun juga terbatas.

aku mencintaimu, Shania. rasa cinta yang aku sendiri tidak bisa mengukur seberapa besar.

apakah kamu juga merasakan demikian?

cukup ku tahu bahwa kamu juga mencintaiku, itu lebih dari cukup. setidaknya aku masih punya alasan untuk kita hidup bersama.

kamu, seseorang yang dulu aku minta diam-diam kepada Tuhan, kemudian benar-benar menjadi milikku. betapa beruntungnya aku. disaat ratusan lelaki di luar sana yang juga mengharapkanmu.

aku minta maaf, Shania. jika aku belum bisa menjadi 'pendamping' yang baik untukmu.

kamu pasti mengharapkan pendamping yang sesungguhnya , kan? aku memahaminya.

jika kamu berfikir aku egois, ya! aku egois. memang sangat egois! egois demi mempertahankan cintaku.

kadang aku merutuki diriku sendiri, kenapa harus kamu yang menjadi korban dari rasa cintaku.

tetaplah bersamaku, Shania Junianatha.

i love u, always have, always love.

***



Malam ini, Shania mengakhiri take filmnya pukul 23.00 , seluruh crew berkumpul untuk membahas take selanjutnya. Tinggal 4 atau 5 take lagi maka lengkap sudah garapan film yang di sutradarai Pak Budi ini. Shania yang sedari tadi memilih diam-pun menjadi pusat perhatian Rey.

Ia menghampiri Shania dan menepuk pelan pundaknya.

"ngelamun aja, neng. Ajak-ajak abang dong hehehe." Shania menoleh sambil memaksakan senyumnya.

"duduk disitu yuk, Shan. Kayaknya Pak Budi masih lumayan lama." Shania hanya mengangguk.

Mereka berdua duduk di taman, dimana taman yang memang tadi sore menjadi objek mereka berdua beradegan layaknya sepasang kekasih. Masih teringat betul adegan yang ia perankan tadi, berciuman dengan Rey. Mau tidak mau akhirnya ia melakukan adegan itu. Memang tuntutan peran, bukan?

Shania mengusap pelan bibirnya mengingat kejadian tadi, berkali-kali hatinya melontarkan kata maaf untuk Beby yang saat ini sedang terlelap di sofa depan tv menunggu ia pulang. Apakah nanti Beby akan sakit hati dengan ini? Atau malah biasa saja? Mengingat profesi Shania yang memang saat ini menuntutnya demikian? Entahlah, otak Shania berkecamuk.

"Shan...Shania.. hey." Rey menepuk pelan pundaknya. Sambil menggelengkan kepala.

Shania hanya terlonjak pelan dan menjawab dengan senyum. Lagi-lagi senyum yang dipaksakan.

"hobi banget ngelamun, sih?"

"emm, enggak kok. Hehe." Shania hanya menjawab sekenanya.

Sangat malas baginya untuk sekedar mengobrol dengan Rey. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan Rey. Rey tampan, selalu derdompet tebal, aktor terkenal, baik, manis, dan sedikit humoris. Sekilas memang sangat sempurna mengingat Rey adalah tipe ideal gadis pada umumnya. Tapi tidak bagi Shania. Shania tidak bisa berbuat apa-apa, hatinya, kasih sayang, rindunya, sudah dibawa semua oleh Beby. Begitupun sebaliknya.

Setelah memikirkan keputusannya akan jawaban yang hendak ia berikan pada Rey, Shania sedikit gusar. Digigitnya bibir bawahnya itu berkali-kali. Rey yang merasa agak awkward pun membuka percakapan.

"em.. Shan? Besok malem free kan?" ucapnya hati-hati. Shania tidak langsung merespon.

"tapi kalo emang sibuk gapapa kok, Shan? Hehe." Rey menjadi salah tingkah sendiri. Beginilah wanita, kadang diam-nya membuat lelaki serba salah.

"eh? Gimana Rey?"

astaga ngelamun lagi tadi rupanya. Batin Rey.

"itu... kamu besok malem free?" tanya ulang Rey.

"i..iya. free kok, kenapa?"

"bisa dinner sama aku?"

***


Pukul 18.30 , Shania masih malas-malasan diatas kasur empuk miliknya dengan motif gambar club sepakbola Chelsea kesayangan pacarnya itu. Masih dibawah selimut bermotif zebra pula, Shania memejamkan matanya. Pukul 19.00 ia ada janji dinner dengan Rey. Apa ia lupa? Tentu tidak. Suasana kamar sedikit sepi karena Beby harus menyelesaikan beberapa tugas kuliahnya dan juga harus mempelajari materi UAS mendatang.

"coba aja gue ini bukan artis, pasti tiap hari bisa manja-manja an sama my Beby deh. Huft.. Beb...Beb... "

"Beby...Beby... kesibukanmu selalu menjadi kekosonganku. Kesibukanku juga selalu menjadi kekosonganmu. Gitu aja terus sih sampe Justin Timberlake duet sama Syahrini."

Dengan gontai ia melangkah ke kamar mandi untuk bersiap-siap. Setelah siap, pukul 19.30 pun tiba tapi Rey sama sekali belum membalas chat ataupun telfonnya. "gue samperin dia aja kali ya." Pikirnya. Shania benar-benar siap dengan segala konsekuensinya.

"Halo Kak, nanti kalo Beby nanya. Bilang aja gue ada urusan sama Pak Budi ya?"

"Bentar..bentar.. sejak kapan lo main belakang sama Pak Budi begini? Selera lo gabisa keren dikit apa Shan? Gue nanti bilang gimana sama pacar lo?"

"astaga kak, lisan lu tuh ya. Udah pokoknya bilang aja gue ada urusan sama Pak Budi. Beby lagi fokus sama materi UASnya di kampus. Gue gamau ganggu dia dulu."

"....."

"Kak, ya..ya ya? Plisssss. Nanti gaji lo gue naikkin deh."

"ini bukan soal gaji, Shan. Lo gatau gimana ngerinya Beby kalo ngamuk. Pengen gue cium kalo udah ngamuk tau gak?"

"eh..eh brani lo nyentuh pacar gue? Wah."

"yaudah.. yaudah, eh tapi kalo ada perang rumah tangga lo jangan bawa-bawa gue ya. Disini gue makhluk polos tak berdosa yang tak berdaya juga melawan perintah sang queen."

"brisik dah. Bye."

Tuttt tuttt.

Sambungan telfon terputus, Shania segera melajukan mobilnya ke arah apartemen Rey. Hatinya sedari tadi bergumam akan kalimat apa yang ingin ucapkan malam ini. Tapi dia sudah sangat yakin! Ya!

Ditekannya lift menuju kamar di lantai atas yang terletak pada lantai 18, Shania sedikit terburu-buru mengingat ini sudah pukul 22.00, akibat kemacetan yang begitu sial membuat ia terlambat seperti ini. Semoga Kak Sheila menjalankan amanatnya dengan baik. Harapnya sambil memejamkan mata.

Ting.

Pintu lift terbuka, dengan berjalan dibuat seanggun mungkin ia melangkahkan kakinya menuju kamar Rey.

"eghm..eghm.. kok gue jadi gugup ya?" monolognya pelan sambil berjalan.

"huft. You can do it, Shanju." Ucapnya menyemangati diri sendiri.

Langkah Shanju terhenti saat melihat kamar Rey terbuka, ia melangkahkan kakinya perlahan sambil menahan napas. Dan.... ya.

Pemandangan yang tak selayaknya ia lihat kini terpampang jelas di hadapannya. Inikah yang membuat Rey tidak membalas puluhan chat dan misscall darinya? Inikah ? tangan Shania bergetar dan menutup mulutnya tak percaya.

"Rey..." lirihnya.

Rey yang kaget akan kehadiran Shania, buru-buru ia memunguti baju yang sudah tergeletak di lantai. Posisinya yang saat ini bertelanjang dada membuat ia harus memakai baju tersebut dan segera mengejar Shania.

"Shania tunggu!." Rey berlari mengejar dan meraih tangan Shania. Shania berhenti tanpa berbalik, cairan bening sedari tadi keluar dari mata indahnya membuat Rey merasa bersalah.

"harusnya kalo kamu mau bersenang-senang, kamu bisa menutup pintunya."

"Shan..Aku..."

"dan sekalian membatalkan janji dinner kita." Mata Shania semakin deras menumpahkan cairan asin itu.

"Shan, ini..."

Shania memejamkan matanya erat, dadanya sesak. Apakah ini balasan Tuhan untuknya? Seakan hatinya ditampar oleh kejadian tadi, hatinya kalut. Ingin rasanya ia berteriak. Niatnya yang ingin menjadikan Rey pelampiasan sesaat akan kesibukkan Beby, justru dia sendiri yang mendapat getahnya. Sungguh, Shania sangat tidak menyangka demikian.

Melihat Rey bercinta dengan sesama lelaki.

"Shania, lihat aku Shan. Aku bisa jelasin."

"lima menit." Jawab Shania.

"aargghhh." Ucap Rey frustasi.

"Soal tadi, sebenarnya aku minta maaf sama kamu..."

"waktu kamu tinggal 4 menit Rey, aku tidak suka basa-basi."

"Shan, plis. Dengerin sampe selesai."

Shania masih diam.

"Lelaki yang kamu lihat tadi, dia.....kekasihku." Shania menoleh ke arah Rey, ada guratan kesedihan di wajah lelaki tampan itu. Rey terduduk lemas di lantai dan bersandar di tembok. Ia menangis.

"aku mengenalnya sejak kami kecil, aku pikir saat aku memutuskan untuk ke Jakarta dan merintis karir disini aku bakal kembali normal. Ternyata tidak, kebetulan ia keponakan Pak Budi. Kami dipertemukan kembali saat Meet and Greet beberapa tahun silam. Dia EO acara itu."

Shania menyimak penjelasan Rey dengan seksama, ia melupakan akan durasi waktu yang ia berikan pada Rey. Entah mengapa hatinya kembali terasa sesak. Mengingatkan dia kepada Beby.

"hingga akhirnya aku dan dia menjalin hubungan, tanpa sepengetahuan siapapun. Ya. Siapapun. Kecuali dirimu saat ini. Aku berfikir, mungkin kelainanan seks-ku akan sembuh jika aku berhubungan dengan seorang wanita, nyatanya tidak. Aku pernah berpacaran dengan salah satu model, dia juga temanku. Aku melakukannya, tapi tidak ada efek apa-apa. Aku bingung Shan. Sampe akhirnya aku ketemu kamu, kita main satu film. Saat itulah jiwaku untuk tidak menyerah kembali datang, Terimakasih karena kamu sudah mau aku cium saat itu, meski aku tau, kamu enggan melakukannya."

"Shan... apa kamu sudah punya kekasih? Jika iya, aku minta maaf. Tidak seharusnya aku mengotori penglihatan kamu dengan pemandangan barusan. Kamu... pasti jijik kan sama aku?melihat kenyataan bahwa aku seorang gay ?"

Shania menggeleng cepat, ia mengusap airmata Rey dan menarik Rey dalam pelukannya.

"Rey, kamu gak salah. Aku ada disini, kamu punya aku, Pak Budi, dan bahkan ada Kak Sheila. Kita semua sayang kamu." Shania mengelus pelan rambut Rey.

"aku minta maaf Shania... aku minta maaf, tidak seharusnya pula kamu menjadi korban percobaan akan kelainanku ini. Aku ingin kamu menjadi kekasihku, melupakan Daniel dan menjadi lelaki normal. Aku mau melakukan itu denganmu Shania. Tapi... cukup dengan kamu membuatku tenang seperti ini, itu sudah lebih dari cukup."

"lalu bagaimana dengan Daniel? Kamu tidak memikirkan perasaannya? Rey, jangan egois. Dan... sebelumnya, aku sudah punya pacar. Aku minta maaf Rey. Tapi aku janji, aku akan selalu ada buat kamu. Kapanpun, aku janji akan selalu bantu kamu."

"Shania, terimakasih. Sekali lagi, terimakasih." Rey mengeratkan pelukannya pada Shania. Dari kejauhan, Daniel yang melihat itu hanya terdiam dan menunduk.

Shania dan Rey memang tidak ada bedanya.

***


Di perjalanan pulang, Shania hanya melamun memikirkan kejadian tadi. Pikirannya melayang, ia membayangkan bagaimana jadinya jika ia benar-benar menjaliin hubungan dengan Rey? Bagaimana sakitnya Beby jika ia melakukan itu? Hanya demi menuruti egonya , ia rela membuat orang yang selama ini tulus padanya menanggung sakit hati yang ia sendiri entah sanggup atau tidak memikulnya.

"Beby....aku minta maaf, sungguh." Ia menangis di sela-sela menjalankan kemudinya.

BRAK! sesampainya di kamar, ia membuka pintu dengan kasar dan kemudian jatuh di ranjang sambil terisak memeluk kekasihnya yang sedang tidur pulas. Diciumi dan peluknya erat sang kekasih itu dengan penuh rasa penyesalan.

Beby yang sedikit terusik pun membuka matanya, belum sempat ia membuka mulut. Dirinya sudah kalah dengan pagutan agresif milik Shania. Ia pasrah, malam ini mau tidak mau ia harus menyelesaikan tugasnya.

***

"kok mendadak gini sih Shan?" gerutu Beby sedari tadi yang melihat Shania heboh menyiapkan perlengkapan liburan mereka.

"kamu bisa diem gaksih sayang? Bantuin kek, ngedumel melulu. Gak capek?"

"kamu gak nanya dulu sama aku, main ngajak liburan aja. Untung UAS aku udah selesai kan. Eh Shan, kita berdua doang nih? Manager kamu gak diajak?"

Shania menghentikan aktivitasnya dan berdecak pinggang. "Beby sayang, inget ya. Pertama. Aku gamau kamu manggil aku 'Shan...Shan..' no way! Shandy Sandoro apa dipanggil begitu terus. Panggil aku 'Sayang'. Kedua, justru karena kamu selesai UAS, kamu aku ajak liburan. Mumpung aku dapet libur juga kan? Jarang tauk aku liburan sejak main film. Ketiga, kita ngajak kak Sheila ? NOOOO!! GAK PAKE! Hanya kita berdua. Ya. Berdua. Aku gak terima penolakan apapun. Enjoy it babe. Muach!" ucapnya diakhiri kecupan singkat di pipi Beby.

Baru saja Beby ingin bicara "Tap.."

"sekali kamu ngebantah, koleksi DVD AKB48 kamu aku bakar." Tatapnya dingin. Beby hanya ciut nyali dan mau tidak mau membantu Shania menyelesaikan persiapan mereka berlibur.

Semenjak kajadian Shania bertemu Rey di apartemen lalu, Shania tidak langsung berani menceritakan semua pada Beby. Ia butuh waktu. Sampai akhirnya premier film, ia bergegas pulang dan menceritakan itu semua dengan penuh rasa sesal. Lebih baik menyesal dalam kejujuran, pikirnya. Beby yang saat itu merasa sangat dikecewakan oleh Shania, hanya bisa mendiami Shania selama berhari-hari. Hukuman yang pantas buat Shania. Hingga lambat laun, keadaan kembali membaik. Dan Beby pun bisa memaklumi Shania. Kini, di kampus pun Beby sudah tidak se-suram waktu itu. Dirinya lebih menjadi fresh dan kembali akrab dengan teman-temannya. Terlebih Nabilah.

Sampai kapanpun, kita akan selalu bisa memaafkan kesalahan sosok yang kita cintai.

***

Berpuluh-puluh kali aku mencoba melawan kata hatiku untuk meninggalkan Beby, seseorang yang saat ini sedang tertidur pulas di sampingku. Kita baru saja melakukan perjalanan panjang menuju Negara Perancis, lihatlah. Wajah teduhnya saat tertidur saat ini membuat gemas dan selalu ingin menciumnya. Ah tidak, dia sedang kelelahan. Kita baru saja sampai satu jam yang lalu. Jariku yang sedari tadi tidak mau diam menelusuri wajahnya,kini harus berganti pada layar handphone yang sedari tadi berisik mengganggu ketenanganku.

"ck ah, kak Sheila kebiasaan ganggu orang seneng aja."

From Kak Sheila :

"Shaniaaaa..."

"Shan angkat telpon gue dong."

"angkat telpon gue atau gue full-in jadwal lo setahun kedepan biar gakbisa mesra-mesraan lagi sama Beby?"

"ck Shania."


"Shan.. haaaaaah yaudah deh puas-puasin lo hanimun sama kesayangan lo. Jangan kasih celah! Doain gue masih usaha buat gebet Rey. Okeoke."

Aku terkekeh pelan membaca pesannya. Ada ada saja.

To Kak Sheila :

"brisik! Eh awas aja brani buat jadwal gue begitu, gue pecat ya lo. Anw Rey doyan emang sama tante-tante kayak lo? Okedeh gudluck. DAN JANGAN NELPON GUE LAGI. "

Haaaaaah. Aku menghela napas berat dan menatap langit-langit di kamarku, 3 jam kedepan aku akan pergi dengan Beby menuju menara keramat di Negara penuh cinta ini. Membayangkan betapa manisnya aku dan dia saling menyalurkan kasih sayang , menuliskan nama masing-masing pasangan di gembok cinta dengan suasana seromantis itu. Saling mengucap janji untuk selalu mengasihi dalam keadaan apapun. Beby..Beby..Beby, pesona apa yang kamu punya hingga Tuhan-pun ikut marah saat aku mencoba sedetik saja mengkhianatimu? Berkali-kali kau membuatku tersiksa dan terjatuh dalam pesonamu. Berdua denganmu, aku memahami segalanya.

Berdua, memahami bagaimana bahwa sesuatu yang bersifat 'berdua' tidak semudah itu. Berdua , tentang bagaimana kita mengalahkan rasa ego dan gengsi. Berdua bagaimana kita mengalah tanpa merasa kalah, berdua terlibat dalam perdebatan-perdebatan dalam menyamakan presepsi. Berdua yang mengharuskan kita 'tidak setuju dan menemukan jalan untuk setuju'.

Berdua untuk bicara, berdua untuk menerima kekurangan, berdua untuk membicarakan.....banyak hal.

Berdua untuk berjalan beriringan. Dan yang terpenting, berdua untuk 'saling' bukan 'paling'.

Berdua untuk seimbang, bukan timpang.

Berdua, hanya denganmu. Beby Chaesara. Aku mencintaimu. Sangat. Lebih. Apa kamu demikian?

Tentu, Shania. Kenapa kau menanyakannya?

END!

WOAGHHH HASIL KEGABUTAN DI BULAN FEBRUARI , TERHITUNG SUDAH 5 BULAN YAK. 4 BULAN LAGI LAHIRAN. #HALAH

SEDIKIT REVISI, MOGA TERHIBUR.

TERIMAKASIH UNTUK PENULIS FAV GUE BANG OKA, SEDIKIT KUTIPAN DARI NOVEL SI ABANG GUE AMBIL UNTUK PELENGKAP CERITA.

HEHEHEHE CIE BEBNNJU CIE.

THANKS UDAH MAMPIR YAK!

SALAM DARI KUMISNYAVERNANDO~ KUMISNYA BIKIN EMESH WUWUWUWUWUW '3' DADAAHHHHH TANGGUNGAN GUE UDAH CLEAR YA. JANGAN TAGIH-TAGIH LAGI. MAU FOKUS KERJA. BTW JANGAN DI SERIUSIN YAK, CUMA IMAJINASI SEMATA. MURNI IMAJINASI SAYA. MAAFKEUN APABILA ADA KEMIRIPAN CERITA. ITU HANYALAH KETIDAKSENGAJAAN. KRITIKANNYA DITUNGGU QAQA :")

-6.720words.-

-BERAKHIR BERDUA, ATAU BERAKHIR TERLUKA-

02/07/16

Continue Reading

You'll Also Like

83.7K 7.9K 21
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
88.2K 6.1K 26
"MOMMY?!!" "HEH! COWOK TULEN GINI DIPANGGIL MOMMY! ENAK AJA!" "MOMMY!" "OM!! INI ANAKNYA TOLONG DIBAWA BALIK 1YAA! MERESAHKAN BANGET!" Lapak BxB ⚠️ M...
68.6K 13.1K 14
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...
54.9K 7.1K 45
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...