Marriage With Benefits (Terbi...

By lalalatte85

4.5M 103K 2.4K

Pertemuan tidak terduga antara Arland dan Seanna membawa mereka kepada sebuah hubungan yang sulit terdefinisi... More

Prolog
Unwanted Guy
Wedding is A Competition
New Relationship?
Something About the Invitation
Beginning
Responsibility
A Question?
Life After Marriage
Short Message Service (1)
Short Message Service (2)
Bukan Update
What If We Hate Each Other?
Why Didn't You Come?
The Call
You, Yes You (1)
Kenapa Dihapus? (Bukan Update)
Untitled
Selingan
ASK AUTHOR
Just random thing
CANDY 🍭🍭🍭
GIVEAWAY MARRIAGE WITH BENEFITS
VOTE COVER
YOU'RE INVITED
Countdown PO H-8
H-5 Preorder
PRE ORDER
SUDAH PUNYA NOVEL MWB?
SEKUEL?

Hey, You!

76.3K 5.1K 135
By lalalatte85

Udah libur ngepost selama 4 hari, jadi aku balik lagi membawa chapter baru. Soal judul chapter nggak usah dipikirin ya, kenapa judulnya begitu. Aku juga bingung :D :D

Makasih buat yang masih nungguin, yang baca, ngasih vote, comment, dan lain sebagainya.

Happy Reading ya :)

______________________________________________________________________________

"Apa?"

Kyra menajamkan pendengaran. Bukan berarti pertanyaan Arland tidak kedengaran sama sekali. Tapi pertanyaan Arland itu tidak disangkanya akan didengarkan lagi. Dia mengira Arland sudah enggan membahas hal tersebut.

Demi apapun, Arland hari ini jadi benar-benar mengesalkan.

"Lho kok kamu nanyain soal itu lagi? Nggak penting banget, tau nggak?"

"Jawab aja, Ra."

"Mau jawab apalagi? Kamu tuh, ya. Ngeselin!"

"Kalo kamu ngerasa nggak ngelakuin hal itu, harusnya kamu jawabnya nyantai aja."

Kyra menahan napas sebelum kemarahannya meledak.

"Land, kenapa sih kamu kayak nggak percaya sama aku?" Kali ini Kyra berbalik menyerang Arland melalui pertanyaan yang bisa dibilang ketus.

"Feeling, Ra."

Kyra menggeram pelan.

Jadi ada yang udah jadi tukang ngadu, nih?

"Trus?"

Arland menaikkan alis.

"Trus, gimana maksud kamu?" tanya Arland.

Kyra terdiam. Saat itu dia malah jadi malas mengajak Arland mengobrol kalau Arland nantinya bakal bertanya soal telepon dari Seanna.

Jika dia mengakui, sudah jelas Arland pasti akan marah besar. Pertama, dia sudah berani mengangkat panggilan di ponsel Arland tanpa persetujuan. Kedua, dia sudah menghapus laporan telepon masuk dari Seanna. Dan yang ketiga, dia jelas-jelas sudah berbohong bahwa dia sama sekali tidak pernah menjawab telepon ketika Arland meninggalkan ponselnya tadi.

"Udahlah. Aku mau bantuin tante Indah."

***

Arland tidak sempat membalas karena Kyra telah bergegas pergi dari hadapannya.

Reaksi Kyra sudah cukup memberikan titik terang.

Dia tidak tahu mengapa Seanna menyembunyikan apa yang seharusnya diketahuinya.

Tanpa berpikir panjang, Arland beranjak dari duduk. Kalau Seanna memang benar sudah meneleponnya sore tadi dan Kyra yang mengangkat, maka dia bisa memastikan Kyra juga harus mengakuinya.

Atau kalaupun Kyra tidak mau mengakui, setidaknya feelingnya benar, jadi dia tidak langsung menyimpulkan tanpa alasan yang jelas.

Arland yang kini sudah keluar dari kamar tamu menuju balkon, menunggu sampai Seanna membalas SMS-nya.

Sekitar sepuluh menit kemudian, SMS balasan Seanna masuk.

Kyra bilang apa?

Hmm.

Arland menekan tombol panggil, karena SMS Seanna barusan malah semakin membuat penasaran.

Setelah saling berbalas salam, Arland langsung menodongkan pertanyaan.

"Jawab aja, Na. Apa susahnya?"

"Tapi..."

"Jadi kamu bohong?"

"Bukan bohong juga." Seanna diam beberapa saat. "Itu...ya...udahlah. Ya...gitu."

"Jadi benar, kamu tadi nelepon, trus Kyra yang jawab?"

Seanna pasti sedang berpikir keras karena jawabannya baru terdengar setelah sekian detik berlalu. "Iya, sih. Tapi...cuma telepon biasa doang."

Arland memejamkan mata. Napasnya diatur sedemikian rupa sampai kembali didapatkannya ketenangan yang cukup untuk tidak langsung menutup telepon dan menginterogasi Kyra lebih lanjut. Paling tidak, pengakuan Seanna yang meskipun terkesan ragu dan berusaha menutup-nutupi sudah cukup menjelaskan semuanya.

Hanya saja dia tidak habis pikir, motif Kyra sampai harus menghilangkan segala data yang berhubungan dengan telepon Seanna sore tadi.

Kyra sampai sekesal itu kepada Seanna?

"Kamu nggak mau bilang, Kyra ngomong apa aja pas kamu nelepon?"

" Kyra cuma bilang aja kamu lagi ke kamar mandi, trus ponsel kamu ditinggal."

"Ya udah kalo gitu." Arland membalas tanpa niat bertanya lebih lanjut. Tapi bukan berarti dia akan langsung menutup ponselnya saat itu juga.

"Udah mau ditutup ya teleponnya?" tanya Seanna ketika dirinya hanya diam.

"Kamu sibuk?"

"Nggak sih. Cuma kan kamu diam aja, jadi aku pikir kamu udah nggak ada yang mau dibicarakan lagi," kata Seanna.

Iya juga ya?

"Ya udah, gitu aja deh." Arland berucap setelah dirasanya untuk saat itu memang tidak ada yang akan dibicarakan lagi. Kalaupun ada, dia memilih membahasnya langsung. Bukan melalui perantara alat komunikasi.

***

"Sarapan dulu, Arland. Semua udah siap, nih."

Tante Indah sedang meletakkan piring berisi roti panggang ke atas meja ketika Arland menghampiri meja makan.

"Iya, Tan." Arland meletakkan ransel berisi pakaian kotor juga barang-barang lain yang dibawanya dari Jakarta.

Kyra yang saat itu juga berada di sana, menata piring dan gelas, tidak bicara apa-apa.

Menurut Arland, Kyra mungkin saja masih kesal karena pertanyaan semalam.

"Arland jadi pulang pagi ini?"

Suara nenek Kassandra terdengar dari arah pintu kamar. Kamar nenek Kassandra memang terletak dekat dengan ruang makan. Memungkinkan beliau tidak perlu harus berjalan jauh menuju ruang makan yang juga bersebelahan dengan ruang tengah.

"Iya, Nek. Arland harus cepat balik. Banyak pekerjaan menunggu."

Nenek Kassandra tersenyum. "Tapi jangan lupa kapan-kapan main lagi ke sini. Jangan sampai lupa sama Nenek."

"Arland nggak mungkin lupa sama Nenek." Arland mendekati nenek Kassandra untuk membantunya berjalan menuju meja makan.

"Nenek, padahal Kyra baru mau ke kamar nenek."

Sudah menjadi tugas Kyra menghampiri nenek di kamar, dan mengantarnya jika beliau mau pergi ke mana-mana di sekitar rumah tersebut.

"Nggak pa-pa." Nenek Kassandra lalu melihat Arland yang sudah memegangi lengan kanan dan telapak tangan kirinya. "Kapan ke sini lagi?"

"Secepatnya, Nek kalo Arland udah ada waktu lowong."

Nenek Kassandra tersenyum. "Janji ya? Ajak Seanna juga."

"Iya, Nek," angguk Arland.

Baik Arland maupun Kyra saling bertukar pandang sejenak sebelum mereka duduk di kursi masing-masing. Arland mencoba menebak apa maksud tatapan mata Kyra kepadanya. Sepanjang sarapan, lagi-lagi Kyra seolah menarik diri sekaligus sesekali hendak mengatakan sesuatu.

Dan rupanya Kyra menunggu selesai sarapan. Sekitar lima menit sebelum Arland memanaskan mesin mobil, Kyra mendekatinya.

"Boleh aku ikut ke Jakarta?"

Arland hanya mendengarkan sambil lalu, sama sekali enggan menjawab.

"Land, aku lagi ngomong sama kamu."

Arland lagi-lagi diam, fokusnya hanya kepada aktivitasnya memasang kaus kaki di kedua kakinya, berikut sepatu.

"Terserah," jawab Arland tidak acuh, sambil beranjak untuk berpamitan kepada nenek Kassandra dan tante Indah.

Sesaat, Kyra membatu. Diamatinya Arland yang sudah selesai berpamitan. Nenek Kassandra dan tante Indah bergantian memeluknya. Mereka bahkan mengantar sampai teras.

"Mau ikut nggak?" tanya Arland setelah memasukkan tas ke dalam mobil.

"Lho? Kyra mau ikut juga?" tanya tante Indah, terkejut. Karena Kyra sama sekali tidak pernah mengatakan akan pulang ke Jakarta bersama Arland.

"Iya, Tan. Maaf ya, jadinya mendadak. Aku ada urusan sedikit di Jakarta." Kyra melemparkan tatapan bersalah kepada tante Indah sebelum bergegas mengambil tas pakaian di dalam kamar.

Saat kembali, kali ini nenek Kassandra yang bingung. Tapi Kyra segera menjelaskan, sehingga beliau pun mengerti.

"Sepertinya Kyra nggak jadi balik ke Melbourne minggu ini, Nek, Tan." Kyra hanya mengucapkan itu, sementara tante Indah mengangguk-angguk.

Kyra mengikuti Arland menuju mobil, dan membuka pintu penumpang di samping kemudi. Arland memutar kemudi untuk menghadapkan mobilnya ke gerbang pagar rumah. Dari spion, dia bisa melihat pantulan bayangan nenek Kassandra dan tante Indah berdiri melambai ke arahnya.

"Land, sebenarnya aku mau ngomong banyak sama kamu," Kyra memulai saat mobil sedang melaju di atas aspal jalanan.

"Kenapa nggak tadi malam aja?"

"Karena aku tau kamu pasti marah sama aku."

Arland tersenyum kecut. "Marah? Buat apa? Buat kebohongan kamu?"

Kyra membuang napasnya yang terasa berat. "Oke, fine! Aku memang udah lancang ngangkat telepon Seanna. Aku juga udah menghapus daftar panggilan dia di ponsel kamu. Dan aku minta maaf."

Arland berdecak. "Akhirnya ngaku juga."

"Land, please. Aku tuh cuma kesal aja tiba-tiba dia nelepon."

"Trus, apa salah kalo Seanna nelepon? Dia isteriku, Ra."

Kyra menggeram dalam hati.

"Iya, tapi aku belum bisa menerima kenyataan itu." Kyra menekan nada suaranya.

Salahnya yang dulu pergi saat Arland menawarkan komitmen karena ketidaksiapannya menghadapi pernikahan. Salahnya karena lebih memilih mengembangkan karir, ketimbang mengejar apa yang sesungguhnya paling dibutuhkan, yaitu Arland. Dan sekarang penyesalan yang datang merajalela telah menabur benih kebencian yang sudah pasti tertuju semuanya kepada Seanna.

Arland memilih diam untuk fokus menyetir. Rasanya, tidak ada kalimat yang tepat untuk sekedar menyahuti ucapan Kyra,bahkan dengan kata yang singkat sekalipun.

"Land, please. Kamu pikirkan lagi hubungan kamu sama Seanna."

Refleks, Arland berbalik. Tapi hanya tatapan datar yang ditunjukkan kepada Kyra.

Memikirkan apa?

"Aku tau persis kamu, Land. Kamu bukan laki-laki yang gampang membuat keputusan untuk menikah kalau kamu nggak ngenal calon kamu dengan baik. Rasanya nggak masuk akal aja, tiba-tiba kamu nikah sama Seanna."

Arland mengerutkan kening. "Jangan sok tau."

"Apa kamu nikah sama Seanna supaya kamu bisa secepatnya jadi direktur?" Kyra mulai menyerang dengan pertanyaan yang tepat sasaran.

"Jangan ngomong yang nggak masuk akal."

"Apa perlu aku tanya ke Seanna juga?" Kyra kembali bertanya. "Atau konsep kalian adalah nggak perlu pacaran lama-lama kalo memang udah saling suka dan keluarga setuju."

Arland menurunkan kecepatan kendaraan yang sedang di bawah kendalinya. Percakapan itu semakin tidak membuatnya fokus menyetir.

"Aku nggak perlu ngomong banyak soal Seanna. Tapi satu hal yang perlu kamu ketahui, aku cinta sama dia. Dan Seanna pun begitu."

"Oh, ya dan kamu kabur gitu aja ke Lembang tanpa Seanna?"

"Tudingan kamu nggak rasional, Ra. Dan kalo kamu masih mau melanjutkan omongan kamu yang semakin ngawur, dengan senang hati aku turunin kamu sekarang juga."

"Kamu nggak akan setega itu, Land." Kyra mengucapkannya tandas.

Arland nyaris memukul kemudi karena kesal. Kyra tidak seperti dulu lagi. Kini karakternya begitu reaktif dan terkadang meledak-ledak. Sepertinya persahabatan mereka selama bertahun-tahun ini harus berakhir tidak baik.

Saat kecepatan mobil sedikit dinaikkan, Kyra kembali bersuara.

"Aku lagi ngurus kepindahanku ke Jakarta. Honestly, aku ngambil keputusan yang sia-sia." Kyra bersedekap. "Aku mau balik buat kamu, Land. Tapi, ya gini. Aku bisa bilang apalagi sekarang? Setelah tau kamu udah nikah, buat apa aku pindah? Apa lagi yang aku harapin sekarang?"

Suara Kyra terdengar sangat putus asa.

"Sampai kapanpun kita tetap sahabat, Ra. Apapun yang terjadi dulunya, nggak akan ada yang berubah. Sekalipun dulu aku sama kamu mencoba mengubah persahabatan menjadi hubungan yang dilandasi cinta, tapi pada akhirnya aku mengerti, kita memang tetap harus berakhir menjadi sahabat."

Setetes airmata jatuh di pipi Kyra. Perasaannya berantakan mendengar kata per kata yang diucapkan Arland. Meskipun Arland memang berhak menikah dengan siapapun, tapi mengapa dia tetap tidak bisa menerima kenyataan?

"Aku nggak bisa, Land. Aku sayang banget sama kamu. Kenapa jadi begini?"

***

Seanna mengetuk-ngetukkan pulpen ke notes kecil di hadapannya. Surti yang baru masuk ke dalam rumah, datang membawa kabar gembira kalau Arland sudah datang.

Hari itu, Seanna sengaja tidak masuk kantor untuk menunggu Arland.

Ya, dia memang sekurang kerjaan itu menunggui di rumah, sementara sebetulnya dia bisa mencari kesibukan lain. Tapi mau bagaimana lagi? Hatinya memerintahkan untuk meluangkan satu hari itu untuk menyambut kedatangan Arland.

Dia terdengar sentimentil sekali, huh?

Saat Arland masuk ke dalam rumah, Seanna sudah berada di ruang tengah, masih merapikan dressnya. Tatapan mereka bertemu dalam sekian detik, sampai Seanna yang tidak tahan akan tatapan Arland, lebih dulu memalingkan muka. Wajahnya langsung memanas.

"Na, Surti ke mana tadi?"

Ih, kok Surti yang ditanyain?

"Ng...kayaknya masuk dapur deh."

Arland tersenyum.

"Kalo gitu, aman deh."

Kening Seanna mengerut, tapi melihat pergerakan tubuh Arland yang maju beberapa langkah, Seanna hanya bisa berdiam diri tanpa menggerakkan kakinya sejengkal pun.

"Kamu mau ngapain, Ar?"

__________________________________________________________________________

Continue Reading

You'll Also Like

226K 7.5K 47
"Suruh anak nggak jelas itu keluar dari rumah kita! " "Ardi!! Andrea itu adekku! " Pertengkaran demi pertengkaran kakaknya membuat Andrea memilih unt...
1.9M 88.3K 52
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
272K 26.5K 30
Arvi dan San adalah sepasang kekasih. Keduanya saling mencintai tapi kadang kala sikap San membuat Arvi ragu, jika sang dominan juga mencintainya. Sa...
192K 11.1K 36
Masalah besar menimpa Helena, ia yang sangat membenci bodyguard Ayahnya bernama Jason malah tak sengaja tidur dengan duda empat puluh empat tahun itu...