I For You (Sasunaru Version)

By MrsTaraFujitatsu

116K 10.4K 768

#TAMAT - Beberapa part di privat Menceritakan bagaimana hubungan Naruto sang Tuan Muda dengan murid beasisw... More

1 - The Heir
2 - Practikum 🌱
3 - Started
4 - Kesalahan Shikamaru
5 - Protective
6 - Incident
7 - Shinrai (Trust)
8 - Sugata o keshimasu (Disappear)
9 - Broken
10 - Your Fault...?
11 - Sayonara
12 - Date
13 - The Biggest Mistake
14 - Coma
15 - Good Bye

16 - I FOR YOU [End]

10.8K 910 130
By MrsTaraFujitatsu

I FOR YOU

Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto

Warn: BL. Shounen,Typo ,Masih Author baru

SasuNaru, ShikaNaru, ShikaKiba

FF Remake

Original By Orizuka dengan judul yang sama ;)

FINAL CHAPTER

Kiba menatap sayuran yang sudah tercacah. Hari ini, ia bermaksud membuat tumis sayur, namun pikirannya yang kusut membuatnya salah memotong sayuran.

Kiba meletakkan pisau, lalu menghela napas. Melihat sayuran yang tercacah ini membuatnya teringat kepada Shikamaru saat pertama kali datang ke rumahnya. Saat itu, Shikamaru masih terlihat seperti remaja kaya kebanyakan yang tak memiliki banyak masalah. Dalam waktu beberapa bulan, semua orang berubah. Semuanya menjadi dewasa.

Mungkin, hanya Kiba sendiri yang belum. Kemarin saat berniat untuk menjenguk Naruto, ia tak sengaja melihat Naruto dan Shikamaru berpelukan sambil menangis. Pemandangan itu begitu menyesakkan baginya, membuatnya berpikir ulang tentang keputusannya. Ia tidak bisa dinomorduakan. Hatinya terlalu sakit melihat Naruto dan Shikamaru bersama. Seperti, ia bukan berada di dunia yang sama dengan kedua orang itu. Selamanya ia tak akan bisa memasuki dunia itu.

Tahu-tahu, terdengar suara ketukan di pintu. Kiba tersadar dari lamunannya, lalu segera melangkah menuju pintu dan membukanya. Mulut Kiba segera ternganga saat melihat siapa yang sekarang berdiri di hadapannya.

"Halo, Kiba" sapa Shikamaru sambil tersenyum lebar. Sudah terlalu lama Kiba tidak melihat senyum itu.

" Shikamaru Senpai..?" Kiba segera linglung. "Kenapa...?"

"Boleh aku masuk?" tanya Shikamaru, membuat Kiba segera mengangguk dan mempersilahkan Shikamaru masuk.

"Senpai... mau minum apa? Aku buatin jus ya?"

Tanpa menunggu jawaban Shikamaru, Kiba buru-buru melangkah ke arah dapur, tanpa benar-benar bermaksud untuk membuatkan minum. Setelah apa yang ia lihat kemarin, ia tidak tahu harus bagaimana di depan anak laki-laki itu.

Dengan kepala penuh akan kata-kata apa yang harus ia ucapkan kepada Shikamaru, Kiba mengambil buah dan memotongnya yang kemudian baru dia masukkan kedalam blender. Dulu, saat ia memberi Shikamaru minuman ini, Shikamaru sangat menyukainya. Sebenarnya, kemarin Kiba juga membawakan Shikamaru jus, namun ia tak jadi memberikannya dan meletakkannya begitu saja di kursi depan kamar Naruto.

TAK

Tempat jus itu tau-tau muncul di meja sampingnya. Kiba menatap termos itu kaget, tetapi sebelum ia sempat bertanya, tangan Shikamaru memeluknya dari belakang. Mendadak, Kiba merasa kesulitan bernapas.

"Maaf, Kiba, karena selama ini aku sudah memperlakukanmu dengan buruk."

Kiba tak bisa berkata apa pun lagi. Detak jantungnya sekarang mengalami percepatan gila-gilaan hingga membuat dadanya berdentum-dentum.

"Sekarang, kau tidak harus mengkhawatirkan apa pun lagi." Shikamaru mempererat rengkuhannya. "Satu-satunya orang yang akan aku jaga sekarang adalah kau Kiba."

"T..tapi Naruto Senpai...?" tanya Kiba bingung.

"Naruto... sudah melepasku," jawab Shikamaru dengan suara pelan, membuat mata Kiba melebar. "Dia pindah ke Amerika bersama kedua orangtuanya, tempat dia bisa hidup lebih nyaman dibandingkan di sini. Di sana, dia tidak membutuhkanku."

Kiba memutar badan, lalu menatap Shikamaru tak percaya. "Senpai... serius?"

Shikamaru mengangguk. "Sekarang, aku tidak akan pergi tiba-tiba lagi. Waktuku semua ada untukmu."

Alih-alih senang, Kiba merasa khawatir. "Senpai tidak apa-apa dengan ini?"

"Awalnya aku ragu Kiba. Aku tidak mau merasa bahagia sendiri. Nyaman sendiri. Tapi, setelah aku pikir-pikir, aku yakin ini yang terbaik buatku dan Naruto." Shikamaru menatap Kiba. "Juga buat kita."

Selama beberapa saat, Kiba hanya menatap Shikamaru, mencari kebenaran melalui matanya. Kiba ingin percaya, namun kata-kata Shikamaru terlalu sulit untuk dipercaya. Shikamaru sendiri merasa inilah hal yang paling benar untuk dilakukan. Satu-satunya orang yang muncul di kepalanya saat Naruto melepaskannya adalah anak Laki-laki didepannya ini.

"Kau boleh percaya padaku sekarang." Shikamaru tersenyum, tangannya terangkat untuk membelai kepala Kiba lembut. "I'm all yours."

Alih-alih bahagia, Kiba malah mendengus, geli mendengar kata-kata gombal itu. Setelah semua yang terjadi, akhir yang indah seperti ini begitu tak terduga. Kiba mencoba untuk tidak mencubit pipinya sendiri di depan Shikamaru.

Mendadak, Kiba teringat sesuatu.

"Senpai bilang, Naruto Senpai pindah ke Amerika?" tanya Kiba, membuat Shikamaru mengangguk. "Naru senpai sudah pindah?"

Shikamaru tahu arah pembicaraan ini. "Sudah tadi pagi."

Senyum bahagia di wajah Shikamaru dan Kiba perlahan memudar. Mereka saling tatap, tahu bahwa mereka tidak bisa sepenuhnya merasakan kebahagiaan walaupun ingin. Mereka tidak bisa membaginya pada dua orang yang mereka sayangi.

Karena tidak seperti mereka, dua orang itu tidak memiliki akhir yang indah.

** Mrs Tara Fujitatsu **

Sasuke melangkah mantap menuju kamar Naruto. Setelah semua ujian selesai, ia ingin membaginya dengan anak itu. Kiba benar. Walaupun Naruto tak mengingat dirinya yang dulu, setidaknya ia bisa bertemu dengannya sebagai seorang teman.

Hati Sasuke terasa sakit setiap mengingat kenyataan bahwa sekarang ia sebatas 'teman sekelas'. Namun, Sasuke bertekad untuk membiarkan Naruto melupakannya, supaya semuanya lebih mudah untuk anak Laki-laki itu jalani. Ia tak harus mengingat perpisahan dan kata-kata menyakitkan yang pernah Sasuke keluarkan.

Langkah Sasuke terhenti saat ia sampai di depan pintu kamar Naruto. Tangan dan kakinya terasa dingin, jantungnya pun berdebar keras. Sudah terlalu lama ia tidak melihat anak Laki-laki itu. Rasa rindu terlalu membuncah hingga menyesakkan dadanya.

"Mencari siapa..?"

Tangan Sasuke yang sudah terangkat untuk meraih kenop pintu segera turun. Sasuke menoleh, lalu mendapati seorang perawat di sampingnya.

"Naruto, Suster."

"Ah, Naruto-kun sudah pulang dari beberapa hari lalu," kata perawat itu, membuat Sasuke mengangguk-angguk, baru tahu. "Dia sudah selesai terapi. Sudah sehat lagi. Ingatannya pun sudah pulih."

Jantung Sasuke terasa mencelos. "A-apa, Sus? Ingatannya sudah kembali?"

Perawat itu mengangguk. "Sehari setelah ia sadar, ingatannya langsung kembali."

"Sehari...?" Sasuke bergumam, berusaha mengingat pertemuan terakhirnya dengan Naruto. Namun sekeras apa pun ia berusaha meyakinkan diri, hari di mana ia hanya berdua dengan Naruto adalah hari kedua setelah ia sadar. "Jadi..."

"Saya dengar dia sudah berangkat ke Amerika," kata perawat itu lagi. "Naruto-kun bersama kedua orangtuanya pindah ke sana. Katanya akan melanjutkan sekolah disana."

Sasuke tidak bisa berkata apa-apa lagi. Setiap kata yang keluar dari mulut perawat itu seperti menamparnya keras-keras. Ia bahkan tidak tahu harus lebih terkejut dengan kenyataan yang mana Naruto berpura-pura lupa atau meninggalkannya ke Amerika.

"Memang Naruto tidak mengatakan pada teman-temannya, ya?" Perawat itu bersimpati melihat Sasuke yang tampak benar-benar terpukul.

Sasuke menggeleng pelan.

"Eh, Shikamaru. Ada yang ketinggalan?"

Sasuke segera memutar kepala begitu perawat itu menyebut nama Shikamaru. Anak laki-laki itu ada di belakangnya, menatapnya kosong.

Menyadari suasana yang jadi tidak enak, perawat tadi buru-buru pergi. Sasuke masih menatap Shikamaru geram, kedua tangannya terkepal di samping paha.

"Silakan jika kau ingin memukulku semaumu." Shikamaru membuka mulut. "Tapi ini semua keinginan Naruto. Dia tidak ingin menjadi beban siapa-siapa lagi."

"Kau tau jika Naruto berpura-pura tidak mengingatku?" tanya Sasuke dengan suara bergetar.

"Gomen" sesal Shikamaru. "Tapi itu yang terbaik. Naruto tidak mau jika kau merasa bersalah."

"BRENGSEK...!" Sasuke meninju tembok di sampingnya, berusaha menumpahkan segala emosi yang memenuhi dadanya. "Kenapa??"

"Kau tahu, orang-orang biasanya tumbuh dewasa secara perlahan-lahan." kata Shikamaru. "Naruto hanya dalam waktu beberapa hari saja."

Sasuke menatap Shikamaru nanar.

"Dia pergi ke Amerika agar dia dapat melepaskanku," lanjut Shikamaru. "Di sana, dia tidak akan memerlukan aku. Tidak seperti di sini, di sana banyak donor AB negatif dan penanganan von Willebrand sangat tanggap."

Sasuke memejamkan mata, lalu menghela napas, berusaha untuk mengerti jalan pikir Naruto. Mungkin apa yang dikatakan Shikamaru benar. Kejadian ini sudah mendewasakan anak Laki-laki itu, lebih cepat daripada apa pun. Namun, apa itu artinya ia sudah melepaskan Sasuke juga?

"Dia pergi agar dapat belajar mandiri, tidak tergantung dengan orang lain. Setelah bertemu denganmu, dia juga jadi sadar cita-citanya, dan dia di sana akan bersekolah jurusan desain" kata Shikamaru lagi. "Jadi jangan pikir jika Naruto pergi karena ingin meninggalkanmu. Karena dia tidak bisa membebanimu, jadi inilah satu-satunya cara supaya dia terus mengingatmu. Mengejar cita-citanya sendiri."

Sasuke menggeleng-geleng, masih belum bisa menerima. "Kenapa... dia harus menjalani ini sendirian? Kenapa dia yang harus menanggung semua bebannya?"

"Mungkin karena selama ini dia merasa jadi beban bagi semua orang," jawab Shikamaru, membuat Sasuke melotot. "Ini saatnya dia untuk melepas beban itu."

Sasuke menatap Shikamaru lama, lalu mendesah. Sampai beberapa minggu lalu, Naruto yang dikenalnya adalah anak Laki-laki kaya yang manja dan polos. Apa yang ia lakukan sekarang benar-benar tidak bisa dipercaya.

"Kalau ingin dia bahagia, kau harusnya jangan menyesali keputusannya" kata Shikamaru.
"Sebaliknya, kau harus mendukungnya supaya bisa berdiri di atas kakinya sendiri. Bukan begitu?"

Sasuke melempar pandangan ke arah taman rumah sakit yang hijau. Ia tahu, apa yang dikatakan Shikamaru benar. Saat ini, Naruto sedang berusaha hidup dengan caranya sendiri. Naruto pasti memiliki alasan untuk tidak memberi tahunya dan Sasuke akan menghormati keputusan itu.

Namun, Sasuke pun akan berjuang dengan caranya sendiri.

END

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.
EPILOG

3 Years Later

Para mahasiswa Harvard University jurusan Kedokteran segera bangkit begitu Profesor Robert menutup kelas hari ini. Sasuke sendiri segera membereskan buku, lalu menyusul pria tua dengan sedikit rambut tipis berwarna putih yang tersisa dikepalanya.

"Professor.." panggil Sasuke, berhasil membuat Profesor Robert menoleh. "About the scholarship...?"

"You're going to get it. I've already written the recommendations." Profesor Robert menepuk bahu Sasuke, sudut bibirnya yang keriput tertarik ke atas. "You deserve it."

Mata Sasuke segera melebar. "Thank you, Professor! I really do!"

Profesor Robert melambai, lalu kembali melangkah renta di antara para mahasiswa yang setinggi hampir 2 meter. Sasuke menatap punggung itu hingga menghilang di balik koridor, lalu menghela napas lega. Saking leganya, ia bisa saja jatuh terduduk di lantai kampus, namun tak dilakukannya karena ia tak ingin terinjak.

Setelah hampir setahun mengikuti program pertukaran pelajar, Sasuke akhirnya mendapatkan jalan terang bagi masa depannya. Profesor Robert menulis surat rekomendasi secara pribadi untuk beasiswa program master-nya nanti di universitas ini.

Tiga tahun lalu, saat Sasuke masuk ke kampus impiannya, 'Konoha University', ia mengetahui bahwa donatur yang membuatnya kembali mendapatkan beasiswa itu tak lain adalah Minato. Dari Shikamaru, Sasuke juga tahu bahwa Narutolah yang khusus meminta pada ayahnya untuk memberi beasiswa itu setelah ia sadar dari koma.

Dari sana, Sasuke memiliki tekad baru. Ia merencanakan kembali masa depannya. Ia akan memastikan diri untuk masuk ke program pertukaran pelajar ke Amerika, dan saat berada di sini, ia akan berusaha sekuat tenaga untuk mencari beasiswa untuk program master-nya. Dan hari ini, ia sudah semakin dekat dengan masa depan yang ia inginkan itu.

Doa dan usahanya selama ini berbuah manis. Bahkan di universitas sekelas Harvard University pun, Sasuke menjadi anak yang cemerlang. Ia menjadi favorit para profesor setelah berhasil melalui tantangan melakukan Operasi besar dalam RS ternama disana yang diawasi langsung oleh Profesor Robert-sang ahli kedokteran-di bulan pertama program pertukaran pelajarnya.

"Sasuke!"

Sasuke menoleh, lalu mendapati Nick , teman satu kamarnya sedang melangkah ke arahnya sambil menenteng tas biola. Jurusan musik yang sedang digelutinya membuat penampilannya tampak jauh berbeda dengan Sasuke yang berpenampilan formal.

"Finally man, long weekend! What are you up to?" tanyanya. "I heard Taylor is having a party..."

"Sorry man, I've got a 'DATE' ..." potong Sasuke, membuat Nick melotot.

"You've got WHAT? With who?" serunya, merasa dikhianati. Selama ini, Sasuke tak pernah terlihat bersama siapa pun. Ia selalu berada di kamarnya, membaca buku-buku tebal yang sudah berserakan di atas meja.

Ia pun tak pernah mau diajak keluar bahkan hanya untuk menonton pertandingan baseball. Walaupun wajah Asia Sasuke mampu menarik banyak perhatian di Harvard University tersebut, akan tetapi sifat dingin Sasuke membuat siapapun yang tertarik padanya akan mundur perlahan bahkan sebelum hubungan itu dimulai.

Sasuke tak menjawab pertanyaan itu. Ia hanya tersenyum misterius, kepalanya sudah dipenuhi oleh rencana liburan Thanksgiving yang sudah dibuatnya berbulan-bulan lalu.

Satu langkah lagi menuju masa depannya yang sempurna.

**Mrs Tara Fujitatsu**

Sasuke menatap gedung minimalis berdinding kaca bertuliskan Academy of Art University. Akhirnya, ia berhasil mengumpulkan keberanian untuk datang ke sini, ke tempat di mana orang yang ia sayangi berada.

Sasuke memperhatikan anak-anak muda New York yang tampak asyik mengobrol di depan kampus itu. Mereka terlihat sangat stylish, seperti siap untuk menjadi calon-calon penerus designer terkenal dunia seperti Sophie Dien.

Setelah menghela napas mantap, Sasuke melangkah masuk kampus itu dan melihat-lihat. Di dalam kampus yang tertata apik dan minimalis, ternyata terdapat lebih banyak lagi mahasiswa yang mondar-mandir sambil membawa baju dan bahan. Sebagian dari mereka terlihat panik, lainnya terlihat berambisi. Di sisi lain, Sasuke melihat beberapa mahasiswa yang terlihat santai, duduk-duduk di atas sofa bundar dekat kaca. Betapa Sasuke ingin melihat Naruto di antara mahasiswa yang santai itu, tidak bisa memikirkannya berlari-lari membawa gulungan kain yang berat dan harus mengguntingnya sendiri.

Namun, Sasuke paham, sekolah ini adalah satu dari sekolah fashion terbaik di Amerika. Dari apa yang ia dengar, berkuliah di Academy of Art University adalah tentang persaingan ketat untuk menampilkan yang terbaik. Para mahasiswanya biasa melupakan pesta, tidur, bahkan makan sekalipun. Sasuke benar-benar berharap Naruto tidak memaksakan diri.

Sasuke mendengus, geli pada pemikirannya sendiri. Naruto tidak berambisi seperti dirinya. Naruto memiliki kecepatannya sendiri. Anak Laki-laki itu pasti menyadarinya dan tidak akan melakukan hal-hal bodoh seperti berlari-lari dikoridor seperti mahasiswa yang baru saja melewatinya bukan...

Selama 15 menit, Sasuke puas melihat-lihat bagian dalam kampus jurusan fashion itu. Namun, Naruto tidak terlihat di mana pun. Sasuke sadar bahwa New York memiliki sejuta lebih penduduk. Ia tidak pernah berharap akan bisa menemukan Naruto di percobaan pertamanya ke sini, jadi ia akan mencoba lagi esok hari.

.

.

.

.

.

"WATCH OUT.... WATCH OUT" Tampak pemuda ramping dengan syal merah menyala yang menutupi hampir sebagian wajahnya sedang berlari-lari membelah koridor kampus yang ramai, tak lupa dikanan dan kirinya dia menenteng beberapa helai kain dan beberapa potong baju. Sementara dibelakangnya menyusul beberapa orang yang ikut berlari sambil membawa mannequin dan tak lupa teriakannya kepada sang pemuda blonde untuk berhati-hati.

"Seperti biasa...." Ucap beberapa mahasiswa yang memandang keributan dikoridor kampus dengan tawa geli dibibirnya...

"Apakah yang didepan itu Naruto...?" Tanya mahasiswa bernama Mike kepada teman yang ada disampingnya.

"Hahaha siapa lagi Mike..!! Hari ini kelompoknya akan melakukan ujian dan dapat kau lihat sendiri"

"Tidak pernah aku sangka mahasiswa yang dieluh-eluhkan oleh profesor akan kejeniusan dalam merancang desain sebenarnya adalah orang yang ceroboh.. ckckck... Aku tidak mengerti darimana otak kreatif itu bisa ditempatkan kepada seorang seperti Naruto, Hahaha"

"Lihat saja setelah penilaian nanti pasti dia tidak masuk selama 2 hari lagi"

"Jika Naruto tidak masuk itu berarti....???" Tanya Mahasiswa yang juga berada dijurusan fashion Design itu dengan nada Sing A Song...

"Makan siang gratis di mansion Namikaze ala aunty Kushina..."

"Great..!!!"

Kemudian setelah itu kedua mahasiswa itu berjalan menuju ruang yang tadi dimasuki Naruto dan kelompoknya. Sudah menjadi rahasia umum mengenai penyakit Naruto di kampus ini, tidak ada yang berubah dengan kenyataan itu.

Naruto tetap mendapatkan teman yang tidak pernah memandang kasihan kepadanya... Bahkan tetap mensupport Naruto ketika penyakit itu membuat Naruto tidak masuk kuliah.

Seperti pada awal pertemanan mereka, Teman-teman Naruto yang sudah hafal alasan Naruto tidak masuk pasti akan menyempatkan waktunya untuk menjenguk Naruto di mansion besarnya yang sering dijuluki "Istananya Putri Naruto" hanya untuk menjahili sang blonde.

Naruto bahkan sempat mendelik curiga dengan iris Shapphire yang berkilat itu kepada teman-temannya jika mereka menjenguk Naruto hanya untuk meminta 'Makan Gratis' yang tentu saja langsung ditampik oleh mereka semua...

Dan sudah menjadi kebiasaan bahwa setiap teman Naruto yang datang pasti akan dijamu dengan baik oleh seluruh penghuni rumah tidak terkecuali Kaasan Naruto, yang sering dipanggil 'Aunty Kushina' oleh teman-teman Naruto ataupun "Mrs Namikaze" Jika sudah berada dikampus,

Ya.. Benar... Awal kepindahan Kushina di Amerika sudah membuat berita kembalinya Kushina didunia Fashion dan Design berhembus di Amerika, akan tetapi secepat berita itu muncul secepat itu pula berita mereda. Karena Kushina yang langsung melakukan klarivikasi dan hanya akan menjaga sang putra.

Akan tetapi ketika Kushina mendapat tawaran mengajar di tempat Naruto maka dengan persetujuan Minato, Kushina akhirnya menyetujui... Selain untuk menyalurkan hobby Designnya Kushina juga dapat menjaga Naruto.

Di kampus Naruto, semua orang ikut serta dalam menjaga 'Si Clumsy Naruto' dengan cara yang tidak berlebihan seperti yang pernah dilakukan oleh Shikamaru dahulu , Seperti kejadian tadi contohnya. Teman setim Naruto secara otomatis membawa Manaquin sementara Naruto hanya membawa kain dan bahan. Ataupun ketika Naruto membuat pola pada kain sementara temannya yang lain akan mengambil alih kain yang telah dibuat polanya untuk digunting.

Semua ikut menjaga Naruto tidak dengan melarang Naruto melakukan semua hal akan tetapi dengan hal-hal kecil seperti itu.

Hal-hal kecil seperti itulah yang membuat Naruto nyaman berada disini yang tidak didapatkannya dahulu.

.

.

.

.

.

.

Ini kali kelima Sasuke pulang setelah mencari Naruto di kampusnya, Sasuke tidak merasa putus asa, dia justru merasa semangat karena sudah sejauh ini dia melangkah untuk pemuda itu, dan tinggal sedikit lagi mereka akan bertemu.

Sasuke sudah bersabar dan bekerja keras selama 3 tahun ini untuk membuat dirinya 'pantas' berdiri disamping Naruto, dan untuk menambah 3 tahun menjadi 3 tahun lebihpun Sasuke masih mampu.

Sambil merapatkan mantel, Sasuke menyeberang 7th Avenue yang padat. Sebelum kembali ke asrama, ia akan berjalan-jalan sebentar. Selama berada di New York, ini kali pertamanya ke bagian lain Manhattan. Hidupnya hanya seputar kampus dan asrama.

Sebagai kota metropolitan, New York memiliki kepadatan yang luar biasa. Selain menjadi pusat fashion, kota ini juga merupakan pusat perdagangan, keuangan, seni, budaya dan banyak lagi. Penduduknya pun beragam dan datang dari berbagai bangsa di dunia. Jika di Jepang, New York tak ubahnya Konoha. Hanya saja, tak ada istana-istana kekaisaran di kota ini karena pusat pemerintahan Amerika berada di Washington, D.C.

Kaki Sasuke membawanya ke arah Bryant Park, area terbuka publk yang berada di antara 5th dan 6th Avenue. Sasuke disambut oleh sebuah air mancur yang menari-nari indah. Di tengah-tengah gedung-gedung pencakar langit, area terbuka yang hijau seperti ini benar-benar menyejukkan. Tak heran banyak orang yang menghabiskan waktu di sana, hanya untuk sekadar mengobrol atau membaca buku.

Sambil melangkah lebih jauh, Sasuke menatap booth makanan dan minuman serta meja dan kursi yang tersebar di sekeliling taman. Langkahnya mendadak terhenti saat ia melihat penjual hotdog. Di luar kesadaran, ia mengelus perut.

Ia belum makan apa pun sejak pagi.

Sasuke menghampiri penjual hotdog, lalu memesan satu. Sambil menghela napas, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencari tempat duduk untuk meikmati hotdog-nya nanti. Di tengah keramaian itu, tahu-tahu matanya menangkap sesosok yang sangat familiar baginya. Seketika, jantung Sasuke terasa mencelos.

Sepuluh meter di depannya, seperti mimpi, Naruto tampak sedang duduk tenang di bangku, tenggelam dalam buku sketsa. Rambut pirangnya sekarang sudah dipanjangkan hingga tengkuk Naruto dan disapu lembut oleh angin, membuatnya semakin kentara di antara orang-orang yang duduk di sekitarnya.

"Here's your hotdog."

Tidak memedulikan hotdog yang disodorkan si penjual, Sasuke tersaruk ke arah Naruto. Ke arah Laki-laki yang paling ingin dilihatnya saat ini. Laki-laki yang membuatnya terbang sejauh ribuan mil hanya untuk melihat iris Shapphire itu lagi.

Naruto masih sibuk mencoret-coret buku sketsa-nya, sama sekali tidak menyadari kehadiran Sasuke. Sebentar lagi ujian individu, dan ia harus memiliki satu desain yang berbeda dari yang lain jika mau lulus. Desain yang kemarin kelompoknya ajukan pada pengajar sangat diterima dengan baik.

"Is this seat taken?"

"No, please." Naruto mempersilakan tanpa mengangkat kepala. Desain ini sudah benar-benar menyita perhatiannya.

Selama beberapa saat, Sasuke memperhatikan Naruto yang masih asyik mendesain. Anak Laki-laki itu masih cantik seperti dulu. Kalaupun ada yang berubah, sekarang ia terlihat lebih mandiri. Auranya lebih terang dan jika Sasuke tidak salah mengerti, anak Laki-laki itu jadi terlihat berambisi. Ia tidak pernah menggambar dengan dahi mengerut seperti ini

"Hm..." Naruto masih merasa desain itu belum sempurna. Masih terlalu banyak detail yang tidak perlu.

Masih sambil mengamati desain, Naruto menggapai, bermaksud untuk mengambil cokelat hangatnya. Namun, ia tak kunjung menemukannya. Tahu-tahu, gelas itu melayang ke tangannya.

"Thanks." Naruto berterima kasih pada siapa pun yang tadi membantunya. "Cokelat panas bagus untuk menghilangkan stres," kata Sasuke kalem. "Tapi teh hijau hangat jauh lebih bagus."

DEG

Selama beberapa saat, Naruto membatu, merasa mengenali suara itu. Perlahan, Naruto menoleh. Gelas yang dipegangnya terlepas begitu saja dan jatuh ke lantai Bryant Park begitu ia menyadari siapa yang sedang duduk di sampingnya.

Sasuke tersenyum hangat saat akhirnya menatap mata Shapphire itu lagi. "Do you still remember me?"

Detik berikutnya, Naruto segera tersadar. "Ah! Teman sekelasku dulu bukan Mm... Sasuke?"

Senyum Sasuke semakin lebar. "Nice try."

Mulut Naruto sekarang membuka dan menutup, salah tingkah. Dalam hati, ia segera mengutuk Shikamaru. Anak laki-laki itu tidak pernah mengatakan apa pun soal Sasuke yang telah mengetahui semuanya. Setiap kali Naruto menelepon, yang keluar dari mulutnya selalu Kiba dan betapa Shikamaru senang dengan kuliah bisnisnya.

"Kau... sudah tau?" Naruto meneguk ludah. "G-gomen."

"It doesn't matter now." Sasuke menatap Naruto lekat. "Karena aku sekarang ada di sini."

Naruto balas menatap Sasuke tak percaya. Sasuke sendiri sudah meraih tangan Naruto dan mengelus lembut titik hitam yang semakin jelas pada punggung tangan itu sebagai calon dokter Sasuke sangat mengerti apa titik hitam itu-tanda bahwa Naruto sudah sekian kali diinfus faktor.

Sasuke pun pada beberapa kali penelitian yang dilakukannya, Sasuke menggunakan objek pasien Von Willebreand Desase sebagai object pengamatan. Jadi Sasuke sangat mengerti bagaimana penanganan pasien VBS, Sasuke pun juga mengerti bahwa penyakit itu belum ditemukan obatnya, Dokter hanya mampu menangani ketika pasien VWD sedang kambuh tanpa dapat melakukan pengobatan untuk penyembuhannya.

Sasuke menaikkan pandangannya kembali pada kedua mata Naruto. "Kalau di sini, aku bisa menjagamu, bukan?"

Naruto menundukkan kepala, masih tak memercayai Sasuke yang ada di sini, di sampingnya. Setelah bertahun-tahun saling merindukan sosok dihadapannya, akhirnya mereka bertemu juga.

"Kenapa... kenapa kau bisa berada disini Sasuke..? B-bagaimana bisa kau menemukanku?"

"Karena kau adalah bintang yang paling terang" jawab Sasuke, membuat Naruto menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Di antara sejuta lebih penduduk Manhattan, kau adalah yang paling terang. You're literally, one in a million."

Naruto membekap mulutnya sendiri, menahan tangis yang sudah tumpah. Dadanya sekarang terasa sesak, namun karena terlalu bahagia. Selama tiga tahun ini, ia berusaha untuk hidup mandiri. Ia berlatih memasang infus dan menyuntikkan faktornya sendiri. Setiap sendi bengkak dan kulit lebam yang kadang ia dapat selalu ia hadapi dengan tegar. Mimisan yang kadang muncul saat ia mendapat terlalu banyak tugas pun ia lewati walaupun tetap menakutkan. Walaupun ayah dan ibunya selalu ada untuknya dan menemaninya disaat-saat menyakitkan tersebut, ia harus bertanggung jawab pada keputusannya dan atas dirinya sendiri.

Sekarang, seorang Sasuke ada di sampingnya, siap untuk melindunginya. Naruto tidak bisa meminta lebih lagi dari ini. Sasuke adalah orang yang paling ia inginkan untuk menjadi pangeran pelindungnya.

Sasuke berlutut di samping Naruto, membelai rambutnya lembut, lalu menariknya ke dalam pelukan. Penantian dan kerja kerasnya selama ini berbuah manis. Mulai saat ini, ia akan selalu ada untuk Naruto, kapan pun saat anak Laki-laki itu membutuhkannya.

Karena Naruto adalah satu dari sejuta. Dan karena Sasuke adalah pangeran untuknya.

"Naruto..." Gumam Sasuke di puncak kepala Naruto

"Mmh" Jawab Naruto tidak jelas karena dia sibuk membalas pelukan erat Sasuke, aroma khas yang menguar dari tubuh Sasuke begitu dirindukannya.

"Aku sudah menunggu lama untuk mengatakan hal ini" Sasuke melepaskan pelukan mereka dan menatap keiris bulat favoritnya.

Sasuke menarik napas kemudian mengucapkan kalimat dalam satu tarikan nafas yang membuat iris bulat Naruto semakin membulat dan berkaca-kaca.

.

.

.

.

.

.

WILL YOU MERRY ME......

Really-Really End.... 😍

Tara Note:

Chaper panjang untuk Final Chap

Terimakasih kepada semuanya yang telah mereview, memfavorite ataupun Memfollow dan Mendukung cerita ini....Akhirnya I FOR YOU sampai di akhir cerita...

Bagaimana dengan Happy ending seperti ini...??

Continue Reading

You'll Also Like

41.6K 2.7K 20
Pair : Naruto x Sasuke ✓ Kelanjutan dari cerita pertamaku, NaruSasu❤️ Hadirnya Season 2!! Tentang kehidupan Naruto dan Sasuke setelah mengalami banya...
88.7K 8.3K 24
A Narusasu Fanfiction. Ketika dinding - dinding tinggi menghalangi pandangan dan kenyataan. Menyembunyikan kebenaran juga menjadi pemisah bagi keduan...
222K 33.3K 60
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
14.9K 1.1K 36
Fang x Boboiboy local short AU Akibat lomba yang dipilih oleh wali kelas kesayangannya Boboiboy harus terjebak bersama orang yang paling ia benci, Fa...