Middle Row ♪ Hemmings | ✓

Od bajigur

526K 77.9K 36.4K

❝The spotlight is on me but she's all I see.❞ Highest rank #5 in Fanfiction [23/4/16] [ i put this story in t... Viac

Foreword
Prologue
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Epilogue
Afterword
Atha Mau Curhat
Mini Giveaway!
Winners!

Bonus Chapter

15.6K 2.2K 2.8K
Od bajigur

Tiga minggu setelah itu

Dengan kaki yang tidak henti-hentinya gemetar, Velvet sesekali mengintip tirai merah di sampingnya. Jantungnya berdegup tidak beraturan, namun sesekali bibirnya menyunggingkan senyum.

"Minum dulu," kata Trisya sambil menyerahkan segelas caramel frappe ukuran venti pada Velvet.

Velvet meraih gelas itu, meneguknya perlahan. "Ini masih kerasa kayak mimpi."

"Fase itu udah lewat, Vel. Dulu, lo mimpi. Sekarang, it literally comes true," ujar Trisya tenang. "I'm so proud of you."

"I can do nothing without you, Tris. Inget siapa yang pertama kali diem-diem ngirimin cerpen gue ke majalah sekolah?"

"Ingetlah," katanya bangga. "Gue."

Velvet lalu meletakkan gelas kopinya itu di meja kecil di sampingnya. Ia serta-merta memeluk Trisya yang juga langsung balik mendekapnya erat.

"Thank you for always supporting me from the start, Tris."

Trisya mengangguk pelan, mengelus punggung sahabatnya itu. "Yuk ke depan. Lo udah ditunggu."

Toko buku mall di bilangan Pondok Indah itu memang tidak pernah sepi pengunjung. Tapi, tidak seperti hari-hari biasanya, nyaris setengah toko itu dipenuhi antrean mengular para remaja. Di hadapan mereka, terdapat  panggung kecil dengan meja dan dua buah kursi.

Di belakangnya, terpampang sebuah backdrop bernuansa pastel dengan cover sebuah novel yang melejit hanya dalam waktu dua minggu.

Dan di sana, nama Velvet tercetak besar-besar.

Hari ini, Velvet akan menanggalkan jas putih dan embel-embel dokter gigi yang selalu melekat padanya.

Hari ini, ia akan jadi Velvet yang lain, yang juga cita-citanya sejak pertama kali belajar membaca puisi di pelajaran bahasa Indonesia di sekolah.

"Mama tunggu di belakang aja ya, Vel?" tanya sang Ibu sambil merapikan vest denim Velvet.

Velvet mengangguk. "Iya. Makasih ya, Ma."

Ibu Velvet mencium kening anaknya itu, lalu menyuruhnya cepat-cepat naik ke atas panggung mengingat book signing serta talkshow kecil-kecilan itu akan dimulai tiga menit lagi.

Sambil terus mengucap doa dalam hati, Velvet muncul dari sisi kiri panggung, menaikinya hati-hati. Sorak sorai dan tepuk tangan menyambutnya dengan hangat.

"Halo, semuanya," sapa Velvet setelah mengetuk-ngetuk kepala mikrofon. "Makasih banget udah dateng, gue ngga nyangka responnya bakal sebaik ini."

Semua yang ada di situ balik menyapa 'halo', lalu kembali mendengarkan Velvet dengan seksama.

"Jadi gue mau buka sesi tanya-jawab tentang buku ini, tapi lima menit aja ya."

Lalu, beberapa dari mereka dengan antusias mengacungkan tangan. Velvet yang tidak biasa dengan situasi seperti itu hanya bisa memilih secara asal.

"Itu, yang pake baju garis-garis kuning item," kata Velvet sambil menatap gadis yang dimaksud.

Perempuan itu kegirangan karena ditunjuk, lalu ia berteriak. "Kenapa akhirnya mutusin untuk bikin novel, kak?"

Velvet berpikir sebentar, lalu kembali meraih mikrofonnya. "Dari dulu sebenernya udah pingin banget nulis novel, tapi belom sempet gitu. Makanya nulisnya cerpen-cerpen aja. Mimpi dari kecil sih, mau punya karya."

Perempuan itu mengangguk-angguk puas, lalu mempersilakan Velvet memilih pertanyaan berikutnya.

Pilihan Velvet jatuh pada seorang perempuan tinggi bergaya hipster dengan rambut tergerai hingga punggung. "Kamu, deh."

"Kenapa judulnya 'Stranded', kak? Pernah di-'you walked out and left me stranded'-in, ya?"

Lalu toko buku itu mendadak sunyi. Tidak ada tawa, tidak ada celetukan iseng dari siapa pun. Isu itu begitu sensitif, semua orang tahu itu.

"Kamu...," kata Velvet sambil berusaha meredam amarahnya. "Ke sini untuk apa?"

Diserang pertanyaan simpel namun mematikan itu, si gadis hipster itu mendadak salah tingkah. Raut mukanya panik, tidak menyangka reaksi Velvet akan sedingin itu.

"Kamu ke sini sebenarnya ada urusan apa?" ulang Velvet, masih dengan nada yang tenang.

Tanpa disangka-sangka, tangan gadis itu melempar novel Velvet tepat ke arah panggung. Matanya berair. "Yang kemaren konser itu, lagu Everything I Didn't Say, buat lo kan? Cewe di middle row itu lo kan?"

Lagi, toko buku itu hening. Seperti percakapan ini hanya konsumsi Velvet dan si penanya menyebalkan itu.

Untungnya, Velvet kini lebih bisa mengontrol emosi. Lalu ia dengan santai mendekatkan mikrofon ke bibirnya.

"Saya ngga tau tujuan kamu datang ke sini sebetulnya apa, tapi tolong posisikan saya sebagai orang yang menulis novel yang barusan kamu lempar itu. Bukan orang yang gosipnya kamu baca di media. Tolong jangan sangkut-pautkan lagi dia dengan saya."

Velvet menelan ludahnya sebelum melanjutkan kalimat-bahasa-bakunya yang menandakan bahwa ia benar-benar serius.

"Dia dan saya sudah ngga ada apa-apa lagi."

Mungkin ini adalah perasaan yang Velvet selalu idam-idamkan selama ini; merasa karyanya diapresiasi. Secara bergantian, pembacanya duduk si sampingnya, lalu ia dengan ramah menyapa mereka satu persatu.

"Kamu namanya siapa?" tanya Velvet yang sudah menuliskan kata 'to' di lembar pertama novelnya.

"Vel, ini gue Trisya," kata perempuan itu.

Velvet menoleh, melihat sahabatnya itu dengan mimik khawatir. "Ngapain, anjir? Lo kan udah dapet tanda tangan gue."

"Lo ngga kenapa-napa?" tanya Trisya lirih. "Itu yang cewe tadi tanyain. Lo gapapa?"

"Gapapa. Toh cewe itu udah cabut juga."

"Gila, ya. Itu orang dateng cuma mau bikin rusuh doang."

Velvet tertawa kecil, lalu memberikan novelnya lagi pada Trisya. "Udahlah biarin aja. Sana, ah. Kasian yang lain ngantre."

Trisya mengangguk, lalu beranjak meninggalkan Velvet yang langsung diburu orang yang mengantre setelahnya.

Gadis hipster tadi secara sukarela meninggalkan acara book signing Velvet. Mukanya merah padam, entah karena marah atau malu akibat dua orang satpam nyaris mengusirnya.

Sebenarnya, Velvet, jika tidak ditahan-tahan, pasti sudah adu jambak dengan perempuan itu. Jelas saja, hatinya selalu berubah panas jika hubungannya dengan Luke diungkit-ungkit.

Tiga minggu yang lalu, Velvet hampir saja mengurungkan niatnya untuk meninggalkan surat yang sudah ia tulis dua hari sebelumnya di kursi penonton. Ia hampir saja ingin menerobos masuk ke backstage dan memeluk Luke seerat mungkin. Lagu yang Luke bawakan dan sebuah pesan singkat setelahnya sudah mampu meluluhkan hatinya.

Tapi rasa sakit itu masih sama.

Maka, Velvet tetap menempelkan kertas itu di sandaran kursinya, lalu pulang dan menyetir sendirian sampai apartemen dengan perasaan kalut. Ia sebenarnya tidak begitu yakin surat itu akan sampai di tangan Luke. Bisa saja ada tangan jahil yang mengambilnya.

Setidaknya, jika Luke pada akhirnya membaca suratnya, Velvet merasa jutaan perasaan yang bermain-main di batinnya enam tahun terakhir sudah terwakili.

Sembari menunggu pembaca lain naik ke atas panggung, Velvet mengecek ponselnya. Ribuan tweet membanjiri Twitternya, semua memberi ucapan selamat atas book signing-nya hari ini.

Lalu ia membuka aplikasi Line, di mana pesan sudah menumpuk di grupnya bersama Angga, Pandu, dan Edgar. Setelah kejadian Bimo tempo hari, keempatnya jadi bersahabat dekat. Tiga senior itu seakan ingin menjaga Velvet dari orang-orang semacam laki-laki berbahaya itu.

Hitsnya Dogi (4)

Angga: Vel blm selesai kan acara lu
Angga: Pasien gue ga abis2 anying pegel

Pandu D: Gila td pasien gue ada yang giginya harus dicabut sederet ga tanggung2 dah
Pandu D: Serem banget
Pandu D: Ogah gue kayak gitu kalo udah tua
Pandu D: EHHHH VEL GIMANA BOOKSIGNING LO
Pandu D: SORI GABISA DATENG INI ISTRI GUE ANEH2 AJA JIR
Pandu D: Minta gado-gado yang timunnya pake timun jepang
Pandu D: Ngidam katanya

Angga: Ndu lo bacot

Velvet Soebandirjo: Ndu lo bacot (2)
Velvet Soebandirjo: Iye sekalian bilangin kak firda semoga nanti anaknya kalo udah gede ga jadi kayak bapaknya
Velvet Soebandirjo: Eh td parbet masa ada yang anarkis

Edgar: Ndu lo bacot (3)
Edgar: Anarkis gmn vel
Edgar: Vel maaf gabisa dtg:( Eug masih di bdg:(

Pandu D: Nggalah ego vel orang di usg juga anak gue cewe
Pandu D: Ha mampos
Pandu D: Wah anarkis
Pandu D: Kasih semprotan air mata aja vel HAHAHAHAHHAHAH

Read by 3

Pandu D: Kacangin aja mulu gua anj

"Hi," kata seseorang yang ternyata sudah duduk di samping Velvet.

"Eh, iya. Hai," jawab Velvet sambil masih sibuk membalasi tiga temannya lewat ponsel itu.

Orang itu lalu menyerahkan novel kepada Velvet, membiarkan Velvet membubuhkan tanda tangannya di sana.

"I love your book," kata orang itu.

"Thank you. That's very sweet of you," ujar Velvet tanpa menoleh. "Kamu namanya siapa? Mau aku tulis."

"Sorry? I don't speak Bahasa."

"Then why did you say that you love my book when you don't speak Bahasa? You're weird," kata Velvet sambil sesekali tertawa melihat tidak ada yang merespon Pandu di grup. "What's your name?"

"Luke. Luke Hemmings."

Velvet memaku. Tawanya akibat kekonyolan tiga temannya itu seketika sirna saat nama itu disebut. Matanya membulat, namun masih enggan menoleh.

"Really? You don't recognize my voice?" tanya laki-laki itu. "Vellie, it's me."

It's him, batin Velvet.

Perempuan itu menoleh, mendapati Luke sedang duduk di sampingnya sambil tersenyum lebar. Ia lalu melempar pandangan ke sekeliling, di mana para pembacanya yang lain hanya bisa menutup mulut saking terkejutnya pria itu tiba-tiba datang.

"Hi again," kata Luke dengan mata menatap lurus-lurus milik Velvet. "Listen, Vellie. I'm so sorry for all the things I've done wrong. That's a long, long story. Believe me."

"Is this even real?" Velvet mengulurkan tangannya, meraba pipi Luke yang ditumbuhi bulu-bulu halus. "Are you even real?"

Luke mendaratkannya di atas tangan Velvet, menggenggamnya erat. "I'm here. I'm not going anywhere again."

Di ruang tunggu Velvet di belakang panggung itu, keduanya duduk bersebelahan. Di seberang mereka, Ibu Velvet juga duduk dengan tatapan tajamnya.

Sudah lima menit, namun belum ada yang memulai percakapan. Lalu Ibu Velvet akhirnya angkat suara.

"Are you aware about how much you've hurt my daughter?" tanya beliau pada Luke yang kini terlihat lebih matang dan dewasa itu.

Luke mengangguk. "Yes, Ma'am. That's why I come back. I need to fix things up," kata Luke tegas. "I'm still in love with your daughter. That feeling never fades away."

Velvet menoleh, memandangi Luke yang sedang berusaha meyakinkan Ibunya, being a gentleman he is. Menyadari itu, Luke meraih tangan Velvet, menguncinya dalam genggaman.

"I'll take care of her, Ma'am, wholeheartedly."

Ibu Velvet menghela napas, lalu tersenyum. "Can I trust you, Mr. Hemmings?"

"Yes, Ma'am."

Dengan itu, Ibu Velvet berjalan ke arah Luke, ingin menjabat tangannya. Namun pemuda itu malah cengar-cengir.

"May I hug you, Ma'am? I'm so happy right now," kata Luke, meminta izin.

"Su—"

Luke langsung menarik wanita paruh baya itu ke dalam pelukannya, dengan senyum yang tidak kunjung pudar. "Thank you, thank you so much."

"Yes, okay, Luke. You're welcome. Can you please just let me go? I can't breathe," kata Ibu Velvet.

Laki-laki itu mengangguk, lalu melepaskan pelukannya. Velvet, dengan tangis haru yang sudah meleleh, kini menghambur ke Ibunya, memeluk beliau erat.

"Ma, makasih banyak," bisik Velvet pelan. "Vellie sayang banget sama Mama."

Ibu Velvet mengangguk. "Iya, Sayang. Mama juga sayang sama kamu."

"Ma, I can't thank you enough."

Ibu Velvet melepas pelukan anaknya itu, lalu mencium keningnya. "Just be happy, Vellie. That's enough."

Ditemani satu pint Häagen-Dazs macadamia nut, Luke merebahkan badannya di sofa unit apartemen Velvet dengan paha perempuan itu sebagai bantal. Alasannya satu: agar ia bisa sepuasnya memandangi gadisnya itu.

"Why are you looking at me like that?" tanya Velvet saat sadar mata Luke belum juga lepas darinya. "Do I have a booger?"

"Tons of boogers," ledek Luke. "No. Just wanna cherish your beauty."

"Damn Luke, back at it again with the cheesy pick-up line."

"Isn't the damn Daniel thingy too old-school? It's been six years, though."

Velvet menunduk, menatap Luke sambil mengusap rambutnya. "Yeah. It's been six years."

"I'm so sorry, Vellie."

"You've said that, like, almost a million times."

"I was a fool for not fighting for us in the first place. I was too afraid," kata Luke serius. "But today, I'm not afraid anymore."

"Why?"

Luke bangkit, lalu duduk menghadap Velvet. Ditariknya perempuan itu mendekat, lalu pria itu mengecup pelipis Velvet. "Because now we're here for each other, and there's nothing to be afraid of."

Velvet mengangguk pelan, setuju dengan pernyataan Luke.

"By the way, I read your letter," kata Luke pelan. "It hurt me. It hurt me because I just can't picture us bumping into each other in a grocery and be like 'hi, old friend'."

Mata Velvet membelalak. "You did? I thought somebody would just take and throw it away."

"Why did you ever think that way, Vellie? Me getting over you?"

"Because you never replied my messages but then you posted pictures on instagram."

Luke tersenyum pahit. "Every night I almost call you, just to say it always will be you."

"Wherever you are," lanjut Velvet.

Luke terkekeh, lalu ia memilin ujung rambut Velvet. "Tell me how many boyfriends you got after I'm gone."

"Zero," ujar Velvet jujur. "While you got plenty of girls—"

"I can't believe you trust that shitty gossips." Luke tertawa kecil. "Nobody can ever compete with you."

"Luke, you have no idea how much happiness is filling my lungs right now instead of oxygen."

"This is why I like writers better," kekeh Luke. "You should write me a book someday."

Mata Velvet memicing, alisnya terangkat sebelah. "Really? You don't know that I wrote that book for you?"

Luke menggeleng lemah, sedangkan Velvet hanya menghela napas. Tangan perempuan itu sigap mengambil novelnya di meja.

"Take a look," kata Velvet sambil menunjuk salah satu lembar awal novelnya.

Luke meraih novel di tangan Velvet, lalu membacanya sambil tersenyum.

For L,
You are my getaway

"Vellie."

"Hm?"

Luke memutar posisi duduk gadisnya itu. Mereka berdua kini berhadapan, saling beradu tatap. "Aku cinta kamu."

• F I N •

Pokračovať v čítaní

You'll Also Like

123K 19.3K 43
Jana was all ready to let her 6-year boyfriend, Luke, move to another city for college. But she wasn't really prepared for whatever distance could of...
386K 15K 18
Carilla, gadis yang ceria dan setia. Cello, pengusaha muda kaya raya yang sangat mencintai Carilla. Theo, taipan muda Manhattan yang tampan namun tid...
4.3K 624 12
[KISS SERIES 2] Coba bayangkan kalian memiliki tetangga yang pernah mengisi masa lalu kalian. Dia adalah mantan pacar pertama saat SMP. Cinta monyet...
69.2K 3.3K 8
meskipun kau mantan kekasih ibuku Lisa😸 (GirlxFuta)🔞+++