Middle Row ♪ Hemmings | ✓

By bajigur

525K 77.9K 36.4K

❝The spotlight is on me but she's all I see.❞ Highest rank #5 in Fanfiction [23/4/16] [ i put this story in t... More

Foreword
Prologue
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Afterword
Bonus Chapter
Atha Mau Curhat
Mini Giveaway!
Winners!

Epilogue

14.7K 2.1K 1.7K
By bajigur

Mei 2022

Sudah sepuluh menit Velvet menimang-nimang capo di tangannya. Pikirannya tertuju pada sebuah wristband berwarna silver yang sudah digunting di nakasnya, lalu sebuah lagi yang masih rapi terbungkus amplop berwarna putih.

Lelah, perempuan itu lalu melempar capo ke ranjang, lalu beranjak ke balkon kecil tempatnya menjemur pakaian —hanya itu yang disediakan pihak apartemen di setiap unit. Ia menghirup udara Jakarta yang terasa menyesakkan, membiarkan oksigen itu memasuki paru-parunya.

Ia ingin menangis.

Jika saja air matanya tidak terlanjur habis karena menangisi laki-laki yang sama setiap malam, selama setahun sejak ia pergi.

Lima tahun setelahnya, rasa sakit itu masih sama. Tapi Velvet tahu, luka itu mendewasakan.

Ia ingat sakitnya mengetahui pesan-pesannya gagal terkirim, sambungan teleponnya tidak pernah diangkat, direct message-nya melalui media sosial tidak pernah digubris.

Maka, ia menyerah, karena paham betapa sulitnya berjuang sendirian.

Setengah mati ia berusaha mengubur segala kenangan dalam-dalam, menyimpannya di bagian paling belakang otaknya. Namun yang ada, ribuan memori itu mendorongnya untuk membeli satu tiket konser 5 Seconds of Summer dari rangkaian turnya tahun ini yang bertempatkan di Jakarta.

Iya, sosok yang Velvet tunggu selama ini akhirnya kembali.

Tapi bukan untuknya.

Velvet menghela napas panjang, lalu beranjak kembali ke kamar. Diraihnya sebuah bolpoin di atas meja, lalu tangannya merobek selembar kertas. Ia menulis sepuas-puasnya untuk laki-laki itu.

Konser itu kurang dua hari lagi. Bukan waktu yang cukup bagi Velvet untuk mempersiapkan hatinya.

"Here we go again, buddy," kata Ashton seraya menoleh pada Luke yang sedari tadi menatap lurus ke luar jendela mobil, di mana Jalan Sudirman terasa lebih lengang dari bisanya.

Yang diajak bicara malah tidak menjawab, larut dalam pikirannya sendiri. Luke menempelkan dahinya dengan kaca mobil. Ia sungguh tidak tahu apa yang sedang terjadi di batinnya.

Ia senang akhirnya ia bisa menepati janjinya, ia pun rindu dengan perempuan yang satu itu.

Tapi ia merasa bersalah, merasa seperti orang paling bodoh sedunia enam tahun terakhir karena terlalu patuh.

Luke diminta berhenti berhubungan dengan Velvet dan ia, setelah perdebatan panjang, akhirnya menurut.

Sejak saat itu, hatinya tidak pernah tenang. Ada malam-malam tertentu yang ia habiskan untuk mengurung diri di kamar dan menangis sepuasnya.

Luke berantakan, tapi ia lihai bersandiwara hingga kisah ini tidak tercium media. Hanya wajah Luke yang terlihat lelah dan tatapan matanya yang kosong saat wawancara yang menjelaskannya secara tersirat.

Dan besok malam, saat band-nya tampil menghibur penggemar di Jakarta, ia sangsi akan menemukan Velvet di antara sekian bayak orang yang datang.

"She probably hates me, Ash," kata Luke pada akhirnya. "She hates me. She won't come."

Ashton tersenyum iba, lalu menepuk pundak kawannya itu dua kali. "Miracle does happen, Luke. And love is the most powerful feeling on Earth, remember?"

Luke hanya tertawa getir, kembali memandangi langit cerah Jakarta yang mengingatkannya akan mata gadisnya.

"Jadi kita pisah di sini ya?" tanya Trisya pada Velvet, lalu melirik Manda, saat berada di pintu masuk pemegang tiket Festival.

Velvet mengangguk. "Jagain temen gue nih, Man. Suka ilang," katanya pada Manda yang baru saja kenal Trisya kemarin —hasil dikenalkan Velvet.

Manda mengangguk mantap. "Pasti."

Velvet tersenyum hambar, lalu menoleh ke kanan dan kiri. Venue konser sudah ramai didatangi para penonton. Ada yang sibuk dengan atribut, ada yang masih mengisi perut, hingga bernyanyi walau gerbang masuk bahkan belum dibuka.

"Yaudah, gue ke gate gue ya," kata Velvet sambil memasukkan ponselnya ke saku celana.

"Lagian lo sih, Vel. Aneh-aneh aja beli di Tribune A," ujar Trisya. "Untung ngga Tribune B yang paling jauh."

Velvet tergelak —formalitas. "Gue ngga ada uang, Tris."

"Ngga ada uang gimana?" balas Trisya sambil melotot. "Pasien lo tiap hari ngantre segunung-gunung, novel lo minggu depan naik cetak, terus lo bilang lo ngga ada uang?"

"Gue kan masih harus bayar apartemen, beli bu—"

"Lo mau ngindarin Luke kan, Vel?"

Ya. Jawabannya ya. Tidak salah lagi.

Velvet menggeleng lemah. "Nggalah. Kalo gue ngindarin mah sekalian aja gue ngga nonton," katanya asal. "Udah ah nanti gue paling belakangan nih masuknya."

Dengan itu, Trisya memeluk Velvet erat-erat, memastikan sahabatnya itu baik-baik saja. Lalu giliran Manda yang kini rambutnya berubah menjadi warna biru langit, yang juga mengelus punggung Velvet dengan empati.

Sendirian, Velvet berjalan menuju gate Tribune A. Ia sempat berharap ada topi Bintang atau apa pun itu jatuh sembarangan lagi di kawasan luar venue yang akan kembali menuntunnya pada Luke. Tapi angan itu langsung ditepisnya, selaras dengan gerakan tangannya menyeka air mata.

"Jakarta, make some noiseeeee!" teriak Calum melalui mikrofon. "Oh my God, you guys are so loud!"

"I know it's been a long time since we made a promise to come back here, but hey, here we are!" tambah Ashton dari balik drum set-nya.

Luke tersenyum pahit, terlihat jelas dari layar besar di sisi panggung. "Yeah, it's been a really long time."

"And guys, there will be a special song from our friend, Luke Hemmings!" lanjut Michael, melirik Luke yang sedang membenarkan posisi ear piece-nya.

Luke mengangguk, lalu ia mengedarkan pandangan ke penjuru venue, mencari seorang gadis yang masih menjadi penghuni nomor satu hatinya setelah sekian lama.

There she is! jerit Luke dalam hati saat menemukan Velvet di barisan tengah.

Mereka bertemu pandang, lalu Luke tersenyum lebar sekali sampai-sampai matanya nyaris berair.

"So, actually this song is not in the setlist but I added it for some reason," katanya, tidak berusaha memindahkan matanya dari Velvet. "for a reason."

Lampu di panggung kini hanya menyala satu; mengarah pada Luke. Jemari pria itu bergetar, namun sebisa mungkin ia memainkan lagu ini dengan baik. Ia tahu ini kesempatan terakhirnya.

This is everything I didn't say

Wait, don't tell me, heaven is a place on earth
I wish I could rewind all the times that I didn't show you what you're really worth

"And then, you were there. Holding my Bintang cap with a panicked expression," kata Luke sambil tertawa, mengenang pertemuan pertama mereka.

Velvet tersipu. "I was shocked, really. It was a kind of mini heart attack."

The way, you held me, I wish that I had put you first
I was wrong I admit, numb from your kiss
While you were slipping through my fingertips

Luke meraih tangan gadisnya itu erat-erat. "I liked it. The way you looked. The way you kept cursing. Hell, I told you to stop but you refused."

"I didn't refuse!" elak Velvet. "It happened naturally, Luke. Believe me."

Taking every breath away
With all of the mistakes I made
From all the letters that I saved
This is everything I didn't say
I wish I could've made you stay
And I'm the only one to blame
I know that it's a little too late
This is everything I didn't say

"Whatever." Luke memutar bola matanya. "You were different, Vellie, did you know?"

Velvet menggeleng lemah.

"That's why I could easily find you among the crowd," ujar Luke sambil tersenyum.

Whoa, whoa
This is everything I didn't say

Wake me up now, and tell me this is all a bad dream
All the songs that I wrote, all the wrongs that I hoped would erase from your memory
Holding onto a broken and empty heart
Flowers I should've bought, all the hours I lost
Wish I could bring it back to the start

"I never thought that it would end up like this," kata Luke sambil menatap papan bertuliskan 'Departure' di hadapannya.

Velvet hanya bisa tersenyum pahit. "Neither did I. Just let it happen, Luke. Maybe this is how it supposed to be."

Taking every breath away
With all of the mistakes I made
From all the letters that I saved
This is everything I didn't say
I wish I could've made you stay
And I'm the only one to blame
I know that it's a little too late
This is everything I didn't say

"If you ever forget, I love you, Vellie."

"Never, Luke. I will never forget. And I love you too."

I hope you know, for you I'd sacrifice
To make this right
Someday, I'm sure
We'll pass each other by
Until that time

Luke mengecup kening Velvet sekali, lalu menghirup aroma sampo favoritnya di puncak kepala perempuan itu. "I promise I'll call you as soon as I get there."

"Sure. Safe flight, Luke," kata Velvet sambil berusaha menahan air matanya yang hampir jatuh.

"I promise I'll come back here to see you."

Taking every breath away
With all of the mistakes I made
From all the letters that I saved
This is everything I didn't say
I wish I could've made you stay
And I'm the only one to blame
I know that it's a little too late
This is everything I didn't say

"I promise, Vellie."

This is everything I didn't say

Semua orang di situ berteriak, menjerit histeris karena solo dadakan Luke itu. Terkecuali Velvet yang mematung dengan mata yang belum kunjung lepas dari mata Luke. Tanpa bisa dibendung, air matanya turun perlahan, disusul dengan air mata Luke yang juga mengalir —terlihat jelas di layar raksasa.

"This one is for you, someone in the middle row," kata Luke setelah selesai menyanyikan lagu itu. "I'm sorry it took a long time."

"Dave, help me to find her, please," kata Luke seusai pertunjukan.

Dengan buru-buru, ia melepas peralatan manggungnya, meletakkannya di sembarang tempat lalu keluar dari backstage.

Dave masih terbengong, menatap Luke bingung. "But you're not allowed to get outta here."

"I don't give a shit!" seru Luke sambil mengambil hoodie dan masker, lalu memakainya. "Come on, Dave. Help me!"

Pria berkepala plontos itu akhirnya mengangguk, lalu keluar backstage bersama Luke yang panik bukan main. Satu-satunya yang ada di pikirannya sekarang adalah: ia harus menemukan Velvet.

Mereka berpencar. Luke ke kanan, Dave ke kiri. Dengan posturnya yang tinggi, Luke jelas saja mudah untuk mencari orang lain. Tapi gadis yang satu ini, seperti ditelan bumi —ia menghilang begitu saja.

Dengan perasaan kalut, Luke kembali ke backstage, di mana Dave ternyata sudah lebih dulu menunggunya.

"What the hell? Didn't you search for her?"

"I did," kata Dave sambil menyerahkan secarik kertas pada Luke. "She's nowhere to be seen, so I searched for her seat, and I found this."

Luke menerima kertas itu dengan lambat, seperti mode slow-motion dalam sebuah film romansa. Dave meninggalkan Luke sendirian, lalu mata biru laki-laki itu mulai membaca.

Luke Robert Hemmings,

I got this feeling that you'd check my seat up so here is my little note to you. Not really little I guess, but yeah. You'll find out.

It's been six years, Luke. Funny how time flies so fast, eh?

How's your life going?
Do you still snore when you sleep?
Do you still dance to Adventure of a Lifetime?
Do you even still remember me?

I have lots of questions popped up in my mind but I'm not going to ask you about all that. I might be sound so irritating. Ugh, or I already am by writing this to you?

Luke, I don't miss the accent you make when you talk. I don't even miss the way you sing me to sleep with your arms clutched on my waist. I don't miss your eyes when they're locked to mine. I don't miss your lips when you press them against mine. I don't miss your fingers when you casually intertwine them with mine. I don't even miss our morning ride, or our little talks, or our Indomie sessions, or our kisses-on-cheeks war. And yes, I don't miss you.

But Luke, my mum told me that I was a big liar back then when I was 8. And all the things I wrote above, I lied.

Let me tell you the truth then.

Luke, I'm so tired of waiting.

Luke, I'm so tired of having high hopes.

Luke, I'm so tired of feeling completely ignored.

Luke, I'm getting over you. Just like you seem to do, over me.

I hope you'll live a happy, beautiful life. I hope I'll live mine too.

I hope someday our paths will collide again.

I hope we'll meet, on the street, in the grocery, or anywhere.

Because I need to make sure that you don't lack anything in your life; I need to know whether you're alright.

And when that day finally comes, greet me, Luke. Wave your hand and say hi. Greet me, but not in a romantic kind of way.

Greet me, as an old friend.

Best of luck,
Vellie

Dan air mata Luke jatuh tepat mengenai bekas air mata Velvet yang mengering di kertas itu; hanya itu jarak terdekat dengan gadisnya yang mampu ia capai.

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Continue Reading

You'll Also Like

1.1K 551 10
Ada beberapa hal yang harus lo hindari, saat berada di sekolah terbaik Indonesia; 1. Remedial 2. Ketangkep nyontek oleh Sir Hendry 3. Ngobrol sama Bi...
Heartbeat⇝ By Jeah

Teen Fiction

4.7M 92.7K 13
[SUDAH TERBIT] Berbeda dari saudara kembarnya yang mendapat seluruh curahan perhatian dari keluarga, Seraphine selalu diperlakukan bagai orang asing...
3.3M 81.8K 18
[COMPLETED random private . Follow first to read all part of story] Bisa kalian dapatkan di toko buku terdekat :) The past and the future. Both of...
4.6K 600 8
Ini akan menjadi cerita awal Ellana bertemu dengan Kalandra, si bodyguard yang pernah dia yakini akan berakhir seperti para pengawal sebelumnya yang...