AKU INI APA? S1 Dan S2 (Slow...

由 MAlfharizy

20.4K 1K 410

Kalian tahu anime Date A Live? Cerita ini terinspirasi dari anime tersebut. Aku harap kalian suka. Terima kas... 更多

BAGIAN PEMBUKAAN
BAGIAN PERTAMA: SAMURAI
BAGIAN KEDUA: MENCIUMNYA ATAU DUNIA HANCUR?
BAGIAN KETIGA: BENARKAH INI?
BAGIAN KEEMPAT: GADIS BAIK
BAGIAN KELIMA: DUA ORANG YANG BEDA SIFAT?
BAGIAN KEENAM: ARTIS ATAU GADIS LUGU?
BAGIAN KETUJUH: GADIS KECIL BUTA
BAGIAN KEDELAPAN: BICARALAH DENGANKU
BAGIAN KESEMBILAN: KEBENARAN DARI MIMPI?
BAGIAN KESEBELAS: KENCAN DENGAN ADIKKU?
BAGIAN KEDUA BELAS: GADIS ITU?
BAGIAN PENYELESAIAN: AKU CINTA KAU!
BAGIAN SPESIAL: FAKTA BARU
Ucapan terima kasihku
BAGIAN PERTAMA S2: PERUBAHAN YUKIMURA
BAGIAN KEDUA S2: TAHAN EMOSI
BAGIAN KETIGA S2: RENCANA YANG TERTUNDA
BAGIAN KEEMPAT S2: NINJAKU
BAGIAN KELIMA S2: TELEPORT
BAGIAN KEENAM S2: TEMPAT ASING
BAGIAN KETUJUH S2: MENYAMAR
BAGIAN KEDELAPAN S2: MELINDUNGI
BAGIAN KESEMBILAN S2: BERBAUR

BAGIAN KESEPULUH: PEMBUNUH FIKSI?

607 42 3
由 MAlfharizy

Liburanku bersama dengan teman sekelas sudah selesai, dan liburan musim panas pun dimulai. Tidak seperti tahun lalu, di rumahku sangat meriah sekali. Dan sayangnya, tidak seperti tahun lalu juga, aku tidak bisa berduaan dengan bidadariku. Tapi, keramaian ini tidak begitu buruk.

"Oh, Geno-kun, selamat pagi."

"Selamat pa..."

"Onii-sama!" Tiba-tiba Kanade-chan memelukku.

Lalu, Yukimura melepaskan Kanade-chan dariku. "Kanade-chan, jangan dekat-dekat dengan serangga tengik ini."

"Kenapa?"

"Nanti kau akan diperlakukan tidak senonoh olehnya."

"Tidak senonoh? Apa itu "tidak senonoh"?"

"Bukan karena itu, Kanade-chan. Yukimura tidak memperbolehkanmu memeluk Genoji-kun karena dia cemburu." Ran-chan memeluk lengan kiriku. "Selamat pagi, Genoji-kun."

"Itu tidak benar!!"

"Dasar tsundere."

"Genoji-senpai, selamat pagi." Ca-chan sudah memeluk lengan kananku.

"Claire-chan, kenapa kau memeluk dia!!"

"Tuh kan, kau cemburu."

"Tidak!!"

"Selamat pagi, Ouka-senpai!" Dan Airi sudah memelukku dari belakang.

"Kenapa kau ada di sini!!"

"Memangnya kenapa, Suzuki-senpai? Aku kan kemari untuk bertemu dengan Kana-chan, dan kebetulan Ouka-senpai sedang lengah, jadi aku memeluknya."

"Genojiiii!!" Dia mengeluarkan aura hitamnya.

"A-Aya-chan, bantu aku..." Bidadariku ini hanya tersenyum senang. "Kenapa malah aku yang disalahkan?"

Tiba-tiba, terdengar suara benda berat jatuh ke lantai. Kami semua langsung melihat ke sumber suara itu. Ternyata itu ulah gadis berambut biru pendek, tingginya sama dengan Aya-chan, berpakaian gaun putih dengan rompi sedada berlengan pendek, rok biru pendek dengan celana putih selutut, dan matanya berwarna biru. Dia terlihat sangat kaget, wajar saja karena dia... "Onii-chan, si-siapa mereka?" Benar, dia adikku.

Setelah itu, aku menjelaskan bahwa mereka adalah teman sekolahku. Mereka datang kemari karena ingin berlibur denganku. Dia terlihat sedikit tidak percaya. Tapi, dia terlihat sudah tidak gugup lagi setelah aku memperkenalkan mereka. Oh iya, nama adikku Ami Ouka.

"La-Lalu, kenapa kau ada di sini?"

"Eh? Ibu tidak menelopon Onii-chan? Aku kan akan tinggal di sini mulai sekarang."

"Ehhhh?!"

"Tidak disangka, Onii-chan terkenal."

"A-Aku juga tidak menyangkanya."

"Ami-chan, apakah kau sudah sarapan?" tawar Aya-chan.

"Be-Belum..."

"Kalau begitu, aku akan segera buatkan sarapan. Sebaiknya kau simpan dulu barang bawaanmu ke kamar."

"Oh, biar aku bawakan."

"Terima kasih, Himari-san."

"Panggil saja Ayase."

Lalu aku membawakan barang bawaannya ke kamarnya. Sebelumnya aku bersama dengan keluargaku tinggal di sini, tapi ibu, ayah, dan adikku memilih untuk pindah karena ingin merasakan rumah baru. Dan aku memilih tetap tinggal di sini, karena aku ingin tetap tinggal di rumah tempat aku dibesarkan.

"Onii-chan, Ayase-san sangat baik."

"Begitulah dia. Oh iya, Ami. Kenapa tiba-tiba kau ingin tinggal di sini? Apa ada masalah di sana?"

"Tidak. Aku kemari karena Onii-chan pasti kesepian, dan rumah ini akan berantakan. Jadi, aku putuskan tinggal di sini."

"Lalu, bagaimana dengan sekolahmu?"

"Tenang, ayah sudah mengaturnya. Aku akan sekolah di sekolah Onii-chan."

"Begitu, ya... Oh iya, Ca-chan itu kelas satu juga, mungkin dia akan sekelas denganmu."

"Ca-chan?"

"Di-Dia itu Claire Bell."

"Kenapa Onii-san memanggil Bell-san dengan sebutan itu? Apakah kalian pacaran? Atau ada hubungan spesial?" Dia memasang wajah serius.

"Ka-Kami hanya teman, dia meminta dipanggil seperti itu."

"Benarkah?"

"Benar."

"Baiklah, aku percaya."

"Kau kenapa? Apa kau cemburu?"

"Ti-Tidak, aku hanya khawatir! Tentu saja seorang adik harus mengkhawatirkan kakaknya! Bisa saja Onii-chan bergaul dengan bebas!"

"Te-Tenang saja, aku tidak akan jadi sesat."

Aku merasa Ami berubah. Biasanya dia selalu bicara denganku dengan nada manja, tapi sekarang dia seperti orang lain. Masalah kecemasannya, cara menyampaikannya saja yang berbeda. Biasanya kalau dia mengkhawatirkanku, dia langsung bertanya kepadaku dengan nada tenang. Tapi sekarang, dia seperti sesosok tsundere.

Oh iya, kami sebenarnya bukan saudara kandung. Keluargaku mengadopsi Ami sejak aku berumur delapan tahun. Dia dulu sesosok adik yang lucu, yang selalu ingin dimanjakan. Aku sangat senang dengan sifatnya itu, dan aku ingin sekali selalu bersama dengannya. Bahkan, sekarang pun aku ingin sekali bersama denganya. Sudah dua tahun aku tidak bertemu dengannya, jadi perasaan kangenku muncul.

Kami memasuki kamar Ami yang dulu. "Waah, ternyata masih bagus!"

"Ami, bagaimana perasaanmu tinggal di sana?" Aku menyimpan kopernya.

"Menyenangkan."

"Lalu, bagaimana kabar ayah dan ibu?"

"Mereka baik-baik saja."

Ternyata dia benar-benar berubah, biasanya dia akan menjawab dengan luas. Tapi, mungkin juga karena dia capek. "Kalau begitu, ayo kita turun."

"Aku mau beres-beres dulu. Onii-chan, duluan saja."

"Baiklah, setelah beres-beres, langsung turun, ya."

Sebelum sampai di ruang makan, Itsuka menghubungiku. Jadi, aku memutuskan untuk ke kamarku. "Ada apa, Itsuka?"

"Apa kau kedatangan tamu?"

"Oh, adikku datang kemari. Dia akan tinggal di sini mulai sekarang. Memangnya kenapa?"

"Hmm... Jangan kaget, ya. Dia adalah Fiksi."

"Oh."

"Kenapa kau tidak kaget?"

"Tadi kau suruh jangan kaget. Jadi, responku begitu."

"Bukan berarti kau harus setenang i... Sudahlah, pokoknya, dia adalah Fiksi!"

"Kau tahu jenisnya?"

"Hmm... Aku kurang tahu, tapi kau harus secepatnya menyegelnya."

"Itsuka, maaf, tapi aku tidak mau."

"Apa?! Apa yang..."

"Aku tahu, tapi aku tidak ingin dia terlibat dengan masalah ini. Lagipula, mereka tidak akan membunuh adikku kalau tidak lepas kendali, kan? Aku akan menjaga dia!"

Itsuka tidak menjawabnya, tepatnya dia sedang berpikir. "Baiklah, kalau itu mau mu. Tapi ingat, kalau memang terdesak, kau harus menyegelnya."

"Baiklah, terima kasih, Itsuka."

Entah apa yang kupikirkan, padahal belum ada jaminan kalau aku tidak menyegelnya dia tidak akan dalam bahaya. Tapi, aku berpikir kalau dia mengetahui masalah ini, aku takut dia semakin dalam bahaya.

Jadi, aku berbicara dengan Airi, hanya berdua di kamarku. "Ouka-senpai, kenapa Senpai mengajakku kesini? Apa Senpai mau melakukan "itu"? Ini masih pagi, tapi aku tidak keberatan." Dia berjalan mendekatiku, jarinya diletakan di dadaku.

"Airi, aku ingin menanyakan sesuatu." Mungkin karena aku memasang wajah serius, dia mundur dan bersikap biasa. "Kalau Fiksi tidak lepas kendali, apa kau... kalian tidak akan membunuhnya?"

"Iya, itulah peraturannya. Karena, walau mereka Fiksi, tapi mereka tetap manusia."

"Apa kau janji?"

"Iya."

Kami saling bertatap, kalau ada orang lain, kami bisa dianggap seperti sepasang kekasih yang sedang berantem. "Baiklah, aku percaya. Maaf, aku merepotkanmu."

"Tidak apa-apa, aku mengerti kenapa Senpai melakukan ini. Adikmu, Ami Ouka, adalah Fiksi, kan?"

"Ternyata sumber informasimu berbahaya juga."

"Tentu saja, jangan remehkan organisasi kami." Dia kembali bersikap yang terlihat mencurigakan. Dia mendekatiku lagi, dan kali ini jarinya berada di pipiku. "Aku sudah siap." Dia terlihat sangat menggoda, belahan dadanya yang kecil terlihat dari balik kerah kemejanya.

"A-A-Apa maksudmu?!"

"Senpai, kau memang menggoda, ya." Kedua telapak tangannya mendarat di dadaku, dia membuka kancing kemejaku. Sekarang dadaku bisa dilihat dengan jelas olehnya. "Senpai memiliki tubuh yang bagus." Dia menempelkan kepalanya di dadaku.

"A-A-A-Airi... Apa yang kau lakukan?!" Sekarang tubuhku terasa sangat panas, dan gemetar. Pikiran laki-lakiku mulai muncul.

"O-O-O..." Ternyata, Ami sudah membuka pintu. Dia terlihat sangat terkejut melihat pemandangan ini. "O-O-ONIII-CHAAANNN!!"

"AAAAA!!"

Setelah mendapatkan tamparan maut dari Ami, aku harus mendapatkan hukuman bonusnya. Yaitu duduk dengan kedua kaki yang ditekukan, dan mendengar ocehannya. Parahnya, dia melakukannya di ruang makan, tempat mereka bisa melihatku sedang dihukum.

"Sudah-sudah, Ami-chan."

"Tidak, Ami-chan. Serangga tengik ini memang pantas dihukum."

Aku hanya bisa menghela napas, lalu kembali mendengar ocehan Ami. Setelah selesai dihukum, kakiku terasa kesemutan. Tapi, rasa kesemutanku tergantikan dengan senyuman dari bidadariku saat memberiku sarapan. Saat aku mau makan, aku melihat mereka sudah akrab dengan Ami. Mungkin ini berkat dari Aya-chan, tapi mungkin juga karena Ami sendiri yang sudah berjuang. Aku tidak terlalu peduli siapa yang memulainya, tapi aku senang dia nyaman di sini.

Setelah selesai sarapan, mereka semua mencuci peralatannya. Sedangkan kami, aku, Airi, Kanade-chan, dan Ami. Disuruh membeli bahan makan malam. Karena jumlah bahannya cukup banyak, jadi aku menyuruh mereka berpencar.

"Aku dan Ami akan membeli daging dan sayurannya, kalian beli bumbunya. Kalau kalian sudah mendapatkan bumbunya, langsung kembali saja."

"Baik! Ayo, Kana-chan."

"Hm!" Mereka terlihat sangat senang sekali, tentu juga aku senang. Biasanya Kanade-chan yang tidak bisa melihat tidak akan bisa berlari kecil seperti itu, sambil memegang tangan teman terbaiknya.

"Onii-chan, kenapa senyum-senyum sendiri?"

"Ah, benarkah? Hahahaha."

"Lalu, kita mulai dari mana?"

"Mungkin dari beli daging."

Kami pun pergi ke toko kecil tempat biasa aku atau Aya-chan beli dagingnya. Kami sudah mengenal pemiliknya, namanya Kaito-san. Pria setengah baya yang selalu ceria dan ramah. Jadi, kami mudah akrab dengannya.

"Ini dia pesanannya, Genoji-kun."

"Terima kasih."

"Oh, dia siapa? Pacarmu?"

"Bukan dia adikku, Ami."

"Salam kenal, aku Ami Ouka."

"Salam kenal, aku Kaito Naoi, panggil saja Kaito. Oh iya, dimana istrimu itu?"

"I-Istri?"

"Iya, Ayase-chan kan namanya?"

Sial, seandainya itu benar, aku pasti akan menjawab dengan malu-malu. "Dia sedang mencuci piring."

"Onii-chan, apa maksudnya? Apa benar Ayase-san itu istrimu?!" Dia menatapku dengan tajam.

"Hahahaha, kalian terlihat sangat serasi. Ini, aku kasih bonus untuk Ami-chan yang manis." Dia memberikan sebungkus daging segar lagi.

"Hahh..."

Setelah itu, kami berjalan menuju toko sayuran. Saat di perjalanan, Ami terlihat sangat marah. "A-Ami, Kaito-san hanya bercanda, jangan ma..."

"Siapa yang marah!?" Dari jawabanmu saja sudah kelihatan marah. Lalu dia mempercepat jalannya.

"Tunggu, Ami."

Aku menghentikan langkahku, karena baru menyadari satu hal. Yaitu, trotar ini sepi. Satu orang pun tidak ada, bahkan toko-toko kecil terlihat sepi. Mungkin karena melihat kakaknya berhenti mendadak, Ami berjalan menghampirku.

"Kenapa Onii-chan berhenti?"

"Ami, dimana orang-orang?"

"Be-Benar juga, dimana mereka, ya?"

Apa ini akibat dari Fiksi? Tapi, aku tidak dapat peringatan dari Itsuka. Tunggu, waktu aku bertemu dengan vampire itu pun Itsuka tidak memberikan peringatan. Jadi, benarkah ini ulah Fiksi? Apa ini ulah Ami? Tapi kelihatannya dia tidak seperti hilang kendali.

Tapi, dugaanku salah. Yang datang jauh dari depan kami bukan sesosok fiksi, tapi seorang pria berpakaian jas, berambut putih pendek, dan dari wajahnya dia memiliki karisma yang tinggi, bisa dibilang dia tipe pria "pangeran". Tiba-tiba di tangannya keluar pedang laser, hampir mirip dengan milik Airi, hanya lebih besar dan berwarna hitam.

"Jadi, kau Ami Ouka?" tanyanya.

Jelas Ami ketakutan, jadi dia lebih memilih bersembunyi di belakangku dibanding menjawabnya. "Siapa kau?"

"Aku tidak punya urusan denganmu, yang aku incar adalah dia."

"Apa maksudmu dengan "incar"? Apa yang kau ingin kan dari adikku?"

"Tentu saja membunuhnya." Dengan cepat dia melesat ke arah kami, tapi karena aku sudah biasa mendapatkan kejutan seperti itu, aku sudah berhasil menahan serangannya dengan katanaku. "Oh, apakah kau juga Fiksi? Baru kali ini aku bertemu Fiksi laki-laki."

"Ami, cepat lari!"

"Ta-Tapi..."

"Cepat!" Mungkin dengan berat hati, dia berlari meninggalkanku. "Sebenarnya, kau ini siapa?! Kenapa kau ingin membunuh adikku?! Apa salahnya?!"

"Aku ini adalah orang yang akan menyelamatkan dunia ini dari Fiksi. Kau bisa memanggilku Vaan."

Dengan penuh amarah, aku mengayunkan katanaku. Berhasil membuat dia terdorong cukup jauh. "Langkahi dulu mayatku!"

"Tidak perlu, karena targetku sudah tertangkap." Dia mengangkat telunjuknya.

"Apa!?" Secara refleks aku melihat ke belakang. Ternyata Ami sudah ditangkap oleh seorang wanita berjas, dia mengarahkan pisau kecil ke dekat leher Ami.

"Onii-chan..."

"Lepaskan dia!"

"Maaf, tapi aku tidak bisa. Lulu, cepat bunuh dia."

"TIDAKKK!!" Dia mengangkat, dan akan menancapkan pisau kecil itu ke lehernya.

Tapi, pisau itu tembus, dan Ami berubah menjadi sesosok roh. "Jadi, ternyata dia hantu, ya."

"O-Onii-chan!" Dia berlari ke arahku. Saat dekat denganku, dia kembali terlihat nyata. "Siapa mereka?! Kenapa mereka ingin membunuhku?!"

"Nanti akan kujelaskan, sekarang kita harus lari dari tempat ini." Mungkin kalau aku hanya sendiri aku bisa saja membunuh mereka, tapi karena ada Ami di sini, aku memilih lari. Tapi pertanyaannya, bagaimana kami lari?

Lalu secara tiba-tiba, datang bom asap yang menyerang mereka berdua. Lalu, muncul sesosok berpakaian ninja berwarna hitam. Dari isyaratnya, dia menyuruh kami mengikutinya. Kami pun mengikutinya ke sebuah gang. Kami berlari mengikuti dia, dan sampailah di trotar lain. Di sini banyak sekali orang, jadi mungkin ini tempat aman. Hendak aku ingin berterima kasih kepada ninja itu, tapi dia sudah menghilang.

"Ami, sebaiknya kita pulang dulu."

"Baik."

Kami melanjutkan lari kecil kami, dan sampailah kami di depan rumah.

"Ami, kau baik-baik saja?"

"Tidak apa-apa... Onii-chan seperti janjimu, jelaskan kepadaku siapa mereka?"

Inilah, kejadian inilah yang ingin aku hindari. Padahal aku berusaha untuk tidak melibatkannya, tapi cepat atau lambat rahasia ini akan diketahui olehnya.

"Baiklah."

Kami pun masuk ke rumah, dan menghiraukan mereka yang bertanya tentang belanjaannya dimana. Aku memberi mereka isyarat untuk menunggu, untungnya mereka sedikit mengerti situasinya. Kami berjalan ke kamarku, di sanalah aku akan menceritakan semuanya.

Setelah selesai menceritakan semuanya, Ami mungkin merasa bingung, dia menundukkan kepalanya.

"Onii-chan, kau dalam masalah besar? Kenapa Onii-chan tidak cerita dari tadi?"

"A-Aku tidak ingin kau terlibat..."

"Tapi, aku sekarang terlibat, kan?" Kalimat itu menamparku dengan keras. "Aku tidak marah kepada Onii-chan, aku malah senang kau berusaha untuk melindungiku. Tapi, Onii-chan, sejak awal aku memang terlibat dengan masalah ini, kan? Jadi, seharusnya Onii-chan cerita sejak awal." Tiba-tiba dia memelukku, memelukku yang sedang duduk menundukkan kepala karena kesal. "Terima kasih, Onii-chan."

"A-Ami..." Aku mengangkat kepalaku, melihat wajah adikku yang sudah menenangkan hatiku ini. "Aku janji, kau tidak akan terancam seperti tadi lagi! Aku akan menyelamatkanmu!" Dia membalas dengan senyuman. "Oh iya, Ami, sejak kapan kau punya kekuatan itu?"

"Hm? Aku merasakan ada kekuatan ini saat aku sampai di sini."

"Eh?"

继续阅读

You'll Also Like

9.8M 1.2M 60
"Sumpah?! Demi apa?! Gue transmigrasi cuma gara-gara jatuh dari pohon mangga?!" Araya Chalista harus mengalami kejadian yang menurutnya tidak masuk a...
305K 20.6K 22
Bagaimana jika kamu sedang tidur dengan nyaman, tiba tiba terbangun menjadi kembaran tidak identik antagonis?? Ngerinya adalah para tokoh malah tero...
574K 33.8K 57
Selena Azaerin, walau dirinya bekerja sebagai agen intelijen negara, Selena tak pernah kehilangan sifat cerobohnya. Ketika gadis itu telah menyelesai...
3.5M 232K 76
Selama 28 tahun hidup, Rene sama sekali tidak memiliki pikiran untuk menikah apalagi sampai memiliki anak. Dia terlalu larut dengan kehidupannya yang...