The Equino

nimaswdys24 tarafından

221K 12.1K 1K

-sequel of 'Mon Amour'- kau datang bagai hujan dikala kemarau kau sirami tanah tandus tak bertuan... kau dat... Daha Fazla

prolog
Part 1
Part 2
part 4
part 5
part 6
part 7
part 8
part 9
part 10
part 11
part 12
part 13
part 14
part 15
part 16
sekilas info
INFO PENTING!!!!
Part 18
Part 19
part 20
group chat
Part 21
part 22
part 23
wow
roleplay cast
open recruitment
part 24
part 25
part 26
Part 27
Part 28
part 29
part 30
part 31
part 32

part 3

7K 440 23
nimaswdys24 tarafından


Keira diam sejenak, bagaimana ia bisa menolak permintaan ayah dan ibunya? Apa yang harus ia bicarakan dengan pria yang baru ia kenal? Apa mereka akan membicarakan mengenai rencana pernikahan mereka atas perjodohan ini? Memikirkan itu membuat Keira mual.

"Lakukan saja apa yang mom dan dad katakan. Kau juga harus menghormati mr. Clary. Percayalah pada ku semua akan baik-baik saja." Bisik Danial karena ia bisa melihat raut wajah lesu adiknya.

"Kenan, ajaklah Keira untuk berbicara. Daddy akan mengobrol dengan Calvin terlebih dahulu." Ujar Antonie.

Kenan berdeham, kenapa ayahnya tak langsung saja mengajaknya pulang dan malah menyuruhnya untuk berbicara dengan gadis acuh yang baru ia kenal?

Keira berdiri dari kursinya dan membenarkan dressnya. Keira langsung berjalan meninggalkan ruang makan dan pergi ke dermaga rumahnya seperti apa yang ibunya minta, tapi Keira tidak mau mengajak pria yang menurutnya sombong itu. Jika pria itu mau yasudah, jika tidak ya tak apa-apa.

Antonie menyikut Kenan memberi kode untuk mengikuti Keira. Kenan menatap ayahnya dengan tatapan lesu lalu beranjak dari kursinya mengikuti Keira.

Keira dapat melihat jika Kenan berjalan di belakangnya mengikutinya ke dermaga. Keira membuka pintu kaca menuju dermaga. Angin malam langsung menerpa Keira ketika pintu kaca itu terbuka.

Kenan masih berjalan mengikuti Keira. Keira berhenti ditepi dermaga dan memandangi jembatan Brooklyn dari kejauhan yang indah disinari kerlap-kerlip lampu malam.

Kenan berdiri agak jauh disamping Keira. Sama halnya dengan Keira, matanya memandangi jembatan Brooklyn itu. Tak ada kata yang keluar dari kedua insan ini. Hanya ada suara debur ombak kecil dari East River dan suara desau angin.

"Aku tidak bisa berbasa-basi lagi." Keira akhirnya memecahkan keheningan diantara mereka.

Kenan menoleh kearah Keira yang rambutnya terurai indah diterpa angin malam. Gadis itu merapihkan rambutnya sekilas lalu menoleh kearah Kenan yang juga menatapnya.

"Apa yang ingin kau katakan?" Tanya Kenan sedikit acuh.

Keira memutar bola matanya malas melihat keangkuhan pria ini, "kau tentu sudah paham apa tujuan ayah ku dan ayah mu memperkenalkan kita kan?" Tanya Keira sambil menatap Kenan.

Kenan mengangkat bahunya pura-pura tak tahu, "aku tidak tahu." Jawabnya yang membuat Keira kesal.

"Terserah apa katamu" Keira malas menanggapi omong kosong pria angkuh ini, "yang jelas aku tidak mau di jodohkan dengan mu." Ujar Keira jujur.

Keira menunggu apa reaksi Kenan, dan pria angkuh itu hanya menatapnya tanpa merespond ucapannya tadi. Keira benar-benar geram dengan Kenan.

Kenan berjalan mendekati Keira yang menatapnya dengan kesal. Ia menunggu apa lagi yang akan gadis ini katakan.

"Aku sudah memiliki kekasih." Ujar Keira lagi.

"Lalu apa hubungannya dengan ku?" Tanya Kenan sambil menaikan satu alisnya.

Keira menggeratkan giginya kesal dengan pria dihadapannya ini, "tentu saja ada! Aku tidak mau di jodohkan seperti ini. kita bisa bekerja sama untuk menolak perjodohan ini, bagaimana?" Keira mencoba membuat penawaran dengan Kenan.

Kenan menatap Keira dengan tatapan yang tak bisa diartikan, "aku tidak keberatan jika dijodohkan dengan mu." Ujarnya dengan smirk smile.

Keira langsung memelototkan matanya mendengar ucapan Kenan. Ia menginjak kaki kenan sehingga Kenan meringis dibuatnya.

"Dasar pria gila!" Keira langsung meninggalkan Kenan di dermaga.

Kenan yang melihat Keira sudah masuk kembali kerumah hanya tertawa. Ia senang karena bisa mengerjai gadis itu. Kenan mengingat betul bagaiman ekspresi wajah Keira ketika ia bilang ia tak menolak perjodohan ini.

Sejujurnya Kenan juga tak mau dijodohkan seperti ini dan ia tentu akan menolaknya. Namun apa yang ia katakan tadi hanya untuk mengerjai Keira.

***

"Keira, dimana Kenan?" Tanya Carin dari ruang keluarga saat melihat Keira berjalan menaiki anak tangga.

Keira menghela napas lalu menoleh kearah ibunya, "Kenan masih di dermaga, aku ingin kekamar mandi sebentar." Bohongnya.

Keira langsung berlari kecil menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya. Keira membuka pintu kamarnya dengan kasar karena kesal. Ia menutup pintunya agar tidak ada yang mendengar umpatan kekesalannya.

"Dasar pria gila!" Umpat Keira kesal.

"Memangnya ia pikir ia siapa? Sok tampan!" Ujarnya kesal mengingat Kenan tadi.

Ia melepas sepatunya lalu melemparnya. Ia langsung menjatuhkan tubuhnya diranjang. Ia mengusap wajahnya untuk menetralisir kekesalannya.

"Bagaimana bisa daddy mengatakan jika ia pria yang baik?! Ia sungguh menyebalkan!!!" Ia melempar bantal untuk melampiaskan kekesalannnya.

Ponsel Keira berdiring, ia langsung beranjak dan mengambil ponselnya. Keira mengerang kesal ketika melihat nama Nath di layar ponselnya.

"Apa lagi Nath?" Tanya Keira terbawa emosi.

"Aku sudah bertemu dengan pria itu dan jika kau bertanya bagaimana pria itu aku hanya meminta mu untuk percaya pada ku, tidak akan ada terjadi apa-apa antara aku dan dia." Jelas Keira terlebih dahulu.

"Berjanjilah pada ku kau tak akan pergi meninggalkan ku untuk bersamanya." Pinta Nath karena ia sudah menyelediki siapa Kenan itu.

Nath mencari diinternet profil Kenan. Ia mengakui jika Kenan sangat tampan dan juga mapan. Jika dibandingkan dengannya tentu ia kalah.

"Nath please... Don't be childish" keluh Keira, "aku tidak mau ada pembicaraan ini lagi. jika memang kau benar-benar mencintai ku, percayalah pada ku." Ujar Keira.

"Berjanjilah Keira, apa kau takut? Kau mengakui ketampanan pria itu kan? Kau takut jika kau akan jatuh cinta pada pria itu dan meninggalkan ku kan?!" Tanya Nath panjang lebar.

"Hentikan omong kosong mu itu!" Jawab Keira kesal, "aku lelah, sampai jumpa." Keira langsung memutuskan panggilan Nath

Keira melempar ponsel ke ranjangnya karena kesal. Keira sudah pusing dengan masalah perjodohan ini dan Nath malah membuatnya semakin pusing.

Keira merasa kecemburuan Nath sudah kelewat batas. Ia benci hubungan seperti ini, hubungan seperti anak remaja dimana kita harus membuat janji sehidup semati seperti di film-film roman picisan.

Tok...tok...

Keira berdecak kesal saat ada yang mengetuk pintunya, "masuk." Pintanya.

Tak lama Danial masuk kedalam kamar adiknya itu, "Kei... Mr. Clary dan Kenan akan pulang, mereka ingin berpamitan dengan mu." Ujarnya.

Danial melihat raut wajah kesal adiknya. Ia sungguh tak tega melihatnya. Adiknya pasti terbebani dengan pertemuan ini. Danial menarik Keira kepelukannya berharap pelukannya bisa menenangkan adik satu-satunya ini.

Keira menghebuskan napas beratnya, pelukan Danial setidaknya dapat membuat Keira tenang. Ia menyandarkan kepalanya di dada bidang kakaknya sambil memejamkan matanya.

"Are you okay?" Danial melepas pelukannya dan menangkup wajah Keira.

Keira hanya mengangguk sambil tersenyum. Ia percaya semua akan baik-baik saja. Semua beban pikirannya akan hilang sriring berjalannya waktu.

Danial tersenyum lalu mengelus puncak kepala Keira, "aku lupa adik ku ini kan mempunyai hati sekuat baja." Danial mencubit hidung Keira gemas.

"Jangan meledek ku seperti itu." Keira mencubit perut Danial kesal.

Danial hanya tertawa, "ayo! Mr. Clary dan Kenan sudah menunggu." Keira mengangguk.

Mereka pun keluar dari kamar Keira untuk menemui Antonie dan Kenan yang sudah menunggu mereka.

"Bagaimana Kenan? Ia pria yang baik?" Tanya Danial dalam perjalanan menuruni tangga.

"Dia sangat menyebalkan, rasanya aku ingin menenggelamkan wajah angkuh dan sok tampannya itu." Dumel Keira.

"Jangan terlalu membencinya, nanti kau bisa jatuh cinta padanya." Ledek Danial.

"Kakak... Ku mohon." Keira memutar bola matanya malas mendengar ucapan Danial.

Dari kejauhan mereka dapat melihat Antonie dan Kenan yang berdiri diambang pintu sambil berbincang-bincang dengan Carin dan Calvin. Mereka segera menghampiri Kenan dan Antonie.

"Apa paman ingin segera pulang?" Tanya Keira pada Antonie lalu menghampiri Antonie dan memeluk pria itu singkat.

"Iya nak." Antonie mengelus kepala Keira, "sudah lama kau tak berkunjung ke kantor ku." Ujar Antonie

Aku tidak akan ke kantor mu lagi paman, karena pasi aku akan bertemu pria angkuh ini, dumel Keira dalam hatinya.

"Yasudah, hati-hati paman dan sampai jumpa." Keira memberikan senyum manisnya.

"Kenan, kau tidak ingin berpamitan?" Tanya Antonie karena Kenan hanya diam.

"Mr. & mrs. Equino aku pamit dahulu, Danial senang bisa bertemu lagi dengan mu. Sampai jumpa." Kenan menundukan kepalanya hormat.

"Kau tidak ucapkan sampai jumpa pada Keira?" Ledek Calvin.

Kenan memberikan senyum terpaksanya, "sampai jumpa." Ujar Kenan seadanya, tanpa melihat Keira, dan tanpa ekspresi.

Keira memutar matanya malas, kalau saja Kenan itu bukan putra Antonie sudah dipastikan Keira akan menjambak wajah Kenan yang menurutnya angkuh dan sok tampan itu.

Supir Antonie pun membukakan pintu penumpang untuk Antonie dan Kenan. Mereka pun masuk kedalam mobil Toyota Vellfirenya.

***

Di dalam perjalan Kenan hanya diam menatap keluar jendela. Ia tidak bisa bayangkan bagaimana hidupnya setelah ini. Sepertinya ayahnya benar-benar terkesima pada Keira dan ingin menjodohkannya dengan gadis itu.

Keira cantik dan dapat dilihat bahwa gadis itu memiliki intelegant dan attitude yang baik. Dari cara bicaranya pun terlihat gadis itu sangat pintar. Namun entah kenapa ia benar-benar tidak berniat untuk membuat hubungan dengan Keira. Bukan hanya dengan Keira, tetapi juga gadis yang lain. Kenan merasa saat ini ia tidak ingin menjalin hubungan dengan siapapun.

"Dia gadis yang pintar dan cantik bukan?" Tanya Antonie menarik Kenan dari lamunannya.

Kenan menatap bingung kearah ayahnya, "maksud daddy?" Tanyanya tak mengerti.

"Keira, dia cantik dan pintar." Jawab Antonie.

Wajah Kenan langsung berubah malas saat mendengar pujian ayahnya pada gadis itu, "aku tidak berpikir seperti itu. Menurutku sifatnya masih kekanak-kanakan." Ya, Kenan menganggap Keira masih terlalu kanak-kanak.

Kenan membayangkan bagaimana jika ia menjalin hubungan dengan Keira. Pasti hubungannya seperti seorang remaja yang baru merasakan cinta dimana setiap saat harus memberi kabar, akan marah jika pasangannya pergi tanpa izin, setiap hari harus berkata 'aku cinta kamu', membayangkan itu membuat Kenan bergidik jijik.

"Kau hanya belum mengenalinya saja. Mungkin ia terlihat manja, namun ia gadis yang mandiri dan berani. Ia mewarisi sedikit sifat Calvin, jika Calvin dulu dingin kepada wanita kini Keira dingin terhadap pria." Jelas Antonie panjang lebar.

Kenan hanya mengangkat bahunya acuh dan kembali membuang pandangannya keluar. Ia memilih diam dengan lamunannya dibanding mendengarkan ayahnya memuji Keira.

***

Calvin keluar dari kamar mandi sambil mengikat jubah tidurnya yang berwarna hitam satin. Ia melihat istrinya yang sedang duduk di depan meja rias sambil melepas perhiasannya. Calvin menghampiri Carin dan memeluknya dari belakang.

"Mon Amour" ujar Calvin sambil mencium pipi Carin.

Carin tertawa melihat tingkah Calvin. Ia melepaskan pelukan Calvin dan memutar badannya menjadi menghadap Calvin. Carin memandangi wajah tampan Calvin.

"Kita ini sudah tua namun kelakuakn kita seperti remaja yang sedang jatuh cinta." Ujar Carin sambil terkekeh.

Calvin menggenggam tangan Carin lalu mencium punggung tangan istrinya itu, "itu semua karena kau membuat ku jatuh cinta pada mu setiap harinya." Calvin mengedipkan matanya menggoda.

Carin tertunduk malu, meski mereka sudah lama menikah namun jika Calvin merayunya seperti ini, pipi Carin masih merah seperti tomat yang sudah masak.

Calvin meraih dagu Carin agar ia bisa melihat mata indah Carin yang selalu bisa membuatnya tenang, "melihat Kenan dan Keira mengingatkan ku pada pertemuan pertama kita." Ujar Calvin.

"Aku tidak mengerti." Ujar Carin dengan raut wajah bingung.

"Tatapan Keira pada Kenan tadi persis seperti tatapan mu dulu pada ku saat awal kita bertemu." Jelas Calvin yang masih terus menatap Carin.

"Disaat para gadis menatap ku memuja, terang-terangan kau malah menatap ku dengan berani." Tambah Calvin lagi.

Carin melepaskan tangan Calvin didagunya, "bersyukurlah akan hal itu, jika saat itu aku langsung jatuh cinta pada mu mungkin kita tak bisa seperti sekarang," Calvin menatap Carin tak mengerti, "kau mungkin tidak akan penasaran dengan ku dan mengejar-ngejar ku." Carin memberikan senyum penuh kemenangannya.

"Kau dulu juga mengejar-ngejar ku," ujar Calvin tak mau kalah, "ingatkah kau dulu pernah cemburu pada ku yang sering pergi bersama seorang wanita lain?" Calvin menaikan satu alisnya menggoda.

"Jangan ingatkan aku masa lalu yang berhubungan dengan wanita itu." Ujar Carin lemah karena mengingat masa lalu yang berhubungan dengan wanita itu membuat kaki Carin terasa lemas meski tak bisa dipungkiri masa lalunya dengan Calvin tak bisa lepas dari wanita itu.

"Maafkan aku." Calvin memberikan kecupan kecil dikening Carin untuk menenangkan istrinya itu.

"Aku belum menemui Keira, bagaimana perasaan anak itu sekarang? Ia terlihat sangat angkuh dengan Kenan." Ujar Carin mengganti topik pembicaraan.

"entahlah. Tapi ku pikir Kenan bisa menjadi teman yang baik untuk Keira." Ujar Calvin.

"Aku harap begitu, ia pria yang baik. Aku seorang ibu, aku bisa melihat kemurnian hati anak itu." Ujar Carin sambil menerawang jauh.

"Aku seorang pria yang dulu pernah nakal, aku bisa membedakan mana pria baik dan pria brengsek." Calvin sekali lagi mengedipkan matanya menggoda Carin.

Carin menginjak kaki Calvin karena suaminya itu terus menggodanya. Carin memilih untuk pergi kekamar mandi dan membersihkan dirinya dibanding mendengarkan rayuan klasik Calvin.

***

Pagi-pagi sekali Sheana sudah berada di Seventh avenue. Ia ingin mengambil sapu tangan Danial yang ia cuci di salah satu jasa laundry di New York. Sheana sengaja mencuci sapu tangan itu di tempat laundry karena ia tak enak bila mencuci sapu tangan mahal itu dengan mesin cuci bututnya.

Sesampainya ditempat laundry itu, Sheana langsung memberikan bon untuk mengambil sapu tangan itu. Ia harus mengiklaskan $2,4 yang biasanya bisa untuk ia makan satu hari untuk mencuci sapu tangan itu.

"Ini dia laundry-an mu nyonya." Petugas laundry itu memberikan sapu tangan Danial yang sudah bersih dan rapih didalam plastik transparant dengan logo jasa laundry itu.

"Terimakasih." Sheana menerimanya dan langsung pergi keluar tempat laundry itu.

Sheana mengambil kartu nama yang diberikan Danial padanya waktu itu dari dalam sling bagnya. Ia membaca alamat kantor Danial yang tertara di kartu nama itu.

Sheana melihat kanan-kiri jalan. Ia tidak tahu Manhattan bagian mana kantor Danial itu. Sheana menimbang-nimbang, jika ia naik transportasi umum ia takut tersesat namun jika ia naik taksi ia sudah melakukan pemborosan besar.

Sheana menimbang-nimbang hal itu sejenak. Ya mungkin tak apa ia naik taksi sesekali. Akhirnya Sheana memutaskan naik taksi saja. Ketika ada taksi kosong yang lewat, ia langsung memberhentikan taksi itu.

"Selamat pagi nyonya." Sapa supir taksi itu ketika Sheana baru duduk di kursi penumpang.
"Pagi. Tolong antarkan aku ke alamat ini." Sheana menunjukan alamat di kartu nama Danial.

Supir taksi itu mengangguk lalu membawa laju taksinya meninggalkan daerah 7th Avenue.

***

"Jena tolong kau hubungi sekretaris mr. Sean untuk membuat jadwal pertemuan ku dengannya." Perintah Kenan saat mereka berjalan di lorong lantai ruang kerja Kenan.

"Baik sir. Oh ya, besok lusa ada pertemuan anda dengan kuasa hukum ayah anda." Kenan mengangguk.

Saat ingin masuk ke lift, Jena tak sengaja tersandung. Refleks Kenan menahan tubuh Jena agar tidak terjatuh.

"Apa kau tidak apa-apa?" Tanya Kenan sambil melebantu Jena berdiri tegap.

Jena yang menyadari tangan Kenan dipundaknya langsung tersenyum senang, ia menolehkan wajahnya untuk melihat Kenan. Jena menatap Kenan dengan tatapan menggoda.

"Aku hanya menolong mu, jangan berpikir terlalu jauh." Kenan melepaskan tangannya dari pundak Jena lalu pergi masuk lift terlebih dahulu meninggalkan Jena.

Sial! umpat Jena dalam hati sambil mengepal tangannya kesal.

***

Semalam Keira mendapat pesan dari Nath, ia meminta bertemu Keira pada hari ini untuk berbicara sesuatu, dan saat ini Keira sudah menunggu Nath di salah satu restaurant.

Keira mengetuk-ngetukan jarinya di meja karena bosan. Ia melirik jamnya, Nath sudah telat lima belas menit.

"Maaf aku telat, aku bangun terlambat hari ini." Ujar Nath dengan napas terengah-engah karena habis berlari.

"Kapan kau bisa mengatur hidup mu sendiri? Kau tidak bisa selamanya seperti ini." Dumel Keira.

"Pelayan!" Panggil Nath pada seorang pelayan yang lewat, "aku pesan Smoothie dan waffel, kau Keira?" Tanya Nath.

"Ice milk coffe saja" pesan Keira.

"Tidak ada lagi tuan dan nyonya?" Tanya pelayan itu. Keira dan Nath hanya menggelengkan kepala lalu pelayan itu pergi.

"Apa kau sudah sarapan?" Tanya Nath.

"Tentu, aku makan dengan teratur. Tidak seperti kau." Jawab Keira ketus.

"Kemarin malam aku main play stasion sampai larut malam jadinya aku terlambat, saat aku ingin membuat sarapan, sereal ku sudah habis." Cerita Nath.

"Apa assistant rumah tangga mu belum kembali? Carilah assistant rumah tangga yang baru, kau tidak bisa setiap hari makan makanan cepat saji atau membeli makan dari luar." Ujar Keira.

"Kau ini acuh tak acuh, sangat menggemaskan." Nath mengedipkan matanya.

Keira memutar matanya malas melihat tingkah Nath. Tak lama pelayan datang membawa pesanan mereka dan langsung menyajikannya.

Nath langsung menyantap wafflenya dengan lahap. Keira yang melihatnya jadi ingin mencoba waffle yang Nath makan. Ia mengambil garpu dari tangan Nath lalu memotong waffle itu dan memakannya.

"Katanya kau tidak ingin." Protes Nath dengan mulut penuh makanan.

"Kau ini pelit sekali, aku hanya mencobanya." Jawab Keira sambil memotong waffle itu lagi.

"Aku lapar, pesanlah waffle mu sendiri." Nath menarik piring wafflenya.

Keira berdecak kesal. Ya beginilah mereka, disaat seorang kekasih saling menyuapkan makanan, mereka sering sekali berebut makanan, namun itu semua adalah alasan kenapa Keira nyaman bersama Nath karena mereka tetap menjadi dirinya sendiri tanpa rasa canggung satu sama lain.

"Makanlah waffle mu itu, dan jangan berharap kau bisa menelfone ku nanti malam." Ujar Keira menakut-nakuti.

"Ini...ini untuk mu." Nath menyuapkan satu potong waffle pada Keira namun Keira menolaknya.

"Tidak perlu," Keira yang pura-pura marah, "untuk apa kau meminta kita bertemu sekarang?" Tanya Keira.

"Aku hanya merindukan mu dan ingin mendengarkan mu bercerita bagaimana pertemuan mu semalam dengan Kenan." Ujar Nath

"Iush... Tak penting sekali kau mengajak ku bertemu karena hal ini," keluh Keira, "intinya dia sangat menyebalkan, sudah." Jelas Keira.

"Tapi dia sangat tampan kan?" Tanya Nath sambil menatap Keira.

"Apa sebenarnya mau mu? Kau tidak ingin aku bersamanya tapi kau terus memujinya di depan ku." Tanya Keira kesal.

"Tidak...tidak seperti itu." Nath menyesali ucapannya.

"Yasudah habiskan saja sarapan mu, aku ingin segera pulang. Sampai jumpa." Keira langsung pergi meninggalkan Nath karena merasa sudah tidak ada lagi yang harus dibicarakan.

Keira langsung kehilangan moodnya. Keira tak mengerti apa maksud Nath sebenarnya. Pria itu sangat cemburu apabila dirinya dan Kenan bertemu, tapi ia selalu membahas tentang Kenan dihadapannya.

***

"Permisi, boleh kami periksa terlebih dahulu?" Ujar salah seorang satpam saat taxi Sheana sudah berada di gerbang masuk kawasan perusahaan Equino's Group.

Supir taxi itu membuka bagasinya juga pintunya dan satpam tadi segera memeriksa mobil dengan alat metal detector untuk memastikan agar tidak ada barang-barang yang membahayakan.

"Baiklah silahkan jalan." Ujar satpam itu ketika selesai memeriksa.

Taxi Sheana langsung masuk kedalam kawasan perusahaan Equino's Group. Sheana mengedarkan pandangannya keluar. Ia melihat pemandangan pepohonan yang rapih disepanjang jalan. Dalam hati ia berdecak kagum, selain indah jalan menuju gedung tempat Danial bekerja juga cukup jauh, ia membayangkan berapa hektar tanah kawasan perusahaan ini.

"Tuan, itu gedung Equino's Bank." Ujar Sheana ketika sudah melihat tujuannya.

"Baik nyonya." Supir taxi itu hendak masuk ke gerbang Equino's Bank namun satpam memberhrntikannya.

Satpam mengetuk kaca taxi itu, "maaf taxi hanya boleh sampai sini." Ujar satpam itu.

"Baiklah, aku turun disini." Ujar Sheana.

Sheana melihat argo ditaxinya, ia mencoba menahan keterkejutannya saat argo taxinya mencapai $20 yang menurutnya sangat mahal. Dengan berat hati ia mengeluarkan uang dari dompetnya dan memberikan kepada supir taxi itu.

"Terimakasih." Ujar Sheana lalu turun dari taxi tersebut.

Sheana kemudian berjalan masuk, namun sebelum itu dirinya dan tasnya diperiksa terlebih dahulu oleh petugas keamanan. Ia tak habis pikir dengan keamanan ketat diperusahaan ini yang seprti ingin masuk ke sebuah istana presiden.

Kaki Sheana sedikit gemetar ketika menginjak gedung besar dan mewah ini. Pintu kaca otomatis terbuka saat Sheana akan masuk. Sheana mulai memasuki gedung Equino's Bank. Ia menelan ludahnya berat ketika melihat lobby gedung ini yang begitu mewah dan elegant.

Lantainya terbuat dari marmer, lampu gantung kristal menggantung indah ditengah lobby yang luas ini, banyak sofa-sofa yang tertata rapih di lobby ini. Ini pertama kalinya untuk Sheana datang ke kantor semegah ini. Sheana seperti seekor semut berada disini.

Sheana menundukan kepalanya saat ia menyadari para karyawan yang sedang lalu-lalang menatapnya aneh. Ia menyadari mengapa para karyawan itu menatapnya aneh, itu semua karena ia hanya memakai celana jeans, kaos polos berwarna abu-abu, dan flatshoes. Sheana berusaha mengacuhkan pandangan itu dan berjalan kearah meja receptionist sambil terus menunduk.

"Selamat pagi, apa ada yang bisa kami bantu?" Tanya ramah receptionist berambut merah itu.

"Pagi, aku ingin bertemu dengan...." Sheana membaca kartu nama ditangannya untuk memastikan, "Danial Equino." Jawab Sheana gugup.

"Mr. Danial Equino?" Tanya receptionist itu tak yakin wanita berpenampilan seperti Sheana ingin bertemu atasannya, "apa anda sudah buat janji dengannya?" Tanya receptionist itu.

Sheana memejamkan matanya sekilas, ia lupa jika untuk bertemu dengan orang seperti Danial tentu tak mudah, "belum." Jawab Sheana.

"Baiklah, aku akan menelpone sekretaris mr. Danial Equino untuk menanyakan beliau ada di tempat atau tidak." Ujar receptionist itu lalu mengangkat gagang telpone didekatnya.

"Sebelumnya siapa nama anda nyonya?" Tanya Receptionist itu.

"Sheana Fern." Jawab Sheana lalu sekretaris itu mengangguk.

"Selamat pagi mrs. Drew." Sapa receptionist itu.

"Mss. Sheana Fern ingin menemui mr. Danial Equino, apakah beliau ada di tempat?" Tanya receptionist itu.

"Baiklah, terimakasih." Receptionist itu kemudian menutup telponenya.

"Mr. Danial Equino ada diruangannya, untuk mengetahui anda bisa bertemu dengannya atau tidak silahkan keruangannya dan anda akan bertemu sekretarinya." Jelas receptionist itu.

Sheana mengangguk, "dimana ruangannya?" Tanya Sheana.

"Anda bisa naik lift kelantai 20, setelah itu belok kanan dan ikuti saja lorongnya. Hanya ada satu ruangan dilantai itu, yaitu ruangan mr. Danial Equino, ruangannya berada paling pojok." Jelas receptionist itu.

Sheana mengangguk mengerti, "terimakasih." Ujarnya.

Sheana langsung berjalan menuju lift. Tak lama pintu lift terbuka dan ia langsung masuk dengan dua karyawan wanita lainnya. Sheana langsung memencet tombol 20.

Sheana melihat bayangan dirinya di lift dengan dua orang wanita disebelahnya. Ia membandingkan wanita itu dengan dirinya, para wanita itu memakai pakaian yang sangat rapih dan formal sedangkan dia seperti gelandangan yang masuk kedalam istana.

Para karyawan itu kemudian turun disalah satu lantai dan tinggal Sheana sendiri dalam lift. Ia mengatur napasnya, apa yang ia katakan pada Danial nanti? Ia lupa untuk membawakan buah atau makanan sebagai ucapan terimakasih.

Ting...

Pintu lift terbuka dan Sheana langsung keluar dari lift. Ia menyusuri lorong yang sekelilingnya dipajangi lukisan dan sorot lampu yang indah.

Dari kejauhan Sheana dapat melihat meja besar, mungkin itu meja sekretaris Danial. Ia mendekati meja itu dan melihat wanita yang tak muda lagi sedang sibuk dengan laptopnya.

"Selamat pagi." Sapa Sheana pada mrs. Drew.

"Oh, selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?" Tanya ramah mrs. Drew.

"Saya ingin bertemu dengan Danial Equino." Sheana mengutarakan maksudnya.

"Oh anda miss. Fern?" Tanya mrs. Drew meyakinkan.

Sheana hanya menganggukan kepalanya. "Maaf nyonya, mr. Equino akan ada pertemuan 20-30 menit lagi." Jelas Mrs. Drew.

"Anda bisa membuat janji dengannya jika anda mau." Tambah mrs. Drew lagi.

Sheana langsung menggelengkan kepalanya, "tidak perlu aku hanya ingin memberi ini." Sheana mengeluarkan plastik yang berisi sapu tangan.

Clek...

"Mrs. Drew, aku akan..." Danial keluar dari ruangannya dan terkejut melihat Sheana dihadapannya.

"Kau?" Tanya Danial lalu mendekati Sheana.

"Iya, aku ingin mengembalikan ini pada mu." Sheana memberikan sapu tangan itu.

Danial terkekeh, "astaga kau benar-benar mengembalikannya." Danial menggelengkan kepalanya tak percaya.

"Aku tahu berapa harga sapu tangan ini." Jawab Sheana polos, "aku juga ingin berterimakasih pada mu," Sheana menarik napasnya untuk melanjutkan perkataannya namun Danial terlebih dahulu menyelanya

"Aku tidak melakukan apapun yang harus membuat mu berterimakasih pada ku." Danial mengangkat pundaknya.

"Kebetulan aku ingin minum kopi di cafetaria, bagaimana jika kita mengobrol sambil minum kopi agar lebih santai?" Tawar Danial.

"Tidak...tidak terimakasih, kau pasti sibuk dan aku harus segera pergi ke kedai." Tolak Sheana halus.

"Pertemuan ku masih setengah jam lagi dan kau tentu masih punya waktu kan?" Danial menaikan satu alisnya.

Sheana menimbang-nimbang sejenak sambil memainkan tali sling bagnya gugup, "okey ku anggap diam mu sebagai jawaban bahwa kau setuju, mari." Danial mempersilahkan Sheana untuk jalan.

Sheana menarik napasnya tak ada salahnya ia pergi minum kopi dengan Danial sambil menyampaikan rasa terimakasihnya.

Danial pun membawa Sheana ke cafetaria yang berada lobby. Saat di dalam lift mereka berdua saling bungkam, mereka bingung ingin berbicara apa.

Sesampainya di cafetaria, seperti biasa Danial menjadi pusat perhatian para karyawan wanita namun ia sudah biasa dan selalu mengacuhkannya.

Danial mempersilahkan Sheana untuk duduk kemudian ia memesan dua gelas kopi di meja kasir. Tak lama Danial menghampiri Sheana dengan dua gelas kopi ditangannya.

"Ini kopi mu." Danial memberikan salah satu kopi lalu duduk dihadapan Sheana.

"Terimakasih." Ujar Sheana sambil menerima kopinya.

Sheana sedari tadi hanya menunduk sambil sesekali menyelipkan helaian rambutnya dibelakang telinganya.

"Oh ya, kita belum berkenalan secara langsung, siapa nama mu?" Tanya Danial mencoba ramah.

"Nama ku Sheana Fern dan kau?" Tanya Sheana balik.

"Danial Equino, bagaimana aku memanggil mu?" Tanya Danial.

"Panggil saja Sheana, dan dengan apa aku memanggil mu? Panggilan kehormatan atau..." Belum selesai bicara, Sheana sudah dicelah oleh Danial,

"panggil saja aku Danial, tak perlu dengan panggilan kehormatan." Jelas Danial karena ia tak suka bersikap formal jika seperti ini.

"Baiklah, Danial..." Ujar Sheana sedikit ragu karena untuk pertama kalinya ia memanggil seseorang yang baru dikenalnya dengan nama depannya, "aku ingin berterimakasih pada mu, kau telah membantu ku dua kali." Ujar Sheana tulus.

Danial mengerutkan dahinya, "tidak ada hal berarti yang telah ku lakukan untuk mu." Danial mengangkat pundaknya acuh lalu meminum kopinya.

"Kau telah menyelamatkan pekerjaan ku." Ujar Sheana dengan suara lemah lebutnya.

"Kau memang tak pantas dipecat, pemuda itu yang salah. Ku rasa kau tak perlu memikirkan hal ini lagi." Ujar Danial dan Sheana mengangguk lemah.

Untuk sesaat Danial dan Sheana saling diam, mereka tidak tahu ingin berbicara apalagi. Sebenarnya Danial ingin bertanya banyak tentang Sheana, namun ia menahannya.

"Sheana maaf sebelumnya, apa pendidikan terakhir mu? Maksud ku, kau bisa bekerja di perusahaan ku." Tawar Danial hati-hati.

Sheana mendongakan kepalanya dan tak sengaja bertemu dengan mata biru Danial, "aku hanya lulusan SMA, dulu aku sempat berkuliah karena mendapatkan beasiswa di Harvard University, namun aku terpaksa berhenti kuliah karena harus bekerja." Jelas Sheana.

Danial terkejut dengan penuturan Sheana. Sungguh malang nasib gadis itu, batin Danial.

"Maaf aku jadi bercerita seperti ini." Ujar Sheana tak enak karena merasa sudah melewati batas.

Danial menggelengkan kepalanya, "itu sangat disayangkan Sheana, kau bisa masuk di universitas yang baik dengan beasiswa namun kau berhenti kuliah." Danial masih tak percaya.

"Itu sudah jalan ku." Sheana rasa ia tak mau bercerita banyak lagi karena ia tak mau orang mengasihininya, termasuk Danial.

Dalam batin Danial muncul pertanyaan-pertanyaan tentang Sheana , apa lagi yang ada pada gadis lemah dihadapannya ini?

***

Ashley berjalan melewati lorong lantai 20, tempat dimana ruang kerja Danial berada. Seperti biasa, sebagai seorang model ternama ia selalu berpenampilan menawan. Seperti sekarang ia memakai celana legging hitam yang membentuk kaki jenjangnya dengan atasan tanktop dipadukan leather jacket berwarna hitam dan ankle stap shoes berwarna hitam. Tak lupa tas bermerk Celine bertengger manis ditangannya.

"Apa Danial ada didalam?" Tanya Ashley sambil melepas kaca mata hitamnya.

"Ia sedang keluar miss. Chole." Jawab mrs. Drew sopan.

"Aku akan menunggu diruangannya." Tanpa basa-basi Ashley langsung masuk kedalam ruangan Danial.

Di cafetaria, Danial dan Sheana sedari tadi hanya berbincang santai. Danial biasanya yang bertanya dan Sheana menjawab sambil terus menunduk dengan suara lemah lembutnya.

"Aku akan ada pertemuan sebentar lagi, jadi maaf aku harus pamit terlebih dahulu." Ujar Danial.

"Aku juga harus segera pergi kekedai, terimakasih untuk kopinya." Sheana beranjak dari kursinya diikuti Danial.

"Dengan apa tadi kau kesini Sheana?" Tanya Danial.

"Dengan taxi." Jawab Sheana.

"Aku akan meminta supir ku untuk mengantar mu." Tawar Danial yang lebih mirip seperti perintah.

"Tidak perlu, aku bisa pulang menggunakan taxi lagi." Tolak Sheana.

"Apa kau serius?" Danial menaikan satu alisnya.

Sheana mengangguk, "kalau begitu sampai jumpa." Pamitnya dan Danial mengangguk lalu mereka berdua pergi arah berbeda.

Sheana berjalan melewati lobby, "apa anda ingin dipesankan taxi nyonya?" Ujar salah satu petugas keamanan di pintu keluar.

"Tidak terimakasih... Hmm boleh aku tahu apa disini ada kendaraan umum?" Tanya Sheana sambil mengigit bibirnya gugup.

"Maaf tidak ada nyonya, anda bisa naik kendaraan umum di luar kawasan Equino's Group." Jelas satpam.

Sheana mengangguk lalu pergi keluar dari gedung ini. Sheana berniat naik kendaraan umum saja karena ia sudah melakukan pemborosan besar pada hari ini.

Tak apa bila ia harus berjalan sekitar 2 km dibawah sinar matahari musim panas untuk keluar dari kawasan ini lalu pergi naik bus umum untuk sampai ke tempat kerjanya.

***

Danial sedang berjalan menuju ruang kerjanya. Bayangan tentang Sheana seolah terekam baik di kepalanya. Gadis itu terlihat sangat kuat seperti benteng, namun Danial tahu dengan sekali sentuhan benteng itu dapat hancur.

Danial menggelengkan kepalanya untuk mengusir pikirannya tentang Sheana. Ini sedang jam kerja jadi ia harus tetap fokus kepada pekerjaannya.

Danial berhenti sebentar di depan meja kerja mrs. Drew, "mrs. Drew apa kau sudah mempersiapkan semuanya untuk pertemuan?" Tanya Danial.

"Sudah sir." Jawab Mrs. Drew lalu mengambil dokumen yang tadi ia persiapkan.

"Kalau begitu mari kita berangkat. Namun sebelum itu aku akan keruangan ku sebentar untuk mengambil pena ku." Ujar Danial.

"Oh ya sir, Mss. Chole menunggu anda didalam." Jelas Mrs. Drew yang membuat Danial menghentikan langkahnya yang akan masuk keruang kerjanya.

Danial langsung mengurungkan niatnya. Ia sedang tidak ingin berdebat dengan wanita itu. Lebih baik Danial menghindar dari wanita itu atau wanita itu akan menghancurkan moodnya sepanjang hari ini.

"Baiklah kalau begitu aku pinjam pena mu." Ujar Danial, "terimakasih sudah mengatakan jika Ashley menunggu ku." Danial sangat bersyukur mrs. Drew meberitahu Danial terlebih dahulu.

Mrs. Drew tersenyum, ia tahu jika Danial tidak menyukai Ashley. Namun, apa yang bisa mrs. Drew perbuat jika Ashley datang menemui Danial di kantor?

"Ayo mrs. Drew." Ajak Danial.

Mereka pun segera pergi untuk bertemu dengan mitra bisnis Danial di Boston. Danial tidak peduli jika Ashley akan menunggunya didalam.

***

Sheana menyeka peluh di dahinya. Matahari musim panas ini membuat perjalanan 2 km Sheana jauh lebih berat. Ia dapat merasakan sinar matahari menyengat kulitnya. Kerongkongan Sheana juga haus dibuatnya.

Sheana melirik jam ditangannya, 30 menit lagi ia harus sampai di tempat kerjanya. Sheana langsung mempercepat langkahnya, ia tidak mau 'SP 1' nya berubah menjadi 'SP 2' karena telat.

Di dalam mobilnya Danial melihat seorang wanita yang berjalan cepat di trotoar. Danial dapat menyadari jika wanita itu adalah Sheana.

Danial menyipitkan matanya untuk memastikan bahwa ia tak salah lihat. Danial sedikit bingung mengapa Sheana berjalan kaki di bawah terik matahari sepanas ini, ia bilang ia akan naik taksi, lalu apa ini?

"Peter, tolong berhentikan mobilnya." Perintah Danial pada supirnya saat mobilnya berada di dekat Danial.

"Untuk apa? Kita harus segera sampai di Boston." Tanya Alex yang duduk di kursi depan samping supir Danial.

Danial tak menggubris pertanyaan Alex, ia langsung turun dari mobilnya.

Sheana dapat melihat ada mobil berwarna hitam menepi didekatnya, tak lama seseorang dari mobil itu turun dan Sheana terkejut saat mengetahui si empu mobil tersebut adalah Danial. Danial turun dari mobilnya sambil memakai kaca mata hitamnyaya untuk melindungi matanya dari terik matahari di ikuti dengan Alex.

"Sheana? Mengapa kau berjalan kaki seperti ini?" Tanya Danial dihadapan Shena.

Danial yang lebih tinggi sedikit dari Sheana membuat Sheana mendongakan kepalanya untuk menatap pria itu dengan mata yang disipitkan karena silau.

"Kau bilang kau akan naik taksi?" Tanya Danial lagi.

Sheana menundukan kepalanya sambil menggaruk tengkuknya bingung ingin menjawab apa, "hmm... Aku hampir terlambat bekerja, jadi ku pikir tidak sempat bila aku menunggu taksi terlebih dahulu." Jawab Sheana berbohong.

Danial menatap Sheana dengan tatapan menilai, ia tahu jika Sheana berbohong karena gadis itu mengigit bibirnya gugup saat berbicara.

"Baiklah, kau akan ku antar." Ujar Danial.

Sheana langsung menggelengkan kepalanya cepat untuk menolak, "kau akan ada pertemuan sebentar lagi, lagi pula aku sudah biasa berjalan kaki." Tolak Sheana halus.

"Apa kau gila akan berjalan kaki dibawah terik matahari yang sepanas ini?! Aku masih punya rasa kemanusiaan jadi ku mohon pada mu, tolong jangan menolak tawaran ku kali ini." Bantah Danial karena ia tak tega bila Sheana harus berjalan kaki sampai keluar kawasan perusahaannya.

"Alex, kau dan mrs. Drew pergi dahulu untuk menemui mitra bisnis kita, aku akan menyusul." Perintah Danial.

Alex hanya menganggukan kepalanya lalu masuk kembali kedalam mobil Danial. Sebenarnya sejak tadi Alex bertanya-tanya tentang wanita yang berbicara pada sahabat dan atasannya itu, Alex merasa belum pernah melihat Sheana sebelumnya.

Mobil Danial kemudian pergi meninggalkan Danial dan Sheana di tepi jalan. Danial langsung menggandeng tangan Sheana untuk berteduh di bawah pohon dekat mereka.

Danial mengeluarkam ponselnya lalu mendial supir lainnya untuk mengantatkan Sheana sekaligus dirinya.

"Roger, tolong jemput dan antarkan aku. Aku berada dintepi jalan tak jauh dari kantor." Danial langsung menutup panggilannya dan memasukam ponselnya kembali ke dalam saku celanya.

"Danial, kau tak perlu seperti ini. Kau menhorbankan pertemuan penting mu." Keluh Sheana karena ia merasa tak enak pada Danial.

Danial memasukan kedua tangannya kedalam saku celanya, "jika aku tak benar-benar mengantatkan mu sampai ke kedai, bisa saja kau tetap nekat berjalan kaki." Ujar Danial kemudian membuang pandangannya kejalan.

"Kau sudah banyak membantu ku, bagaimana aku bisa berterimakasih pada mu?" Ujar Sheana sedikit frustasi karena Danial terus membantunya.

Danial diam tak menggubris perkataan Sheana, gadis itu terlalu keras kepala, ia selalu ingin berdiri diatas kakinya sendiri tanpa bantuan orang lain.

"Aku sungguh tak enak, kita baru saja kenal namun aku sudah banyak merepotkan mu." Ujar Sheana lalu menghembuskan napasnya.

"Sttt.... Buanglah rasa tak enak hati mu itu. Itu mobil ku sudah tiba." Ujar Danial saat melihat mobil merk Caradillac Escalade ESV putih miliknya.

Mobil itu langsung menepi di dekat Danial dan Sheana. Supir mobil itu yang tak lain adalah Roger, segera keluar dari kemudinya untuk membukakan pintu mobil untuk bossnya.

Danila langsung mempersilahkan Sheana untuk masuk terlebih dahulu. Sheana menatap Danial sekilas lalu menarik napas beratnya dan akhirnya ia masuk kedalam mobil Danial. Danial kemudian masuk dan duduk di samping Sheana.


Vote dan comment jangan lupa:)
Bagaimana dengan The Equinonya? Apa ada kritik atau saran yang ingin di sampaikan? Feel free untuk menerima komentaran^^
See u...

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

117K 11.4K 18
Hidup Yelo bagai akara yang tidak pernah dianggap hadirnya. Lahir membawa sandangan sebagai anak haram membuat Yelo ditolak keras oleh dunia. Hidup l...
153K 17.4K 67
Ini Hanya karya imajinasi author sendiri, ini adalah cerita tentang bagaimana kerandoman keluarga TNF saat sedang gabut atau saat sedang serius, and...
189K 17.9K 69
Takdir kita Tuhan yang tulis, jadi mari jalani hidup seperti seharusnya.
1.5M 46.9K 32
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan." Tapi apa setelah perpisahan akan ada pertemuan kembali? ***** Ini cerita cinta. Namun bukan cerita yang bera...