CRY WEDDING

By putstories_

7.8M 288K 12.2K

Kadang hati tidak sejalan dengan logika. Kadang Cinta membuat seseorang akan melakukan apapun demi cintanya w... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
INFO!
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
INFO (2)
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
I MISS YOU.
Chapter 35
KLARIFIKASI
PENJIPLAKAN CERITA CRY WEDDING OLEH @CHANYEOL_ARE_ROSE
CHAPTER 36
Chapter 37
Chapter 38

Chapter 24

178K 5.9K 131
By putstories_

Pada malam hari, saat Ali tertidur dengan lelap sambil memeluk tubuh Prilly erat-erat, memberikan kehangatan sekaligus perlindungan. Prilly yang awalnya tidur dengan pulas tiba-tiba saja membuka matanya, matanya mengerjap lalu dia mendongak, menemukan Ali yang masih tidur dengan nyenyaknya. Ia melirik jam di dinding yang sudah menunjukan pukul 1 malam, ia mendesah terbangun saat tengah malam seperti ini karena tenggorokannya yang terasa kering.

Dengan gerakan pelan dan hati-hati Prilly mencoba keluar dari pelukannya Ali, tidak berniat membangunkan Ali yang masih tertidur. Namun sedikit gerakan saja ternyata dapat membangunkan Ali dari tidurnya, mata Ali mengerjap dan menemukan Prilly yang berusaha keluar dari pelukannya, keningnya menyeringit.

"Sayang, ada apa?" suara Ali pelan dan serak masih setengah mengantuk, dan kemudian Prilly mendongak dengan raut wajah menyesal membuat keningnya semakin menyeringit.

"Aku membangunkan Kakak, ya? Maaf" bibir Prilly mengerucut, manik matanya gelisah sekaligus merasa bersalah.

Ali tersenyum lembut, "Ada apa? Kamu perlu sesuatu?" tanya Ali lalu di kecupnya kening Prilly dengan lembut.

Hati Prilly menghangat, senyumnya tercetak seketika. "Aku haus" rengeknya manja.

Ali terkekeh kecil, merasa gemas melihat Prilly saat ini, di kecupnya bibir Prilly yang mengerucut dengan menggoda dan cepat. Lalu kemudian ia beranjak mengambilkan segelas air putih yang berada di samping ranjang, di letakkan di atas nakas. Sedangkan Prilly tidak bisa menyembunyikan senyum meronanya karena perlakuan Ali.


"Ini minum" Ali membantu Prilly untuk duduk, dengan lembut dia menyandarkan punggung Prilly pada kepala ranjang, lalu di berikannya segelas air putih pada Prilly yang di sambut oleh Prilly dengan senyuman terima kasih. Setelah isi gelasnya gosong, ia kembali memberikannya pada Ali yang langsung di letakkan kembali di atas nakas oleh Ali.

"Sudah? Ayo tidur lagi" Ali hendak membawa Prilly berbaring kembali namun Prilly menggeleng membuat kening Ali mengkerut.

"Kenapa?" tanya Ali lembut, matanya masih menahan kantuk namun ia tetap tersenyum teduh pada Prilly. Ketika melihat Prilly diam saja sambil memainkan jari-jari kakinya, Ali langsung mengerti, senyumnya semakin mengembang, merasa lucu melihat Prilly karena masih segan mengatakan keinginannya saat ini. Kejadian ini bukan kali ini saja terjadi, bahkan sudah berkali-kali setiap tengah malam dan Ali selalu dengan senang hati mengabulkannya.

"Kakinya pegel, ya? Sini Kakak pijitin" dengan lembut Ali membaringkan tubuh Prilly, setelah itu ia duduk di samping kaki Prilly, penuh perhatian Ali memijit kaki Prilly, sesekali ia menatap Prilly sambil tersenyum lembut lalu kembali fokus untuk memijit kaki Prilly.

Sedangkan Prilly tidak bisa menahan senyum senangnya. Ali adalah suami siaga, walau Prilly tidak pernah mengatakan keinginannya langsung Ali selalu peka dan selalu mengerti. Tidak peduli jam berapapun, kapanpun, di manapun, dalam kondisi apapun, Ali selalu dengan senang hati memanjakannya. Istri mana yang tidak senang saat hamil mempunyai suami seperti Ali, semua wanita hamil pasti sangat bahagia memiliki suami seperti Ali.

"Masih pegel, sayang?" Ali bertanya lembut sambil tersenyum yang di balas gelengan sambil tersenyun dari Prilly, ia kembali duduk dari tidurnya dan menatap Ali dengan lekat.

"Kenapa?" dengan lembut Ali mengelus pipi Prilly, tatapannya teduh dan menghangatkan hati.

"Kakak aku---" Prilly nampak ragu mengungkapkan keinginannya.

"Iya, sayang. Katakanlah" penuh perhatian Ali menyampirkan anak rambut yang menghalangi kening Prilly kesela telinganya.

"Aku---" Prilly menggigit bibir bawahnya, masih ragu. Sedangkan Ali tersenyum namun keningnya menyeringit.

"Iya? Kamu mau kakak pijit lagi? atau mau kakak kupasin apel? atau kamu mau susu?" Ali menatap Prilly penuh cinta, kasih sekaligus sayang. Biasanya Prilly menginginkan itu tiap malam, namun nampaknya Prilly tidak menginginkan itu semua.

"Kakak aku mau makan mie ayam hijau mang Karyo"

Ali tersenyum, ia mengangguk. "Iya, besok kakak beliin ya, sayang"


Prilly menggeleng "Maunya sekarang" rengeknya manja.

Ali membelalak, ia menoleh melihat jam di dinding yang hampir menunjukan pukul setengah 2 malam, dan kemudian dia menatap Prilly tidak percaya.

"Mang Karyo sudah tutup jam segini, sayang. Besok aja ya, kakak janji bakal langsung beliin buat kamu besok"

Prilly menggeleng dengan bibir mengerucut. "Maunya sekarang bukan besok" rajuknya, rengekannya membuat Ali serba salah.


"Kalau sekarang Mang Karyo udah tutup, kan kiosnya tutup jam 10 malam, sekarang pasti udah pada tidur" dengan lembut Ali berusaha untuk menbujuk Prilly.

Dan. Lagi. Prilly merengek tidak mau di bantah, "Gak mau!! Aku maunya sekarang, kalau besok udah gak mau lagi"

Ali semakin serba salah, ia menghela nafas gusar, nampak berfikir sejenak. Karena terlalu lama berfikir membuat Prilly menjadi kesal.

"Yaudah kalau kakak gak mau beliin, biar aku pergi beli sendiri" Prilly hendak beranjak dari ranjang, namun Ali dengan cepat menahannya. Ia tersenyum dan menarik Prilly untuk duduk kembali.

"Iya, iya. Kakak beliin, kamu tunggu di rumah ya, sayang" kata Ali lembut, nampaknya malam ini ia akan berusaha mendapatkan mie ayam hijau mang Karyo, semoga saja ia bisa mendapatkannya. Bagaimanapun caranya akan Ali fikirkan nanti.

Prilly menggeleng, "Aku mau makan disana, aku ikut"

"Ini sudah malam, sayang. Kamu tunggu di rumah aja ya, kakak janji bakal pulang secepat mungkin"

"Gak mau!! Aku ikut!"

"Tapi, sayang---"

"Kakak! Aku mau ikut, mau makan disana. Gak ada tapi-tapian!" sela Prilly kesal.



Ali menghela nafas, tidak punya pilihan lain. Ia mengangguk lalu mengelus puncak kepala Prilly.

"Yaudah kamu ikut, yuk" Ali beranjak mengambil jaket tebalnya, lalu ia kembali menghampiri Prilly dan memakaikan jaket tebalnya pada Prilly dengan penuh perhatian. Setelah itu ia beranjak mengambil jaketnya yang lain lalu di pakainya dan segera mengambil kunci mobil.

Prilly sudah siap, ia sudah berdiri di samping ranjang dengan senyum gembiranya, dan itu membuat Ali ikut tersenyum juga, di kecupnya kening Prilly sejenak lalu ia menggenggam tangan Prilly, membawanya keluar.

*****

Seperti yang di duga, kios mie ayam hijau Mang Karyo sudah tutup, lampu-lampunya pun sudah padam. Jalanan pun sudah begitu lengang, hanya sedikit kendaraan yang lewat. Namun begitu, Prilly tetap saja merengek menginginkan makanan tersebut, dan mau tidak mau akhirnya Ali harus mengabulkannya, untung saja Mang Karyo tidur di dalam kios tersebut sehingga ia tidak perlu repot mencari-cari rumahnya.

Pelan-pelan Ali mengetuk pintu kios, merasa ragu. Sesekali di liriknya Prilly yang berdiri di sampingnya dengan senyum merekah. Dan itu membuat Ali semakin tidak tega menolak keinginannya. Sekian lamanya Ali mengetuk dan menunggu hingga pada akhirnya sahutan terdengar dari dalam, suara seseorang yang terbangun dari tidurnya, lalu lampu kios hidup. Ia menoleh menatap Prilly sambil tersenyum, dan Prilly pun tersenyum pula.


Tidak lama kemudian pintu kios terbuka, menampakkan Mang Karyo yang masih setengah mengantuk membuka pintu. Tetapi saat menyadari siapa yang berada di hadapannya, Mang Karyo tersentak lalu tersenyum ramah.


"Pak Dokter" sapanya sopan.

Ali tersenyum ramah. "Iya Mang, maaf sudah mengganggu istirahatnya"


Mang Karyo tersenyum "Tidak apa-apa, mari masuk"

Dengan lembut Ali menggenggam tangan Prilly dan mengikuti Mang Karyo masuk kedalam kios, mereka duduk di kursi.

"Ada apa ya pak Dokter? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Mang Karyo sopan. Saat mereka sudah berada di dalam kios.


Ali tersenyum, "Begini Mang, istri saya nampaknya mengidam, katanya mau mie ayam hijau Mang Karyo, apa masih ada?"


Mang Karyo nampak manggut-manggut mengerti. "Mie ayam hijau sudah habis pak, saya tutup jam 10 tadi"

Mendengar itu Prilly mendesah kecewa sedangkan Ali menatapnya iba.

"Tapi saya bisa buatkan untuk Bu dokter, kasian lagi ngidam. Kebetulan bahan-bahannya masih ada, saya akan buatkan, tapi hanya untuk satu porsi saja, bagaimana?" Mang Karyo menatap Ali dan Prilly bergantian.


Dan, Ali tersenyum lega mendengar ucapan Mang Karyo begitupun Prilly. "Tidak apa-apa pak, yang terpenting untuk istri saya"


Mang Karyo mengangguk sambil tersenyum "Yasudah, kalau begitu saya buatkan dulu. Permisi Pak dokter, Bu dokter"


Ali dan Prilly tersenyum dan mengangguk, kemudian Mang Karyo beranjak pergi membuatkan mie ayam hijau.


Ali menatap Prilly lalu membawanya kedalam dekapannya, mendekapnya erat-erat sambil tersenyum.

"Kok Mang Karyo panggil aku Bu dokter ya? Aku kan bukan dokter" Prilly mendongak menatap Ali sambil tersenyum geli.

Ali tersenyum, "Kan kamu istri aku. Aku kan dokter jadi mungkin Mang Karyo panggil kamu bu dokter karena kamu istri aku, sayang" lalu dikecupnya pipi Prilly dengan gemas.

Prilly terkekeh sambil mengangguk, ia menyembunyikan kepalanya di dada Ali.

"Dingin?" tanya Ali lembut, berbisik di telinga Prilly. Didekapnya Prilly semakin erat.

"Enggak, hangat kok. Pelukannya bikin nyaman" kata Prilly lembut, lalu ia melingkarkan tangannya di pinggang Ali.



Ali tersenyum lalu mengecup puncak kepala Prilly dengan sayang, mereka larut dengan berpelukan. Menyalurkan kehangatan sekaligus kenyamanan. Ali yang memang masih menahan kantuk ia sedikit menguap.


Tidak lama kemudian Mang Karyo datang, membawakan satu mangkuk mie ayam hijau, membuat mata Prilly berbinar melihatnya.

"Silahkan bu dokter, saya permisi dulu kebelakang" Mang Karyo kembali beranjak pergi.


"Aku makan ya" Prilly menatap Ali lalu tersenyum. Ali mengangguk, ia mengelus puncak kepala Prilly.


Dan kemudian, dengan lahap Prilly memakan mie ayam hijau. Rasanya begitu nikmat di lidah Prilly, mie ayam ini terbuat dari bahan-bahan sehat, mienya terbuat dari buah-buahan, tidak terdapat pengawet, di dalamnya banyak sayuran dengan kuah kari yang menggugah selera sekaligus potongan ayam segar.


"Kakak mau---" ucapan Prilly terhenti saat melihat Ali tengah tertidur dalam duduknya, tangannya di lipat di depan dada, matanya terpejam dengan nafas yang teratur.


Prilly tersenyum, di elusnya pipi Ali dengan lembut. "Kasian, pasti tadi masih ngantuk ya, sayang" lalu dikecupnya kening Ali dengan lembut, dan kemudian Prilly membuka jaketnya, diselimutinya tubuh Ali, setelah itu ia kembali memakan mie ayam hijaunya sambil sesekali melirik Ali yang tertidur.


*****

"Kondisi kejiwaan Nona Grice semakin parah, beliau sering berteriak tidak menentu, mengamuk, kadang mengganggu pada pasien lain"


Ali menghela nafas mendengar penjelasan dokter yang merawat Grice di rumah sakit jiwa, selama ini ia memang selalu memantau kondisi Grice. Walau bagaimanapun ia masih merasa bersalah pada Grice karena sudah menyakiti hati Grice hingga wanita itu berakhir di rumah sakit jiwa.

"Tidak ada sedikitpun perkembamgan yang positif dok?" tanya Ali serius.

Dokter itu menggeleng, "Kami sudah berusaha melakukan yang terbaik, akan tetapi entah kenapa belum ada perkembangan sedikitpun"



Ali tercenung, masih belum menyangka kalau Grice bisa separah itu.

"Tapi ada kemungkinan dia akan sembuh kan dok?"


Dokter itu menghela nafas, "Mudah-mudahan saja, saya belum bisa memastikan, kita lihat saja perkembangannya setiap hari, kalau kondisinya masih saja sama bahkan semakin parah, saya tidak yakin kalau dia akan sembuh" jelas dokter itu serius.


Ali mengusap wajahnya, ia bingung harus berbuat apa lagi. Padahal ia sudah memberikan yang terbaik untuk kondisi Grice tetapi tidak ada sedikitpun dari usahanya untuk menyembuhkan Grice berhasil, bahkan semakin parah.


Saat Ali ingin kembali membuka suaranya, bunyi ketukan pintu membuatnya menoleh ke arah pintu, dan nampak seorang perawat dengan nafas terengah-engah menatap mereka.


"Dokter! Nona Grice mengamuk lagi!"

Dan kemudian, Ali beserta dokter tersebut segera menghampiri kamar Grice, mereka nampak panik. Di susul dengan beberapa perawat di belakangnya.

Sesampainya di ruang Grice, dokter dan para perawat berusaha menenangkan Grice yang berteriak sambil membanting barang apapun yang berada di hadapannya, penampilannya begitu mengenaskan dengan rambut yang acak-acakan, sesekali Grice nampak tertawa namun tawanya begitu pedih.


Ali mematung di pintu, masih shock melihat kondisi Grice.

"Lepaskan saya wanita murahan! Kamu sudah mengambil Aliku, sayangku, cintaku! Kembalikan Aliku!!!" Grice berteriak, di selingi tangis sekaligus tawa, begitu menyedihkan.


Ali tidak tahan melihat kondisi Grice yang begitu memilukan, ia mendekat mencoba membantu dokter dan para perawat untuk menenangkan, namun saat Grice melihatnya, tatapan Grice begitu sendu, namun Grice tersenyum padanya, ia mulai tenang melihat Ali di hadapannya.


"Ali? Sayangku, kamu datang sayang?" Grice menarik Ali hingga Ali terduduk di samping ranjang, dokter hendak mencegah Grice namun Ali menahannya, ia menggeleng pada dokter, menyuruhnya untuk diam, membiarkan apa yang akan Grice lakukan.


Grice menangis, terisak pelan dengan mata merah sayu dan sembab. Dia tersenyum lalu tangannya terulur mengelus pipi Ali. Sedangkan Ali diam, membiarkan Grice.

"Sayang, baby. Aku merindukanmu, aku mencintaimu, kamu hanya milikku" dan Grice memeluk tubuh Ali, begitu erat, doa tersenyum dengan mata yang basah.


"Grice" Ali memanggil pelan. Dan Grice menatapnya dengan tangan yang masih melingkar di pinggang Ali.

"Baby, kamu merindukanku juga?" Grice semakin tersenyum, dia kembali memeluk tubuh Ali, sangat erat sampai membuat Ali sesak. Namun tiba-tiba Grice kembali menangis, tubuhnya berguncang hebat dengan tangis yang kencang, tangisan kehilangan yang menyakitkan hati.


"Grice, tenanglah" Ali berusaha menenangkan.


Grice menggeleng "Berjanjilah untuk selalu berada di sampingku, jangan pernah tinggalkan aku. Ali, sayang"

"Grice--"

"Berjanjilah, sayang. Aku takut"


Ali diambang kegundahan, ia kebingungan. Ia gelisah dan tidak tau harus berbuat apa. Grice sekarang berbeda, kalau ia menolak ia yakin Grice akan mengamuk lagi, dan kondisinya akan semakin parah. Sejenak Ali menatap dokter yang berdiri di sampingnya, meminta pendapat, dokter itu tersenyum sambil mengangguk, memberitahu kalau dirinyalah pengobat Grice.




"Baby, berjanjilah. Jangan pernah meninggalkanku"


Lalu dengan berat Ali berusaha berkata, suaranya pelan, tertelan oleh rasa gelisah.

"Ali--"

"Ya, Grice"


Dan senyum Grice mengembang, di pelukanya Ali semakin erat. Sedangakan Ali bergeming dengan perasaan tidak karuan.



******



Hallllooooo akhirnyaaa bisa next jugaaa udah cepet kan ? Iyadong udah cepet next nih. Kasih hadiah vote+coment yang banyak ini mah haha


Sampai disini apa masih mau di lanjut? Mau gak? Kalau mau vote+coment harus banyak bgt biar langsung next secepat kilat haha


Maaf kalau masih ada typo yaaa, sudah biasaaa kan wkwk


Eh btw, Love Behind Hate jangan dulu ditagih yaaa. Ini masih dalam proses pengerjaan, nyicil wkwk

With Love,

Continue Reading

You'll Also Like

934K 76.8K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
371K 27.5K 54
Renner dan Sabila, dua orang dengan profesi berbeda yang menguras tenaga- seorang AKP dan dokter emergensi, bertemu dalam sebuah keadaan yang membuat...
62.3K 3.4K 19
seorang gadis bernama Gleen ia berusia 20 tahun, gleen sangat menyukai novel , namun di usia yang begitu muda ia sudah meninggal, kecelakaan itu memb...
1.1M 61.8K 65
"Jangan cium gue, anjing!!" "Gue nggak nyium lo. Bibir gue yang nyosor sendiri," ujar Langit. "Aarrghh!! Gara-gara kucing sialan gue harus nikah sam...