I For You (Sasunaru Version)

By MrsTaraFujitatsu

116K 10.4K 768

#TAMAT - Beberapa part di privat Menceritakan bagaimana hubungan Naruto sang Tuan Muda dengan murid beasisw... More

1 - The Heir
2 - Practikum 🌱
3 - Started
5 - Protective
6 - Incident
7 - Shinrai (Trust)
8 - Sugata o keshimasu (Disappear)
9 - Broken
10 - Your Fault...?
11 - Sayonara
12 - Date
13 - The Biggest Mistake
14 - Coma
15 - Good Bye
16 - I FOR YOU [End]

4 - Kesalahan Shikamaru

8.1K 642 23
By MrsTaraFujitatsu


I FOR YOU
Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto
Warn: BL. Shounen,Typo ,Masih Author baru
SasuNaru, ShikaNaru
FF Remake
Original By Orizuka dengan judul yang sama ;)
6k+

Sasuke melirik ke samping, tempat Naruto tampak sedang asyik menggambar pada buku sketsanya. Rambut pirang keemasannya jatuh menutupi sebagian wajahnya ketika Naruto menunduk, membuat Sasuke mati-matian menahan keinginan untuk menyelipkan rambut itu ke belakang telinganya.

Sudah beberapa hari ini Naruto menepati janji yang ia buat sendiri untuk menghabiskan jam istirahat di perpustakaan.

Sebenarnya, Sasuke merasa risih setiap kali pemuda pirang itu memperhatikannya. Namun, pada saat-saat seperti ini, Saat Naruto sibuk membuat sketsa dan larut dalam dunianya sendiri, Naruto selalu terlihat menyenangkan. Sasuke jadi bisa gantian memperhatikannya.

Dua anak perempuan yang biasanya duduk di depannya sekarang entah ke mana. Sasuke menebak mereka sedang pura-pura berdiskusi soal biologi di taman depan perpustakaan sambil mencuri-curi pandang ke arah Shikamaru yang mengajak ngobrol burung parkit atau kenari.

Semenjak Naruto ada di sini, Sasuke tak pernah lagi bisa berkonsentrasi pada bukunya. Ketika ia sudah mulai bisa mencerna satu paragraf, satu gerakan remeh dari bocah pirang itu membuat fokusnya buyar begitu saja.

Sekarang, Sasuke sedang mencoba metode baru untuk berkonsentrasi. Ia berusaha menghipnotis dirinya sendiri, bahwa ia sedang berada di atas perahu di tengah lautan. Tak ada siapapun, hanya ia, dan bukunya, dan laut terbentang. Sasuke menarik napas panjang, tetapi alih-alih aroma laut, ia malah mencium aroma shampo Naruto yang beraroma jeruk.

Sasuke bangkit, tak tahan lagi. Ia harus mencari tempat baru kalau tidak mau berakhir gila.

"Mau ke mana?" tanya Naruto bingung.

"Mencari buku lain," dusta Sasuke. ia harus berbohong supaya bisa lepas dari bocah pirang itu.

Menyangka Sasuke akan kembali, Naruto mengangguk dan meneruskan sketsa kimononya. Ia berharap sketsa kimono itu bisa selesai sebelum hari ulang tahun Kaasannya. Selama ini, Naruto selalu menghadiahi Kushina dengan sketsa-sketsa miliknya.

Sasuke sendiri sudah buru-buru melangkah ke rak paling belakang, menjauhi keramaian. Rak paling belakang adalah buku-buku yang berisi tentang politik dan demokrasi. Tak ada seorang pun mau ke sana walaupun hanya sekedar lewat.

Sambil menghela nafas lega, Sasuke duduk di lantai yang sejuk. Bukannya ia tidak suka berada di samping Naruto, tetapi entah mengapa rasanya berat. Seperti melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan.

Sasuke ada di sekolah ini bukan untuk bermain-main. Ia ada di sini hanya untuk satu tujuan membuktikan pada mereka semua bahwa orang miskin tidak untuk diremehkan. Sasuke tidak akan membiarkan penghalang apa pun muncul di jalannya.

Dan, itu termasuk Naruto.
.
.
.
.
.
.

Lagi-lagi Shikamaru harus berurusan dengan burung parkit milik sekolah. Shikamaru tidak punya pilihan lain. Sudah beberapa hari ini Naruto memilih untuk menghabisakan waktu istirahatnya di dalam perpustakaan-yang bagi Shikamaru terasa seperti neraka. Walaupun Shikamaru masih sedikit kesal kepada Sasuke, akhir-akhir ini anak laki-laki itu tidak pernah memancing emosinya.

Meskipun ingin, Shikamaru tidak bisa pergi jauh-jauh dari perpustakaan itu. Ia harus selalu berada cukup dekat dengan Naruto. Dan, itu berarti radius sepuluh meter. Atau, dua puluh meter?

Shikamaru mulai melakukan hitung-hitungan dalam otaknya. Saat pelajaran olahraga kemarin, ia berhasil menyelesaikan trek seratus meter dalam waktu tiga belas detik saja. Jadi, kalau jaraknya dua puluh meter, berarti ia hanya membutuhkan tiga detik untuk sampai ke samping Naruto?

Sama sekali melupakan segala rintangan yang mungkin menghambatnya dalam dua puluh meter itu, Shikamaru seperti mendapat pencerahan. Ia bisa berjarak dua puluh meter dan sampai di samping Naruto dalam waktu beberapa detik saja.

Shikamaru lantas menatap kantin yang berada tak jauh dari sana. Ia bisa membeli minuman atau apa pun dan kembali secepat kilat kalau Naruto
membutuhkannya. Mantap dengan keputusannya, Shikamaru mengeluarkan ponsel dari saku dan mengetik pesan singkat untuk Naruto.

Naru, kalau ada masalah, segera hubungi aku. Aku di kantin.

Setelah menekan tombol kirim, Shikamaru melangkah ke kantin, tak sadar beberapa anak perempuan mengikutinya. Selama ini, Shikamaru harus selalu berada di samping Naruto. Bukannya ia tak suka, tetapi ia jadi jarang memiliki waktu untuk dirinya sendiri. Kini, saat Naruto sedang di dalam perpustakaan yang relatif aman, Shikamaru bisa bernapas dengan lega.

Shikamaru tersenyum kepada Nao, ibu penjaga kantin yang sudah lama dikenalnya. Wanita pertengahan empat puluhan itu menoleh ke kanan dan kiri, seolah mencari seseorang.

"Naruto dimana? Tumben sekali tidak berada disampingmu" tanyanya, heran.
Biasanya, kalaupun ke kantin sendiri, Shikamaru selalu terlihat terburu-buru, seperti tak ingin meninggalkan Naruto terlalu lama. Tapi saat ini Shikamaru terlihat lebih santai.

"Di perpustakaan,," jawab Shikamaru sopan, Membuat Nao mengganggguk angguk walaupun masih bingung mengapa Shikamaru tidak berada di perpustakaan
juga.

Shikamaru baru mau mengambil air mineral saat menyadari sesuatu. Tanpa banyak bicara, ia segera melompat masuk ke kantin, membuka lemari pendingin dan menatap tegang ke suatu arah. Perutnya terasa seperti dipenuhi es batu. Sementara itu, Nao menatapnya bingung dari belakang.

"Apakah ada yang membuka lemari pendingin ini?" Tanya Shikamaru menunjuk
Pada tumbler yang ada di dalam lemari pendingin yang ia titipkan kepada Nao sejak lama.

Nao tersenyum gugup. "Tadi, ada yang mencoba mengambilnya tapi langsung bibi cegah. Sesuai permintaanmu Shikamaru-kun"

Shikamaru menarik tumbler itu ke luar, lalu membuka tutupnya tak sabar. Semuanya memang masih ada di sana tanpa kurang suatu apa pun. Namun tetap saja, sangat mengkhawatirkan melihat tumbler itu berpindah tempat. Dulu, Shikamaru meletakannya di rak paling atas, tetapi tadi berpindah di rak dua. Shikamaru menutup tumbler itu rapat-rapat, berusaha tersenyum walaupun kaku.

Nao mengangguk, lalu kembali sibuk dengan kwitansinya. Shikamaru mengambil kesempatan itu untuk menata isi lemari pendingin. Ia meletakkan tumbler tadi di pojok belakang, lalu menutupinya dengan belasan botol minuman soda.
Mendadak, ia merasa beruntung memutuskan untuk ke kantin.

"Nao-san, sudah laku berapa rotinya?"

Shikamaru baru menutup lemari pendingin saat mendengar suara anak perempuan. Tatapannya beradu dengan seorang pemuda manis sederhana yang berdiri di depan keranjang roti. Mata hazel pemuda itu terbelalak seperti sedang melihat hantu.

Terlalu terkejut melihat Shikamaru di dalam kantin, Kiba tak sengaja menyenggol keranjang sehingga rotinya jatuh berhamburan ke lantai. Kiba segera memungut roti-roti tersebut, mengutuk dalam hati karena sudah bersikap ceroboh seperti ini.

Saat sedang mengembalikan roti-roti ke dalam keranjang, Kiba melihat sepasang tangan lain ikut membantunya. Perlahan, Kiba mengangkat kepala, tidak berani berharap. Namun, Shikamaru memang sudah berjongkok di depannya, memungut roti satu-persatu. Sadar Kiba berhenti memungut, Shikamaru ikut mengangkat kepala. Ia lantas menatap Kiba bingung.

"Ng-tidak usah repot-repot, Senpai." Kiba merebut roti yang dipegang Shikamaru dan segera bangkit dan meletakkan keranjang roti itu kembali ke meja. Entah mengapa bayangan Shikamaru memegang roti murah terasa aneh di matanya.

Shikamaru sendiri tak tahu apa masalahnya, jadi ia hanya berdiri dan mengambil air mineralnya tanpa banyak bicara.

"Rotinya sudah laku empat puluh tujuh, Kiba-Chan"

Kiba mengangguk sambil tersenyum, lalu iseng melirik Shikamaru yang ternyata masih menatapnya ingin tahu. Senyum Kiba langsung lenyap, digantikan oleh seringai kaku pada Nao yang tampak bingung.

Entah mengapa, Shikamaru merasa laki-laki di depannya ini sangat familier. Nada suaranya, kesederhanaannya... begitu mengingatkannya pada seseorang. Sambil menata air mineral, ia masih terus memperhatikan Kiba.

"Kiba!" Seorang anak perempuan,tampaknya teman sekelas kiba.

"Kau dipanggil Oro-Sensei!"

"Oke!" Kiba balas berseru.

"Kiba?" tahu- tahu Shikamaru bergumam, membuat Kiba dan nao menoleh berbarengan padanya, Kiba tampak luar biasa shock. Tak menyadarinya, Shikamaru malah menatap Kiba lebih lekat, berusaha menyatukan potongan puzzle dalam otaknya. "Kau... adiknya Sasuke?"

Kiba mengerjap beberapa kali sebelu "Ha'i"

Shikamaru tersenyum simpul. "Mirip sekali"

"Benarkah?" Kiba selalu mendengar kata yang sebaliknya dari orang-orang, dan baru kali ini Kiba mendengar bahwa dia mirip dengan anikinya.

Tiba-tiba, bel penanda masuk kelas berbunyi nyaring. Shikamaru segera menutup botol air mineral, harus segera kembali ke perpustakaan untuk menjemput Naruto. Setelah meninggalkan beberapa uang, Shikamaru melangkah ke luar kantin.

"Nama yang bagus," kata Shikamaru saat melewati Kiba.

Kiba hanya bisa menatap punggung Shikamaru yang semakin kecil, lalu menyadari bahwa ia baru saja bicara dengan orang yang selama ini ia kagumi. Orang yang selama ini hanya bisa ia impikan, tanpa bisa disentuh. Sekarang, Kiba merasa seperti sedang terbang ke awang-awang.

"Kiba."

Kiba menengok, lalu menatap Nao yang tersenyum simpati.

"Shikamaru itu anak yang baik,tapi hati-hatilah jangan sampai kau terluka nantinya"

"Saya tahu, Bibi."

Ia tahu, sampai kapan pun, ia hanya bisa memimpikan Shikamaru.

.
.
.
.
.
.
.

Bel pulang sekolah berbunyi nyaring. Semua anak serempak bersorak gembira, melepas penat selama pelajaran sejarah pada jam terakhir tadi. Naruto sedang meregangkan tangan yang terasa kaku saat seseorang menyenggolnya. Ia menoleh, lalu mendapati Sasuke berdiri di sampingnya, sudah memanggul ransel.

Senyum Naruto langsung terkembang. "Langsung pulang.."

Sasuke mengangguk singkat, lalu meneruskan langkah menuju pintu sebelum Naruto sempat bertanya lagi. Naruto hanya menatap punggungnya, tidak mengerti mengapa anak laki-laki itu seperti menghindarinya. Tadi, saat di perpustakaan, Sasuke pun menghilang dan meninggalkannya begitu saja.

"Ayo, Naru."

Suara Shikamaru menyadarkan Naruto. Naruto mengangguk, lalu meraih tas dan mengikuti Shikamaru ke luar kelas. Seperti biasa, Shikamaru berjalan di depannya, membentuk tameng pertahanan terhadap gelombang anak-anak girang yang baru pulang sekolah. Naruto pun selalu menggenggam kemeja Shikamaru erat supaya tidak terbawa anak-anak yang persis kawanan banteng itu.

Mereka baru berhasil keluar koridor kelas dua belas saat Naruto melihat sosok Sasuke, berjalan ke luar koridor kantin bersama seorang pemuda manis yang tak pernah dilihatnya. Perasaan aneh menelusup ke dalam hatinya, membuat langkahnya terhenti dan pegangannya terlepas dari kemeja Shikamaru.

Shikamaru, yang tidak merasakan pegangan Naruto, ikut berhenti dan membalik badan. Ia mengernyit, lalu menghampiri Naruto yang tertinggal dibelakang.

"Ada apa Naru...?"

Alih-alih menjawab, Naruto malah menatap kosong ke suatu arah. Shikamaru mengikuti arah pandangnya. Sasuke dan Kiba tampak sedang berjalan ke arah mereka, asyik membahas sesuatu. Sasuke membawa keranjang roti melon Kiba yang sudah kosong.

Sasuke dan Kiba baru menyadari kehadiran Shikamaru dan Naruto saat mereka sudah berjarak beberapa meter saja dari satu sama lain. Sasuke dan Kiba berhenti melangkah, lalu balas menatap Shikamaru dan Naruto bingung.

"Siapa...?" Naruto menanyakannya, Kiba yang ditanya seperti itu malah salah tingkah dibuatnya. Karena Kiba tak langsung menjawab, Naruto mengalihkan pandangannya kepada Sasuke, seperti meminta penjelasan.

Sasuke sendiri balas menatap Naruto bingung, lalu melirik Shikamaru yang tampak lebih tertarik pada adiknya.
Sebenarnya, Sasuke tak harus menjawab pertanyaan itu. Namun, entah mengapa, mendengar nada suara Naruto membuatnya jadi merasa harus menjawabnya. Rasanya seperti seorang Hime yang sudah mengeluarkan perintah mutlaknya, dan ia sebagai rakyat jelata harus menjawabnya.

"Otoutoku," jawab Sasuke akhirnya.

Naruto kembali memperhatikan Kiba, tetapi kali ini dengan ekspresi kaget.
"Otouto?"

Kiba buru-buru nyengir gugup, sudut matanya mengawasi Shikamaru yang masih menatapnya. "Aku Kiba. Adik Sasuke-niisan"

"Hai.." sapa Naruto, terdengar jauh lebih akrab.

"Kamu tidak pernah cerita kalo punya otouto,Sasuke.."

"Kenapa juga aku harus cerita...?" Gerutu Sasuke pelan

"Ayo,kita pulang kiba" ajak Sasuke.

"Itu apa?" tanya Naruto sambil menunjuk keranjang yang dibawa Sasuke,tanpa mempedulikan ajakan pulang Sasuke kepada Kiba yang juga sebagai kode jika Sasuke ingin segera mengakhiri obrolan ini.

"Keranjang roti"

"Untuk apa?" Tanya Naruto lagi

"Menjual roti, Setiap hari kami menjual roti dan menitipkannya di kantin sekolah"

Kiba segera menjawab karena sepertinya sang Niisan tidak memiliki minat untuk menjawab pertanyaan senpai didepannya ini. Naruto hanya mengangguk-angguk.

"Sepertinya berat," gumam Naruto. Detik berikutnya, ia seperti mendapat pencerahan. Ia menoleh kepada Shikamaru.

"Shika! Ayo kita antar mereka pulang"

"Tidak usah!" potong Sasuke langsung.

"Kenapa?" tanya Naruto.

Sasuke mengangkat keranjangnya dengan satu tangan

"Tidak berat sama sekali, sebaiknya kami segera pulang.. Ayo Kiba."

Tanpa mengindahkan Naruto yang menatapnya kecewa, Sasuke melangkah pergi. Kiba menatap Naruto dan Shikamaru ragu, lalu membungkuk sopan kemudian mulai mengekori kakaknya.

Naruto menatap punggung Sasuke dan Kiba hingga mereka menghilang di balik gerbang, lalu menghela napas. Lagi-lagi Sasuke seperti menghindarinya. Apa ia sudah melakukan kesalahan?

Naruto sama sekali tak mengerti.
.
.
.
.
.
.
Sasuke sedang membaca buku tentang pemerintahan zaman kaisar jepang pada buku Sejarahnya saat tahu-tahu kelasnya menjadi heboh. Karena sudah terlalu biasa dengan kehebohan itu-pertanda bahwa Naruto dan Shikamaru datang-Sasuke tetap berkonsentrasi pada bukunya.

Kehebohan itu biasanya hanya berlangsung satu-dua menit, tetapi kali ini, sudah hampir lima menit anak-anak masih terus berbisik seru. Sasuke menekan telinganya yang terasa geli oleh dengung yang disebabkan anak-anak itu.

Tepat pada saat itu, Sasuke mendapati sepasang sepatu putih yang dikenalnya berada di samping meja. Sasuke mengangkat kepala. Naruto sudah berdiri di sampingnya, tampak kesal dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Sasuke balas menatapnya bingung. Ada apa dengan pemuda ini, pagi-pagi begini?

"Kenapa kau menghindariku Sasuke...?" Naruto membuka mulut
Sasuke masih diam tidak mengerti pertanyaan Naruto.

"Kemarin, waktu di perpus, kau meninggalkanku sendiri Sasuke,kemudian kemarin kamu juga tidak mau kita antar. Kenapa?" tanya Naruto to the point.

Sasuke meneguk ludah, lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling. Anak-anak sudah menatap mereka tak percaya, sebagian melirik Shikamaru simpati. Sasuke sendiri tak tahu harus bagaimana menanggapi keterus terangan Naruto.

Sasuke membuka mulut walaupun tak ada kata yang keluar

"Normalnya, orang akan senang jika menaiki mobil mewahkan? Kenapa harus ditolak"

"Naruto." Shikamaru segera menegur, tetapi kata-kata tajam Naruto terlanjur didengar semua orang.

Sasuke benar-benar kagum dengan bakat Naruto. Pemuda itu bisa dengan mudah membawa perasaannya naik ke awang-awang, dan dengan mudah pula membuat darahnya naik ke kepala. Sasuke menatap Naruto hingga matanya panas. Pemuda itu masih bersikeras dan terlihat kesal. Apa haknya terlihat kesal?

"Kau.. Benar-benar...!!" gumam Sasuke geram

Tangan Naruto yang tadi menunjuk-nunjuk Sasuke sekarang sudah turun, tatapannya melunak.

"Aku kan. Hanya ingin pulang bersamamu Sasuke. Kenapa Tidak boleh.."

Semua orang yang mendengar Naruto segera melongo, terutama Sasuke dan Shikamaru.
Tak bisa mencerna semua ini, Sasuke menoleh kepada Shikamaru, meminta penjelasan. Alih-alih tampak keberatan atau marah, Shikamaru hanya balas menatap Sasuke bingung.

"Ohayou anak-anak.. Ada apa ini..? Ayo kembali ketempat duduk duduk kalian!"

Orochimaru Sensei muncul dari pintu, heran melihat anak-anak yang masih berdiri dan menatap ke suatu titik di tengah kelas sambil berkasak-kusuk.

Walaupun bisa menebak siapa yang menjadi pusat perhatian, tetap saja ia tak habis pikir dengan reaksi anak-anak lain yang lebih heboh dari biasanya.

Naruto masih menolak untuk melepas tatapannya dari Sasuke sebelum mendapatkan jawaban yang memuaskan. Sasuke sendiri tampak serbasalah, tak tahu harus menjawab apa.

"Naruto? Ada masalah apa?" Orochimaru Sensei menanyakan apa yang sedang terjadi, Sensei beriris seperti ular itu tidak mau pelajarannya berubah menjadi sebuah drama remaja yang sering ia lihat di TV.

Sasuke bisa melihat Orochimaru Sensei yang sedang berjalan ke arah mereka, Kemudian Sasuke kembali melirik Naruto yang masih menatapnya keras kepala.

"Baiklah.." gumam Sasuke akhirnya.

Naruto memicing. "Baiklah apa?"
Sasuke balas menatap Naruto intens.
"Baiklah.. Kita akan pulang bersama nanti"

Wajah Naruto berubah cerah segera setelah mendengar jawaban Sasuke. Saat Orochimaru Sensei sampai ke sampingnya, ia sudah berbalik dan duduk manis di bangku. Orochimaru Sensei menatap heran Naruto yang tersenyum-senyum, lalu beralih kepada Sasuke yang sebaliknya, berwajah masam. Sementara itu, semua anak mulai duduk di bangku masing-masing walaupun masih berbisik-bisik seru.

Orochimaru Sensei menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan murid-muridnya itu, lalu kembali ke depan kelas sambil menyesali keputusannya. Harusnya, ia tidak menyatukan dua anak itu dalam kelompok Biologi.

Dua anak itu terlalu berbeda untuk disatukan.
.
.
.
.
.

"Kiba!"

Naruto melambaikan tangan begitu melihat Kiba keluar dari koridor kantin bersama Sasuke yang membawa keranjang roti. Kiba tampak senang melihat Naruto dan Shikamaru, tetapi Sasuke sebaliknya. Setelah kejadian di kelas tadi pagi, ia jadi bahan pembicaraan anak-anak satu sekolah. Semua orang membicarakannya, termasuk anak-anak di perpustakaan yang biasanya tidak pernah ter-update gosip.

"Ayo, Kita pulang bersama, Kita naik mobilku saja"

Kiba melirik Shikamaru yang sedang menatapnya, lalu segera mengalihkan pandangan.

"Apa tidak apa-apa nii-san?"

"Tidak-apa" jawab Naruto dan Shikamaru langsung, tanpa tahu pertanyaan itu ditunjukkan untuk Sasuke
Kiba melirik Sasuke. "Sasuke-nii?"

"Aku mau membeli buku dulu." Ucap Sasuke

"Membeli buku?" ulang Naruto. "Di mana?"

"Berlawanan arah dengan arah kalian pulang "tandas Sasuke.

"Lebih baik, kalian pulang terlebih dahulu.." Sasuke kemudian menyerahkan keranjang roti kepada Kiba, lalu mulai melangkah pergi. Naruto segera menatap Shikamaru.

"Shika.. aku ikut Sasuke beli buku ya...Kau mengantar Kiba pulang terlebih dahulu saja"

Tanpa pikir panjang, Shikamaru segera menolak permintaan Naruto.

"Tidak bisa Naru"
"Naik taksi, kok!" seru Naruto keras kepala, "Aku janji tidak akan lama"
Shikamaru lantas menatap Sasuke dari ujung kepala hingga ujung kaki, seolah
menilai. Detik berikutnya Shikamaru kembali menggeleng. "Tidak bisa"

"Shika, please..." Naruto memohon. "Sekali ini saja..." Rengek Naruto lagi.

Shikamaru menghela napas, otak dan hatinya berperang habis habisan. Naruto sepertinya sangat ingin pergi bersama Sasuke. Namun, Sasuke sepertinya tidak bisa menjaga Naruto. Anak laki-laki itu terlalu cuek untuk melakukannya.

"Hn! Aku tidak perlu diikutkan dipembicaraan kalian, aku hanya ingin membeli buku dan kenapa kalian yang harus mengambil keputusan "

Naruto segera menoleh kearah Sasuke, tanpa sadar Naruto memicingkan matanya dan mempoutkan bibirnya didepan Sasuke kemudian berujar.

"Kau sudah berjanji untuk pulang bersama Sasuke..!!"

"Ya, itu..." Sasuke langsung mati kutu

"Ayolah Shika.. Nanti kau tunggu aku diapartemen Sasuke saja, nanti jika ada apa-apa, aku akan langsung meneleponmu... Janji"

Sasuke mendengus, lagi-lagi merasa harus menuruti titah 'tuan muda'. Sementara itu, sang pangeran masih terus menatapnya dengan penuh penilaian.

"Oke."
Shikamaru akhirnya menyanggupi, kemudian menatap Sasuke tajam.

Sasuke memutar bola mata begitu Naruto bersorak girang. Terlalu malas untuk menanggapi, Sasuke membalik badan dan mulai melangkah. Naruto melambai kepada Shikamaru dan Kiba, lalu segera mengekori Sasuke.

Shikamaru menatap khawatir punggung Sasuke dan Naruto. Entah apa yang membuatnya menyanggupi permintaan Naruto yang penuh risiko itu. Sasuke adalah orang baru, dan ia sama sekali tidak tahu bagaimana cara menjaga Naruto. Namun, membiarkan Naruto stress karena permintaannya tidak dituruti juga bukan pilihan. Terakhir kali itu terjadi,
Naruto jatuh sakit selama berminggu-minggu. Jadi sekarang, Shikamaru hanya harus memercayai Sasuke.

Shikamaru menghela napas, lalu mendadak menyadari kalau Kiba ada di sampingnya, menatapnya bingung. Shikamaru buru-buru meraih keranjang di tangan Kiba.

"Ayo?" ajaknya, lalu mulai melangkah dengan kepala penuh kekhawatiran memkirkan Naruto. Sementara itu, Kiba mengikutinya dalam diam, sama-sama sibuk berpikir. Jika Shikamaru terlihat begitu berat melepaskan Naruto untuk bersama Niisannya, mengapa ia tetap melakukannya?
Namun, Kiba berusaha tidak memikirkannya lebih lanjut. Apa pun masalahnya, itu bukan urusannya. Yang ia harus lakukan sekarang adalah, berusaha tenang ketika dia satu mobil dengan Shikamaru tanpa membiarkan dirinya sendiri lepas kendali.

Pangeran itu tidak boleh tahu perasaannya.

*****

"Ini... toko bukunya?"

Naruto turun dari taksi dan mengikuti Sasuke dengan penuh ketakjuban. Saat Sasuke mengatakan hendak membeli buku, Naruto berpikir tentang sebuah toko buku di tengah kota yang luas dan bertingkat, bukannya lapak kecil yang menjual buku bekas di samping Stasiun Kota Konoha seperti ini.

"Ini namanya Pasar Bekas, Disini banyak dijual buku-buku lama" jelas Sasuke sambil melangkah masuk ke salah satu lapak,sambil mengamati buku-buku yang terpajang disana.

Naruto mengangguk-angguk sambil menatap tumpukan komik bekas yang menggunung. Kalau Shikamaru ikut ke sini, mungkin ia bisa bersin-bersin sampai dua hari. Takut akan kemungkinan itu, Naruto mundur teratur dan memperhatikan Sasuke dari luar lapak.

Sasuke sendiri sudah tidak peduli lagi kepada Naruto dan tenggelam di dalam lautan buku, mencari buku yang tengah diincarnya. Ia penasaran pada sejarah Kaisar jepang, jadi ia mencari buku-buku terbitan lama mengenai pemerintahan zaman tersebut.

Selama hampir lima belas menit, Naruto menunggu Sasuke di luar lapak sambil memperhatikan sekitar. Ia sibuk mengamati para pedagang buku, penjual tas, penjual makanan, Banyak orang hilir mudik disini.

"Jadi, rupanya seperti ini orang-orang miskin berusaha?" Batin Naruto dalam hati.

Sasuke menoleh kebelakang untuk memastikan Naruto masih disana, Naruto tampak menonjol diantara semua orang yang hilir mudik disini. Seperti berlian yang ada ditengah..lumpur..?

Setelah menunjukkan buku lusuh yang ditemukannya pada si penjual. Sasuke segera membayar buku yang dia beli. Setelah itu, Sasuke melangkah ke luar toko dan menarik tangan Naruto pergi dari situ.

Naruto patuh mengikuti Sasuke menuju jalanan yang lebih besar. Terik matahari menyengat kulitnya hingga kepalanya terasa sedikit pening. Shikamaru pasti akan memarahinya.

"Sudah beli bukunya? Ayo, panggil taksi yang lewat Sasuke"

Walaupun enggan, Sasuke mengikuti perintah Naruto untuk memanggil taksi, Tidak lama kemudian mereka berdua sudah masuk kedalam taksi yang sejuk. Seumur hidup, Sasuke hanya pernah naik taksi dua kali. Sekali saat ia dan Naruto tadi ke sini, sekali lagi terjadi tiga tahun lalu, saat ia dan Kiba harus ke rumah sakit bagitu mendengar kabar kedua orangtua mereka mengalami kecelakaan.

Taksi ini membawanya kepada kenangan yang tidak ingin diingatnya. Ia masih ingat dengan bagaimana perasaannya saat itu : setengah mati berharap kedua orangtuanya setidaknya masih hidup, namun di sisi lain, entah bagaimana ketika sampai di rumah sakit apa yang dia dapat justru informasi jika orangtua mereka sudah tiada. Saat itu, tak satupun dari Sasuke dan Kiba yang membuka mulut, dan itu adalah tiga puluh menit terpanjang dalam hidup mereka.

Sasuke memejamkan mata, berusaha mengusir kenangan itu dari benaknya. Karena setelah itu, kenangan lain yang lebih pahit akan muncul, saat ia bertemu dengan si penabrak, yang menawarkan sejumlah uang untuk menebus dosanya. Orang yang sampai kapan pun tak akan bisa Sasuke lupakan, Orang yang sudah membuat Sasuke membenci mereka yang berpikir uang bisa membeli segalanya.

Tanpa sadar, geraham Sasuke sudah merapat, tangannya pun terkepal keras. Naik taksi ini mengingatkannya pada banyak hal. Seharusnya, ia tidak menuruti Naruto dan Bus umum seperti biasa. Sebagai laki-laki, harusnya ia punya pendirian.

"Kamu kenapa Sasuke?"

Suara Naruto yang lembut membuyarkan lamunan. Sasuke menoleh, lalu mendapati mata bulat Naruto hanya berjarak tiga puluh senti dari matanya. Sasuke segera mengalihkan pandangan, dan tepat pada saat itulah, ia melihat angka pada argo taksi.

"Hn?" gumam Sasuke sambil mencondongkan tubuhnya untuk melihat lebih jelas. Namun, argo itu memang menunjukkan angka yang tidak masuk akal.

Sasuke lantas mengedarkan pandangan ke sekeliling dan terperangah.

"Kita di mana ini?"

Mereka memang sedang berada di daerah yang tidak dikenal Sasuke. Sasuke segera menoleh kepada Naruto, tetapi anak laki-laki itu mengedikkan bahu, sepertinya tidak tahu-menahu. Sasuke mendecak, lalu menghela napas. Sopir taksi ini rupanya sedang menipu dengan membawa mereka berkeliling.

Sasuke menepuk pundak sang sopir.
"Jii-san berhenti disini..!"

Walaupun tampak enggan, sang sopir akhirnya menghentikan taksi di sisi Danau Hochio.
Kemudian Sasuke membayarnya dan segera keluar diikuti Naruto yang masih tampak bingung.

"Sasuke, ini di mana?" tanya Naruto bingung "Rumahmu di dekat sini?"

"Masih jauh." Sasuke menjawabnya datar

Naruto mengalihkan pandangan dari danau yang berwarna kehijauan itu untuk menatap Sasuke. "Masih jauh? Terus kenapa turun disini"

Sasuke terdiam sebentar, kemudian ada bus yang lewat didepannya, dengan segera Sasuke menghentikan bus dan meminta Naruto untuk naik.
Naruto menatap bus didepannya dengan ragu. Seumur hidup dia tidak pernah menaiki kendaraan umum seperti ini, Naruto tidak membayangkan bagaimana ekspresi Shikamaru dan kedua orang tua nya jika mengetahui hal ini.

"Naik atau Tidak?" tanya Sasuke lagi.

Naruto menatap ragu bus itu, lalu akhirnya mengangguk pelan dan masuk ke dalam bus yang sudah berisi beberapa orang.

Tap

Tap

Tap

Semua orang yang berada dalam bus tersebut segera menatap Naruto takjub, terpesona oleh segala fitur yang dimiliki oleh Naruto.

Sasuke duduk di depan Naruto, otaknya sibuk memikirkan bus mana yang harus diambil setelah ini. dia jarang ke distrik sini, jadi dia harus memikirkan bagaimana cara mereka pulang.

Sasuke masih terus berpikir saat tak sengaja mendapati Naruto sedang asyik memperhatikan orang-orang di dalam bus dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mungkin ia sedang takjub melihat orang-orang 'miskin' tersebut, tanpa menyadari kalau perbuatannya itu tidak sopan. Bisa-bisa, Naruto dianggap sedang merendahkan mereka.

Sasuke memandang sekitar dan melihat empat laki-laki dengan umur berbeda-beda sedang balas menatap Naruto, tampak sama sekali tidak keberatan. Salah satu di antaranya, yang juga mengenakan seragam Senior High School, malah sedang menggeser duduknya mendekati Naruto. Sasuke mengira Naruto akan menggeser duduknya menjauh, tetapi anak itu tidak bergerak sesenti pun dan malah menatap anak laki-laki tadi balik.

Sebelum anak laki-laki tadi sempat menempel kepada Naruto, Sasuke bangkit dan pindah duduk di samping Naruto, menyelip di antara mereka. Naruto menatap Sasuke bingung, sementara Sasuke sebisa mungkin menatap ke arah lain. Dalam hati, ia merasa sedikit bersalah membiarkan seorang tuan muda seperti Naruto naik kendaraan seperti ini.

Sepanjang sisa perjalanan, Sasuke dapat dengan bebas memperhatikan Naruto yang tampak tertarik pada apa pun yang ia lihat. Sebenarnya, Sasuke ingin menjawab pedas setiap pertanyaan bodoh yang diajukan pemuda manis disampingnya ini, tetapi harum shampo yang masuk ke paru-paru dan sepasang mata Shapphire yang membius itu selalu mencegahnya dan malah membuatnya mabuk kepayang.

Sekarang, Sasuke sudah menghentikan bus dan melompat ke luar. Ia menghirup udara segar banyak-banyak, berusaha melepaskan diri dari pengaruh wewangian tadi.

Naruto sendiri sedang menunduk melihat tangga keluar bus. Tangannya refleks terulur, meminta untuk dipegang. Sekilas, Sasuke melihat titik menghitam pada punggung tangan itu. Mungkin, pemuda ini terantuk sesuatu.

Sasuke menatap Naruto datar. "Apa perlu dengan menggelar red carpet juga..?" Tanya Sasuke sarkastik.

Walau demikian, Sasuke tetap menyambut jemari kurus milik Naruto dan membawanya turun. Saat melakukannya, Sasuke menyadari bahwa tangan pemuda itu terasa rapuh. Rambut pirangnya yang halus pun sudah mulai basah oleh keringat. Mendadak, Sasuke teringat kepada Shikamaru. Anak laki-laki itu mungkin akan histeris kalau melihat Naruto seperti ini.

Tiba-tiba, Naruto mengangkat kepala, senyum tersungging di bibirnya.

"Apartemenmu dimana Sasuke?"

Sasuke segera tersadar dan melepas pegangannya. "Masih jauh," lalu mulai melangkah menuju sebuah gang sempit tak jauh dari jalan utama.

Selama beberapa saat, Sasuke menyangka Naruto masih ada tepat di belakangnya. Saat tak mendegar apa pun, Sasuke menoleh, dan melongo begitu mendapati Naruto berada lima meter di belakangnya, tampak kepayahan.

"Hn! yang bener aja..." gumam Sasuke, Baru saja mereka berjalan anak laki-laki itu sudah tampak kelelahan?

Sambil menghela napas, Sasuke menghampiri Naruto. Anak laki-laki itu tampak sudah kacau. Wajahnya semerah udang rebus dan keringat sudah membanjiri wajahnya. Mau tidak mau, Sasuke merasa kasihan. Tetapi, bukan berarti ia harus menggendong Naruto, bukan?

"Gomen" kata Naruto dengan nafas yang terengah-engah
"Bisakah jalannya lebih pelan?"

Mata Sasuke menyipit. "Kau tidak biasa jalan jauh seperti ini..?"
Naruto menggeleng. "Tidak sejauh ini."

Sebenarnya, Sasuke tergoda untuk mengatakan bahwa perjalanan ini belum seberapa, tetapi ia memilih diam.

Pemuda itu tampak benar-benar kelelahan juga kepanasan. Sasuke menghela napas, lalu membuka ransel dan mengeluarkan jaket. Setelah menatap ragu selama beberapa saat, Sasuke kemudian memakaikan jaket itu di atas kepala Naruto.

Sejenak, Naruto terpaku. Ia tak menyangka Sasuke akan meminjamkan jaket untuk melindunginya dari terik matahari.

"Kenapa? Kamu tidak suka dengan jaket orang miskin..?" Sindiran Sasuke menyadarkan Naruto. Naruto kemudian segera menggeleng.

"Tidak. Aku suka kok"

Kaget dengan jawaban Naruto, Sasuke kemudian langsung membuang muka. "Dobe kau jalan didepan sana... Aku akan berjalan di belakang."

"Tidak apa-apa Sasuke. Kau didepan saja Aku jalannya memang lambat."

"Tidak apa-apa, Selambat apa pun kau berjalan,Akan aku ikuti"
Ucap Sasuke lebih karena dia tidak ingin menggendong Naruto.

Alih-alih mulai berjalan, Naruto malah menatap Sasuke lekat, seperti ingin menangis. Sasuke balas menatapnya bingung, dan saat ia baru mau bertanya, Naruto membalik badan dan mulai berjalan lagi. Dari belakang, Sasuke hanya bisa memperhatikan jalannya yang setara kecepatan kura-kura. Sasuke harus menunggunya dua meter untuk mulai melangkah.

Benar-benar seorang tuan muda.
.
.
.
.

Shikamaru menatap cemas jam tangannya. Ia sudah sampai ke rumah Sasuke semenjak satu jam lalu, tetapi Naruto dan Sasuke belum juga terlihat. Shikamaru mengeluarkan ponsel dan menekan tombol satu. Telepon tersambung ke ponsel Naruto, tetapi hanya terdengar nada dering, telepon tidak diangkat.

Shikamaru kembali menatap ke luar pintu. Matahari sedang bersinar terik-teriknya. Tadi, ia tidak membekali Naruto payung. Apa Naruto akan baik-baik saja? Apa Sasuke menjaganya? Shikamaru merasa menyesal sudah membiarkan Naruto pergi bersama Sasuke.

"Jika sebegitu khawatirnya, kenapa tadi senpai membiarkan Naruto senpai pergi bersamak Sasuke-nii..?"

Suara Kiba menyadarkan Shikamaru. Anak laki-laki itu sudah berdiri di hadapannya dengan secangkir minuman hangat dengan asap yang masih mengepul.

"Naruto bisa terus merajuk apabila permintaannya tidak dipenuhi " Kiba menatap Shikamaru, lalu mengangguk-angguk pelan walaupun sebenarnya tidak begitu mengerti. Ia meletakkan cangkir yang dibawanya ke meja depan Shikamaru.

"Orangtua kalian dimana? Bekerja?" tanya Shikamaru memecah keheningan

"Sudah Tidak ada," jawab Kiba. "Meninggal karena kecelakaan tiga tahun lalu."

Shikamaru mengerjap. "Gomen, aku..."

"Tidak apa-apa senpai, kami sudah terbiasa" Kiba menggeleng,angkit.
"Mmm Ano.. Aku akan memasak untuk makan siang sebentar lagi, senpai duduk saja disini"

"Masak?" Shikamaru menggumam, Karena rasa penasaran, Shikamaru pun bangkit dan melangkah semakin jauh ke dalam apartemen. Di belakang lemari panjang, terdapat sebuah dapur kecil. Di sana, Kiba tampak sedang sibuk.

Dalam diam, Shikamaru memperhatikan Kiba yang sedang mengeluarkan sayur mayur dari lemari es. Anak laki-laki itu lalu mencucinya di bak cuci.

"Kau bisa memasak?" tanya Shikamaru,mengagetkan Kiba yang sedang sibuk mencuci sayur.

Kiba menoleh, kaget setengah mati melihat Shikamaru bersandar di dinding dapur sambil manatapnya. Tadi Kiba memutuskan untuk masuk karena tak ingin berlama-lama mengobrol dengan anak laki-laki itu. Tapi kenapa senpainya malah mengikutinya ke sini?

"Bisa," jawab Kiba berusaha tidak memedulikan keberadaan makhluk terindah yang pernah menempel di tembok apartemennya.

Shikamaru sendiri mengangguk-angguk takjub, tak menyangka. Ibunya sendiri tak pernah memasak. Shikamaru malah tak ingat pernah melihat beliau di dapur. Itulah sebabnya, melihat punggung seseorang yang benar-benar memasak seperti ini adalah pengalaman baru baginya. Rasanya, entah mengapa menyenangkan.

Shikamaru masih asyik memperhatikan punggung Kiba saat anak laki-laki itu meraih pisau panjang dari rak piring. Mata Shikamaru segera melebar saat melihat Kiba menggunakannya untuk memotong Sayur.

"Kamu... bisa memasak sendiri?" tanya Shikamaru lagi.

"Iya. Semenjak Kaa-san tidak ada, akulah yang memasak. Sasuke-nii sama-sekali tidak bisa memasak jadi mau tidak mau akulah yang harus menggantikan tudas Kaa-san"

"Kau tidak takut?" tanya Shikamaru lagi, untuk menatapnya bingung.

Kiba tertawa renyah. "Memegang pisau..? Itu sudah kegiatan sehari-hari.. Senpai tidak perlu mengkhawatirkan keahlian ku dalam memotong"

Shikamaru mengangguk-angguk, tetapi matanya masih tertancap pada pisau yang berkilat tajam. Selama ini, ia tidak pernah melihat anak seusia Kiba yang sudah memasak. Jadi, pemandangan ini terasa menarik .

Walaupun Kiba memotong Sayur itu dengan cekatan, perasaan asing menelusup ke hati Shikamaru. Untuk yang pertama kali dalam hidupnya, Shikamaru merasakan dorongan kuat untuk melindungi seseorang selain Naruto.

Selama beberapa saat, Kiba menatap Shikamaru nanar. Saat pertama kali melihatnya di sekolah, Kiba memang segera mengagumi sosok Shikamaru yang tampan dan berkharisma. Ia pun cukup senang hanya dengan memandangnya dari jauh.

Harusnya, ia merasa senang karena Shikamaru sekarang ada di sini, di apartemennya yang mungil. Tetapi, kata-kata Shikamaru barusan membuatnya menyadari sesuatu. Seperti pangeran dalam dongeng, Shikamaru terlalu indah untuk menjadi kenyataan. Dan, walaupun Shikamaru nyata, rasanya justru menyakitkan karena ia terlalu tinggi untuk digapai.

Shikamaru dan Kiba masih saling tatap saat terdengar suara-suara dari depan. Otak Shikamaru langsung mengirim sinyal bahwa itu adalah Naruto, jadi ia segera berderap ke ruang tamu. Namun, Naruto tidak tampak di mana pun.

"Naruto mana?" tanya Shikamaru kepada Sasuke langsung.

Sasuke menatap Shikamaru tak suka, lalu mengedikkan dagu ke luar.

"Jalannya sangat lambat..!!"

Mata Shikamaru melebar, tak percaya. "Jalan..?? Naruto jalan kaki..??"

Sasuke baru mau mengangguk saat Shikamaru berderap ke arah pintu, menabraknya, lalu berlari ke luar. Begitu melihat Naruto tertatih di koridor apartemen, jantung Shikamaru terasa mencelos.

"Naruto!" Shikamaru berlari ke arah Naruto. "Kamu tidak apa-apa?"

Naruto segera menggeleng, senyum tersungging dibibir merahnya.

"Sangat seru Shika. Tadi waktu di bus ada anak keci-"

"BUSS???" seru Shikamaru memotong kata-kata Naruto tadi, Detik berikutnya Shikamaru memandang Sasuke tajam yang masih berdiri didepan pintu apartemen memandang keduanya.

"Tadi sopir taksi itu berniat buruk, Dia sengaja untuk memutar-mutar jalan agar argo taxi tinggi. Jadi daripada membuang uang percu-"

"Aku Tidak akan pernah membiarkan kau pergi dengan Naruto lagi.." geram Shikamaru

"Kau tidak memegang janji Sasuke... Kau bukan laki-laki..!!"

Sasuke balas menatap Shikamaru tajam. "Cuma gara-gara supir taxi penipu, kau bilang aku bukan laki-laki?"

"Kau pikir masalahnya itu.? Jika terjadi sesuatu pada Naruto apa bisa kau bertanggung tawab?"

"Baru kali ini ada orang kaya yang terlalu berlebihan seperti kalian berdua." Sasuke menggeleng tak habis pikir.

"Kenapa kau harus menjaga Naruto layaknya seorang 'Hime' saja... Dia itu laki-laki biarkan dia menjaga dirinya sendiri"

"Apa harus ada alasan untuk menjaga seseorang" Penyataan Shikamaru membuat Sasuke terdiam.

Jika saat ini Naruto tidak tampak benar-benar kelelahan, Shikamaru mau saja meneruskan debat dengan Sasuke. Namun, prioritas Shikamaru kali ini adalah Naruto. Ia harus membawa Naruto pergi dari sini. Shikamaru melangkah masuk ke apartemen - memastikan ia kembali menabrak Sasuke- dan menyambar ransel beserta kunci mobil. Sekilas, pandangannya bertemu dengan Kiba yang tampak bingung.

"Ayo, Naru kita pulang." Shikamaru segera merangkul bahu Naruto dan bertanya sekali lagi. "Masih sanggup jalan..?"

Masih tidak terbiasa dengan segala perlakuan Shikamaru kepada Naruto, Sasuke segera memutar bola mata. Shikamaru memandu Naruto masuk ke dalam mobil, lalu membukakan pintu untuknya. Sebelum masuk, Naruto menoleh kepada Sasuke.

Tanpa sadar, Sasuke menegakkan punggung, seolah dengan demikian ia bisa melihat ekspresi Naruto lebih jelas, melewati pagar tumbuhan yang hanya sebatas lutut.

"Terima Kasih untuk hari ini. Sampai ketemu besok disekolah."

Sambil melambai, Naruto masuk ke mobil. Sasuke sendiri hanya termangu, tidak tahu bagian mana yang membuat Naruto merasa harus berterima kasih kepadanya. Di belakangnya, Kiba menatap ke satu arah. Shikamaru sekarang sudah masuk ke dalam mobil tanpa sekali pun menoleh lagi.

Saat mobil putih itu menghilang, Sasuke membalik badan dan menatap Kiba yang masih terpaku.

"Kenapa?" tanya Sasuke bingung dan sementara Kiba langsung berjalan kembali menuju dapur.

Berusaha untuk menghilangkan bayangan Shikamaru yang panik saat melihat Naruto, Kiba meraih pisau untuk lanjut memasak.
Alih-alih melupakan, sekarang Kiba justru kembali teringat kata-kata Shikamaru tadi.

"Mau masak apa?"
"Kare" jawab Kiba tanpa semangat.

Sasuke mengangguk-angguk, lalu melangkah ke kamar, bermaksud untuk mengganti baju.

"Sasuke-nii..?" Kiba tiba-tiba memanggil, membuat langkah Sasuke terhenti. Kiba menatap kakak laki-lakinya itu.
"Hari yang aneh"

Sasuke balas menatap Kiba, lalu mengangguk dan masuk ke kamar. Hari ini, memang benar-benar aneh. Tak pernah sekalipun dalam hidupnya, ia bermimpi untuk melihat seorang Naruto di dalam Bus umum dan berjalan di lingkungan apartemennya yang kumuh.

Mau tidak mau, Sasuke juga mengingat Shikamaru yang tadi memarahinya karena membiarkan Naruto melakukan semua itu. Tidak seperti Kiba, Naruto memang tampak rapuh. Namun, apa perlu Shikamaru melindunginya sampai seperti itu?

Sasuke menjatuhkan diri pada kasur kapuk, lalu mengeluarkan buku yang tadi ia beli, memutuskan untuk tidak mau tahu lagi pada dua anak orang kaya itu. Mereka bisa berpikir semau mereka. Sasuke tidak punya waktu untuk membuat mereka sadar bahwa ada kehidupan lain di luar sana yang mereka tidak tahu. Saat ini, Sasuke hanya harus fokus pada pendidikannya, membuktikan diri dengan prestasi, bukan omongan.

Dan, ia serius.

*****

Naruto menatap langit-langit kamarnya yang berkilauan seperti bintang di langit.
Benaknya masih bermain-main di kenangan tadi siang, saat ia pulang bersama Sasuke. Selama tujuh belas tahun hidupnya, baru kali itu ia berjalan di tepi danau, naik bus, dan melihat anak kecil bersuara indah yang menjadi pengamen. Sebelumnya, ia tidak pernah menyadari itu semua. Selama ini ia hanya sibuk bermain game atau tidur di perjalanan pulang dan pergi sekolah, tanpa menyadari apa yang terjadi di sekitarnya. Kejadian tadi siang sudah membuka matanya.

"Selambat apa pun kau berjalan, aku akan mengikutimu"

Senyum Naruto mengembang saat mengingat kata-kata Sasuke. Bagi orang lain, mungkin kata-kata itu tidak ada artinya. Namun bagi Naruto, kata-kata itu sangat berarti. Begitu berarti hingga ia nyaris menangis saat mendengarnya tadi.

Saking asyiknya melamun, Naruto sama sekali tidak merasakan dinginnya kantong es yang menusuk kedua lututnya. Ia pun tidak sadar jika Shikamaru berada di sampingnya, menatapnya cemas, dalam hati mengumpat dirinya sendiri yang membiarkan Naruto pulang bersama Sasuke.

Dari kejadian hari ini, Shikamaru jadi tahu, Sasuke tidak bisa dipercaya. Anak laki-laki itu membiarkan Naruto naik bus yang sering ugal-ugalan, belum lagi membiarkan Naruto bejalan jauh di bawah sengatan matahari.

Tangan Shikamaru terkepal keras. Selama tujuh belas tahun hidupnya, ini adalah kesalahan paling fatal yang pernah ia lakukan. Walaupun Minato Jii-san tidak ada di sini untuk memarahinya dan hanya ada Kushina Obaa-san yang menatapnya sendu tetap saja Shikamaru merasa menyesal.
Mendengar nada kecewa dari suara pria itu jauh lebih membuatnya sakit hati daripada mendapat tamparan langsung di pipi.

"Shika"

Shikamaru tersadar saat mendengar suara Naruto. Anak laki-laki itu masih menatap langit-langit yang berkerlip indah dalam keremangan kamar. Minato dan Kushina menyewa desainer interior khusus untuk membuat langit-langit tersebut, lengkap dengan segala konstelasi yang ada.

"Jatuh cinta itu... seperti ini?"

Mata Shikamaru melebar saat mendengar pertanyaan Naruto. Bahkan, dalam keremangan seperti ini, Shikamaru bisa melihat rona merah di pipi Tan Naruto

Naruto menoleh karena Shikamaru yang tak kunjung menjawab. "mereka bilang Jatuh cinta itu seperti yang ada di film-film. Apakah seperti itu Shika...? Hanya dengan mengingatnya saja dapat membuat jantungku berdebar

Shikamaru menatap Naruto nanar. "Aku... Tidak tahu"

Shikamaru tidak berbohong-ia memang tidak tahu. Di film-film remaja Disney yang sering mereka tonton, tokohnya sering merasakan jatuh cinta. Shikamaru dan Naruto bahkan pernah mendiskusikan ini sebelumnya. Saat jatuh cinta, seseorang akan berdebar-debar, pipinya merona, dan tidak bisa melihat siapa pun selain orang yang ia sukai. Walaupun tahu gejalanya, mereka sama sekali tak pernah mengalaminya, sampai saat ini.

Naruto mengingat-ingat saat Sasuke meminjamkan jaket untuk melindunginya dari matahari. "Rasanya seperti... seperti kau Tidak butuh apa-apa lagi. Seperti, kau mememukan obat untuk segalanya. Dan... kamu berusaha untuk terlihat 'normal' dihadapannya"

Selama beberapa saat, Shikamaru tidak mengedip. Ia menatap Naruto lama, mencerna segala kata-katanya. Apa yang ia dan Minato serta Kushina khawatirkan saat Naruto meminta masuk sekolah formal sekarang terbukti. Naruto jatuh cinta.

Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan hal itu. Kata Minato, jatuh cinta adalah hal yang normal. Manusiawi. Namun, semenjak Naruto dan Shikamaru bertemu tujuh belas tahun lalu, mereka sudah terikat oleh sesuatu yang membuat mereka harus selalu bersama. Dan, itu bukan sesuatu yang bisa mereka tentukan sendiri.

Sekarang, setelah Naruto jatuh cinta pada orang lain selain dirinya, Shikamaru tidak tahu harus bagaimana. Daripada cemburu, Shikamaru lebih merasa kesal pada dirinya sendiri. Ia membiarkan orang lain menerobos masuk ke gelembung aman yang selama ini ia ciptakan untuk melindungi Naruto.

Itu kesalahannya.

To Be Continue

Continue Reading

You'll Also Like

9K 2.5K 46
BUKAN RECOMMENDED! NGGAK SERU, TAPI KALO NGEYEL PENGEN BACA SILAHKAN ( ╹▽╹ ) ▪▪▪▪ Pangeran Abimarga Pemuda jangkung berambut tebal orangnya. Si tampa...
72.3K 6.6K 17
Hilangnya Calon Pangeran pengantin Putri Sakura membuat Sasuke gelisah hingga mengkhawatiran hidupnya sendiri. Ia berusaha menguak misteri tersebut...
8.2K 804 16
Seorang ketua mafia yang dingin dan tidak tertarik memiliki pasangan, tiba-tiba jatuh cinta dengan siswa jurusan musik yang sedang makan sosis bakar...
75.5K 3.8K 19
Cast: JenLisa ChaeSoo 2Yeon SeulRene