KUPU KUPU JANTAN

By azmarko22

106K 2K 141

Kisah ini menceritakan pemuda 27 tahun Sofiyan Prawira. Anak lelaki satu satunya dari tiga bersaudara. Kedua... More

Az Marko Present's
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 6
Part 7
Part 8
Coming Soon
Coming Soon
Coming Soon

Part 5

6.2K 184 7
By azmarko22

Pagi ini sedan hitamku melaju dengan sangat cepat, ditemani istriku aku terus melajukan mobilku sampai terhenti tepat diparkiran Rumah Sakit Nur Asih. Sesampai didalam kedua kakaku bergantian menceritakan kondisi bapak. Dari semalam bapak belum sadarkan diri, matanya tertutup rapat. Selang pernafasan masih terpasang. Degup jantungnya tergambar jelas dilayar monitor disebalahnya. Ibu dan Kakaku sudah melihat keadaan bapak didalam. Pagi ini giliran aku dan istriku yang diizinkan masuk. Ya'Allah.. nafasku rasanya sesak sekali ketika kakiku akan melangkah masuk kedalam ruangan bapak. Istriku terus menuntun agar aku terus berdzikir, dengan pelan kubuka pintu ruangan dimana bapak dirawat. Dan disana, seorang lelaki yang rambutnya sudah memutih, seorang lelaki yang sangat berjasa dalam hidupku. Terbaring lemah, matanya tertutup rapat. Nafasnya dibantu dengan alat. Air mataku menetes melihat kondisi bapak. Suasana hening, yang terdengar hanya suara isak tangisku dan istriku serta sauara degub jantung bapak dilayar monitor.

Menurut dokter yang disampaikan lewat mbak yanti, Tekanan darah bapak naik, sehingga merusak pembuluh darah diotak. Bapak memang sudah lama mengidap hipertensi atau darah tinggi. Tapi selama ini, didepan anaknya bapak tak mau terlihat lemah. Bahkan jika hipertensinya kambuh, ia sering diam diam masuk kekamar, padahal aku tahu, itu ia lakukan hanya karena ia tak mau membuat khawatir anak-anaknya.

Aku dan istriku duduk disamping bapak, kucim keningnya. Kening yang sudah terlihat kriput. Wajahnya pucat, dingin. Tak ada sama sekali senyuman dari wajah bapak. Lalu kubacakan Surah Yassin disamping bapak disambung dengan Ayat Qursi sebanyak tujuh kali. Ketika membaca ayat ayat suci disamping bapak, aku benar benar tak bisa menahan air mataku agar tak menetes. Ya Allah.. jika bapak harus pergi secepat ini. Aku Ikhlas... Jangan kau biarkan dia dalam keadaan seperti ini.

**

Waktu mengajar dipondoku masih satu jam lagi, anak-anak didiku juga belum ada yang nampak satupun. Sepulang dari rumah sakit aku memang langsung menuju pondok. Ya.. biar bagaimanapun hari ini aku harus tetap mengajar, sementara fatma ia memilih tetap berada dirumah sakit menemani mbak yanti karena mbak sofi dan ibu sedang istirahat dirumah.

Aku masih duduk diteras pondok menulisku, angin menjelang sore ini begitu sejuk sekali. Daun daun kering yang berjatuhan pun tak mampu ia seret dengan terpaanya. Tapi angin itu mampu membuat ujung jilbab seorang wanita berterbangan namun tetap setia menutup aurat gadis remaja itu. Ia terus berjalan sampai terhenti dihadapanku dan langsung menyalamiku.

"Saya lebih suka lihat kamu memakai hijab el, kamu janji sama saya. Kamu jangan pernah meninggalkan hijab kamu lagi.."

"Makasih mas fiyan, elma janji. Elma akan terus berhijab"

Elma duduk disampingku, sementara pandanganku masih lurus kedepan entahlah apa yang aku lihat saat ini. Fikiranku saat ini tak teratur.

"Yang sabar ya mas. Elma tahu mas fiyan pasti sedih yah karena bapak mas dirawat dirumah sakit. Elma doakan semoga beliau cepat pulih yah"

"Amin... kamu kenapa awal sekali datangnya? "

"Sepertinya elma masih kalah datangnya oleh mas fiyan.."

"Bisa saja kamu.."

"Mas, makasih yah. Sebenarnya mas gak usah repot repot melunasi hutang bapak dan membantu biaya sekolah elma. Mas fiyan mau mempekerjan elma di pondok saja itu sudah menjadi suatu kebangaan.."

"Itu sudah tugas saya. Kamu ini murid saya. Kamu saudara se-agama. Wajib hukumnya saya bantu"

"Saudara seagama? Bagaimana jika diluar sana ada orang yang masalahnya lebih dari elma? Elma merasa gak pantas menerima kebaikan mas fiyan"

"Jangan bicara seperti itu, jika diluar sana banyak orang yang dilanda kesedihan dan masalah. Ya inilah hidup. Saya yakin diluar sana juga banyak orang-orang yang jauh lebih baik dari saya yang siap membantu orang-orang yang sedang kesusahan"

"Bagaimana jika pintu hati mereka tertutup, tidak sepeti mas fiyan?"

"Kita doakan, semoga dimuka bumi ini saudara muslim kita di segala penjuru dunia tergerak mata hatinya untuk membantu sesama"

**

Sore ini kegiatan belajar aku mulai dengan sebuah cerita, cerita yang dialami oleh saudara-saudara muslim kita ditanah palestina. Dan sepertinya, anak-anak didiku sangat menikmati dan sangat jeli mendengarkan aku yang sedang berbicara penderitaan anak -anak palestina. Ya terkadang, jika kita sedang mempunyai masalah kita selalu beranggapan Allah tak adil. Allah tak pernah sayang pada kita. Hingga kita lupa caranya untuk bersyukur. Sering kita menganggap Allah tak pernah mengabulkan doa-doa yang kita panjatkan. Benarkah itu? Lihatlah apa yang kita miliki. Kita masih bisa bernafas, Anggota tubuh kita Alhamdulllah masih berfungsi. Lihat apa yang kita miliki saat ini, bukankah itu salah satu bagian dari doa kita.? Sudahkah kita bersyukur. Jangan pernah melihat dari doa kita yang belum terkabul tapi lihat apa yang kita miliki? Bukankah itu salah satu nikmat Allah. Anak-anak didiku sekarang tengah duduk santai melihatku menceritakan derita anak-anak palestina. Tapi mereka tak tau betapa sakitnya penderitaan anak-anak yang aku ceritakan itu. Saat ini anak-anak didiku bisa bernafas tanpa rasa cemas, duduk tanpa berfikir akan ada bom yang meledak. Sementara disana. Mereka tidur, makan dan duduk saja tak tak tenang. Jika seandainya mereka memiliki satu hari saja tanpa ancaman, bagaimana dengan hari esok dan berikutnya? Sungguh tersiksanya sudara-saudara kita disana.

"Tapi kenapa media sangat jarang memberitakanya? Jika ada berita tentang palestina itu juga hanya musiman. Sedangkan kata mas fiyan, penderitaan mereka sampai sekarang masih terjadi?" seorang anak lelaki yang duduk paling depan bernama Aziz bertanya dengan sangat lantangnya.

"Ya betul. Penderitaan mereka masih terjadi sampai sekarang? Apa aziz mau kesana untuk membantu saudara-saudara kita?" kataku meledek aziz. Spontan anak-anak didiku yang lain langsung tertawa, apalagi melihat mimik anak lelaki berusia sepuluh tahun itu.

"Tidak ah mas, takut" katanya dengan polos sambil melipat kedua tanganya. Kali ini aku yang tertawa mendengar jawaban aziz.

"Jadi jawabanya kenapa media seperti menutup mata pada saudara saudara kita disana? Itu karena nilai agama kalah oleh nilai moderenisasi. Sangat miris bukan?"

"Nilai modernesisasi itu maksudnya apa mas?" kali ini elma yang duduk disampingku yang bertanya.

"Ya Nilai moderenisasi, atau perkembangan dunia. Elektronik, kemajuan suatu negara, style baru. Kekuasaan. Kisruh politik. Itu salah satu kecil contoh nilai moderenisasi. Kalian pasti ingat kejadian teror diparis beberapa waktu lalu? Lihatlah hampir seluruh dunia tertuju pada kota paris. Lalu apkah seluruh dunia pula tertuju pada palestina? Sedangkan jelas jelas derita palestina itu lebih miris dibangingkan incident diparis? Saya tidak yakin seluruh dunia tertuju pada Palestina, seperti ketika dunia mengalihkan pandanganya pada paris. Kalian tau apa sebabnya? Ya itu tadi, karena nilai moderenisasi. Saya yakin, permasalahanya bukan karena agama. Sama sekali bukan. Sekali lagi ini karena paris salah satu hiasan dunia? Apa yang dimaksud hiasana dunia itu? Tentu jika bicara soal paris tak luput dari menara Eiffel. Dan itu termasuk kedalam nilai moderenasisai, paris adalah salah satu negera yang paling minat dikunjungi oleh manusia dibumi ini. Dari seluruh umat agama berbondong bondong kesana. Kenapa? Karena keindahanya, karena kemajuan negaranya. Jadi wajar jika keindahan dunia itu mengalami incident lalu seluruh dunia tertuju pada paris. Lihatlah bagaimana nilai moderenisasi mengalahkan nilai agama?"

Anak didiku mengangguk ngangguk. Lalu tiba tiba Amar mengacungkan tangannya keatas mengisyaratkan ia ingin bertanya.

"Ia kenapa amar?"

"Maaf mas, amar mau nanya. Apa kisruh metromini yang terjadi dijakarta ada hubunganya dengan nilai agama atau nilai moderenisasi?" Aku tersentak mendengar pertanyaanya, anak-anak didiku kali ini tertawa oleh pertanyaan yang dilotarkan amar. Ya Bapaknya amar memang seorang sopir metromini dijakarta. Dia pernah cerita jika metromini yang biasa dikemudikan oleh bapaknya dilarang beroperasi karena menurut pemerintah tak layak pakai.

"Maksud amar gimana?"

"Ya. Maksud amar apa itu bisa dijadikan contoh? Kalau ya kan gak usah jauh-jauh keparis mas?"

"Oh Ya.. saya faham sekarang. Jadi sekarang kita ambil contoh lain yaitu metromini. Kebetulan beberapa waktu lalu ayahanda amar sedang kena musibah mengenai metromini yang dikemudikanya, kita doakan bersama semoga metromini ayahanda amar bisa kembali beroperasi seperti biasa. Dan mengenai metromini, tentu masih hangat dibenak kita tentang aksi mogok masal sopir metromini baru-baru ini. Itu menunjukan rasa solidaritas mereka terhadap kawan-kawanya yang tidak dizinkan beroperasi. Mungkin disini ada yang tahu kenapa pemerintah melarang metromini beroperasi?"

"Karena bus nya jelek.."

"Kotor.."

"Bau juga mas..."

"Sopirnya ugal ugalan"

Anak anak didiku nampaknya sangat bersemangat bergantian menyahuti pertanyaanku.

"Ya.. yang dikatakan kalian itu betul. Banyak busnya yang tidak layak, kotor, bau dan sopirnya yaitu tadi, sering kebut kebutan. Pertanyaanya apa hanya metromini yang seperti itu? Tidak. Banyak. Bus bus lain juga sebenarnya banyak yang serupa dengan metromini. Inilah dampak suatu kekuasaan. Dan jika sudah seperti ini, uang yang jadi masalah dan sebenarnya masih ada kaitanya dengan politik. Lalu apa bisa dikaitkan dengan nilai moderenisasi? Tentu bisa. Karena disini uang masih bisa bicara. Bayangkan saja misalnya ada kendaraan A dan B. Keduanya sama sama bau, kotor, sopirnya ugal-ugalan.Tidak layak pakai. Perbedaanya kendaraan A dilindungi pemerintah, kendaraan B tidak. Lalu apa hanya kendaraan B saja yang perlu dibenahi? Apa kendaraan B saja yang disalahkan? Padahal kesalahan kendaraan A juga sama dengan kendaraan B. Tentu tidak adil bukan, jika yang disalahkan hanya kendaraan B, sementara kendaraan A bisa bebas beroperasi hanya karena dilindungi pemerintah..."

Mereka mengangguk-ngangguk tak terkecuali amar. Tapi pandanganku teralih kebalik kaca jendela. Ya seorang anak laki laki kira-kira sepantaran amar tengah berdiri dibalik jendela sana menatapku dengan sangat tajam. Aku langsung keluar untuk menghampirinya, untunglah dia tak bergegas pergi. Anak itu memakai celana selutut dan kaos putih yang melebihi postur badanya.

"Hey.. kenapa kamu diluar?" aku berusaha menyapanya, wajahnya terlihat bingung. Tak lama kemudian elma keluar dan sudah berdiri disampingku.

"Fajar? Kamu fajar kan?" kata elma sambil menunjuknya, anak itu mengangguk. Elma berbisik ditelingaku, jika sebenarnya anak itu adalah tetangganya.

"Kamu ada perlu apa datang kemari?" elma kembali bertanya pada anak bermata sipit itu. Tapi anak itu masih tak mau bicara.

"Kamu? Mau ikut masuk kedalam. Belajar nulis bersama dengan yang lain?" kataku sambil menepuk pelan pundaknya. Anak itu mengangguk tapi masih tak mau bicara. Akhirnya kuajak anak lelaki bernama fajar itu masuk kedalam untuk bergabung dengan anak-anak yang lain. Dia memilih duduk paling belakang, dipojokan pula. Raut wajahnya seakan susah untuk tersenyum.

**

Elma sedang membereskan rak buku ketika semua anak-anak didiku baru saja beranjak dari pondok. Sementara aku sedang merapihkan pot bunga yang ada diteras.

"Sudah selesai mas, apa lagi yang elma kerjakan?" kata elma memberitahuku.

"Sudah.. kamu bisa pulang sekarang. Tapi saya mau bicara soal anak yang tadi"

"Fajar?"

"Ya Fajar.. Apa dia benar tetanggamu?"

"Ia benar, baru sebulan dia menetap dirumah yang ada disebelah el, Cuma anak itu aneh. Dia terlalu pendiam. Sehari harinya hanya dirumah tak mau bergaul dengan anak-anak lainya. Bukan Cuma dia, ibunya yang bernama Mey Liem juga seakan tak mau berbaur dengan tetangga. Dia hanya keluar rumah untuk berbelanja dan kemudian masuk kembali kerumahnya"

"Apa fajar sekolah?"

"Kurang tahu mas, tapi saya belum pernah liat dia mengenakan seragam sekolah"

"Dia nampaknya kesepian. Dan memaksakan diri untuk datang kemari"

"Maksud mas yan?"

"Tadi, ketika saya menyuruh yang lain menulis cerpen tentang anak-anak palestina. Dia malah menggambar. Saya rasa dia lebih berbakat menjadi seorang pelukis, bukan penulis"

"Anak itu memang aneh mas.."

"Untuk sementara kita biarakan fajar belajar menulis disini. Sepertinya dia butuh teman bicara. Saya minta tolong mulai sekarang kamu lebih perhatikan anak itu, kamu kan rumahnya bersebelahan. Sudah seharusnya kalian saling berbaur"

"Iya mas. Saya usahakan. Yasudah saya pamit mas. Assalamualaikum"

"Walaikumsalam.."

Beberapa menit kemudian elma sudah hilang dari pandanganku, aku masih duduk kursi teras pondok. Aku jadi teringat pada sorot mata yang menatapku ketika malam malam aku mengantarkan elma pulang. Ya sudah pasti itu fajar. Dia yang waktu itu diam diam melihatku dari balik jendela rumahnya.

**

Selepas magrib, aku langsung menuju rumah sakit untuk melihat keadaan bapak. Fatma masih setia disana sedari pagi bersama kedua kakaku dan ibu serta mas yono dan bang safir. Aku datang tepat disaat dokter baru saja keluar dari ruangan bapak. Dokter yang aku ketahui bernama dr.Rahman itu langsung menghampiri keluargaku yang sudah tak sabar mendengar ucapanya.

"Mohon maaf bu. Pak Hamid baru saja dipanggil oleh Allah swt. Saya dan dokter yang lain sudah berusaha semampu kami memberikan pelayanan yang terbaik untuk beliau, namun tetap pada akhirnya kita berserah pada kehendak Allah. Saya turut berduka cita sedalam dalamnya"

Aku yang berdiri beberapa langkah saja dari dr.Rahman yang sedang menyampaikan kabar itu pada keluargaku, seketika langsung mematung tanpa bicara. Kakiku seakan tak mampu lagi untuk melangkah mendengar ucapan dr. Rahman. Ibu langsung berteriak dan memanggil nama bapak kemudian masuk bersama mbak sofi kedalam ruangan bapak. Mbak yanti terisak dipelukan mas yono. Fatma melihat kearahku yang masih mematung, tak terasa air mataku menetes begitu saja seperti gerimis yang sama sekali tak diharapkan turun.

Fatma mulai menghampiriku, kemudian menangis dipelukanku. Tapi tubuhku seakan membatu. Nafasku terasa sesak. Air mataku masih menetes...

"Bapak mas......." suara fatma ditengah isak tangisnya yang masih memeluku.

**

Pagi ini harusnya matahari bersinar terang, tapi entah kenapa pagi ini langit seakan berduka atas kepergian bapaku. Orang-orang yang ikut menguburkan jenazah bapak, satu persatu mulai pergi dari pemakaman. Yang tersisa hanya aku, ibu, mbak sofi, mbak yanti, mas yono, bang safir, istriku dan mertuaku kyai fatwana yang tadi membacakan doa untuk bapak. Ibu seakan ingin masih berada dipemakaman walau jasad bapak sudah terkubur oleh tanah. Mbak yanti kembali membujuk ibu untuk segera pulang, karena sepertinya hujan benar benar akan turun. Tapi katanya ibu masih ingin menemani bapak. Aku mendekat kearah ibu, kurangkul pundaknya yang sudah rapuh itu. Ya Allah.. sehatkan ibuku.

"Bu.. pulang yah. Bener kata mbak yanti. Nanti dirumah juga kan ibu masih bisa doain bapak. Lagian liat tuh mendung. Sebentar lagi juga hujan, kalo ibu kehujanan terus sakit gimana? Ibu gak sayang sama fiyan, mbak yanti dan mbak sofi?" kataku berbisik ditelinga ibu. Ibu malah kembali menitikan air matanya, aku segera mengusap permata yang mengalir dari kelopak mata ibu.

"Ibu udah janji gak akan nangis lagi.. Ibu janji semalam sama fiyan kalo ibu sudah ikhlas?"

"Kalo ki..ta. Pulang. Nanti bapak kehujanan yan"

"Astagfirullah.. Istighfar bu. Jasad bapak memang sudah terkubur oleh tanah. Tapi fiyan yakin bapak sekarang jauh lebih tenang dan berada ditempat yang paling indah. Tugas kita sekarang hanyalah doakan bapak bu"

Akhirnya ibu mau diajak untuk pulang. Ibu ikut dengan mobilku. Duduk dikursi kedua bersama istriku. Sedang Kyai Fatwana duduk didepan disampingku. Tak lama kemudian hujan turus dengan derasnya seakan langit menumpahkan kesedihanya dipagi ini.

**

Selepas tahlil, Mbak sofi dan mbak yanti terus membujuk ibu agar nanti setelah tujuh hari kepergian bapak. Ibu mau tinggal bersama diantara kakak perempuanku itu.

"Kalo ibu gak mau tinggal sama mbak yanti. Sama sofi aja ya bu. Mau yah bu?" Mbak sofi belum menyerah.

"Rumah ini terlalu banyak kenangan.. Dari jaman kita susah, sampe anak-anak ibu berhasil dan kemudian menikah. Rumah ini ikut jadi saksinya.. jadi rasanya ibu gak bisa ninggalin rumah ini fi. Lagian siapa nanti yang urus rumah ini kalau ibu tinggal sama kamu"

"Loh.. rumah ini kan bisa ditinggali sofiyan bu?" kata mbak sofi kemudian melirik kearahku yang tengah duduk diatas karpet dan bersandar pada kursi. Fatma juga ikut melihat kearahku.

"Mbak sofi.. apa kita tidak terlalu cepat membicarakan tentang hal ini. Masalah itu, biarakan nanti kita bicarakan jika ibu sudah tenang" kataku pelan pada mbak sofi.

"Nah.. bener itu. Abang setuju sama kamu yan." Bang safir ikut mendukungku dibanding istrinya itu. Mbak sofi yang dari tadi membujuk ibu sepertinya sudah menyerah. Sementara ibu malam ini terlihat jauh lebih tenang dibanding semalam dan tadi pagi, saat ini aku bisa kembali menemukan senyuman ibu yang sudah beberapa hari ini hilang dari wajahnya.

"Ibu malam ini keliatan cantik, tapi sepertinya tadi waktu tahlil ibu pake jilbab cokelat kan? Kenapa sekarang warna putih?" mendengar ucapanku ibu tersipu malu, serontak kedua kakaku serta mas yono dan bang safir ikut ikutan melihat kearah ibu.

"Ohh ini.. ia ibu tadi nyobain jilbab ini bagus gak yan? Bahan jilbab ini itu dari kain yang pernah jadi penutup makam Rasulullah. Tidak sembarang orang yang mendapatkanya?" sahut ibu dengan bangganya.

"Loh terus ibu dapatkan dari mana?" mbak yanti langsung mendekat kearah ibu dan meraba-raba jilbab yang tengah dikenakan ibu itu.

"Ia ibu dapat dari mana?" aku tak kalah ikut penasaran

"Loh.. ini kan dari temen kamu yan? Tadi sebelum tahlilan kan dia datang Cuma untuk memberikan jilbab ini. Sayang dia gak bisa lama-lama, katanya dia ada urusan"

"Temen fiyan? Temen yang mana bu?" kataku semakin heran

"Nah justru itu.. ibu lupa tanyakan namanya tadi. Orangnya tinggi. Hidungnya sedikit mancung, rambutnya rintik" Mendengar ciri-ciri orang yang ibu maksud entah kenapa bayangan anwar kembali berkelebatan difikiranku.

"Kenapa orang itu memberikan jilbab sama ibu? Dan kenapa ibu menerimanya?"

"Yan.. ibu mau menerimanya karena katanya dia temen kamu. Katanya dia banyak berhutang budi sama kamu. Dan suatu kebangaan juga kan buat ibu memiliki jilbab ini"

"Ibu yakin gak tau namanya?"

"Ibu gak sempet nanyaiin namanya yan.."

**

"Orangnya tinggi. Hidungnya sedikit mancung, rambutnya rintik"

Aku masih kefikiran ucapan ibu. Ciri-ciri orang itu sangat mirip dengan sosok Anwar. Tapi benarkan orang itu anwar? Kenapa dia tak menemuiku? Dan apa maksudnya dia memberikan jilbab itu? Dan andaikan orang itu adalah anwar, tau darimana dia jika ibu sudah lama menginginkan jilbab itu. Seingatku dulu.. aku tak pernah mengajak anwar kerumah dan mengenalkan pada ibu.

"Mas....?"

Tiba-tiba fatma sudah berapa disampingku, entah sejak kapan dia ada disitu. Aku melirik kearahnya dan mengenggam tanganya.

"Sudah malam? Ayok tidur. Angin malam gak bagus mas"

"Ia sayang, mas baru saja mau masuk kok"

"Kamu ngelamunin apa?"

"Gak papa sayang, mas Cuma kefikiran siapa orang yang memberikan jilbab itu pada ibu"

"Kan tadi ibu sudah bilang, itu temen mas. Cuma kebetulan ibu tak tau namanya kan"

"Ia.. tapi untuk apa dia memberikan jilbab itu? Aku yakin jilbab itu harganya sangat mahal"

"Mungkin orang itu ingin memberikan hadiah untuk ibu? Sudahlah mas. Jangan terlalu difikirkan. Nanti juga kamu pasti tau siapa orang itu..."

"Ia yasudaah. Ayo kita masuk..."


Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 9.6K 22
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
492K 20.2K 36
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
30.6K 1.2K 12
Menceritakan kisah cinta antara 2 pria yang beda umur juga beda pemikiran . Faisal seorang pria tampan,pintar,dan berprestasi memiliki pekerjaan seba...
65.4K 2.2K 32
KISAH KU ( Gay, true love story ) Bila anda pecinta sejenis silhkan dibaca. Abaikan saja bila tidak suka menggambarkan kisah cinta seorang gay yang...