KUPU KUPU JANTAN

By azmarko22

106K 2K 141

Kisah ini menceritakan pemuda 27 tahun Sofiyan Prawira. Anak lelaki satu satunya dari tiga bersaudara. Kedua... More

Az Marko Present's
Part 1
Part 2
Part 3
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Coming Soon
Coming Soon
Coming Soon

Part 4

7.3K 190 14
By azmarko22


"Aisyah?"

"Sofiyan..."

Aku menghampri Cut Aisyah sahabat kecilku itu. Badanya kini makin besar saja. Sudah cukup lama aku tak melihatnya. Aku jadi ingat masa masa sekolah dan kuliah dulu yang selalu kuhabiskan bersama aisyah.

"Tumben.. ada apa?"

"Ia yan. Aku kangen udah lama gak main kepondok menulis kamu. Wah sekarang berjanggut nih ye. Mentang mentang jadi mantunya kyai. Udah kayak ustadz aja kamu sekarang yan"

"haha bisa aja kamu. Kamu sekarang makin gemuk aja"

"kamu kira kamu gak makin gemuk juga?"

"Haha berarti skor kita seimbang. Kamu sendirian?"

"Ia.. Mas Ridwan ada tugas keluar kota. Andi lagi ikut pelantikan pramuka disekolahnya. Dan sikecil Sheila lagi dirumah neneknya udah dua hari ini. Neneknya lagi kangen sama cucu katanya. Jadi dari pada dirumah aku kesepian dan gak ngapa ngapain mending aku kesini ketemu si kupu-kupu bujang.. eh maaf sekarang udah nikah ya jadinya kupu-kupu kawin dong ya"

"kamu tuh masih aja inget inget julukan itu. Ayok masuk"

Aisyah masuk kedalam pondok menulisku. Didalam anak anak sedang mengerjakan tugasnya, ya aku tengah memberi tugas mereka untuk membuat sebuah pantun. Aku tak mau mereka hanya pandai membuat cerpen, cerbung atau puisi. Tapi anak didiku harus serba bisa. Banyak mereka yang tak tahu jika pantun juga termasuk kedalam salah satu sastra. Menurutku membuat pantun letak kesulitanya cukup susah dibanding membuat cerpen atau puisi. Dalam pantun, imajinasi saja tak cukup tapi kemahiran logika juga sangat penting.

"Sekarang murid muridnya makin banyak ya yan? Apa kamu gak kewalahan. Coba mas Ridwan masih izinin aku ngajar disini kayak dulu"

"Sudahlah, Ingat perintah suami itu hukumnya wajib dituruti.Apalagi jika perintah itu bersifat positive demi kebaikan. Dulu kan andi belum punya adek. Sekarang aku yakin pasti kamu lebih repot karena harus ngurus andi, adeknya sama bapaknya. Ia kan?"

Aisyah tertawa..

"kamu itu gak berubah ya yan. Selalu bisa bikin aku ketawa"

"Ia kadang aku heran jika melihat kamu tertawa mendengar kata kataku, dimana letak lucunya"

"Yan..."

"Kenapa?"

"Sebenarnya aku kesini bukan Cuma mau ketemu kamu dan main kepondok saja. Tapi aku mau memberikan ini" Aisyah mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang ternyata adalah sebuah surat.

"Dua hari yang lalu anwar datang kerumahku. Dia menitipkan surat ini untuk kamu. Aku udah bilang kenapa dia gak memberikanya secara langsung sama kamu. Padahal jarak rumah kyai dan rumahku kan tak terlalu jauh. Tapi katanya dia buru buru"

Aku menerima surat itu. Dan memasukanya di saku celanaku.

"Anwar bilang apa saja?"

"Dia Cuma cerita kalau sudah sebulan ini dia kembali keindonesia"

"Ohh.."

"Apa kalian ada masalah? Yang aku tahu dulu kalian sangat dekat"

"Gak ada kok. Ia kamu betul syah, kami memang dulu sangat dekat tapi semenjak dia hilang gitu aja, aku sama dia lost kontak. Tapi syukur kalo sekarang dia sudah kembali ke indonesia. Kita bisa menyambung kembali tali silaturahim yang sempat terputus itu"

"Serius gak ada apa-apa yan?"

"Serius.."

"Syukur kalo begitu. Mereka lagi buat apa sih yan?"

"Aku suruh mereka buat pantun.."

"Ohh.. kalau sudah selesai aku boleh kan kasih yel yel penyemangat?. Kangen juga nih udah lama gak teriak teriak"

"Kenapa harus minta izin. Dulu Pondok menulis ini juga berdiri atas usul kamu kan? Pondok menulis ini juga milik kamu aisyah"

Aisyah merasa tersanjung dengan ucapanku, kemudian dia mendekat kearah anak-anak yang sepertinya sudah menyelesaikan tugas dariku.

**
Malam ini Fatma sedang mengajar ngaji anak-anak yang ada didesa. Tepatnya disalah satu masjid yang tak jauh dari rumah. Masjid yang dulu menjadi saksi bagaimana aku mengucap ijab qabul itu. Selepas magrib sampai waktu isya, Fatma memang rutin mengajar mengaji disana. Dia sebenarnya bukan pengejar tetap disana. Pengar yang sebenarnya adalah Mbak Tati, kakak kelas Fatma semasa sekolah dulu. Mbak tati tak sendiri dia ditemani Ustad Zhami aku cukup kenal dekat denganya.

Aku masih berdiri didepan rumah memandang langit yang malam ini dihiasi oleh banyak bintang. Udara malam ini begitu dingin, anginya mengalun pelan tapi dengan pasti mampu membuat tubuh manusia menggigil. Aku masuk kedalam kamar, lalu ku ambil sebuah amplop surat yang aku taruh diantara tumpukan baju dilemari. Ya.. Surat dari anwar yang dititipkan lewat aisyah. Sebenarnya apa maksudnya kembali hadir dihidupku. Apa aku salah dan terlalu kejam membencinya. Tidak. Aku tidak kejam, sebenarnya aku tak membencinya aku hanya berusaha menyingkirkanya dari bagian masa laluku. Dan surat ini, entah kenapa aku belum ada nyali untuk membacanya, tadinya ingin aku robek saja surat ini, tapi aku ingin membuktikan bahwa aku tidak kejam.

Dengan pelan, aku membuka isi surat ini. Dan mulai membacanya...

Untukmu..
Kupu-kupu Jantanku

Kemankah perginya kupu-kupu jantanku, walau sebenarnya akulah yang terbang mengitari bumi ini. Namun bukankah sayapnya adalah sayap cinta, kenapa ia tak terbang untuk mencariku. Kenapa aku yang nyaris hampir mati mencarinya..

Kadang lidah itu terlalu naif untuk mengakui sesuatu.Dari awal aku sadar aku begitu mengaguminya, sosoknya begitu indah dimataku ya dia sudah seperti mirip kupu kupu yang menjelma menjadi seorang lelaki.

Darinya aku mengerti banyak hal, tentang apa itu ketulusan, keikhlasan, bahkan kasih sayang. Semakin hari aku semakin terlena oleh paras indahnya kupu kupu itu. Dan akhirnya kupu kupu jantan itu bersandang dihatiku, ya aku berhasil mendapatkanya. Dan harus kuakui aku mencintainya.. walau keyakinan dan ucapan dibumi ini tak merestuinya sama sekali. Tapi bukankah ini cinta. Bodoh rasanya mereka jika memandang cinta ini salah hanya karena aku dan dia berjenis jantan.

Tapi kini hanya penyesalan yang selalu menemani setiap detiknya, bukan lagi kebahagian seperti dulu. Bukan lagi tawa tapi tangis. Semua terjadi hanya karena satu kesalahan. Aku pergi meninggalkanya, padahal aku pergi dengan masih membawa cintanya, kepercayaanya, kesetiaanya, dan tentu ikrar yang selalu aku bisikan ditelinganya.

Kini aku hanya bisa apa? Setelah aku kembali menemukanya. Dia beri aku kutukan yang maha kejam. Yaitu menginginkanku menjauh darinya, meninggalkanya. Cukup enam tahun aku tak melihat wajahnya, tak mendengar suaranya dan itu sudah cukup. Cukup menyiksaku. Dan sekarang mataku, telingaku menyaksikan sendiri bagaimana bibirnya bergerak dan bersuara mengucap kutukan itu. Aku hancur.. hancur menjadi kepingan yang lalu dititertawakan oleh dunia.

Yang selalu mencintaimu..
Anwar...

Tak terasa air mataku menetes membaca isi surat dari anwar yang menyayat hati. Entah kenapa aku bisa merasakan kehancuran hatinya. Dan setelah membaca surat ini aku malah menjadi merasa bersalah pada diriku sendiri. Ya.. harusnya aku sadar dulu Anwar pergi meninggalkanku bukan atas kehendaknya, melainkan keadaan yang memaksanya untuk pergi. Jujur aku telah memaafkanya, tapi aku tahu bukan hanya maaf yang anwar inginkan melainkan mengulang dan memulai kembali kisah yang menurutku telah selesai dan tak mungkin kujalani kembali. Aku anggap kisah itu adalah sebuah dosa terindah dalam hidupku, dan cukup sekali aku melakukanya. Lagipula saat ini aku sudah mempunyai istri, istri yang Allah anugerahkan untuku yang serba kekurangan ini. Aku yakin seluruh dimuka bumi ini jauh lebih merestui cintaku bersama fatma dibandingkan dengan anwar.

"Mas..??"

Tiba tiba fatma masuk kedalam kamar, aku langsung mengusap air mataku yang masih meleleh dan cepat melipat surat-nya.

"Sudah selesai sayang?"

"Udah mas, Mas lagi ngapain? Mas nangis? Itu apa?"

"Enggak sayang mas gak nangis.."

"Jangan bohong mas, aku ini istrimu.. itu kertas apa?"

"Ohh ini tulisan karya anak didik mas, Hanya sebuah puisi, mas terharu aja bacanya. Mas malu mengakui kalau mas baru aja nangis hanya karena sebuah tulisan.."

"Benar Cuma itu, gak ada hal lain?"

"Gak ada sayang... kamu kok malah curiga sama mas?"

"Bukan curiga mas, aku Cuma ingin masalah apapun yang sedang terjadi dengan kamu. Kamu cerita yah. Jangan disimpan sendiri. Aku ini istrimu, aku perlu tahu"

Hatiku bergemuruh mendengar kata-kata fatma barusan. Batinku menjerit. Maafkan aku fatma...

**

Pagi-pagi sekali, Bik Ratih salah satu tetangga rumahku di telagasari sudah mengetuk pintu rumah, raut wajahnya terlihat panik dan seakan ragu untuk bicara,

"Ada apa bik.? Bibik tenang dulu, Ayok masuk dulu" Kataku pada bik Ratih yang masih mematung didepan pintu rumah. Tangganya bergetar, wajahnya berkeringat.

"Bik? Bibi gak papa?"

"Anu yan.. bapak nak fiyan"

"Bapak? Bapak kenapa bik?"

"Bapak nak fiyan sekarang ada dirumah sakit"

"Astagfirullah. Bik ratih serius?"

"Ia yan. Bibik serius"

"Ya Allah kapan bik? Kenapa?"

"Kejadian pastinya bibik kurang tahu yan, yang bibik dengar bapak nak yan jatuh dikamar mandi.."

"Ya Allah.. di rumah sakit mana bapak dirawat bi?"

"Dirumah sakit nur Asih yan.."

Aku langsung masuk kedalam dan menceritakan pada istri dan mertuaku, dan pagi itu juga ditemani fatma, aku langsung mengunjungi rumah sakit dimana bapak dirawat. Dijalan hatiku tak tenang, rasanya aku ingin segera cepat-cepat sampai kerumah sakit. Tak henti hentinya fatma yang duduk disampingku berusaha menenangkanku yang sedang menyetir. Tapi sungguh, aku sangat takut bapak kenapa-kenapa.

Sesampai dirumah sakit, aku dan fatma langsung mengunjungi ruangan dimana bapak dirawat. Langkahku terhenti ketika sampai diruangan itu, disamping pintu ada sebuah kursi dan beberapa orang tengah duduk disana. Raut wajahnya hampir sama, raut kesedihan. Diantara mereka seorang wanita yang tak lagi muda berjilbab cokelat duduk tertunduk, bisa kulihat lelehan air mata masih mengalir dari kelopak matanya yang sudah keriput itu. Ya itu ibuku, aku langsung menghampirinya dan begitu tahu aku datang ibu langsung bangkit dan menangis dipelukanku.

Melihat ibu yang masih terisak, fatma bergantian memeluk ibuku dan menenangkanya. Tubuhnya kini semakin rapuh tadi saja ketika dipelukanku hampir saja dia jatuh jika aku tak erat memeluk tubuhnya. Ya Allah panjangkan kedua umur orang tuaku, izinkan aku membahagiakan mereka.

Setelah kondisi ibu terlihat tenang, ibu mulai menceritakan kronologi kejadianya sampai bapak bisa dibawa kerumah sakit.

"Tadi malam bapakmu sehat sehat aja yan. Tadi subuh ketika hendak mengambil wudhu bapak jatuh dikamar mandi. Yang dia rasakan hanya kakinya saja yang sakit. Ibu sudah bilang untuk meminta bantuan tetangga, tapi kamu tahu sendiri bapakmu gimana, dia paling gak enak bikin orang lain khawatir. Bapak juga masih sempatkan sholat subuh walau ia tak bisa berdiri. Tapi selepas sholat, katanya kaki kirinya gak bisa digerakin sama sekali. Bapak merintih kesakitan sampe gak sadar diri. Ibu yang panik langsung kerumah Mang Sadam, suaminya bik ratih. Mang sadam langsung bawa bapak kerumah sakit, tapi sampai sekarang bapakmu belum juga sadar nak..."

Air mata ibu kembali berderai, ya Allah aku paling tak sanggup melihat air mata ibuku menetes.

"Ibu sabar yah.. serahkan semuanya sama Allah. Kita doakan semoga bapak cepat sadar. Tapi ibu kenapa gak kabarin sofiyan sih bu?"

"Ibu panik nak.. tadinya setelah bapakmu jatuh dikamar mandi itu, ibu juga akan memberimu kabar. Tapi lagi lagi bapakmu melarangnya.."

"Yasudah.. ibu tenang sekarang yah. Fiyan juga udah beritahu mbak yanti dan mbak sofi. Mereka sedang diperjalanan kemari bu"

Fatma terus mendekap ibuku, kemudian mencoba membujuk ibu agar mau makan. Ibu menggeleng katanya tak selera untuk makan ia terus kefikiran bapak, katanya bagaimana dia bisa selera untuk makan sementara bapak didalam ruangan sana belum sadarkan diri.

**

Setelah sholat magrib aku langsung keluar dari Masjid yang berada tak jauh dari gerbang rumah sakit. Tak lupa tadi kuselipkan doa untuk bapaku, semoga Allah masih memberikanya umur panjang. Jujur aku belum siap jika harus kehilangan bapak. Aku belum puas mengabdi padanya, aku belum puas membahagiakanya. Sembuhkan bapak Ya Allah...

"Sofiyan?"

"Mas Yono?"

Aku langsung menghampiri kakak iparku itu dan memeluknya.

"Mas Kapan datang?"

"Barusan yan, sama mbakmu, kita barengan kesini sama sofi dan safir"

"Sekarang mereka dimana?"

"Lagi nenangin ibu. Biarkan saja dulu. Kamu yang sabar yan.."

"Ia mas. Pasti. Mohon doanya yas mas"

"Ia yan, Mas selalu doakan bapak"

"Mas mau kemana?"

"Mau magrib dulu.. masjidnya dimana ya yan?"

"Itu tadi dari gerbang masuk tinggal belok kiri mas"

"Kamu sudah sholat?"

"Alhamdulillah baru saja fiyan keluar dari masjid"

"Yasudah mas kemasjid dulu ya yan. Yang sabar"

Mas Yono berlalu meninggalakanku, dari dulu mas yono memang bukan seperti kakak ipar buatku. Dia seperti abang kandungku. Sikapnya yang dewasa dan bijak selalu berhasil menenangkanku. Mungkin itu jugalah alasanya kenapa dulu bapak menerima dia sebagai menantunya.

**

Jam sebelas malam, kami masih duduk didepan ruangan bapak. Dokter sama sekali belum mengizinkan diantara kami untuk melihat keadaanya. Ibu terlelap dipundak mbak sofi. Sementara fatma sedang membaca Al'Quran dan mbak yanti yang duduk disampingku.

"Yan.. kalo kamu ngantuk mending kamu pulang aja. Lagi pula kamu sudah dari pagi dirumah sakit kan? Kamu perlu istirahat kasian juga fatma" kata bang safir yang baru saja menyantap bakmie yang dibeli mas yono beberapa jam lalu.

"Ia yan.. gak papa kok kamu pulang aja, biar mbak dan mbak yanti yang jagain bapak dan ibu disini"

"Tapi, Mbak sofi janji. Kalo ada apa apa segera kabarin fiyan"

"Ia mbak janji. Lihat fatma matanya sudah merah. Kasian dia"

Aku melirik kearah istriku yang sudah menghentikan bacaan Al'Qur'an nya. Ya mbak sofi benar fatma terlihat lelah dan sangat mengantuk. Akhirnya sekitar pukul 23:30 aku dan istriku meninggalkan rumah sakit. Semoga esok pagi ketika aku datang kemari, bapak sudah sadar dan aku bisa melihat kembali senyumanya.

"Mas.. kalo kamu ngantuk. Biar aku yang bawa mobil"

"Enggak sayang, mas bisa nyetir kok sampai rumah. Mas malah khawatir kalo kamu yang bawa. Soalnya yang keliatan ngantuk itu kamu. Kamu mending duduk dibelakang bisa sambil tiduran kan"

"Enggak mas. Kamu tahu sendiri, aku paling gak bisa tidur didalam mobil"

"Yasudah, ayok cepet masuk. Keliatanya sebentar lagi langit mau turun hujan"

Fatma langsung masuk duduk disebelahku, aku sudah siap menjalankan sedan hitamku. Dengan mengucap Bismillah aku terus melajukan sedanku dengan tenang. Untuk menemani perjalanan supaya tak mengantuk aku menyalakan musik dimobilku. Sebuah musik instrumental. Belum satu menit alunan suara biola itu mengalun. Istrikku langsung mematikanya.

"Kenapa?"

"Aku tahu tujuan mas memainkan musik supauya gak suntuk kan?"

Aku mengangguk...

"Tapi musik instrument itu membuat ngantuk mas, aku hafal betul kamu gampang sekali terlelap jika mendengar musik instrumental"

Aku tertawa mendengar ocehan fatma. Ya yang dikatakan dia memang benar. Aku juga heran kenapa aku mudah tertidur jika mendengar musik instrument.

"Mass stoop..!!"

Dengan sekali hentakan aku langsung meninjak rem mobilku dan berhenti.

"Apa lagi? Kan musiknya sudah dimatiin?"

"Bukan itu mas.. liat itu, itu bukanya murid kamu di pondok menulis kan?" Kata fatma sambil menunjuk kearah luar. Aku langsung mengalihkan pandanganku keluar sesuai telunjuk fatma dari balik kaca mobil.

"Itu yang lagi pacaran?" kataku melihat muda mudi yang sedang terlihat mesra disebuah halte.

"Ihh bukan tapi itu yang disamping halte?"

Kualihkan bola mataku dari muda mudi itu. Seorang wanita sedang berdiri disamping halte bus. Rambutnya teurai panjang, pakaianya sangat terbuka. Awalnya aku nyaris tak bisa mengenalinya karena penampilanya sangat berbeda seperti yang aku lihat sebelumnya.

"Ia.. itu elma?"

"Malam malam begini dia lagi apa disitu yah?" Fatma mulai cemas

"Ia aku juga gak tahu, dia sudah beberapa minggu lulus dari pondok. Dan saat itu aku tak pernah melihatnya"

"Tapi bukanya elma itu berhijab mas?"

"ya.. makanya aku masih tak percaya jika itu elma"

"Kamu samperin mas?"

"Buat apa?"

"Mempastikan itu elma atau bukan?"

"Tapi sayang.."

"Mas.. siapa tahu dia butuh tumpangan? Kasian kan malam malam begini dia berdiri dipinggir jalan dengan pakaian terbuka seperti itu"

Aku lansgung menuruti apa yang fatma katakan dan keluar dari dalam mobil dan mengampiri gadis itu. Ya siapa tau itu bukan elma, dan andaikan itu memang elma mungkin dia sedang membutuhkan tumpangan untuk pulang.

Sorot mata gadis itu semakin tajam begitu langkahku mendekatinya. Dan tiba tiba, gadis itu lari sangat cepat. Spontan aku langsung mengejar gadis itu. Muda mudi yang tadi sedang duduk dihalte dengan sangat mesra tercengang melihatku mengejar gadis itu. Gadis itu larinya sangat cepat, tapi aku tak mau kalah olehnya dengan cepat aku langsung bisa menahan tanganya agar tak lari lagi.

"Lepaskan saya?"

"Elma? Kamu elma?"

"Bukan.. saya bukan elma? Anda salah orang" gadis itu berteriak tepat dihadapanku. Walau keadaan sangat gelap aku bisa melihat dengan jelas air mata itu meleleh dipipinya.

"Katakan Demi Allah, kamu bukan elma?"

Mendengar kata-kataku dia tertunduk tak berani menatap wajahku, apalagi berteriak seperti tadi.

"Maaf mas fiyan. Tolong lepaskan saya"

"Saya akan lepaskan kamu, jika kamu mau ikut pulang dengan saya"

"Enggak.. lepaskan saya mas. Saya mau mati saja"

"Elma Istighfar..."

Tangis gadis berambut hitam lurus itu kemudian pecah.

"Jujur.. saya malu mas fiyan melihat keadaan saya seperti ini. Makanya begitu saya melihat mas fiyan. Saya langsung lari. Saya gak mau mas fiyan melihat el seperti ini. Elma mau mati aja mas.. el mau mati"

"Elma tenang.. kamu gak usah malu berpakaian seperti ini dihadapan saya. Saya gak masalah, itu hak kamu. Jika dihatimu masih ada rasa malu, malulah pada Allah. Bukan pada saya. Dan kamu jangan pernah bilang kalo kamu mau mati"

"Buat apalagi saya hidup mas? Saya berhenti sekolah karena bapak sudah tak sanggup membiayai lagi. Semenjak ibu pergi, bapak gila judi, kerjaanya mabok. Dan setelah elma lulus dari pondok mas, elma jadi gadis pemandu karaoke malam. Elma bener bener malu sama mas fiyan.."

"Saya sudah bilang tadi, untuk apa kamu malu sama saya? Itu itu tidak penting elma. Seharusnya kamu itu malu pada Allah. Kemana jilbab yang selalu menutupimu? Itu sama saja kamu mendustainya karena itu kamu harusnya malu sama Allah. Dan satu lagi tak ada gunanya kamu berteriak mau mati. Sekarang jika kamu mati? Apa semua itu bisa menyelesaikan masalah? Apa bapakmu itu bisa berhenti mabok judi? Tidak elma. Kamu tahu? Bapak saya sekarang dirumah sakit tengah berjuang untuk tetap hidup.! Mungkin diluaran sana jutaan orang sama dengan bapak saya, sama-sama berjuang untuk tetap bernafas dibumi ini. Tapi kamu teriak teriak malah mau mati?"

Mendengar ucapanku elma semakin terisak dalam tangisnya. Aku langsung membujuknya agar mau aku antarkan pulang dan masuk kedalam mobilku. Dan syukurlah elma mau, begitu masuk kedalam mobil dan dia duduk dikursi kedua. Dia langsung memeluk istriku dan kembali menangis sejadinya. Diperjalanan akhrinya dia menceritakan semuanya, dan kenapa sampai dia bisa jadi pemandu karaoke malam. Dia terpaksa melakukanya karena tuntutan ekonomi, dia juga terpaksa berhenti sekolah karena sudah tak punya biaya. Ini semua bermula ketika Ibunya elma pergi dari rumah dengan membawa Moza adiknya. Katanya, ibunya pergi karena tahu usaha ayahnya bangkrut. Dan sejak saat itu sang ayah lebih suka menghabiskan waktunya untuk judi dan mabok. Sementara semakin hari keadaan ekonomi mereka semakin lemah.

Aku dan fatma sepakat akan mengantarkan elma pulang dan menemui ayahnya. Apapun yang akan kami hadapi kami siap. Awalnya elma menolak dan tak mengizinkan kami mengantarnya sampai rumah, apalagi bertemu ayahnya. Tapi untunglah fatma bisa meyakinkan elma jika semuanya akan baik baik saja.

**

Sedan hitamku sudah terparkir dipekarangan rumah elma. Rumah minimalis yang terlihat kusam dan seperti nampak tak terurus. Rumput rumpuk didepan rumahnya terlihat sudah panjang. Sampah berserakan disekitar halaman rumah. Elma masih ragu membawa kami kedalam rumahnya. Lalu ditengah gelapnya malam, dengan jelas aku menangkap dua bola mata dari balik jendela, bukan dari jendela rumah elma, tapi rumah yang ada disebelahnya. Sadar aku menangkap dua bola matanya yang sedang memperhatikanku, seketika dua bola mata itu menghilang, berganti dengan warna gorden merah yang terlihat menyala jika dilihat dimalam hari.

"El ayok?" ajak fatma sambil merangkul elma..

"Tapi mbak?"

"Sudah semuanya baik baik saja"

Kami bertiga langsung berjalan dan mengetuk pintu rumah. Sudah tiga kali ketukan dan sudah tiga kali pula salam yang ku ucapkan tapi pintu itu masih tertutup rapat. Elma langsung mengambil alih..

"Pak.. Buka pintu, ini elma.."

Tak lama kemudian, akhirnya pintu rumah terbuka. Seorang pria berkumis tebal, rambut kriting dan perawakan gemuk berdiri dihadapan kami. Nampak sekali dia sangat terheran heran melihat putrinya pulang dengan aku dan fatma.

"Elma? Kenapa kau sudah pulang? Bukanya kau baru berangkat?"

"Maaf pak. Putrinya tidak dipersilahkan masuk dulu?" Kata Fatma pada lelaki tua itu.

"Mereka siapa?" tanya-nya dengan heran menatap aku dan istriku.

"Ini Mas Sofiyan dan Ini Mbak Fatma istrinya. Mas Fiyan Ini guru yang mengajari elma menulis yang pernah el ceritakan" Elma mengenalkan kami berdua. Aku berusaha menyalami dan mengenalkan diriku. Tapi lelaki ini semakin tajam melihatku.

"Ohh jadi ini orangnya yang buat kamu males malesan, menulis yang gak penting, baca buku seharian. Jadi dia yang mempengaruhi kamu?"

"Pak. Mas Sofiyan gak mempengaruhi el sama sekali. Sebelum elma kenal dengan mas sofiyan. Elma sudah hobi menulis dan membaca kan?"

"Halah bapak gak mau tau. Sekarang ngapain kamu pulang lagi? Bukanya kerja sana. Ingat hutang kita masih banyak?"

"Pak boleh kami masuk?" kataku memberanikan diri pada ayah elma. Dan berhasil, kami dipersilahkan duduk di ruang tamu yang minimalis. Elma masuk kekamar untuk mengganti pakaianya dengan pakaian yang lebih layak.

"Ada apa kalian datang malam malam begini? Mau apa kalian? Mau mempengaruhi anak saya lagi?" kata-kata pria ini begitu tegas dan bernada memaki. Aku dan istriku nampaknya harus lebih sabar menghadapi orang ini. Aku memberi isyarat pada fatma agar dia diam, biarkan aku yang bicara dengan lelak berkumis ini.

"Maaf sebelumnya jika kehadiran saya dan istri menganggu istirahat bapak. Yang perlu bapak tau, saya sama sekali tidak mempengaruhi elma. Elma yang datang sendiri untuk belajar ke pondok menulis saya. Harusnya bapak bangga karena punya anak yang berbakat menulis seperti elma. Harusnya bapak mendukung dia, menulis dan membaca itu bukan kegiatan tidak berguna pak. Sangat berguna, dan mungkin bisa membantu ekonomi keadaan bapak?"

"Ngomong apa sih kamu? Saya lebih tua dari kamu. Saya lebih faham mendidik anak saya dibandingkan kamu anak kemarin sore. Dan kenapa kamu bawa elma pulang? Dia harus kerja. Dia tidak seperti kamu, orang kaya. Kami banyak hutang, ngerti kamu?"

"Pak.. Saya kasian melihat elma beridiri malam malam dihalte bus dengan pakaian terbuka seperti itu. Sebagai orang tua, kenapa bapak malah membiarkan?"

"Itu sudah tugasnya, bekerja. Membantu orang tuanya. Daripada dia menulis tidak penting. Yang penting itu sekarang dia mencari uang sebanyak mungkin"

"Karena itu, elma berhenti sekolah? Pak, elma itu masih remaja. Belum pantas mencari uang apalagi bekerja malam-malam. Anak seusia elma harusnya belajar, memikirkan pelajaran bukan uang.."

"Sekarang kalian pergi dari sini. Gara gara kalian elma tidak kerja malam ini"

"Baik.. kalo masalah uang yang bapak permasalahkan. Mulai sekarang elma tidak usah bekerja malam. Dia bekerja dengan saya, saya akan bayar dia dua kali lipat dari penghasilanya dengan syarat, dia harus sekolah kembali. Masalah hutang anda, jangan khawatir saya akan melunasi semuanya dan Insya Allah saya akan menitipkan beberapa rupiah untuk anda usaha, tapi dengan syarat pula.."

"Apa itu?"

"Berhenti berjudi.. berhenti mabuk, dan berhenti bersikap kasar pada putri anda. Bagaimana?"

"Apa kau serius?"

"Apa saya perlu memberikan uangnya malam ini juga?"

"Tapi.. katamu dia bekerja denganmu?"

"Ya betul.."

"Bekerja sebagai apa?"

"Sebagai pengajar dipondok menulis saya, setiap sabtu dan minggu sore. Bagimana?"

"Upahnya dua kali lipat kan?"

"Ya.. jangan khawatir"

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 9.6K 22
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
1.9K 174 27
mereka punya Jason Di Billboard ,mereka punya Jason sebagai Brand ambassador,mereka punya Jason sebagai Influencer kaliber di kota Gudeg tapi tidak...
1.6K 55 4
Kumpulan cerpen bertemakan BL dan Gay Romance.
24.2K 1.1K 16
kisah ini berawal dari pertemuan tak sengaja antara Maulana (seorang arsitek muda yang sukses) dan sultan (seorang siswa SMK yang tampan dan pintar) ...