KUPU KUPU JANTAN

By azmarko22

106K 2K 141

Kisah ini menceritakan pemuda 27 tahun Sofiyan Prawira. Anak lelaki satu satunya dari tiga bersaudara. Kedua... More

Az Marko Present's
Part 1
Part 2
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Coming Soon
Coming Soon
Coming Soon

Part 3

7.9K 215 9
By azmarko22

Bayang bayang ketika aku pertama kali bertemu dengan anwar hadir begitu saja. Dari pertama kami tak saling kenal, kemudian menjadi teman sangat dekat bahkan setelah itu menjadi sesuatu yang sangat dekat. Anwar hadir tepat disaat aku mulai putus asa oleh cinta dan nyaris tak mau mengenal cinta. Jujur awalnya aku berusaha memungkiri perasaan ini, pernah suatu hari aku berusaha menjauhi anwar, dan saat itu pun juga aku sadar jika aku mencintainya. Meski dia seorang lelaki. Dan disaat aku benar benar mencintainya. Anwar hilang tanpa jejak dan tak ada kabar sama sekali yanga aku peroleh tentangnya. Saat itu aku kembali hancur dan lagi lagi karena cinta.

Aku masih beridiri dekat pintu masuk resto, tapi sangat bodoh rasanya jika aku pergi meninggalkan resto hanya karena tau ketua Pesi itu adalah anwar. Ya lupakan dulu soal anwar. Anggap saja dia ketua Pesi yang sama sekali aku tak mengenalnya. Biar bagaimanapun aku harus menghormatinya dan bersikap profesional. Perlahan aku mulai menghampiri meja anwar dan duduk dihadapanya, dia semakin menatapku namun aku berusaha tak melihat kearah matanya karena dari sana aku bisa melihat kenangan kenangan pahit maupun manis yang dulu kami lewati bersama.

"Sofiyan.." kataku sambil menjabat tanganya, dia membalas jabatan tanganku tapi tak menyebutkan namanya. Dia hanya tersenyum padaku.

"Silahkan mau minum apa? Atau sekalian mau makan malam. Oh ia aku lupa kamu selalu makan malam setelah habis isya yah. Pesan hot lemon tea saja? Itu kesukaanmu kan" dengan lantang dan santainya ia berbicara panjang lebar seolah membuka cerita lama yang pernah kami jalani. Bukan hanya itu, sikapnya nampak tenang seolah tak pernah terjadi apa apa diantara aku dan dia.

"Kita ada waktu 35 menit dari sekarang sebelum waktu Isya tiba. Apa yang ingin anda bicarakan?"

"Rupanya kamu tidak berubah, masih sama seperti dulu tak suka basa basi. Santai saja, sebentar aku pesankan minum ya" Anwar memanggil pelayan pria yang tadi menghampiriku dan memberi tahu meja yang di tempati anwar, nampaknya anwar sudah bekerja sama dengan pelayan itu. Bukan hanya itu sepertinya dia yang sudah mengatur ini semua.

"Ada hal apa yang ingin anda bicarakan dengan saya Bapak ketua Pesi?"

"Panggil nama saja atau boleh kamu memanggil dengan panggilan..."

"Cukup. Berhenti mencoba untuk membuat saya mengingat cerita lalu. Itu masa lalu"

"Aku kangen kamu yan.."

"Maaf kalo anda masih bicara diluar jalur saya mohon pamit"

"Yan... Oke aku minta maaf. Aku masih sayang kamu. Selama ini aku mencari cari kamu yan. Aku sadar aku salah meninggalakan kamu begitu saja, tapi kamu harus tau itu sangat terpaksa. Itu bukan keinginanku. Ayahku terlibat hutang diperusahaan tambangnya, rumah kami disita. Aku terpaksa berhenti kuliah karena ayah sudah tak bisa membiayainya. Lalu salah satu saudara ayah menawarkan agar ayah bekerja di jepang dan menetap disana. Aku ikut bersama ayah. Saat itu aku ingin memberimu kabar, tapi handphone sata satunya yang aku miliki terpaksa aku jual untuk kebutuhan sehari hari sebelum kami pergi ke jepang. Sekarang aku gak nyalahin kamu kalau kamu benci sama aku yan."

"Lalu dengan kamu hadir kembali dikehidupanku, kamu kira semuanya akan seperti dulu? Sudahlah anwar, itu hanya cerita usang enam tahun lalu tak perlu kamu ungkit ungkit lagi. Dan jika aku masih duduk, disini dihadapanmu? Itu karena aku menganggap yang duduk dihadapanku sekarang ini adalah Bapak ketua Pecinta sastra indonesia. Bukan Anwar Alfatah yang pernah membuatku terpuruk"

"Sebegitu parahkah kau membenciku?"

Pelayan tadi hadir dan meletakan secangkir hot lemon tea dihadapanku, lalu kembali pergi. Saat ini kami memang duduk dipojokan dekat jendala. Suasana resto pun sangat sepi mungkin karena baru selesai magrib dan orang orang masih memilih berada didalam rumah dibanding keluar.

"Minum dulu yan.."

"Tidak usah terima kasih. Tadi saya sudah bilang saya tak ingin meminum apapun"

"Baiklah terserah kamu yan.."

Kami sama sama diam. Kemudian anwar sepertinya menangkap sesuatu yang melingkar pada jari manisku. Ya sebuah cincin berlian, cincin pernikahanku dengan fatma.

"Kamu sudah?"

"Ya.. kamu lihat ini. Aku sudah menikah, dan saat ini aku sudah jauh lebih bahagia hidup bersama istriku. Seperti yang kubilang, kata katamu itu takan mampu mengembalikan cerita usang itu"

"Tapi kenapa bisa.."

"Apanya yang kenapa? Di bumi ini semuanya bisa terjadi, sama halnya ketika kamu meninggalkanku dulu. Hampir tiap hari kau berikrar akan selalu setia untuku. Menemaniku dalam keadaan apapun. Dan ketika kau pergi hampir setiap hari juga air mataku menetes. Dimana letak kesetiaanmu? Dimanakah kau simpan ikrar yang kau ucap saat kau pergi meninggalkanku?"

"Sofiyan kamu keliru, jika kamu hanya menilai letak kesetiaan pada sebuah keberadaan. Kamu salah besar. Kamu kira mereka yang selalu bersama itu layak disebut setia? Walaupun dibelakang saling mendustai? Dan bagi mereka yang meninggalkan pasanganya lantas bisa disebut tidak setia? Salah besar yan. Kamu tahu walau jarak kita terpisah jauh, walau bertahun tahun kita berpisah. Kesetiaan itu, ikrar itu masih melekat dihatiku sampai detik ini. Dan lalu bagaimana dengan dirimu? Bukankah dulu kesetiaan itupun kau ucap? Lalu sekarang dengan bangganya kau menunjukan cincin pernikahan itu padaku. Apakah kau juga layak disebut setia?"

"Cukup, berhenti menyudutkanku seakan letak kesalahan ada padaku. Sekali lagi aku tegaskan Bapak ketua Pesi, Sofiyan Prawira sudah menikah. Dia sudah hidup bahagia dengan istrinya"

"Aku yakin.. walaupun kau sudah menikah. Dihatimu paling dalam kau masih mencintaiku sofiyan" anwar menuguk habis orange juice-nya kedua bola matanya begitu tajam menatapku.

Aku sudah benar benar geram mendengar perkataan anwar yang semakin menjadi. Tak lama terdengar suara adzan Isya berkumandang. Aku segera bangkit tanpa menyentuh hot lemon tea yang dipesankan tadi oleh anwar. Dia membiarkan aku pergi begitu saja. Kedua sorot matanya terus memandangku sampai aku benar benar hilang dari pandanganya..

**

Malam diskusi akhirnya tiba, acaranya masih digelar di aula Majlis At Taqqwa. Aku duduk disalah satu kursi yang telah disusun melingkar. Terlihat beberapa penulis sastra dan beberapa aktivis sastra sudah duduk memenuhi kursi, hanya satu yang belum terlihat, orang yang katanya penting dan dihormati oleh orang banyak itu, Anwar. Diskusi sudah hampir dimulai tapi aku belum juga melihat batang hidungnya. Aku masih tak percaya bagiama tadinya dia bisa menjadi seorang Ketua Pesi.

Beberapa menit sebelum diskusi malam ini dimulai, Mas salim menyampaikan permohonan maaf kepada para hadirin yang mengikuti diskusi karena Anwar Alfattah selaku ketua Pesi berhalangan hadir, sebagai gantinya beliau sudah mengirimkan utusan yang mewakili dirinya sehingga forum diskusi malam ini tetap berlangsung. Aku sempat kaget mendengar penjelasan Mas salim. Bagaimana mungkin dia tidak hadir di forum diskusi. Padahal beberapa menit yang lalu aku baru saja bertemu denganya, bukankah dia yang menginginkan adanya diskusi malam ini dan bukankah dia juga yang mempunyai rencana lokasi bedah buku direlokasi kemari. Apa yang di inginkan orang itu...

**

Tiga hari setelah kedatanganku dari cikarang, kini aku tengah duduk disalah satu saung dibelakang rumah. Saung ini tepat menghadap sebuah kolam lele milik pak kyai. Suasana belakang rumah Pak kyai sangat mirip seperti taman rekreasi. Udaranya sejuk dan suasanya begitu asri. Aku terus fokus kelayar laptopku untuk menyelesaikan buku terbaruku, Insya Allah sudah 50% jika tidak ada hambatan mungkin dua bulan lagi sudah selesai bisa lebih cepat atau malah mungkin lebih lambat. Tergantung mood. Aku menulis memang bukan karena jago atau mahir seperti para penulis yang karyanya sudah ribuan, aku menulis sesuai hati dan fikiran. Lebih tepatnya sesuai apa yang aku rasakan.

"Minum dulu mas. Aku sudah buat lemon tea panas untuk suamiku tercinta" Fatma tiba tiba hadir dengan membawa segelas lemon tea panas dan meletakanya disamping laptop kemudian ia duduk dihadapanku melihat aku yang tengah khusyu mengetikan jari jariku diatas keyboard.

"Kenapa senyum?" kualihkan pandanganku dari laptop ketika melihat istriku senyum senyum sendiri menatapku.

"Gak papa mas. Kamu itu kalau sudah ngetik lupa segalanya. Makan juga lupa. Sesuatu yang bisa membuyarkanmu ya Cuma suara adzan"

"Maaf sayang, mood mas lagi bagus nih.."

"Yaudah, minum dulu lemon tea nya keburu dingin nanti kan gak enak"

Entah kenapa ketika melihat cangkir yang berisi lemon tea panas buatan fatma membuatku ingat kejadian tiga hari yang lalu ketika diresto bersama anwar. Anwar juga memesankanku secangkir hot lemon tea yang belum sempat aku minum. Astagfirullah.. kenapa aku malah jadi ingat anwar.

"Mas... mas?"

"Ohh ia, mas minum ya sayang?"

"Kenapa ngelamun.? Ngelamun apa toh? Cerita sama aku"

"Gak kok sayang. Mas gak ngelamunin apa apa. Mas Cuma bangga dan merasa bahagia punya Istri yang sangat perhatian sepertimu"

"Ahh pagi pagi udah gombal"

"Itu bukan gombal sayang"

Fatma diam dan tersenyum.. aku mengenggam erat tanganya.

"Aduhh romantis banget sih yang lagi mesra mesraan"

Aku dan istriku membalikan wajah mencari sumber suara barusan.

"Lilis..??" teriak fatma dengan heranya kemudian bangkit menghampiri seorang wanita berhijab yang tingginya hampir sama denganya, mereka salin berpelukan melepas rindu. Ya Lilis salah satu sahabat dekat fatma. Aku pernah bertemu denganya walau hanya hitungan jari. Kedua wanita berhijab itu lalu bersama sama berjalan ke arahku dan duduk dihadapanku.

"Sehat mas yan?" sapa lilis padaku

"Alhamdulillah lis, seperti yang kamu lihat ini"

"wahh makin gemuk ya sekarang perasaan, senang ya punya istri seperti fatma"

"Bisa aja kamu lis" istriku terlihat tersipu malu mendengar ucapan sahabatnya barusan.

"Eh ini aku bawa sesuatu. Ini kesukaan kamu kan ma. Mas fiyan juga suka kan?" Lilis memberikan sebuah kantung pelastik besar pada fatma. Yang ternyata isinya adalah rambutan.

"Ya Allah gak usah repot repot lis.."

"Gak repot kok ma. Kebetulan pohon rambutan yang didepan rumah itu lagi berbuah. Kan lagi musimnya, aku jadi inget kamu. Dulu sebelum kamu menikah kan kalo musim rambutan kamu sering belain kerumah Cuma buat minta rambutan toh?"

Aku tersenyum mendengar ucapan lilis. Entah kenapa gaya bicaranya sangat unik, siapapun yang mendengar ucapan lilis pasti akan tersenyum. Aku yakin itu.

"Kamu tau lis? Kemarin itu fatma bilang padaku kalau dia lagi pengen banget makan rambutan yang ada didepan rumah kamu. Ia kan sayang?"

"Wah bener toh ma?"

Fatma mengangguk. Lilis tertawa terbahak bahak saking bahagianya. Aku dan istrikupun ikut tertawa...

"Kenapa bisa kebetulan ya. Mungkin sudah ngisi ma?"

"Belum kok lis, doanya yah. Oh ia kamu sendirian aja? Mas Abdul sama faisal gak diajak?"

Mendengar kata-kata fatma, raut wajah lilis yang tadinya ceria seketika berubah. Aku sudah mulai bisa menerka kedatangan lilis kemari bukan hanya sekedar mengantar rambutan untuk istriku, tapi ada hal lain.

"Itu dia ma.. sebenarnya aku kesini juga mau curhat tentang mas dul" Lilis mulai menyampaikan maksud kedatanganya yang sebenarnya. Aku langsung fokus kembali kelayar laptopku dan memainkan jari jariku disana. Sementara lilis terus bercerita pada istriku.

"Aku gak habis fikir ma. Baru kali ini Mas dul bicara seperti itu, dengan tegas dia bilang "Terserah saya, saya bapaknya. Saya berhak menentukan dia sekolah dimana" jujur ya ma. Walaupun faisal itu bukan anak kandungku tapi jauh sebelum aku menikah dengan mas dul aku sudah menganggap faisal itu anaku sendiri. Aku sangat menyayanginya seperti anaku sendiri ma. Aku tahu pesantren itu sangat bagus dan terkenal di jombang mungkin karena itu mas dul sangat ingin memondokan faisal kesana. Tapi ma.. yang perlu kamu tau. Pemimpin pondok itu gak layak jadi pemimpin. Kamu tahu? Tahun lalu kebejatan pemimpin pondok itu baru terbongkar. Lima belas santri menjadi korban sodomi dirinya. Dan tindakan keji itu sudah dilakukan bertahun tahun ma. Bayangkan lima belas itu baru yang ketahuan ma. Aku yakin masih banyak korban yang belum diketahui atau mungkin korban lainya memilih diam. Dan yang aku gak habis fikir setelah tindakanya terbongkar, dia bisa kembali memimpin pondok itu. Istri, keluarga dan para pengurus pondok itu legowo saja menerimanya untuk memimpin pondok itu setelah apa yang dia lakukan. Aku heran pondok pesantren yang cukup terkenal di jombang bisa memiliki pemimpin pondok seperti itu, mau jadi apa santri dan santriwatinya.."

"Mungkin Kyai itu Insyaf dan sudah benar benar taubat lis. Terus apa hubunganya dengan kamu yang tak setuju pada mas dul untuk memondokan faisal disana"

"Helloooo Nurfatma.? Denger ya ma. Walau faisal bukan anak kandungku, aku sayang sama dia. Aku takut kalo dia mondok disana dia akan menjadi korban kyai itu berikutnya.. Ya Allah aku bisa bayangin ma, usia faisal baru dua belas tahun..."

"Lilis......" fatma memotong ucapan lilis yang mulai ngawur. "Kalo Istri, keluarga dan pengurus pondok saja bisa menerima kyai itu untuk memimpin kembali pesantren dan memaafkanya. Berarti mereka benar benar yakin kyai itu sudah taubat dan Insyaf. Ingat lis, setiap orang pasti pernah khilaf dan berbuat dosa. Mungkin mereka menilai kyai itu bukan dari kesalahanya saja tapi mereka menilai atas jasa jasa dan prilaku baiknya. Aku rasa kamu jangan terlalu berlebihan dalam memandang kyai itu lis. Aku cukup kenal dengan Mas abdul. Aku yakin dia gak sembarangan memilih pondok untuk faisal"

"Terus menurutmu aku harus setuju sama mas dul?"

Fatma mengangguk kemudian melirik kearahku. Aku yang dari tadi memainkan jari jariku dilaptop akhirnya sadar tak ada sesuatu yang aku tulis dari tadi. Kedua telingaku memang sedari tadi mendengar jelas percakapan fatma dan lilis.

"Gimana menurut mas sofiyan?" kata lilis bertanya padaku

"Hah.. gimana apanya lis?"

"Loh kok gimana apanya sih mas. Mas Fiyan tadi gak dengerin?'

Fatma hanya senyum senyum saja melihatku marahi oleh sahabatnya itu.

**

Waktu menunjukan sudah pukul sepuluh malam, aku masih bersandar diatas ranjangku sambil membaca kitab At Tadzkirah karya Imam Syamsuddin Al-qurthubi. Fatma baru saja melepaskan mukena-nya kemudian duduk disampingku.

"Aku jadi kefikiran kata kata lilis tadi pagi mas?"

"yang mana?"

"Soal kyai yang melakukan tindakan keji itu pada santrinya. Sebagai ibu sebenarnya wajar kalau lilis punya perasaan seperti itu. Aku juga heran kenapa ada kyai yang bisa berbuat seperti itu. Padahal jelas jelas dia mengerti agama dan malah menyampaikanya pada murid muridnya. Apa agama hanya dijadikan topeng untuknya ya mas"

Kata-kata yang diucapkan fatma sekan mencambuku dan sepertinya sangat pantas ditunjukan padaku. Apa bedanya aku dengan kyai itu. Bahkan aku mungkin lebih keji dari kyai itu. Kyai itu melakukanya berdasarkan nafsu sedangkan diriku dulu melakukanya berdasarkan cinta dan saling suka. Bayangan Anwar kembali berkelebatan diwajahku. Astagfirullahaladzim.

Aku jadi merasa bersalah dan berdosa pada fatma. Karena sampai detik ini aku tak ingin menceritakan aib itu pada istriku bahkan aku tak ingin fatma mengetahuinya jika dulu suami yang ia bangga banggakan ini pernah berbuat tindakan keji pula. Tak bisa kubayangkan bagaimana seandainya fatma tau aib itu...

Continue Reading

You'll Also Like

4.3K 538 24
Jika kalian menemukan cerita ini ini adalah bagian ke 5 dari seri eternity karena kita bersama agar semua lebih mudah ....tapi maaf ...aku memang or...
30.6K 1.2K 12
Menceritakan kisah cinta antara 2 pria yang beda umur juga beda pemikiran . Faisal seorang pria tampan,pintar,dan berprestasi memiliki pekerjaan seba...
1.6K 55 4
Kumpulan cerpen bertemakan BL dan Gay Romance.
1.9K 174 27
mereka punya Jason Di Billboard ,mereka punya Jason sebagai Brand ambassador,mereka punya Jason sebagai Influencer kaliber di kota Gudeg tapi tidak...