Marriage With Benefits (Terbi...

By lalalatte85

4.5M 103K 2.4K

Pertemuan tidak terduga antara Arland dan Seanna membawa mereka kepada sebuah hubungan yang sulit terdefinisi... More

Prolog
Unwanted Guy
Wedding is A Competition
New Relationship?
Something About the Invitation
Responsibility
A Question?
Life After Marriage
Short Message Service (1)
Short Message Service (2)
Bukan Update
What If We Hate Each Other?
Why Didn't You Come?
The Call
Hey, You!
You, Yes You (1)
Kenapa Dihapus? (Bukan Update)
Untitled
Selingan
ASK AUTHOR
Just random thing
CANDY 🍭🍭🍭
GIVEAWAY MARRIAGE WITH BENEFITS
VOTE COVER
YOU'RE INVITED
Countdown PO H-8
H-5 Preorder
PRE ORDER
SUDAH PUNYA NOVEL MWB?
SEKUEL?

Beginning

95.5K 6.1K 85
By lalalatte85

Beginning

"Kamu sendiri, mau ke pesta itu...bareng sama siapa?" tanya Seanna. Kalau Arland bebas menanyai tentang siapa partnernya di pesta resepsi Ervan, mestinya dia juga berhak tahu siapa partner Arland nanti.

"Ada...teman."

"Oo."

Beberapa saat mereka sama-sama terdiam, sampai kemudian Arland terlebih dulu bersuara.

"Kamu sudah siap menghadapi pesta itu? Aku masih ingat kalau kamu pernah bilang, nggak yakin akan datang ke pesta itu."

Seanna tidak menyangka Arland akan bertanya sampai segitunya.

"Aku harus tetap datang. Gimanapun, aku udah ngerelain Kak Ervan."

Pandangan Seanna menerawang. Kalau tidak rela, dia tidak akan mengiyakan permintaan Ervan untuk mengurus pesta resepsinya. Dia masih ingat bagaimana Ervan sangat mengharapkan sentuhan tangannya untuk momen bersejarah itu. Ervan tidak pernah peka dengan perasaannya.

Bukan salah Ervan sih. Sama sekali bukan.

"Kamu segitu sukanya sama si Ervan itu." Arland tidak tertawa kali ini.

"Dia...baik. Punya materi suami dan ayah yang baik. Ah, sayang banget, aku nggak berjodoh sama dia." Seanna masih menyisakan perasaan sedih ketika mengucapkannya.

Tapi jangan lagi ada "curhatan dengan orang asing" jilid 2. Dia tidak pernah tahu akan berakhir seperti apa nantinya dengan Arland, yang kini menganggapnya sebagai teman.

"Kamu nggak pernah nyoba memulai hubungan yang baru? Oh ya. Adit itu setelah, atau sebelum pacar kamu yang mana?"

Seanna merengut. "Adit itu mantan pacarku yang terakhir."

"Oo."

"Kamu sendiri? Pasti punya banyak mantan pacar ya?"

"Nggak juga. Tapi aku lupa berapa." Arland memang tidak berniat menghitung kembali.

"Hmm." Seanna mengangguk. Dia mengarahkan Arland untuk berbelok ke salah satu ruas jalan ketika mendengar Arland bingung dengan rute menuju rumahnya.

Arland itu...laki-laki asing tapi baik. Setidaknya untuk saat ini. Terlepas dari awal perkenalan mereka yang nggak banget itu.

Dia mulai berpikir bagaimana jika kelak Arland serius dengan seorang perempuan. Kisah mereka hanya akan menjadi kenangan yang akan mengingatkan betapa bodohnya dirinya.

Ketika mobil berhenti di depan pagar rumah Seanna, Arland memintanya menunggu sebentar.

"Aku bisa jadi pasangan kamu ke undangan itu."

"Mmm..."Seanna berpikir-pikir. Dia memang belum menghubungi Rio.

"Nanti kuhubungi lagi."

"Oke." Seanna menahan napas ketika mengucapkannya.

Arland pasti sudah terbiasa mengucapkan ajakan seperti itu dan perempuan manapun akan mengiyakan dengan sukarela. Seperti ada faktor "X" dalam diri cowok itu yang memunculkan aura menyenangkan.

Ya, mungkin juga karena Arland memang benar-benar baik.

Erika pasti tidak akan percaya dengan hal ini.

***

Sabtu malam, Arland benar-benar datang menjemput. Selama seminggu sibuk mengurus persiapan pesta Ervan, saatnya bagi Seanna untuk memanjakan diri. Dia memilih memakai kebaya kuning gading, warna yang tenggelam di antara warna-warna cerah lainnya. Dia memang sengaja tidak ingin menonjolkan diri di antara tamu-tamu lain.

"Pasti banyak yang ngenalin kamu." Seanna berbalik memandangi Arland yang begitu ganteng dalam setelan jas.

"Biasa aja." Arland membalas sambil tersenyum. "Jadi, mau ke mana dulu nih?"

"Aku lagi nyari Adit ada di mana."

Arland ikut mencari dengan matanya. Seanna sempat terheran-heran dengan Arland yang mau susah payah menemukan Adit. Dia akan sangat berterimakasih jika Arland membantunya menghalau cowok posesif itu selama-lamanya dari hidupnya.

"Tuh." Arland yang lebih dulu menemukan sambil memberi isyarat dengan telengan kepala.

Adit tengah berdiri di dekat pelaminan dengan pandangan mencari-cari. Karena masih memakai konsep taman, pelaminan juga dibuat sedemikian rupa sehingga berkesan simpel dan tidak begitu megah. Ervan dan Dinda memang mengharapkan konsep yang sangat sederhana.

"Kamu yakin bisa bantu?"

Arland hanya tersenyum, namun tangannya diam-diam sudah mulai melingkari pinggang Seanna. "Nurut aja."

"Iya tapi kekencengan." Seanna melonggarkan lingkaran lengan Arland di pinggangnya. Arland mungkin pernah melakukan lebih dari ini di Bali.

Seanna masih juga memikirkan kejadian itu.

Adit berjalan ke arah mereka. Sejenak Seanna mengumpulkan tenaga. Dia harus memfokuskan pikiran jika ingin rencana ini benar-benar berhasil.

"Hei, Seanna."

"Hei. Sendiri aja, Dit?"

"Ah, iya." Adit berpaling ke arah Arland. "Pacar baru."

Seanna melirik Arland yang begitu tenang di sampingnya.

"Cari yang tajir ya?"

Ucapan Adit yang begitu menusuk, masih ditanggapi santai oleh Arland.

"Jangan mulai lagi deh, Dit."

"Fine." Adit hanya sebentar di sana sebelum menjauh. Pergi dengan perasaaan tidak puas, setidaknya itu yang tergambar dari wajahnya.

Seanna mengambil jarak dengan Arland. "Nyesel tau nggak, pernah kenal cowok kayak dia?"

Arland masih memandang Adit dari kejauhan, sementara Seanna masih terdengar menggerutu.

"Cuekin aja. Kamu udah nggak ada hubungan lagi kan sama dia?"

Kali ini Arland mulai meneliti makanan yang tersaji di atas meja. Pilihannya jatuh kepada canapé berbentuk hati berisi ayam dan sayuran. Ada beberapa kursi kosong yang tersedia jika dia ingin makan makanan yang lebih berat, tapi dia lebih memilih cemilan.

"Amit-amit. Nggak lagi deh aku kenal cowok kayak dia."

Arland mengunyah pelan potongan canapé. "Trus, sekarang gimana? Aku harus akting seperti ini sampai kapan?"

Seanna ikut menyantap canapé, sekedar mengurangi rasa khawatir. Pertanyaan Arland barusan mendudukkannya pada sebuah kenyataan. This is just an act. Act for what? To make Adit far away from her life?

"Aku...nggak tau." Seanna menjawab tanpa kepastian. Ya, siapa juga yang bisa menentukan akan sampai kapan Arland membantunya dengan berpura-pura sebagai pacarnya. "Kamu nggak mau nolong aku lagi abis ini?"

Pertanyaan Seanna barusan memaksa Arland memusatkan perhatian padanya.

"Do you need a bodyguard? I'm not a boyguard, except..."

Seanna memotong ucapan Arland. "It's kinda...weird."

Arland mengerut-ngerutkan kening. Tapi dia harus mengiyakan. Mendengar Seanna membuang napas pasrah di sampingnya, Arland tergerak menenangkannya dengan sentuhan lembut di bahunya.

"Aku akan bantu kamu."

"Thanks." Seanna tersenyum. Sedikit kelegaan. Arland memang bukan orang yang diakrabinya, tapi dari cara Arland berinteraksi dengannya, dia tahu Arland adalah laki-laki yang baik.

Mungkin mulai saat itu, disingkirkannya saja segala ketakutannya tentang apa yang pernah terjadi di antara mereka.

"Kamu pasti sibuk sama kerjaan kamu. Pasti jarang banget punya waktu luang ya?"

"Begitulah." Arland menjawab sebelum meneguk punch nenas di gelas yang tadinya terisi hampir penuh hingga menyisakan setengah gelas. Entah mengapa tiba-tiba saja dia teringat jabatan direktur yang pernah ditawarkan padanya.

Dan kenapa juga dia terpikir untuk memulai hubungan yang baru lagi? Seanna boleh juga, itu diakuinya sejak kemarin-kemarin. Tapi mereka bahkan tidak punya keterikatan apa-apa. Hendak memulai darimana pun dia belum tahu.

Mereka terdiam sejenak, lalu bersama melihat ke arah yang sama. Dari pandangan mata mereka berdua, Erika berjalan tergesa-gesa.

"Aku keceplosan ngomong!" serunya dengan panik.

Erika langsung menarik tangan Seanna menjauh sejenak dari Arland.

"Keceplosan apaan?"

Erika mengipasi wajahnya. "Tadi kan aku lagi ngobrol sama Dian. Trus, Larissa dateng sama Alex. Kamu nggak liat dia lewat tadi?"

"Liat sih. Tapi aku nggak sempat ngomong sama dia."

Erika melanjutkan. "Trus nih ya. Dia ngeliat kamu sama Arland. Trus dia nanya soal Arland. Aku bilang kalian kenalan di Bali. Dia nuduh-nuduh kamu sengaja deketin Arland karena dia tajir. Aku kesal, aku bilang aja kalian udah mau nikah."

"Aku kira kamu bilang soal 'accident' itu."

"Ya nggak dong. Tapi, tapi..." Erika merendahkan volume suaranya. "Gimana kalo misalnya Larissa tau aku bohong?"

"Cuekin aja."

"Ya nggak bisa. Udah, kamu jadian aja sama Arland."

"Apaan sih?" Seanna protes. Kalimat Erika barusan benar-benar aneh.

Terdengar suara deheman di belakang.

"Kalian berbisik, tapi kedengaran sampai di sini." Arland berbicara dengan senyum usil. Ya, setidaknya itu yang bisa disimpulkan Seanna.

"Eh, sori." Erika ikut berdehem. "Kalo gitu, aku balik lagi deh ke dekat pelaminan."

Seanna dan Erika saling bertukar pandang sebelum Erika benar-benar pergi.

"Rumit ya hidup kamu?" tanya Arland spontan.

Seanna tersenyum tipis.

"Seperti itulah. Mungkin lain kali aku kenalin kamu sama Larissa."

Arland mengangguk. "Boleh."

Seanna mendesah pelan. "Mm, aku kayaknya mesti buru-buru pulang nih. Capek."

Arland menandaskan minuman, kemudian mengikuti Seanna yang hendak pamit kepada kedua mempelai. Beberapa kali dia mendapati Seanna menarik napas, ketika mulai melangkah ke pelaminan. Dia tahu ini bukan hal yang mudah untuk gadis itu.

Acara berpamitan yang super singkat diakhiri Seanna dengan tepukan ringan di lengannya. Memang raut wajah Seanna cukup datar, tapi senyum yang dipaksakan tidak bisa membohongi apa yang dirasakan Seanna.

***

Beberapa hari berlalu setelah resepsi, Seanna menerima sebuah SMS dari Arland.

Weekend ini ada acara?

Seanna masih sedang merapikan ruffle dressnya di depan cermin. Warna hitam mungkin cocok dengan suasana kelam hatinya beberapa hari ini. Kemarin malam dia memimpikan Ervan. Sempurna sekali.

Weekend yang berarti besok.

Seanna tidak pernah berada di luar rumah setiap akhir minggu. Dia memilih bermalas-malasan di rumah. Tidur sampai siang, hingga mama menggedor-gedor pintu untuk membangunkannya.

Gak. Aku di rmh aja. Kenapa?

Sekitar sekian detik setelah mengirimkan SMS, Arland membalas.

Ke Lembang?

Seanna mengerutkan kening.

Ngapain?

Arland membalas

Ngulang kejadian di Bali?

Seanna seperti ingin mencekik Arland seandainya saja laki-laki itu ada di hadapannya saat ini.

Bagaimana mungkin Arland menjadikan topik itu sebagai lelucon?

Ketika tidak membalasnya, Arland kembali mengirimkan SMS.

Just Kidding J just meet my grandma. Gmn? There's a quiet and beautiful place.

Mulai ngenalin ke neneknya. A good sign, right?

Errr...Seanna menggetok kepalanya sendiri.

Lembang. Hmm...hanya mendengarnya saja, Seanna yakin tempatnya pasti keren. Seanna pernah dua kali ke sana, dan tidak keberatan jika harus kembali lagi ke sana.

Ketika sedang memikirkan jawaban, ponselnya berdering. Seanna ternganga melihat nomer ponsel Arland tertera di monitor.

"Hei."

"Hei." Arland menjawab dengan sapaan yang sama.

Seanna tanpa sadar tertawa.

"Mau ikut nggak?"

Seanna berjalan di depan cermin sambil memainkan ujung rambutnya yang dibuat ikal.

"Ada acara apa di sana?"

"Nggak ada. Cuma jalan-jalan."

"Mm, boleh deh."

"Thanks. Besok pagi jam 7 kujemput."

***

Seanna masih tidak percaya jika mereka memang benar-benar bergerak menuju Lembang. Audi yang dikemudikan Arland membawa mereka sampai di sebuah jalanan berkelok-kelok dan menanjak. Kata Arland mereka akan sampai sekitar lima menit lagi.

Sebuah gerbang kayu hitam lebar dan tinggi terbuka untuk mereka. Arland tidak berkata apa-apa lagi sampai mereka berhenti di depan sebuah rumah besar dengan pintu ganda yang juga berwarna hitam. Tanaman merambat tumbuh di sepanjang pergola kayu yang terpasang di sisi kiri dan kanan teras. Sementara disekitar rumah pun banyak ditumbuhi tanaman hias berwarna hijau. Rumah yang begitu hijau dan sejuk.

"Mau dibukain pintu?" tanya Arland setelah membuka seatbelt.

"Nggaklah." Seanna tanpa pikir panjang lagi segera membuka pintu di sampingnya.

Arland memencet bel sebanyak tiga kali. Tidak perlu menunggu lama sampai seorang asisten rumahtangga membukakan pintu untuk mereka.

"Nenek pasti lagi di dapur."

Ruangan tengah rumah tersebut ditata begitu minimalis. Hanya beberapa kursi dan dua meja. Selebihnya hanya dua coffee table di dua sudut berbeda tempat meletakkan bunga mawar segar dan pahatan kayu berbentuk bebek.

"Arland,"

Nenek Kassandra memberikan pelukan hangat kepada Arland sebelum Arland sempat mengagetkan. Melihat Seanna, beliau langsung menunjukkan sambutan ramah. Seanna tidak luput dari pelukannya yang cukup erat.

"Jadi, ini yang mau dikenalin ke Nenek? Namanya siapa?"

"Seanna, Nek," jawab Seanna tanpa bisa menahan diri untuk tidak meminta penjelasan dari Arland.

"Jadi, kapan mau diresmikan?"

Seanna semakin bingung. Sedangkan Arland pun belum memberikan penjelasan.

"Seanna ini cuma teman Arland aja kok, Nek."

"Kamu kan pernah bilang mau bawa calon isteri kamu ke sini. Nenek kira yang ini."

Nenek Kassandra mengusap rambut ikal Seanna yang jatuh sempurna di atas bahu.

"Nanti deh aku tanya Seanna lagi." Arland memberikan jawaban cukup diplomatis, cukup membuat Seanna semakin bertanya-tanya, sebenarnya apa maksud Arland membawanya ke sana.

"Ya udah. Nanti aja ya sambil makan kita lanjutin ngobrolnya. Masakannya udah hampir matang."

Seanna terpukau dengan aneka masakan yang tersaji dalam wadah keramik putih. Piring-piring lebar dan mangkuk putih bermotif bunga berjajar rapi di atas meja makan. Sekarang tinggal menuangkan sup ke dalam mangkuk besar yang diletakkan di tengah-tengah meja.

Perempuan paruh baya yang tadi ikut memasak bersama nenek, ikut memperkenalkan diri sebagai keponakan nenek Kassandra. Namanya Tante Indah. Tante Indah sudah sepuluh tahun tinggal bersama nenek Kassandra. Umur beliau sudah menginjak 45 tahun, namun belum menikah.

"Seanna mau yang mana?" tanya nenek Kassandra ketika acara makan baru saja dimulai. Sekalipun baru sekali ini Seanna berkunjung ke sana, nenek Kassandra sudah bersikap sangat ramah dan seolah mengenalnya dengan akrab.

"Aku nasi merah aja sama ayam goreng. Nanti aja aku ambil sendiri, Nek."

Tante Indah mengambilkan sup tomat untuk Arland. "Arland paling suka sup tomat bola daging buatan Tante."

"Oh ya?" Seanna bereaksi. Sup tomat bola daging juga adalah salah satu makanan kesukaannya. Banyak sih sebenarnya makanan yang disukainya.

"Kamu suka masak?"

"Suka, Tante."

"Bisa masakin sup tomat dong untuk Arland."

Seanna melirik Arland. Yang dilirik malah menyibukkan diri dengan melihat masakan apa lagi yang akan dicicipi.

"Ng, bisa sih, Tan. Tapi takutnya nggak seenak buatan Tante. Hmm, ayam gorengnya enak bangeet." Seanna menelan potongan ayam goreng yang begitu lembut dan lezat. Perpaduan rasa pedas dan manisnya begitu pas. Selain masakan mama, masakan tante Indah juga tidak kalah lezat.

"Kapan-kapan ke sini lagi ya, kita masak bareng."

"Pasti, Tante."

***

Setelah makan siang yang begitu mengenyangkan plus obrolan hangat di meja makan, Seanna mengikuti Arland menuju ke halaman belakang. Tidak disangka, halaman belakang rumah itu sangat luas.

"Itu papan target buat panahan ya?"

Seanna menunjuk papan bulat di lapangan landai di bawah sana. Untuk sampai ke lapangan, mereka harus menuruni bukit yang tepat berada di tempat mereka duduk sekarang. Ada kursi malas, tiga buah gazebo dan beberapa kursi di sana.

"Tempat bermain." Arland menjawab tidak begitu tepat.

"Iya, tapi itu buat panahan kan?"

"Hmm," jawab Arland. "Mau lihat Arjuna beraksi?"

"Ih, pamer."

Tapi diam-diam Seanna penasaran juga, apa yang bisa dilakukan Arland dengan panah dan papan targetnya. Kalau dia beneran jago, dia bisa dapat tontonan menyenangkan. Kalau payah, paling tidak ada alasan untuk membully Arland.

"Mau lihat nggak?" Arland menawarkan.

"Mana busur sama panahnya?"

"Ada di ruang penyimpanan."

"Ambil deh. Aku mau lihat seberapa payah kamu menghadapi papan target itu."

"Mau taruhan?"

"Eh, taruhan dosa, tau?" Seanna agak gentar juga, makanya dia beralasan seperti itu.

"Taruhan nggak pake uang."

"Trus pake apa?" tanya Seanna.

"Biasanya sih pake cium."

"Apa?"

:U[



Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 41.3K 55
Sial bagi Sava Orlin setelah melihat lembar penetapan pembimbing skripsinya. Di sana tertulis nama sang mantan calon suaminya, membuat gadis itu akan...
1.3M 115K 26
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
5M 272K 54
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
2.3M 253K 45
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...