I For You (Sasunaru Version)

By MrsTaraFujitatsu

116K 10.4K 768

#TAMAT - Beberapa part di privat Menceritakan bagaimana hubungan Naruto sang Tuan Muda dengan murid beasisw... More

1 - The Heir
3 - Started
4 - Kesalahan Shikamaru
5 - Protective
6 - Incident
7 - Shinrai (Trust)
8 - Sugata o keshimasu (Disappear)
9 - Broken
10 - Your Fault...?
11 - Sayonara
12 - Date
13 - The Biggest Mistake
14 - Coma
15 - Good Bye
16 - I FOR YOU [End]

2 - Practikum 🌱

8.6K 746 46
By MrsTaraFujitatsu

I FOR YOU

Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto

Warn: BL. Shounen,Typo ,Mas

SasuNaru, ShikaNaru

"Datang, datang."

Di kelas sepuluh atau sebelas, kata-kata itu biasanya disebut saat ada sensei yang datang. Namun, di kelas dua belas ini, Sasuke cukup yakin kata-kata itu ditujukan kepada pasangan Naruto dan Shikamaru. Sasuke menggeleng pelan, tak habis pikir dengan kelakuan anak-anak kaya ini.

Dari sudut mata, Sasuke bisa melihat Shikamaru menahan pintu untuk Naruto yang melenggang masuk.
Sasuke berusaha untuk kembali berkonsentrasi pada buku Biologi saat harum lembut sampo Naruto memenuhi udara di sekitar hidungnya.

Naruto sendiri tidak langsung duduk dan menyempatkan diri untuk memperhatikan Sasuke penuh minat. "Murid genius memang beda, ya."

Walaupun tak ingin, Sasuke mendongak juga, menatap sepasang mata Shapphire yang tampak berbinar itu. Mungkin kata-kata Shikamaru kemarin ada benarnya. Mungkin Naruto hanya seorang bocah kaya yang berkata apa adanya tanpa memikirkan perasaan lawan bicaranya, tetapi tidak bermaksud buruk.

"Aku bukan genius" tandas Sasuke. Ia tidak pernah merasa genius. Ia mendapatkan semua prestasi ini dengan kerja keras.

Naruto mengerjap. "Lalu, kenapa kamu belajar sebelum kelas dimulai? Apa supaya terlihat genius?"

Dalam hati, Sasuke merancang umpatan paling sopan yang bisa ia lontarkan pada pemuda pendek sok bangsawan itu. Mungkin Shikamaru salah. Mungkin pemuda didepannya ini benar-benar ingin menghinanya dengan cara paling polos yang ia bisa.

"Kau-!!"

"Pagi anak-anak!" Suara Orochimaru Sensei memotong kata-kata Sasuke. Tampak tidak ambil pusing, Naruto duduk tenang di bangkunya. Setelah meletakkan buku-buku ke atas meja, Orochimaru Sensei menepuk tangan meminta perhatian dari seluruh penghuni kelas . "OK! Sekarang, tutup buku kalian!"

Semua anak mengernyit heran. Naruto malah belum membuka tas sama sekali, mejanya masih bersih.

"Kita adakan quis!" seru Orochimaru Sensei lagi, membuat sebagian anak menjerit kaget dan sisanya pasrah menerima nasib. "Tenaaaang... Kuis ini sudah pernah kalian pelajari di kelas sebelas, Sensei hanya mau mereview!"

"Tidak usah saja, Sensei..." erang Choji, seorang murid bertubuh gemuk yang duduk di belakang Shikamaru.

"Sensei hanya ingin tahu, sejauh mana kalian mengingat pelajaran kelas sebelas." Orochimaru Sensei berusaha menenangkan anak muridnya. "Pertanyaannya sangat mudah jadi tidak perlu khawatir!"

Riuh penuh kecemasan terus menggema, rupanya anak-anak sama sekali tidak merasa perkataan Orochimaru Sensei menenangkan. Orochimaru Sensei sampai harus mengetukkan spidol pada papan tulis untuk kembali mendapat perhatian mereka. Sekarang, kelas sudah cukup tenang, tetapi semua menghindari pandangannya.

Semua, kecuali Naruto yang menatapnya lurus dan Sasuke yang menatapnya menantang. Orochimaru Sensei mengenal mereka dari kelas sepuluh. Satu adalah anak orang kaya yang terlalu naif hingga terkadang tidak tahu sopan santun, satunya lagi adalah anak kurang mampu yang penuh ambisi hingga bersedia melakukan apapun yang ia bisa untuk mencapai sesuatu.

"Baiklah, Sasuke." Orochimaru Sensei memutuskan. Setidaknya anak-anak bisa mencontoh sesuatu dari anak laki-laki ini. "Apakah kamu masih ingat, ada berapa jaringan pada tumbuhan?"

Semua anak segera berkasak-kusuk hebat, mencocokkan jawaban satu sama lain atau sekadar mengeluh tidak tahu. Namun, Orochimaru Sensei bisa melihat Sasuke tetap tenang di bangkunya, sudut bibirnya sedikit terangkat ke atas seolah meremehkan. Orochimaru Sensei sudah terlalu terbiasa dengan ekspresi itu hingga tak pernah mengambil hati.

"Dua. Jaringan meristem dan jaringan dewasa," jawab Sasuke datar. Semua anak memandangnya kagum, lalu menyadari kalau mereka punya dewa Biologi-dan mungkin beberapa mata pelajaran lainnya juga.

"Benar sekali. Bagus!" Orochimaru Sensei bertepuk tangan sendirian.

"Nah, sekarang...siapa ya?"

Seperti yang sudah ia tebak, semua anak sekarang kembali pura-pura sibuk dan menghindari tatapannya. Semua, kecuali... dua orang tadi.

Orochimaru Sensei menghela napas. "Yak, Naruto."

Semua kepala sekarang terputar ke arah Naruto yang masih menatap Orochimaru Sensei datar. Orochimaru Sensei sendiri tidak yakin pada kemampuan muridnya yang satu itu.
Walaupun Naruto diberi kelebihan wajah yang rupawan serta kekayaan, otaknya biasa-biasa saja. Malah, cenderung kurang. Kalau saja dia mau belajar lebih giat, mungkin dia tidak akan mendapat ranking 27 dari 30 murid kelas sebelasnya tahun lalu.

"Rangsang pada hewan disalurkan melalui?" Orochimaru Sensei mencoba-coba dengan pertanyaan yang mudah, berharap Naruto akan ingat.

Namun, tatapan Naruto nyaris kosong, tampak benar-benar tidak punya ide. Setelah dua menit berlalu dan mulutnya tak kunjung membuka, anak-anak mulai ramai berbisik. Shikamaru pun hanya bisa menatapnya cemas dari jauh, tak bisa memberinya kode apa pun karena Naruto hanya menatap lurus.

Naruto sendiri benar-benar tak ingat. Rangsang pada hewan? Apa mereka belajar soal hewan di kelas sebelas?

"Saraf."

Naruto seperti bisa mendengar suara dari dalam kepalanya, tetapi ia tak yakin. Suaranya tidak berat, bahkan suara dalam kepalanya sekalipun. Lalu, yang barusan itu apa?

"Saraf."

Kali ini, Naruto mendengar lebih jelas. Suara itu bukan berasal dari dalam, melainkan belakang kepalanya. Itu suara Sasuke.

Walaupun sama sekali tak tahu alasannya, Naruto membuka mulut. "Saraf?"

Tak tahu menahu soal bisikan Sasuke, Orochimaru Sensei langsung melongo. Seketika, hatinya seperti dipenuhi bunga.

Ia bahagia karena Naruto mampu mengingat soal itu walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama.

"BENAR SEKALI!!" pekiknya, membuat Hinata, anak perempuan yang duduk persis di depannya, berjengit kaget.

Naruto menoleh ke belakang. Namun, Sasuke sedang bertopang dagu dan menatap ke arah lain, seolah tidak mau mengakui bahwa barusan ia membantu Naruto.

"Mungkin kamu tidak begitu buruk," seloroh Naruto. Sasuke menoleh, merasa salah dengar. "Ha?"

"Untuk ukuran orang miskin, kamu boleh juga." Naruto memperjelas kata-kata sebelumnya, membuat darah Sasuke segera naik ke kepala. Namun, sebelum ia sempat membalas, Naruto sudah kembali menatap ke depan.

Sasuke menatap geram rambut pirang Naruto. "Mengucapkan 'terimakasih' saja apa susahnya"

Namun, Naruto tidak mendengar karena ia sibuk memperhatikan Orochimaru Sensei yang memutuskan tidak meneruskan kuis. Orochimaru Sensei melakukannya dengan anggapan semua anak pasti masih ingat pelajaran kelas sebelas karena Naruto saja ingat.

"Jadi! Untuk semester ini, selain belajar seperti biasa, kita akan praktikum juga." Orochimaru Sensei membuka buku agendanya. "Akan ada empat praktikum, dan semuanya akan dilakukan berpasangan. Sensei akan mengumumkan pasangannya sekarang!"

Kelas kembali riuh, tetapi kali ini terasa berbeda. Semua menjadi bersemangat dan berharap bisa dipasangkan dengan orang yang mereka inginkan. Sudah tentu, nomor urut pertama bagi para anak perempuan adalah Shikamaru, dan Naruto bagi para anak laki-laki yaaah walaupun Naruto merupakan laki-laki akan tetapi tidak sedikit dari teman-temannya yang diam-diam memendam rasa pada Naruto. Namun, mereka juga sadar kalau Shikamaru dan Naruto tak pernah terpisah dalam tugas macam apa pun. Seketika, perasaan mereka jadi rumit hanya karena pembagian tugas Biologi.

Sasuke sendiri sama sekali tidak ambil pusing dengan pembagian ini. Ia mau berpasangan dengan siapa saja selain dengan bocah pirang yang duduk di depannya ini. Peluangnya adalah satu banding dua puluh sembilan, jadi hanya kebetulan tidak lucu yang bisa membuatnya berpasangan dengan Naruto.

"Baiklah. Untuk pasangan pertama, ..." Orochimaru Sensei melirik Naruto dan Shikamaru bergantian. "Shikamaru dan Ino."

Shikamaru sudah akan mengangguk saat menyadari sesuatu. "Eh?"

Di sisi lain kelas, sama sekali tak berusaha menahan perasaannya, Ino berteriak kegirangan. Teman-temannya ikut menjerit, antara takjub dan iri. Di tengah kehebohan itu, Naruto melemparkan pandangan bingung kepada Shikamaru. Selama mereka bersekolah di sini, mereka selalu satu kelompok. Mengapa tidak kali ini?

"Kenapa, Sensei?" tanya Shikamaru kepada Orochimaru Sensei, sangat mengerti arti tatapan Naruto.

"Begini, Shikamaru. Kalian sudah terlalu sering bersama-sama. Ada baiknya kali ini berpisah supaya bisa bersosialisasi dan bekerja sama dengan yang lain." Orochimaru Sensei membetulkan letak kacamata, menahan diri untuk tidak mengatakan alasan yang sebenarnya: bahwa Naruto membutuhkan sosok seorang pandai seperti Sasuke untuk membimbingnya belajar, bukan orang yang rankingnya hanya tiga tempat di atas sang pemuda pirang.

"Tapi-"

"Sensei mengerti." Orochimaru Sensei memotong protes Shikamaru. "Tapi, kalian akan tetap berada di lab yang sama, kelas yang sama. Tidak akan terpisah jauh. Tidak apa-apa kan, sekali-sekali?"

Shikamaru melirik Naruto yang mengangkat bahu. Perkataan Orochimaru Sensei ada benarnya. Mereka hanya akan terpisah kelompok, tetapi tetap berada di lingkungan yang sama. Selama Naruto ada di jarak pandangnya, maka semuanya pasti akan baik-baik saja.

"Baik sensei." Shikamaru akhirnya menyanggupi, membuat Ino nyaris pingsan di bangkunya.

Orochimaru Sensei mengangguk sambil tersenyum, lega karena akhirnya bisa memisahkan dua anak yang seperti sepasang sandal itu. Sebagai wali kelas, ia merasa bertanggung jawab pada kemampuan akademis Shikamaru dan Naruto. Ia yakin, dengan cara ini bisa membantu mereka.

Setelah kelas cukup tenang, Orochimaru Sensei kembali menyebut beberapa pasangan lain. Sementara itu, di tempat duduknya, Sasuke mulai berkeringat dingin. Dari tadi, namanya belum disebut juga. Peluangnya sekarang hanya tinggal satu per sepuluh. Apakah...

"Pasangan selanjutnya, Naruto dan Sasuke."

Sasuke hampir mengumpat, tetapi ia tak melakukannya. Ia memilih untuk menatap sengit kepala pirang Naruto yang tampak bergeming. Pasti pemuda itu sedang melongo lagi dengan mata bulat seperti yang sudah-sudah.

"Kenapa?"

Sasuke mengangkat alis saat mendengar suara Naruto. Detik berikutnya, ia mendengus geli, merasa pertanyaan itu lebih cocok ditanyakan oleh dirinya sendiri.

"Ya... karena ini undian, Naruto." Orochimaru Sensei segera beralasan. "Jadi, bukan Sensei yang menentukan."

"Undian?" tanya Naruto lagi, setengah takjub. "Jadi maksud Sensei, dari dua puluh sembilan anak yang ada di kelas ini... yang terpilih bersama saya...

anak ini?"

Dahi Sasuke segera berkedut saat mendengar kata 'terpilih' dan 'anak ini'. Bukan Sasuke yang tadi tidak tahu melalui apa rangsangan pada hewan disalurkan.

"Benar sekali," jawab Orochimaru Sensei mantap. "Jadi, kamu harus menerimanya."

Sekali lagi, Naruto menoleh ke belakang. Kali ini, Sasuke menatapnya balik dengan tatapan setajam yang dia bisa. Namun, tentu saja Naruto takkan merasa. Pemuda itu malah mengedikkan bahu.

"Mau bagaimana lagi." Naruto berkomentar, lalu kembali menatap ke depan.

Sekali lagi, Sasuke harus menelan kekesalannya. Mungkin harus beberapa kali lagi karena semester ini baru dimulai, dan masih ada semester berikutnya.

Benar-benar kebetulan yang tidak lucu.

.

.

.

.
***

"Niichan dipasangkan dengan Naruto?"

Kiba berlari ke ruang tamu untuk menatap Sasuke tak percaya, meninggalkan soup tomat yang tengah dimasaknya. Mulutnya separuh terbuka. Informasi yang barusan Niichannya sampaikan begitu mengejutkan hingga hampir tak bisa dipercaya oleh akalnya.

"Awas soupnya." Sasuke menggumam.

"Niichan apakah benar Naruto yang 'ITU' ?"

Tak lagi bisa fokus, Sasuke mendongak dan menatap Kiba dengan mata menyipit. "Memang ada Naruto yang lain lagi...?"

Masih belum percaya, Kiba kembali ke dapur sambil menggeleng-geleng.

"Tidak bisa dipercaya,Apakah Naruto-san mau..??"

"Hei," tegur Sasuke, tidak terima. Bagaimanapun Sasuke ini adalah kakaknya, walapun bukan saudara kandung tetapi seharusnya Kiba berpihak padanya bukan.

"Maksudku, bukannya Naruto-san itu selalu tidak mau dipisahkan?" Tanya Kiba sambil menghidangkan makan malam yang baru saja dimasaknya .

"Tidak usah dipikirkan."

"Oh, stok yang kemarin sudah habis Sasu-nii ." Ucap Kiba ketika melihat kearah keranjang makanan yang telah kosong

Sasuke mengangguk-angguk, lalu memperhatikan Kiba yang sekarang sedang menyendok nasi ke piringnya. Sudah setahun ini, Kiba berjualan roti di kantin sekolah. Memang hasilnya tidak seberapa, tetapi bisa untuk membantu untuk membayar sewa dan Kiba bisa sedikit menabung keperluan-keperluan mendadak. Sasuke tidak pernah bertanya, tetapi ia yakin jumlahnya sudah lebih dari cukup untuk membeli sebuah ponsel canggih, yang omong-omong, tidak dianggap penting oleh otoutonya itu.

Sasuke menerima piring dari Kiba, mengambil soup tomat yang dibuat sang adik lalu mulai menyuapkannya ke mulut. Dulu, ia pernah melarang Kiba berjualan roti. Status mereka sebagai anak-anak penerima beasiswa sudah cukup untuk menjadi bahan ejekan, ditambah lagi title penjual roti. Namun, Kiba tidak ambil pusing. Dia melakukannya dengan senang hati, demi menghemat uang peninggalan orangtuanya yang sudah berkurang.

Untuk anak laki-laki seusianya, Kiba benar-benar dewasa. Ia sama sekali tidak menangis saat kedua orangtua mereka tewas dalam sebuah kecelakaan lalu lintas tiga tahun lalu. Tidak pula marah saat si penabrak dengan angkuhnya menganggap bisa membayar lunas semuanya dengan menanggung hidup mereka hingga masuk di Konoha High School ini.

Tiga tahun lalu, orang yang menabrak orangtua mereka mendaftarkan mereka ke Konoha High School. Sasuke dan Kiba pun menerima beasiswa silang, biaya sekolah mereka disubsidi oleh siswa-siswa yang mampu. Walaupun demikian, mereka menolak sejumlah uang tanggungan yang diberikan si penabrak.

Selama hampir dua tahun setelah tragedi itu, Kiba dan Sasuke tinggal di rumah paman dan bibinya-satu-satunya keluarga yang mau merawat mereka. Meskipun tak pernah mengatakannya secara langsung, Sasuke dan Kiba tahu paman dan bibinya merasa kesulitan membesarkan lima anaknya sendiri. Tidak mau menyusahkan lebih lama, Sasuke dan Kiba pun memutuskan untuk menyewa sebuah rumah mungil dan tinggal berdua saja. Kalau saja orangtua mereka tahu pentingnya asuransi, mungkin mereka bisa hidup dengan lebih baik.

Sasuke merupakan seorang kakak yang harus bertanggung jawab pada adiknya, terutama sebagai balasan terhadap kedua orang tua Kiba yang sudah mengangkatnya sebagai anak di panti asuhannya dulu. Dan sekarang sudah menjadi kewajibannya untuk merawat dan menjaga Kiba dengan baik.

Mendadak, Sasuke merasa susah menelan, nasinya seperti tersangkut di tenggorokan. Mengapa ia harus mengingat semua ini?

"Kenapa, niisan?" tanya Kiba, menyadarkan Sasuke dari lamunannya

"Ah, Tidak."

Walaupun Kiba setahun lebih muda darinya, adiknya itu benar-benar membanggakan. Selain manis dan berprestasi dalam olahraga, ia pun disukai semua orang. Tidak seperti Sasuke yang lebih suka menyendiri, Kiba sangat supel hingga ia memiliki banyak teman. Ia bisa membuat teman-temannya tak peduli status sosialnya, malah membantunya dalam berbagai hal. Itu satu-satunya hal yang tak bisa Sasuke pelajari, dan ia menyerah melakukannya semenjak kedua orangtuanya meninggal.

Sekarang, mereka mungkin orang tidak mampu. Namun, satu hal yang Sasuke tahu, ia bisa mengubah nasibnya dengan caranya sendiri. Sasuke akan menunjukkan kepada orang-orang kaya itu, bahwa hidup bukan sekedar tentang uang. Bahwa ia akan mengalahkan mereka dengan cara yang lebih bermartabat.

Dan, itu adalah kerja keras

.

.

.

.

.

"Semua sudah bersama dengan pasangan masing-masing?"

Semua anak menjawab riuh dari samping pasangannya masing-masing, kecuali Naruto, Sasuke, dan Shikamaru. Naruto dan Sasuke hanya duduk diam dan berjarak hampir 1 meter sambil menatap lurus ke arah Orochimaru Sensei dengan ekspresi berbeda, sedangkan Shikamaru mengawasi Naruto dengan konsentrasi penuh.

"Yak!" Orochimaru Sensei berusaha tak memedulikan kegaduhan yang terjadi dan memulai penjelasannya serta tugas praktikum kali ini.

Dahi Naruto sedikit berkerut saat mendengar kalimat Orochimaru Sensei.

"Menumbuhkan kecambah!"

Sasuke meliriknya, tetapi tak ambil pusing. Ia berusaha untuk fokus pada perintah Orochimaru Sensei selanjutnya. Bagaimanapun, ia harus menjadi yang terbaik dalam percobaan ini. Ia harus menjadi yang terbaik dalam apapun.

"Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengamati hubungan lingkungan terhadap pertumbuhan tanaman. Ada beberapa faktor yang menyebabkan itu semua dan tugas kalian adalah untuk mengerjakannya sesuai dengan kertas yang Sensei sudah bagikan di meja kalian."

Sasuke meraih kertas yang ditindih oleh pot kecil, lalu membacanya. Mereka mendapat bagian untuk menguji pengaruh faktor cahaya. Sasuke segera mendengus. Gurunya itu pasti bercanda. Ini terlalu mudah.

"Kalian bisa mulai menanam, baca baik-baik perintah yang ada pada kertas petunjuk dimasing-masing meja kalian!" Orochimaru Sensei sudah mulai bekerja.

Sasuke menghempaskan kertas tadi ke atas meja. Dari empat percobaan yang ada, mengapa mereka harus mendapat yang paling mudah? Mengapa tidak faktor suhu atau nutrisi?

"Aku suka makan bubur bayi rasa kacang hijau" Ucap Naruto tiba-tiba dengan kedua bola matanya yang berbinar-binar menatap beberapa butir kacang hijau yang tenggelam di dalam wadah berisi air

"Bubur... bayi?" Sasuke menggaruk tengkuk meskipun tidak terasa gatal, sepertinya dia salah dengar. Diantara kebingungannya, ia bisa menangkap bayangan Shikamaru yang masih mengawasi mereka. Menurut Sasuke, anak laki-laki itu benar-benar berlebihan. Bahkan, Sasuke masih menjaga jarak sejauh satu meter dari Naruto.

"Terus? Mereka akan diapakan?" tanya Naruto lagi

"Ditanam" Sasuke akhirnya bangkit dan mengambil salah satu pot kemudian diisi tanah sementara Naruto memperhatikannya. Setelah

beberapa saat diperhatikan, Sasuke melirik Naruto tajam. "Kau tidak ingin membantu?"

Naruto menatapnya bingung. "Membantu apa?"

Dahi Sasuke berkedut menahan amarah "Ada dua pot yang harus diisi. Kau baca kertas petunjuknya apa tidak ha..?!"

"Maaf, aku tidak bisa," potong Naruto "Mm,.. Aku tidak pernah memegang tanah. Kalau ada serangga atau benda tajam bagaimana?" Tanya Naruto polos.

Sasuke tahu ia sudah melongo, jadi satu-satunya kata yang bisa keluar dari mulutnya adalah, "Ha?"

"Tapi, aku akan memperhatikanmu kok" Lanjut Naruto dengan mata yang berbinar.

"Tidak perlu," sambar Sasuke keki, la mengisi tanah banyak-banyak ke dalam pot.

Naruto sepertinya tidak sadar dan malah kembali menatap biji kacang hijau penuh semangat

"kira-kira nanti tumbuhnya seperti apa ya"

Alih-alih menjawab, Sasuke hanya menatap Naruto tak habis pikir. Sekali lagi, ia bisa melihat Shikamaru dari sudut matanya, anak laki-laki itu sudah kembali menatap mereka ingin tahu. Sasuke balas menatapnya sengit, lalu menghampiri Naruto. Hilang sudah kesabarannya.

"Denger ya. Kau jangan pernah ikut campur dalam praktikum ini"

Mata Naruto membulat. "Maksudnya?"

"Sekarang,aku mengerti kenapa Orochimaru Sensei memasangkan aku denganmu Dobe"

Sasuke mengetuk dahi Naruto dengan telunjuknya yang berlepotan tanah."Bagian ini tidak tertolong."

Naruto menelengkan kepala, masih belum paham. Namun, Sasuke tak akan membiarkan dirinya tertipu oleh kepolosan pemuda itu.

"Jangan pernah menyentuh apa pun selama praktikum berlangsung, cukup dengan duduk manis. Mengerti?" jelas Sasuke membuat Naruto hanya dapat mengerjapkan matanya,Sasuke kemudian melirik Shikamaru yang sudah berdiri, memandangnya sengit
"Ooh satu lagi katakan pada kekasihmu itu supaya berhenti bersikap berlebihan, Cih"

Naruto menoleh kepada Shikamaru yang balas menatapnya cemas. Naruto melempar senyum, meyakinkan bahwa ia baik-baik saja. Ia kembali menatap Sasuke yang sudah mulai mengisi pot keduanya.

"Kamu marah karena aku tidak membantu?" tanya Naruto sambil menghela napas.

"Oke, kamu tidak mengerti Biologi, tapi kamu bisa bahasa jepangkan.? Kamu tahu kan perbedaan antara 'tidak mau' dengan 'tidak bisa' bukan?"

"Aku mau, kok." Jawab Naruto yang menatap tanah yang dipegang oleh Sasuke ragu. "Tapi tidak bisa." lirihnya

"Terserah." Sasuke menggelengkan kepala pasrah, orang kaya memang menyebalkan. Namun, Sasuke bersyukur ada hal yang selamanya tidak bisa dibeli dengan uang.

Pemuda di sebelahnya ini baru saja membuktikannya.

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

450K 57.8K 42
[END] Ketika penyesalan datang, dan kau tidak bisa berbuat apapun, lalu semuanya menjadi tidak berguna. Second chance, may i get it? -Kageyama Tobio...
17.2K 862 10
Seorang laki-laki bernama Uzumaki Naruto yang telah kehilangan kedua orang tuanya menyukai seorang Uchiha Sasuke, tetapi sahabatnya yang bernama Saku...
8K 743 41
Siapa sangka seorang gadis bisa menjadi seorang kesatria pemberani dan pantang menyerah, Silvanna menjadi seorang kesatria karena ia ingin menyelamat...
4.3K 395 5
"Our life is very difficult, but there are millions of people with a more difficult life out there." Hidup kita memang sangat sulit, namun ada jutaan...