SAVARA: YOU BELONG WITH ME

By ikavihara

910K 60.7K 5K

Dari penulis A Wedding Come True dan My Bittersweet Marriage: Darwin Dewanata ingin menikah dengan Savara, ya... More

UNREQUITED LOVE
JUST GO HOME AND JERK OFF
LOSING BEST FRIEND TO MARRIAGE
THE IMPORTANT DECISION
I FOUND YOU SO HOT AND I WANT TO ASK YOU OUT
WHOM SHOULD ONE CHOOSE
LOVE WHEN YOU ARE READY
RELATIONSHIPS SHOULD BE BASED ON LOVE
CHANGE YOUR MIRROR!
WE ALL START AS FRIENDS
I COULD MAKE YOUR DREAM CAN TRUE
Mr. LIFEHACKER
FIRST DATE
SOMEONE FROM THE PAST
SOMEDAY I'D WAKE UP NEXT TO YOU
WHAT'S THERE TO THINK ABOUT
FRIENDS DON'T KISS
SIGNED, SEALED, DELIVERED
THE BIG SURPRISE
A KISS IS NOT JUST A KISS
LOVE TAKES TIME, BUT HOW MUCH?
I DON'T NEED YOU
TERMURAH. SAVARA + BELLAMIA
I REALLY NEED YOUR HELP

DON'T CLOSE YOUR EYES

19.1K 2.3K 186
By ikavihara


Sebelum SAVARA, lebih dulu baca BELLAMIA dan DAISY ya. Supaya bisa kenalan dengan semua tokoh-tokoh yang menyenangkan.

####

"Bukankah wanita lebih suka punya suami bergaji tetap? Orangtua seorang gadis juga. Senang kalau anaknya dapat suami pegawai BUMN, pegawai bank, orang migas, ya, kan? Apalagi kalau dapat suami PNS, bisa dapat uang pensiun, bahkan ketika sudah meninggal."

"Nggak tahu, belum pernah nanya Mama." Topik yang dihindari Vara jika bicara dengan orangtuanya. Segala sesuatu mengenai calon menantu.

"Coba tanya. Orangtuamu lebih suka punya menantu pegawai bank seperti Mahir atau orang yang tidak jelas pekerjaannya sepertiku."

Vara tidak mengatakan apa-apa.

"Apa orangtuamu ... orang yang berpikiran terbuka? Berwawasan?" tanya Darwin setelah tiga menit mereka diam. Ini hal penting yang harus diketahui.

"Tentu saja. Orangtuaku peduli pada perkembangan zaman." Vara menjawab setengah tidak terima.

"Hey, no offense." Darwin mengangkat tangannya. "Kadang aku membayangkan bagaimana kalau aku ingin menikah, lalu calon mertuaku masih ... kuno. Yang belum tahu bahwa bekerja tidak harus berseragam, pergi ke kantor, duduk dari jam delapan sampai lima sore. Krisis tidak krisis tetap dapat gaji di akhir bulan. Kalau kubilang aku pedagang, nanti mereka tanya kenapa aku tidak punya toko. Cari duit dari rumah, nanti dikira cuma bermalas-malasan. Tidak ada keseriusan untuk memberi nafkah keluarga.

"Apa yang harus kujelaskan kepada orangtuanya? Aku punya usaha. Aku jualan. Tapi yang kujual tidak kelihatan barangnya. Aku harus menjelaskan apa itu software dan apa itu CRM? Bisa panjang cerita. Tiga SKS satu semester."

Vara tertawa mendengar penjelasan Darwin. Lalu terdiam, saat ingat tadi malam untuk pertama kalinya, ibunya dengan serius menanyakan apa Vara sudah punya pacar atau belum. Amia sebentar lagi akan melahirkan dan Vara masih saja dianggap terlalu santai oleh orangtuanya.

"Kalau aku jadi gadis itu, aku akan membantu ... membantu orang yang melamarku untuk menjelaskan segalanya pada orangtuaku," kata Vara.

"Janji ya?" Darwin kali ini tersenyum lebar.

"Maksudku orang yang melamarku bukan kamu." Vara memutar bola mata.

"Ouch." Darwin pura-pura menyentuh dadanya. "Kenapa kamu tega membunuh harapanku yang baru saja tumbuh?"

"Sudahlah. Aku pulang dulu, ya." Daripada terjebak dalam pembicaraan yang tidak dia inginkan, lebih baik Vara memberi waktu Darwin untuk istirahat.

"Rasanya aku rela opname bertahun-tahun kalau begini."

"Jangan bicara macam-macam. Kamu harus cepat sembuh." Aneh sekali Darwin ini. Orang umumnya tidak suka tinggal di rumah sakit. "Siapa yang nemenin kamu di sini?" Sedari tadi tidak tampak ada anggota keluarga Darwin.

"Sendiri. I am a big boy." Darwin tertawa.

"Kamu nggak ngabarin orangtuamu? Kak Daisy?" Vara mengangkut tasnya.

"Aku pernah sakit juga di Amerika, Vara. Dan aku sendirian. Tidak ada masalah. Sekarang, sakit di Indonesia? Kurasa nasibku jauh lebih baik dan patut disyukuri."

"Disyukuri?" Vara mengerutkan kening.

Seandainya Darwin tidak terbaring lemah begini, Vara tidak akan datang menemuinya. Harus Darwin yang bergerak untuk mendekatinya. Kalau tadi siang dia kesal sekali karena harus menginap di rumah sakit—banyak janji terkait pekerjaan yang terpaksa dibatalkan—sekarang malah setengah berharap dia rawat inap agak lama. Supaya bisa sering menghabiskan waktu bersama Vara.

"Karena kamu menjengukku." Janji Tuhan, jika manusia bersyukur, maka nikmatnya akan dilipatgandakan. Sampai hari ini Darwin percaya.

***Vara berjalan pelan, masuk ke ruangan rawat Darwin dan berdiri tanpa suara di samping tempat tidur Darwin. Darwin tampak fokus dengan koran di tangannya. Tiga menit Vara berdiri diam dan Darwin belum juga mengangkat kepalanya.

"Baca apaan sih?" Vara melongok koran yang sedang dibaca Darwin sebelum meletakkan kantong plastik berisi roti di meja sebelah kiri tempat tidur Darwin.

Darwin tersenyum melihat Vara datang lagi. See? Selama ini dia selalu percaya bahwa janji Tuhan selalu benar. Karena dia bersyukur sepanjang malam kemarin, maka nikmatnya ditambah. Vara tidak hanya datang membawa senyuman, tapi ada kantong kertas besar di tangannya.

Sedetik kemudian Vara sibuk membongkar bawaannya. "Aku bawain sesuatu."

Darwin mengamati buku berwarna cokelat yang kini ada di tangannya. A Gesture Life. Novel yang ditulis orang berkulit kuning yang diadopsi oleh keluarga kulit putih, menceritakan tentang hidupnya yang 'roaming' karena dia berbeda dengan lingkunganya.

"Bukan novel romance." Vara buru-buru menjelaskan.

"Novel romance juga tidak apa."

"Bukannya ... biasanya cowok nggak suka baca cerita romance?"

"Itu anggapanmu saja, yang merasa aneh kalau melihat laki-laki membaca cerita romance. Hanya wanit yang boleh suka romance, lalu laki-laki harus suka porn, begitu? Stereotip yang menyebalkan. Aku baca The Time Traveler's Wife. Saddam Husein juga menulis cerita romance. Zabibah and The King, yang katanya ditulis bersama hantu. Jadi, Vara, apa kamu menganggap laki-laki yang membaca cerita romance jadi ... kurang jantan?" Darwin tidak keberatan mengakui bahwa dia pernah membaca cerita roman. Banyak orang mengaku gemar atau hobi membaca, tapi tidak mau membaca semua jenis buku. Kalau cuma suka baca komik, kenapa tidak menyebut dirinya pecinta komik?

Teriakan memekakkan telinga terdengar dari televisi yang menyala. Ada yang mencetak gol. Membuat Vara urung mengeluarkan pendapat.

"Siapa yang main?" Vara buta sama sekali soal sepak bola.

"PERSIB." Darwin memperhatikan layar televisi yang sedang menayangkan replay dari gol tadi. Karena terasa sepi sekali, Darwin membiarkan televisi menyala sejak tadi. Sambil sesekali Darwin menonton ketika komentator sepak bola berteriak antusias.

Vara memilih menundukkan kepala, menyibukkan diri dengan ponsel. Membiarkan Darwin fokus sebentar pada permainan di depannya.

"Kemarin aku baca ini...." Vara membuka browser di ponselnya dan menunjukkan pada Darwin, ketika jeda turun minum. Ada sebuah artikel di Berkeley News tentang bagaimana cara membuat wanita dan pria jatuh cinta walaupun tidak saling mengenal.

Darwin tertawa dalam hati, ada-ada saja yang dibaca Vara.

"Ini cara kamu memberi kode kepada laki-laki?" Darwin menggoyangkan ponsel Vara.

"Nggaklah." Tidak semua laki-laki tertarik membaca hasil penelitian, kecuali Darwin.

"Come closer." Darwin menyuruhnya mendekat.

"Mau ngapain?" Vara turun dan mendekat ke ranjang Darwin.

"Sini." Darwin menarik tangan Vara dan memaksanya duduk di tempat tidur. "Hadap sini." Mengherankan sekali. Kenapa Vara enggan melihat wajahnya? Memangnya saat sedang sakit, Darwin jadi tidak ganteng lagi?

"Kenapa sih?" Terpaksa Vara memutar badannya, menghadap Darwin yang duduk menyandar karena ujung tempat tidurnya ditinggikan.

"Kamu tidak baca ini? Kita harus saling bertatapan selama empat menit." Langkah awal yang harus dilakukan oleh laki-laki dan wanita yang ingin merasa lebih dekat, menurut artikel itu. Darwin bergantian menunjuk kedua pasang mata mereka dengan telunjuk dan jari tengahnya.

Vara mengerang dalam hati dan menundukkan kepala. Menyesal memulai semua ini. Niatnya hanya supaya Darwin membaca dan mereka ada bahan pembicaraan. Bukan malah diajak praktik langsung begini.

Tangan Darwin sudah berada di dagu Vara dan Darwin memaksa Vara untuk menatap matanya.

"No, don't close your eyes...." Perintah Darwin, pelan seperti bisikan.

Vara batal memejamkan mata. Melakukan hal berbahaya seperti ini di rumah sakit bukanlah pilihan yang tepat. Suasananya mendukung sekali. Tenang, tidak ada suara kendaraan atau klakson yang mengganggu mereka. Suara bisikan Darwin yang mengingatkannya untuk tidak menutup mata berdesir di telinga. Empat menit terlama yang pernah dijalaninya. Empat menit yang terasa seperti selamanya.

Ada sepasang mata yang tengah menatapnya dalam-dalam, membuat hatinya berdebar. Vara bersumpah dia seperti sedang mengizinkan Darwin melihat jauh ke dalam dirinya, bukankah orang bilang mata adalah jendela jiwa? Segala yang dirasakan hati, sering bisa diketahui melalui mata. 

Vara memberanikan diri untuk balas menatap mata Darwin. Berusaha untuk tidak mengajak hatinya turut serta. Diamatinya mata Darwin. Bulu matanya seperti bulu mata gajah. Kaku dan panjang. Double eyelids. Tatapan mata Vara kini fokus pada tengah mata Darwin. Pupil matanya berwarna cokelat gelap, hampir hitam.

Tapi ... ada sesuatu yang lain di sana. Hati Vara—yang tidak diajak tapi tetap memaksa ikut—bisa melihatnya. Tatapan mata Darwin hangat dan seperti ... penuh cinta. Vara ingin menggelengkan kepala, untuk menyingkirkan pikiran yang baru saja melintas di benaknya. Bahwa dari mata Darwin, Vara tahu Darwin menginginkannya dan Darwin bahagia saat bersamanya. Tidak mungkin Darwin mencintainya.

####

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 164K 27
Tersedia di Google Playbook/Playstore
4.4K 1.2K 25
🍁Romance🍁 Dhea, mahasiswi semester 2 yang hidupnya hanya mengenal oppa-oppa Korea. Dia tidak peka terhadap lelaki yg menaruh rasa padanya. Sampai p...
37.8K 5.6K 40
Chareteen adalah sekelompok pemuda paling bahagia di Bandung. Tapi, itu adalah kisah lima tahun yang lalu. Lalu, bagaimana jika sekarang? CHARETEEN :...
2.4M 36.8K 50
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...