The Crazy Wedding

By unniga

796K 33.1K 663

Menikah diumur 25 tahun siapa yang tidak mau? Apalagi seorang wanita, umur 25 tahun adalah umur yang matang d... More

Bagian Pertama : Pernikahan Gila
Bagian Dua : Sebelumnya
Bagian Empat : Sisi Gelap Adam
Bagian Lima : Quality Time
Bagian Enam : Si Brengsek dan ... Leo?
Bagian Tujuh : Leo Kau Membuatku Gila! Dasar Si Busuk yang Tengik!!
Bagian Delapan : AKU MERINDUKANMU, LEO 'SI BUSUK YANG TENGIK'!
Bagian Sembilan : She is COMEBACK!!!
Bagian Sepuluh : UGH!!
Bagian Sebelas : Leo oh Leo...
Bagian Duabelas : Apa?
Bagian Tigabelas : Inikah?
Bagian Empatbelas : Perih
Bagian Limabelas : Berakhir ?
Bagian Enambelas : Benar-benar Berakhir !
Sekuel

Bagian Tiga : Hari Pertama Kembali

50.1K 2.1K 36
By unniga

Pagi menjelang sinar matahari mengintip pada sela-sela gorden yang sedikit terbuka, Ristaya terbangun dengan mengerjepkan matanya untuk bertarung dengan sinar matahari yang sudah terang benderang. Kakinya turun dari ranjang dan tubuhnya bangkit, walau nyawanya belum sempurna terkumpul tapi dia yakin harusnya dia menginjak lantai yang dingin tapi ini berbeda dia merasa ada sesuatu yang hangat berada dibawah telapak kakinya.

"Akh..." terdengar suara rintihan kesakitan di bawah telapak kaki Ristaya. Sontak, Ristaya melihat kearah bawah dimana suara itu berasal. Dan ternyata dia melihat punggung Leo yang dia injak! Ha? Bagaimana bisa Leo berada di bawah? "Bisa turun, Bodoh? Badanku kau injak!" pekiknya kesakitan.

Ristaya membungkam mulutnya dengan kedua telapak tangannya, dia tidak percaya bahwa dia masih berada di atas tubuh Leo dan belum turun satu senti pun. Alih-alih turun, Ristaya malah melompat-lompat di atas tubuh Leo dan pria itu merintih kesakitan. Setelah puas, Ristaya turun dengan berlari cepat hingga meninggalkan Leo yang merintih kesakitan karena tubuhnya terasa sangat remuk.

Sambil menutup pintu kamar mandi, Ristaya bergumam, "Salah siapa mengataiku bodoh!"

Bau vanilla segar menyeruak di berbagai penjuru di dalam kamar yang ditempati Ristaya dan Leo tadi malam. Kamar yang menjadi teman setia Ristaya saat gadis itu kecil hingga umurnya 25 tahun. Semalam, mereka berdua sepakat untuk tidur di rumah Ristaya karena permintaan gadis itu, dia berkata bahwa ini adalah terakhir kalinya dia tidur dikamarnya sebelum mereka pindah ke apartermen yang dimiliki Leo. Walau hanya enam bulan, tapi Ristaya pasti akan merindukan kamar yang 25 tahun ini sudah menemani istirahatnya.

"Sudah kau siapkan apa keperluanmu?" Leo keluar dari kamar mandi yang berada di dalam kamar Ristaya, dengan rambut yang masih basah dan butiran-butiran air menetes dari rambutnya membuat Ristaya seakan terbius untuk menatap Leo.

Merasa tidak mendapat jawaban, Leo mengulangi pertanyaannya sekali lagi. "Kau sudah menyiapkan keperluanmu?" kali ini Ristaya mendengar walau hanya sayup-sayup.

"Ya? Oh... Ya. Aku sudah mempersiapkannya." Jawabnya dengan gugup, dia hanya takut jika Leo mengetahui bahwa dirinya tengah menganggumi sosok Leo yang begitu tampan apalagi setelah pria itu mandi, terlihat lebih segar dan hmmm... harum. "Sebenarnya masih banyak barang yang harus kubawa tapi kau melarangku membawa banyak-banyak, jadi aku hanya membawa pakaianku saja."

Leo hanya mengangguk mendapat jawaban dari Ristaya.

**

Menakjubkan. Hanya satu kata itu yang terlintas di fikiran seorang Ristaya Gunawan ketika di melihat apartermen milik Leo, apartermen yang berada di lantai paling atas dengan tata ruang yang sangat apik serta beberapa barang yang terlihat mempunyai nilai seni yang tinggi menghiasi seluruh sudut-sudut ruangan di apartermen milik Leo.

"Kamarmu ada disana." tunjuk Leo pada sebuah pintu bercat putih. Semua diapartermen Leo memang bernuansa putih, menurutnya rumah akan terlihat lebih bersih serta luas.

Segera setelah Leo memberitahu bahwa kamarnya berada di balik pintu putih itu, Ristaya langsung melesat untuk melihat keadaaan didalamnya.

Matanya terbelalak, dia tidak percaya dengan apa yang dia lihat kali ini. Semua bernuansa putih dan yang paling membuat Ristaya senang adalah kamarnya yang terdapat dinding kaca sehingga keadaan diluar dapat terlihat dari kamarnya. Bintang-bintang pasti akan menerangi tidurnya, pikir Ristaya kecil.

"Tutup mulutmu itu! Air liurmu sebentar lagi akan menetes seperti anjing jika kau tidak segera menutupnya!" sarkas Leo. Mendengar hal itu, Ristaya menutup mulutnya dan menatap tajam kearah Leo selanjutnya dia berbalik dan mencibir Leo dari belakang tubuhnya.

Sepeninggal Leo dari kamarnya, Ristaya segera memata barang-barang yang akan digunakan. Memulai mengeluarkan pakaian dari koper dan memindahkannya pada lemari kayu yang berwarna putih, selanjutnya menata peralatan make up pada meja rias yang berada di samping tempat tidurnya.

Setelah semuanya selesai, Ristaya merebahkan tubuhnya pada kasur yang hanya berukuran single. Cukup untuk dirinya. Matanya menatap pada langit-langit kamarnya yang lagi-lagi berwarna putih. Rumah ini serba putih dan bersih.

Pikirannya melayang pada surat kontrak yang seminggu yang lalu ia tanda tangani. Enam bulan, kurang enam bulan lagi dia akan bercerai. Bibirnya membentuk lengkungan, bukan tersenyum bahagia tetapi dia tersenyum miris karena dia sudah berada di permainan yang Leo kuasai.

**

Pagi menjelang di hari pertamanya bekerja setelah satu minggu lamanya Ristaya mengajukan cuti menikah. Dan berarti, sudah satu minggu pula Ristaya menjadi isteri Leonardo. Hubungannya dengan Leonardo? Mereka masih dalam tahap pengenalan dan belum sepenuhnya mengerti satu sama lain. Yang Ristaya tau, Leo adalah orang yang mampu membuat suasana hatinya cepat berubah.

"Kau sudah mau berangkat?" Ristaya yang baru saja selesai mengikat tali sepatunya langsung mendongak dan melihat Leo yang berada di depannya.

Matanya terpaku, mulutnya terkunci. Leo benar-benar sempurna dengan balutan jas abu-abu dengan kemeja hitam yang dia pakai, itu sangat pas sekali dengan tubuhnya. Celana kain yang membungkus kakinya pun tampak begitu menggoda. Ristaya menggeleng cepat, hilangkan pikiran tidak-tidak dikepalamu!

"Hmm." Jawabnya kaku. "Aku berangkat dulu." Pamitnya ketika dia melirik kearah jam tangan yang sudah menunjuk angka 7.

Tangan Ristaya hampir saja menyentuh knop pintu jika beberapa detik yang lalu tangan besar milik Leo tidak menghentikan tangannya yang hendak membuka pintu. Leo memegang tangan Ristaya yang sedari tadi tidak dia lepas dan itu mampu membuat jantung Ristaya bekerja lebih cepat dari biasanya.

Leo menggenggam tangan Ristaya sejak membukakan pintu hingga berjalan menuju lift yang turun menuju basement, tidak pernah sedetikpun tangan Leo terlepas.

"Kenapa di basement? Aku akan turun ke lobby saja, didepan sudah ada halte." Ujar Ristaya ketika melihat Leo yang memencet tombol lift yang akan membawa mereka pada lantai bawah dimana tempat mobil Leo terparkir.

"Kau berangkat denganku," suara baritone tak terbantahkan itu mengalun indah di telinga Ristaya. Tunggu! Berangkat bersama?

"Apa? Apa kau tidak sadar? Kau bisa terlambat, lagipula tempat kerjaku lebih jauh daripada tempat kerjamu."

Leo melirik jam tangan yang melingkar indah pada pergelangan tangannya, lihatnya jam masuk kerjanya memang masih bisa dia atur walau untuk mengantar Ristaya ke tempat kerjanya, "Tidak."

"Tapi, kau akan memutar jauh jika..."

Ucapan Ristaya berhenti ketika lift sudah berada di lantai basement yang akan membawa mereka ketempat mobil Leo berada. Dan dengan gerakan yang cepat, Leo menggandeng tangan Ristaya seraya menuju mobilnya terparkir.

**

Mereka tiba didepan gedung, dimana tempat kerja Ristaya. Gedung berlantai sepuluh ini merupakan gedung sewaan yang biasa disewa oleh perusahaan-perusahaan kecil. Ristaya sudah bekerja selama 5 tahun sebagai editor disalah satu tabloid bulanan.

"Turunlah, tugasku sebagai suami yang baik pagi ini sudah selesai." Ristaya mendelik mendengar ucapan yang terlontar dari bibir Leo. Apa? Tugas sebagai suami yang baik? "Bukankah pasangan penganti baru biasanya harus mesra?"

Kali ini Ristaya hampir mengiris lidah brengsek Leo. Benar dugaan Ristaya, seorang Leonardo adalah orang yang paling bisa mengancurkan situasi dalam hal apapun. Hampir saja tadi Ristaya melayang karena Leo tidak melepaskan tangannya dan mengantarnya berangkat bekerja, tetapi, sedetik yang lalu telinganya yang masih sehat ini mendengar sesuatu yang membuatnya ingin mengiris-iris lidah Leo.

Ristaya menatap tajam pada Leo tetapi pria itu tidak sedikitpun merasa terganggu dan malah melepas kaca mata hitam yang dia pakai.

"Kenapa tidak turun? Ah-kiss bye?" ucapnya dan langsung memajukan bibirnya untuk mencium Ristaya, belum sempat menyentuh bibir Ristaya tanpa aba-aba yang pasti Ristaya segera meremas keras bibir Leo di tangannya.

"Akh-sakit!" pekik Leo tak tertahan, "Kau ini kenapa?" Leo mengelus-elus bibirnya yang memerah akibat perbuatan tangan Ristaya.

"Pasangan pengantin baru haruslah mesra." Kata Ristaya dengan nada yang menggelitik tajam. Matanya memincing dengan sangat sengit, "Dan ini adalah mesra versi milikku! Simpan bibirmu itu! Aku tidak sudi menerimanya!" setelah mengucapkan dengan penuh emosi, Ristaya keluar dengan membanting pintu mobil Leo sangat keras.

Sial! Sial! Sial! Ristaya meruntukki dirinya sendiri, beberapa kali dia memukuli kepalanya dengan tangan kecil miliknya. Dia hampir salah paham, Ristaya hampir saja masuk kedalam jurang yang dinamakan cinta oleh beberapa orang karena sebuah perhatian yang khusus.

Hatinya terasa sakit, matanya memanas hingga air mata itu mengambang di kelopak matanya. Tapi, tidak! Ristaya tidak boleh menangis untuk seorang Leonardo yang hanya menjadi suami kontraknya. Enam bulan lagi, pasti itu tidak akan lama.

**

"Kau meremas bibirnya?" Ristaya tengah berada di dalam pantry bersama dengan kepala Editor, Adam Anggoro. Pria bertubuh tinggi itu tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Ristaya tentang kejadian pagi tadi.

Adam dan Ristaya memang sangat dekat, hubungan mereka memang lebih dari seorang atasan dan bawahan tetapi tidak lebih untuk dari seorang sahabat. Terkadang mereka menghabiskan banyak waktu bersama ketika weekend ataupun hari libur, itu jika Adam yang mengajak.

"Puaskna saja tertawamu, Anggoro." Desis Ristaya dengan tajam. Tangannya mengaduk-aduk kopi instan yang berada di dalam gelas milik pribadinya.

Adam masih tertawa, sesekali dia menyerka air matanya yang keluar,"Maaf... Maaf..." ujarnya menyesal, dia kembali membersihkan air mata yang masih keluar dari sudut matanya. "Aku hanya tidak menyangka kau akan sekejam itu."

"Aku tidak perna kejam, dia sendiri yang kejam padaku, Dam." Ungkap Ristaya dengan kesal.

Adam menyesap kopi yang berada dalam gelasnya, dia menyandakan tubuhnya pada punggung kursi dibelakangnya dan terlihat lebih rileks.

"Kau yang terlalu percaya diri, Taya." Ujarnya datar. Adam memberi jeda beberapa detik, lalu melanjutkan lagi, "Kau terlihat seakan kau mengharapkan dia untuk belajar mencintaiku, kau terlalu mengharapkannya. Seharusnya itu tidak boleh terjadi, kau harus ingat kalian menikah untuk bercerai bukan untuk saling mencintai. Dia sudah mempunyai wanita yang dia cintai dan aku tau kau, kau tidak akan pernah merusak hubungan orang lain, bukan?!"

Ristaya mendengarkan ucapan Adam dengan mematung, apa yang diucapkan Adam sangatlah benar. Dia bukan seseorang yang ingin merusak hubungan orang lain, dan Adam juga benar mereka menikah untuk bercerai bukan untuk saling mencintai. Dia memang terlalu percaya diri jika mengasumsikan bahwa Leo akan belajar mencintainya atau sebaliknya.

Wanita itu sedikit termenung, dia mengetahui bahwa itu adalah harapannya sendiri.

"Kalian masih bersama lima hari, jangan sampai kau mempunyai perasaan lebih padanya. Aku tau kau tidak pernah berkencan selama empat tahun setelah kau putus dengan 'si brengsek' itu. Aku tau, hati perempuan sangatlah sensitive, terkadang pria hanya memberikan perhatian yang selayaknya diberikan pada sebagai pria sejati tetapi perempuan menerimanya dengan melebih-lebihkan seolah sang pria menyukai perempuan itu."

Adam bangkit dari tempat duduknya dan mengambil alih tempat duduk disamping Ristaya, karena sejak tadi mereka duduk berhadapan. Sejenak Adam diam dan menyunggingkan senyumnya, tangannya menangkup wajah kecil Ristaya.

"Jangan... Jangan terlalu berharap, jika kau tidak ingin terluka." Lanjut Adam.

Perlakuan Adam membuat air mata yang sejak tadi dipendam oleh Ristaya meluncur bagaikan hujan yang datang tiba-tiba di hari yang sangat panas. Apa yang dikatakan Adam memang semuanya benar, dia terlalu percaya diri dan dia tidak boleh berharap untuk mendapatkan lebih dari sebuah pernikahan kontrak ini.

TBC ...

❤❤❤

Hallo Taya-Leo kembali lagi ^^
Terimakasih untuk waktu kalian yg sangat berharga digunakan untuk membaca tulisan abal2 saya ^^

Maaf kalo memang kurang menarik dan terselip typo karna manusia jauh dari kesempurnaan

Sekali lagi saya ucapkan terima kasih ^^

Jangan lupa vote dan komennya ditunggu ^^

love from,

unni-ga

Continue Reading

You'll Also Like

236K 21.8K 36
Semua berubah sejak malam itu, Renata harus menanggung semua konsekuensinya. Kenapa? Karena dia sudah mengecewakan semua orang dengan melarikan diri...
67.6K 7.2K 54
Tidak ada yang selamanya menyedihkan dan tidak ada yang selamanya membahagiakan. Apapun keinginan mu kamu akan membayarnya dengan harga yang setimpa...
20.1K 3.6K 50
Perkara kutukannya terhadap sang mantan semasa SMA membuat Wendy malah gagal dalam percintaannya. Alih-alih kutukannya berefek pada sang mantan, mala...
20.2K 1.3K 18
QUEENNIA JENNIE KIM,Gadis cantik nan imut dan juga lucu ini ternyata orang yang sangat berbahaya,jangan pandang dia hanya gadis yang ber usia 17 tahu...