Affair of Me

By pandekata

516K 23.2K 2K

Ini untuk [21+] hanya kisah biasa tentang lelaki di puncak dan orang-orang sekitarnya. More

Prolog
BAB 1: Teman Baik
Bab 2: A New Game
Bab 3: Big Fish
Bab 4: The Tapes
Bab 5: Makan Malam
Bab 6: Bersua Dua Kali
Bab 7: Memilih Sepakat
Bab 8: Meraba Aral
Bab 9: Paket Berbilah Dua
Bab 10: Hampir Seperti Dulu
Bab 11: Klub Tarung
bukan update
Bab 12: Omong Kosong Pinggir Kolam Dingin
Bab 13: Mari Berkenalan
Bab 15: The Mommies
Bab 16: Dulu Sekarang
Bab 17: Hari Itu
Bab 18: Folder Hitam
Bab 19: Karatnya Van Cleef and Arpels
Bab 20: A Void
Bab 21: Salah Langkah
Bab 22: I Just Want To Be A Good Girl
Bab 23: Selangkah Lebih Maju
Bab 24: Janji
Bab 25: Penjemputan
Bab 26: Memori Lamur
Bab 27: Membidik Fokus
Bab 28: Terjebak
Bab 29: Clear!
Bab 30: Cursor
Bab 32: Riding
Bab 31: Not A Bond Lady
Bab 33: Aghastya Rani
Bab 34: Lost
Epilog

Bab 14: Si Pasangan Baru

9.3K 504 30
By pandekata



Rumi melekatkan keningnya pada Myanna, nafasnya memburu. Terus dicarinya mata Myanna, tidak ingin kehilangan sorot hangat yang menggetarkan hatinya. Myanna tersenyum samar meremas jemari Rumi yang menyelisip di sela-sela jari tangan Myanna. Ciuman lembut mereka berubah panas, sisakan nafas memburu yang meruap nyaris menjadi uap.

Padahal mereka sepakat memulai sebuah hubungan yang tidak diawali hasrat.

Keduanya memejam sekarang, menyesapi perasaan sekaligus detak jantung mereka. Andai saja mereka hanya bocah tidak berpengetahuan, segalanya lebih mudah. Tidak pernah seumur hidup Rumi ingin mengulang waktu demi ia bertahan menanti waktu yang tepat untuk jatuh cinta. Bertahan mengekang hasrat hingga tetap lugu polos atau apa sajalah yang membuatnya jadi malu mengaku baik-baik di depan semua teman. Tidak apa, itu harga yang pantas untuk berakhir bersama Myanna, secara sempurna. Yang pertama sekaligus terakhir tanpa pernah ada wangi parfum yang mengingatkan Rumi akan perempuan lain.

Ia membuka mata, mendapati Myanna menunduk menggigit bibir bawahnya. Hatinya melemah, Myanna tampak sedih.

"Ah, aku cuma manusia yang dikendalikan hormon-hormon keparat."desis Myanna.

Rumi tertawa kering. Myanna dengan kata-katanya yang satir.

"Maaf."bisik Myanna.

Rumi menggeleng, menangkupkan tangannya ke wajah Myanna. Lalu gemetar ia bicara;

"Tidak. Aku yang minta maaf."

Myanna menatapnya, memberi senyum tipis.

"Aku bakal gombal ga kalau sekarang aku bilang cinta mati sama kamu?"desis Rumi.

Tawa Myanna terdengar, Rumi menghela nafas lega. Tangannya terulur, mengusap lembut lengan Myanna dari bahu sampai akhirnya ia kembali menyelisipkan lagi jemarinya pada jari-jari pipih Myanna. Meremasnya penuh rasa lalu satu tangannya memainkan ujung-ujung rambut Myanna yang lembut. Wanginya yang semilir menggoda, membuat Rumi mengingat taman belakang rumah setelah hujan.

Rumah.

Seperti ada bola hangat yang meletus lembut di dadanya. Kembali ditatapnya Myanna.

Cantik. Sangat cantik dan melenakannya.

Rumi tahu ia tak bisa lagi berpaling dari gadis yang sedang duduk di pangkuannya kini.

"Sudah berapa lama kita?"desis Rumi.

Tawa Myanna terdengar, "Apa maksudmu?"

Rumi tertawa pelan, "Sejak kita berjanji jadi anak baik?"

Myanna menghela nafas,"Tujuh hari?"

Seketika tawa lepas Rumi terdengar, "Apa? Tujuh hari? Goddamnit! Rasanya seperti sudah selamanya! Jeez!"

Myanna ikut tergelak sampai menengadah, lama. Lalu ia menatap Rumi seksama. Lagi-lagi bertatapan begini membuat dada mereka menghangat. Rumi mengangkat alis lalu tersenyum tipis. Myanna tertawa kecil sambil mengerutkan hidung serta mengalungkan lengannya di leher Rumi.

"Aku bikin kamu sebal ya?"

Rumi tertawa dan menggeleng, "Hei, bukan cuma kamu yang pengen jadi anak baik."

Myanna tersenyum begitu manis, membuat Rumi yakin akan makin sulit merealisasikan ide mereka berdua.

Mereka sudah membicarakannya panjang lebar lalu sepakat. Melakukan penjajakan dengan cara perlahan. Menjalani hubungan sewajar mungkin. Sebisa mungkin menghindari konflik yang bisa menguras energi, termasuk perkara hasrat mereka yang selalu bergelora.

Mereka ingin mengawali dan menjalaninya sebaik mungkin. Mengeluarkan dari agenda kencan hal bernama syahwat, agar lebih mudah mengenali hati masing-masing. Menjadi normal dan sesuai nilai-nilai.

Berpura-pura suci? Menjadi hipokrit?

Bukan itu maksud mereka berdua. Ini sebuah keputusan yang terlalu pribadi bagi Emyrrumi dan Myanna. Apa salahnya berusaha menjalaninya dengan benar? Seumur hidup mereka tahu sudah mereguk candu dunia sebelum saatnya. Jadi apa salahnya kali ini menuruti ide romantis itu?

Menahan diri dari hasrat yang menuntut dan menjadikan diri mereka indah satu sama lain, di saat pertama dengan restu jagad raya?

Rumi tidak bisa tidak menolak ide Myanna yang berawal dari racauannya yang berbobot saat mereka membuang waktu memandangi lampu-lampu kota Bandung di Oray Tapa, dari atas kap Evoque Rumi, bertemankan ketan bakar dan sekaleng bir ringan yang mereka bagi bersama.

Myanna bilang beruntung sekali orang-orang yang sanggup menjaga diri. Sebuah bukti jelas mereka disayang Tuhan karena siapa yang bisa keluar dari hasrat tanpa gemetar dan merutuki diri bodoh tidak berlanjut terlena?
Rumi menatap Myanna kala itu dan bertanya apa yang bisa ia lakukan agar Myanna merasa beruntung disayang Tuhan?

Menjalani sebuah hubungan yang tidak dibiaskan nikmat yang direguk raga masing-masing, begitu kata Myanna.

Maka Rumi terkejut betapa Myanna berpikir sama dengan dirinya. Mereka saling tatap kemudian sama-sama melempar senyum. Tidak lagi saling bicara, hanya duduk nyaman saling merapat sambil memandangi lampu-lampu kota. Bandung, kampung halaman, sedang cerah di penghujung musim hujan. Angin dingin dari hutan pinus menenangkan. Baik Myanna dan Rumi yang duduk saling merapat, sudah meyakinkan hati masing-masing agar bertindak tidak gegabah, menjalani masa penjajakan yang manis yang tidak berliku. Itu saja cukup supaya mereka bisa tahu pasti seberapa berartinya kisah yang kini mereka jalani.

Tadinya, sebuah kecupan tidak apa, pikir mereka.

Sayangnya mereka yang sudah tahu candu apa yang menanti di ujung ciuman ternyata memang jelas memerlukan lebih dari sekedar niat dan keyakinan. Rumi nyaris gila menahan diri tidak memagut lagi Myanna yang duduk mengangkang di pangkuannya.

"Aahh, aku mempersulit kamu."desis Myanna sewaktu merasakan ada yang sudah mengeras di sela selangkangan Rumi.

"Maaf."desahnya penuh sesal dan berdiri menjauhkan dirinya.

Yang justru membuat Rumi nyaris meledak mendengarnya. Ia mengerang dan menggenggam erat pergelangan tangan Myanna.

"Oh tidak, Sayang! Aku bisa gila!"

Myanna meringis, "Aku beneran mau jadi anak baik!"rajuknya.

Mereka lama saling tatap, mencoba meraba hati masing-masing. Akhirnya Rumi menyerah. Meski enggan, ia melepaskan genggamannya terhadap tangan Myanna.

"Kamu bener-bener tau caranya bikin aku mabuk kepayang."gerutu Rumi.

Tawa kecil Myanna yang kini duduk di depannya terdengar, membuat Rumi memandangnya sedikit kesal.

"Ya udah deh. Kita jalan aja yuk? Di rumah berdua gini bikin aku takut kita batal jadi anak baik."desis Myanna.

Rumi terkekeh geli, "Ini malem Minggu, pasti macet banget! Semua tempat rame dan kamu itu selalu ngomel-ngomel ga jelas jadinya."

Myanna menghela nafas, "Ya terus gimana? Bareng kamu gini bikin logika aku goyang, tau."

"Jangan pasang tampang kayak gitu dong! Bikin makin susah jadi cowok baik-baik."kata Rumi sebal.

Myanna memandang Rumi.

"Kenapa?"

Myanna bergedik, "Enggak apa-apa."

"Serius?"

Myanna membuang muka dan menggeleng, "Serius!"

Rumi terkekeh geli kemudian bergerak ke depan, berlutut mengamit tangan Myanna yang tergolek kaku di pangkuan.

"Bikin gemes!"bisiknya menciumi buku-buku jari Myanna.

"Yaelah, mulai lagi."

"Enggak kok! Aku kan cuma ngomongin faktanya."

Myanna memicingkan mata pura-pura sebal pada Rumi.

"Diihh, mata kamu..."jengit Rumi.

Myanna menghela nafas untuk menetralkan jantungnya yang tak teratur berdetak. Setiap hal di diri Rumi menggairahkan. Ia terkejut saat Rumi tiba-tiba menciumnya. Otaknya benar seketika melumpuh, menjadikan logikanya goyang, meloloskan simpul-simpul yang sudah menjembati pikir, hasrat dan nuraninya demi tujuan romantis mereka jadi anak baik-baik.

Tapi Rumi membakarnya. Lelaki ini terlalu seksi dan terasa jauh lebih romantis dari ide yang sudah disepakati bersama. Padahal Myanna tahu tidak ada romantisme dari birahi yang mulai liar terlecut. Hanya kartasis sementara yang akan meragu di ujung tingkah. Myanna sebal, merutuk dirinya. Mungkin ini memang ulah setan karena bahkan Rumi tidak menggebu atau menuntut dengan ciumannya. Myanna sebal sendiri dengan pikirannya, ia termasuk jenis orang yang tidak mudah terjebak melankoli. Tapi coba lihat Rumi, lelaki ini begitu saja menjadi orang kedua yang bisa seketika membakar musnah dirinya lewat sentuhan kecilnya yang paling sopan sekalipun.

"Rumi..."desis Myanna mencoba menyadarkan Rumi dari ulahnya yang kali ini mulai memanas.

Keputusan yang salah karena respon apapun dari Myanna justru membuat Rumi menggila dengan gairah yang sudah Rumi tahan selama beberapa hari ini.

Baru tujuh hari?

Sialan!, batin Rumi.

Ia menekan dalam bibirnya pada Myanna, berjanji hanya sebatas ini. Dan ia menepati janjinya. Menatap Myanna dengan nafas memburu, membelai wajah gadis itu. Sorot matanya penuh penyesalan. Baru saja ia akan membuka mulut untuk berkata sepatah kata maaf pada Myanna, saat seraut wajah muncul mengejutkannya. Myanna melonjak benar-benar kaget sampai ia tenggelam pada sandaran sofa.

"Apa yang terjadi di sini?"

Myanna masih membeliak, belum hilang dari kaget akibat Daud muncul dari sela bahunya. Rumi menunduk sambil mengeluh putus asa.

"Apa itu tadi yang kamu lakuin?"tanya Daud tajam menatap Myanna aneh.

Rumi menghela nafas, bangkit menghadap Daud yang juga langsung menegakkan diri menghadapnya.

"Berciuman liar macam itu tidak baik. Undangan terbuka untuk setan namanya!"

Terkadang Daud memang tidak tahu diri dengan kalimat bijaknya. Oh, tidak hanya terkadang. Tapi selalu tidak pernah tahu diri.

"Ya elo!"

"Apa, Mi?"

"Lo setannya!"seru Myanna kemudian beranjak pergi ke dalam.
Suara pintu yang berdebam terdengar, tanda gadis itu akan mengurung diri di kamar sepanjang malam.

Rumi berdiri kaku. Ada jeda lama antara ia dan Daud yang perlahan lurus-lurus menghadapnya. Raut mukanya berubah dari yang tadi keras menjadi lebih keras lagi. Rahangnya yang rapat mengeluarkan bunyi bergemeretuk. Rumi balik menatapnya tanpa gentar. Tidak suka ia mendapati dirinya di situasi ini. Bagaimana tidak? Ia dan Daud berteman baik dan selalu bahu membahu mengatasi masalah pekerjaan juga berbagi malam-malam liar.

"Apa yang kurang jelas dari kata-kata aku, Emyrrumi?"

Rumi menggeleng-geleng malas. Daud mulai membangun tembok di antara mereka.

"Pergilah. Enyah dari sini dan jangan pernah lagi injakkan kaki kamu ke rumah ini. Rumah Mia tertutup bagimu."

Alis Rumi terangkat, "Apa, Daud? Enggak usah berlebihan gitu. Asal tahu saja, kami resmi berkencan sekarang."

Muka Daud memerah dengan tangan yang sudah sepenuhnya terkepal.

"Jangan pernah bicara omong kosong macem gitu, Rum! Mia tidak pernah berkencan dengan siapapun tanpa izinku."

Rumi tersenyum, "Begitu? Jangan sombong gitu, Daud. Mia ga pernah butuh izin kamu untuk apapun yang ia mau. "

Daud mengangkat bahu, "Pikir kamu gitu? Sederhana banget! Aku yang akan menyiapkan segala hal untuk Mia. Termasuk pernikahannya nanti dengan Arba."

Rumi berdecak, "Whatever, Daud. Tapi terima deh faktanya... Aku dan Mia sekarang resmi berkencan."ulangnya.

Daud menggeleng, "Mimpi aja lo!"

Rumi menatap Daud. Mengutuk dalam hati mengatai betapa Daud benar-benar telah mempermalukan kaum lelaki. Bagaimana bisa ada orang setolol Daud yang begitu tinggi hati beralasan menjaga Myanna demi Arba?
Rumi sama seperti kebanyakan orang, yakin Daud memasukkan Myanna ke teritorinya demi dirinya sendiri.
Daud sudah terlalu tinggi hati sehingga wajar Myanna tak sudi lagi menerimanya. Suatu keadaan yang sangat dipahami Rumi sebagai kesempatan emasnya.

Ia hanya sangat berharap Daud terus tolol, membuat Myanna makin ingin pergi darinya dan berlari cepat pada Rumi.

Hanya itu harapannya, sangat sederhana tapi harus dijalankan dengan sangat hati-hati. Situasinya, memang benar kata Alexey, mereka hanya sedang saling berebut Myanna. Tidak keren sama sekali.

Tak apa, Rumi tak keberatan dihina Alexey dan yang lainnya sebab ia sadar Myanna ia inginkan sebagai pasangan sehidup sematinya. Setidaknya meski picisan, dia tidak setolol Daud yang entah begitu betah bersembunyi di balik alasan anehnya. Arba? Yang bemar saja!

"Memang aku memimpikan Myanna. Dan aku akan mewujudkan mimpi itu."

Wajah Daud makin merah saja. Bisa jadi kalau emosinya makin terbakar, asap keluar dari lubang telinganya. Rumi tersenyum menang, meraih kunci mobil dan beranjak keluar.

"Aku pulang. Kau jangan macam-macam terhadap calon istriku."

Daud mengepalkan makin kuat tinjunya, lalu;

"Arba dalam perjalanan pulang. Nikmati saja mimpimu yang cuma sesaat ini. Sungguh malang, Rumi."

Rumi tersentak, menghentikan langkahnya berbalik menghadap Daud. Dia menatap Daud.

"Erh, kuingatkan lagi... Bukan Arba yang dipilih Mia kali ini."

Daud mencibir, "Terlalu yakin kamu."

Rumi berdiri gamang. Memang benar kata-kata Daud. Tapi memang ia harus sangat yakin perkara Myanna. Ia tidak akan mau mengalah kalau soal Myanna, meskipun itu artinya akan bersaing dengan siapapun yang dianggap sangat hebat. Termasuk jika memang harus melampaui dua orang seperti Daud, dan Arba yang sungguh hanya dikenalnya lewat mulut orang-orang. Bahkan Rumi tidak takut jika harus bersaing dengan Alexey sekalipun.

Emyrrumi Malik, memang bukan lelaki baik-baik. Dunianya laksana gunung es, hanya sedikit yang orang-orang dapat lihat darinya. Posisinya membuat ia harus menenggelamkan dua kakinya di kedua sisi; terang dan gelap. Ia tidak memakai topeng seperti yang lainnya. Dia punya banyak orang yang menjaga punggungnya.
Seperti semua calon pimpinan muda lain, ia sangat menikmati hidup. Malam-malamnya tak perlu diungkit karena takutnya membuat muak. Iapun kerap sengaja membuat dirinya bebal tak mau tahu apapun, tak mengingat apapun. Tapi satu yang pasti, saat ini ia benar-benar sadar dan tahu apa yang dirinya butuhkan, sekaligus sangat ia inginkan.

Emyrrumi, sepenuhnya sadar, ia selalu akan memilih Myanna dan tidak akan membiarkan Myanna surut menjauh darinya hanya karena cinta masa lalunya kembali.

"Kita lihat saja, Daud."katanya sambil melangkah pasti keluar.

Emyrrumi Malik, sungguh lovestrucks Romeo yang membuat Daud jengkel sampai ubun-ubun.

*****

song titled is Romeo And Juliet by The Killers.

Continue Reading

You'll Also Like

58.5K 8.1K 18
Felicia Roselyn Adams memiliki seluruh kriteria wanita idaman Carlos Spencer. Bak sekuntum mawar putih, Felicia cantik, anggun dan elegan. Pembawaann...
1.9M 93.3K 56
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
86.3K 7.2K 40
[COMPLETE] Mingyu dan Wonwoo punya kisah cinta yang rumit--tidak, bukan kisah cinta milik mereka. Mereka hanya dua insan yang bahkan tidak saling men...
249K 22.9K 50
Kehidupan Alexandra Hewitt yang sederhana berubah rumit ketika sebuah buku meneror teman-teman masa lalunya dengan kutukan yang tertulis di dalamnya...