Bab 20: A Void

6.3K 525 72
                                    

Mungkin sekitar pukul sembilan saat Myanna menyadari bengkel kerjanya kini senyap. Orang-orangnya sudah berhamburan semenjak petang tadi, menyambut akhir pekan dengan semangat. Myanna menyengaja pulang terakhir sebab ia memang harus memeriksa ulang persiapan untuk lusa. Dirinya perfeksionis, senang turun tangan sendiri melakuan cek ricek persiapan kerja tim. Sebetulnya sederhana saja, Myanna tidak suka nanti sewaktu loading kerja di lokasi, ada benda-benda yang belum lengkap. Mondar mandir mencari pernak pernik itu membuang banyak waktu dan tenaga.

Lusa nanti waktu eksekusi untuk rancangannya atas interior sebuah ruang baca kanak-kanak milik FeirFly Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang sepenuhnya disokong CorporatE. Jenis, juga banyaknya cat yang akan digunakan sampai model kuas yang nanti dipakai sudah terhitung. Juga perlengkapan lainnya semacam amplas, stiker tempel, cutter dan berbagai jenis selotip. Sudah siap juga rak-rak buku yang akan dipasang. Kesemuanya berupa bentuk lucu hewan-hewan malam. Siapa tak suka celepuk dan rubah merah berkaus kaki hitam?

Myanna menuju ruangannya dilantai dua. Bengkel kerja ini sesungguhnya bekas pabrik ragi di tepi jalan tol. Sekitarnya memang ramai, tapi halaman berumput yang cukup luas menjadikan tempat ini cukup tenang. Tidak pernah, hiruk pikuk jalanan depan sana terdengar mengusik. Begitu juga suara-suara kendaraan dari tol. Jendela besar yang menghadap jalan utama menyambut Myanna saat pintu ruang terbuka. Meski berjalusi dan ditutupi banyak roman shades berbagai warna, dari pastel sampai indigo, kerlipan lampu mobil bisa ia lihat dari sela yang tak rapat. Jendela itu bisa dibuka tapi tanpa balkon. Hanya dua ruas pipa besi besar tanpa fungsi menjadi semacam alas tinjak. Mungkin dulu dirancang untuk mempermudah perawatan cerobong besar di sisi luar. Siapa yang tahu.

Myanna punya kebiasaan membuka lebar-lebar jendela dan duduk di tepiannya sambil merokok atau sekedar menghabiskan segelas minuman. Dia tidak minum alkohol betulan karena ia mudah sekali mabuk. Myanna itu seorang perencana yang baik. Setiap hal dalam hidupnya ia atur baik-baik, terkendali sesuai tujuan. Maka ia tak suka mabuk karena tahu pasti ia benci saat dirinya tak bisa mengendalikan diri.

Myanna berbalik, matanya tertuju pada refrigerator. Sedikit kesal Myanna melipat tangan, bersandar pada kusen. Pikirannya melayang pada kejadian sore tadi. Adhalia yang mendatanginya. Tidak disangka akan secepat ini dia melabrak. Myanna memang terbiasa menerima kecemburuan perempuan kekasih Daud, tapi bukan berarti dia tidak terganggu. Dia sangat terganggu. Myanna merasa penat setiap mengingatnya, lelah berandai-andai kapan hal tersebut akan berakhir. Dan sore tadi, kekasih teranyar Daud yang terus berkoar-koar sangat serius dengan Daud sungguh menguji kesabarannya. Dia tidak perlu diingatkan, toh Myanna tidak pernah terlibat romantisme dengan Daud. Hubungannya dengan Daud adalah sahabat dengan banyak keganjilan. Yang Myanna tahu dengan pasti, romantisme tidak pernah melibatkan diri di antara mereka. Konyol, cukup untuk semua absurditas ini. Myanna sudah tidak bisa santai lagi dengan isu dirinya adalah tunangan Daud. Ia harus membicarakannya dengan Daud.

Sebuah panggilan masuk, dari Rumi. Bertanya tentang keberadaannya. Begitu Myanna menjawab, Rumi memintanya menunggu karena ia akan menyusul. Senyum Myanna mengembang sambil mengiyakan. Matanya berbinar lembut menatap layar meski sambungan telah diputus. Rumi, dengan mengingatnya saja Myanna merasa hatinya hangat. Ia tertawa kecil, sungguh berbeda degup di dadanya kali ini dengan dulu saat bersama Arba. Ia berbalik, melempar pandang ke luar dengan pikiran menerawang ke masa lalu.

Arba yang tak sengaja menemaninya mengerjakan tugas sketsa pertama gara-gara hujan lebat yang turun di luar musim, duduk di kantin memandangi dirinya begitu lekat. Myanna ingat seperti apa detak jantungnya. Keseriusannya dengan sketsa mungkin mengelabui, tapi ia tahu mukanya yang tertunduk sungguh terasa panas. Sampai-sampai dulu ia pikir dirinya sedang terbakar. Myanna mengulum senyum, cinta pertama memang tak akan terlupakan. Bagaimana tidak? Tanpa pertimbangan-pertimbangan dan segala tetek bengeknya, hati yang masih belum tahu manis punya pahit sebagai penyeimbang. Arba yang terlalu hebat untuk menjadi sekedar anak sekolahan. Bayangkan saja, bersama teman-teman Arba mendirikan Klub Fotografi. Arba yang sejak awal selalu menjadi perwakilan siswa. Arba yang menjadi Ketua OSIS dan kemudian Ketua Dewan Siswa. Arba yang kalau tersenyum dari lapangan Sepak Bola jelas hanya untuknya. Arba yang berambut pekat dengan lesung pipinya yang dalam tercipta kala tertawa lepas. Tawa kesukaan Myanna, sebab jika melihat tawa itu hatinya begitu tenang dan damai.

Affair of MeWhere stories live. Discover now