Ovulation Complex

By ctales

1.6M 35.7K 1.2K

Vada Kusuma, 24 tahun, seorang arsitek muda, memiliki penyakit Ovulation Complex. Penyakit ini memberikan dor... More

Bab 1
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12

Bab 2

165K 2.6K 12
By ctales

A/N: Nemu model mixed race African-American, White, sama Native American gitu. Facial featurenya cocok banget untuk jadi Bagas, apalagi kalau kulitnya lebih gelap.


Vada's POV

Aku duduk kembali di meja kerjaku dan menjeduk-jedukkan dahiku ke meja. Melirik frustrasi ke arah pintu ruangan kantor pria arogan itu. Mungkin memang tidak ada lagi rasa suka diantara kami berdua, hanya kebencian yang tersisa.

"Eeeeh, kenapa neng?" tanya Kang Edo kepadaku. Aku hanya mendelik kesal.

"Ada ya, Kang, arsitek yang mengambil partner.. sehari sebelum berangkat briefing sayembara?" tanyaku geram.

Kang Edo melongo. "Bagas Wendell?" tanyanya.

"Siapa lagiiiii?" balasku kesal, "itu ada sayembara Hotel Vanderbilt Bali yang waktu itu ada di email kantor, Kang. Vada sih tau kantor kita mau ikut, tapi Vada kira yang megang Pak Muklis atau Pak Harry sendiri, ternyata kan si Bapak sombong satu itu. Dan dia ngajak Vada partneran, tapi baru bilang hari ini, sedangkan kita udah harus berangkat besok ke Bali. Gila nggak tuh Kang?"

Mbak Diani yang sudah menguping curhatanku sejak tadi pun mendekat."Kenapa nggak lo tolak aja Va? Lagian lo belum sempat riset kan?"

"Tadinya sudah mau Vada tolak Mbak," jawabku jujur, "tapi setelah Vada pikir-pikir kasihan juga. Kalau nggak sama Vada, dia mau ngajak siapa lagi? Emangnya Mbak Di mau partneran dadakan begini dengan si Bapak sombong?"

Mbak Diani langsung mencibir. "Di ajak partneran sebulan sebelum sayembara pun gue ogah kalau sama dia. Lagaknya aja udah sok paling berilmu! Mentang-mentang ambil master di London. Cih, meskipun gue master di Jakarta, tapi gue udah lebih banyak pengalaman dari dia. Tapi gue nggak sombong tuh!"

"Yee barusan lo ngapain coba?" ujar Mas Mitchell yang baru ikut bergabung dan langsung dibalas dengan pelototan tajam Mbak Diani.

"Bukan gitu, maksud gue, lagak gue nggak main perintah sana sini. Gue juga sadar diri. Emang sih jabatan dia lebih tinggi dari gue. Tapi kan itu karena dia.."

-blak-

Pintu ruangan kantor Bagas terbuka. Ia membawa suitcase kerjanya dan melangkah terburu-buru. Namun ia sempatkan berhenti di dekat Vada.

"Kalau kau masih sempat mengobrol santai, Nona Kusuma," katanya dingin,"mestinya kau juga sempat untuk melakukan riset pentingmu itu."

"Yang mestinya sudah saya lakukan sejak beberapa hari yang lalu jika bapak memberitahu saya lebih cepat," jawabku santai sambil mengerling tajam.

Bagas mendengus dan meneruskan derap langkahnya keluar dari kantor. Rekan-rekanku berdecak kagum melihat kelancanganku kepadanya.

"Gila lo Va, makan apa semalam sampai bisa berani sama dia?" sahut rekan-rekanku yang tak ku gubris karena sibuk menatap punggung Bagas.

Bagaskara Edison Wendell. Pria berkulit legam yang pernah menjadi kakak kelasku dulu itu memang selalu menunjukkan kebenciannya kepadaku. Setidaknya sejak rencana kencan waktu itu gagal. Saat itu aku masih kuliah. Saat itu aku masih belum menyadari penyakit kelainan yang aku derita.


-flashback-

Aku terbangun di kamar kos ku dengan perasaan panas yang mengalir ditubuhku. Sejak semalam sudah aku nyalakan kipas angin dan ku arahkanke tempat tidurku untuk mendinginkan tubuhku, namun tetap saja aku merasa kepanasan. Sudah ku lucuti bajuku hingga tersisa pakaian dalam saja tetapi masih terasa panas.

Aku melirik jam weker, sudah pukul 6 pagi. Aku menyeret badanku ke kamar mandi yang berada di dalam kamar kos ku dan memandikan tubuhku denganair dingin, berharap aku akan berhenti kepanasan. Yah, lumayan. Setidaknya aku tidak merasa ingin bertelanjang ria saat ke kampus nanti. Aku memilih kaus yang berbahan tipis dan kupadukan dengan rokselutut. Ku pikir jika aku memakai celana jeans aku akan merasa kepanasan nanti di kelas studio. Aku kemudian sarapan dengan roti sobek yang ku beli semalam sambil menyelesaikan tugas kuliah yang akan ku serahkan nanti siang. Lalu setelah itu.. Aku tersenyum. Kak Bagas Wendell.. mengajakku menonton film.

Saat perkuliahan berjalan di studio aku semakin merasa kepanasan. Kutanyakan kepada teman-temanku apakah mereka kepanasan. Mereka semua menggeleng dan menyatakan bahwa pendingin udara di kelas studio sudah menyala sejak pagi. Aku harus bolak-balik ke kamar mandi mencuci wajahku untuk meringankan rasa kepanasan yang semakin menjadi. Tiba-tiba ponselku bergetar.

Nanti gue jemput agak telat ya Va. Jangan kabur! -B

Membayangkan Kak Bagas nanti menjemputku, aku tersenyum. Kak Bagas memang tampan. Ia memang tidak berkulit putih seperti pria tampan pada umumnya. Kudengar ayah kak Bagas merupakan seorang berkebangsaan Inggris dari keturunan Afrika. Jangan salah, aku bukannya suka menggosipkan kak Bagas dengan teman-temanku. Dosen-dosen sendiri yang semua pada mengagumi kehebatan Harry Wendell, arsitek terkenal yang menikahi wanita Indonesia. Beberapa karya Harry Wendell meliputi Angel Tower di Manhattan, New York, Willoughby Hall di Belgia, dan yang terbaru adalah Stasiun MRT Bandara Soekarno Hatta di Cengkareng, Tangerang. Kalau tidak salah kakak kelas mahasiswa tingkat 3 baru saja melakukan kuliah survey ke stasiun karya ayah kak Bagas itu.

Teringat dengan kak Bagas entah kenapa aku makin merasa kepanasan. Darahku semakin menggelegak. Ku ambil kertas gambar contoh yang harus kusalin untuk tugas ujian tengah semester, ku gunakan untuk mengipasi badanku yang semakin berkeringat. Sementara itu aku juga merasakan ada semacam cairan yang membasahi celana dalamku. Aku merapatkan kakiku dengan tidak nyaman. Aku pun menguncir rambut panjangku menjadi sebuah cepolan kecil demi mengurangi efek kepanasan. Syukurlah, Pak Gus akhirnya mengakhiri perkuliahan ketika waktu menunjukkan jam 2. Aku membereskan barang-barangku kemudian mengipas-ngipas diri sejenak.

Menit-menit pun berlalu. Teman-temanku akhirnya sudah pulang semua. Hanya kak Angga, asisten Pak Gus yang membantunya mengajar kelas ini yang masih tertinggal di studio. Ia terlihat memandangi laptop sambil memasang headsetnya. Aku memutuskan untuk menghampirinya.

"Belum balik, kak Angga?"

Kak Angga tampak tertegun. "Eh, Vada. Enggak, gue lagi jagain lo supaya nggak kabur. Gue udah dititipin kemaren sama Bagas." Ia pun terkekeh.

Aku tersenyum. Kami kemudian mengobrol ngalor ngidul selama kira-kira sepuluh menit. Kak Angga sendiri sudah mematikan laptopnya dan duduk di sebelahku. Namun lama-lama hawa panas ini semakin tak tertahankan, sepertinya aku harus ke dokter saking tidak tahannya.

"Kak Angga, kayaknya Vada sakit deh. Dari pagi Vada berasa kepanasan banget. Sekarang nggak tahan, udah kayak di panggang nih."

"Yah, terus acara nonton lo sama Bagas gimana?"

"Kayaknya harus di cancel deh. Vada telpon aja deh dianya."

Aku mendial nomer kak Bagas. Tidak diangkat. Ku kirimkan sms sekenanya bahwa aku merasa tidak enak badan dan meminta maaf karena tidak jadi ikut menonton.

"Kak Bagas nggak angkat telepon. Vada duluan aja ya kak Angga, mau ke klinik kampus."

Kak Angga menarik tanganku. "Eh tunggu sebentar lagi deh Va, mungkin Bagas bentar lagi datang. Siapa tahu dia mau antar lo ke klinik."

Sebenarnya aku enggan, tetapi entah kenapa karena kak Angga menyentuh tanganku aku jadi urung berangkat sendiri. Aku pun kembali terduduk di sebelah kak Angga. Kali ini aku hanya diam saja mendengar kak Angga menyerocos panjang lebar. Panas ini seperti mencekat nafasku. Aku yang tadinya sibuk mengipas-ngipas langsung memegang dadaku dan tertunduk lemas. Aku tersengal-sengal seperti pasien penyakit Asma yang sedang kambuh. Tiba-tiba aku merasakan sebuah tangan yang dingin menyentuh leherku.

"Vada, lo beneran sakit ya? Gue aja yang antar ke kli-hmph..." omongan kak Angga terputus karena entah dorongan darimana aku tiba-tiba mencium bibirnya dengan penuh nafsu. Tangan yang tadi menyentuh leherku membangkitkan gejolak tubuhku yang tidak bisa aku kendalikan. Kak Angga yang semula terkejut kemudian ikut terhanyut dalam ciuman ini. Ia bahkan menggoda bibirku agar mau membuka sehingga lidahnya bisa menelusup ke dalam. Lidah kami bertemu dalam sebuah french kiss  yang membakar gairah.

"Hmmph.. Mmh.. Mmmmh.."

Aku yang seperti dikendalikan setan memutuskan ciumanku dan buru-buru melepas kaus kak Angga, lalu lanjut melepaskan kausku sendiri. Tak mau berlama-lama, aku pun juga langsung melepas kaitan bra ku dan menariknya hingga terlepas. Kemudian aku duduk mengangkangi kak Angga hingga selangkangan kami bertemu. Pusat kenikmatanku sendiri sudah membanjir, dan kurasakan sebuah tonjolan keras di balik celana jeans kak Angga. Aku menarik kepalanya dan membenamkan wajahnya di payudaraku. Ujung kedua putingku sudah mengeras sejak pikiranku dikuasai nafsu bercinta. Kak Angga cepat tanggap, ia langsung melumat ujung puting payudara kananku sementara jarinya bermain dengan puting payudara kiriku. Aku hanya bisa memejamkan mata sambil menggoyangkan pinggulku, menggesekkan vaginaku yang masih terbungkus kain celana dalam dengan penisnya yang sudah meronta-ronta di dalam celananya.

"Sssh. .Ahh.. Ashhh..." desahku menikmati permainan kak Angga di payudaraku dan permainan pinggulku terhadap selangkangan kami berdua.

Pikiranku sudah kacau. Aku butuh sesuatu. Aku butuh sampai, tidak tahu sampai kemana. Aku butuh lebih dari ini. Aku berdiri. Ku raih retsleting rokku dan membukanya, membiarkannya jatuh ke lantai. Dengan terburu-buru ku susul melepas celana dalamku yang sudah kuyup dengan cairan bening itu. Kemudian aku beralih ke celana jeans kak Angga. Kubuka kancing celananya dan langsung mengeluarkan penisnya yang sudah membengkak. Langsung ku ciumi dan ku jilat-jilat seperti seorang anak kecil menjilat es krim popsicle di hari yang terik. Kak Angga meneruskan usahaku melepas celana jeans dan boxernya hingga tak ada sehelai benangpun yang menutupi kita berdua. Aku tetap saja meneruskan jilatan dan hisapanku pada junior kak Angga yang sudah berdiri tegak. Kak Angga sendiri akhirnya mengerang-erang kenikmatan.

"Oh.. Uhm.. Yeshhh.. Arghh.. Arrrghh.."

Vaginaku terasa berdenyut-denyut meminta menu utama. Langsung saja ku lepas torpedonya yang sekarang terlihat mengkilat akibat salivaku, dan mengangkanginya. Ku posisikan kepala penisnya di bibir vaginaku yang ku buka lebar-lebar dengan jari tanganku. Ku dorong pinggulku. Sakit. Sakit bercampur nikmat. Ku tarik lagi, lagi ku dorong lebih dalam. Kulakukan terus hingga akhirnya juniornya amblas terkubur di dalam lubang kenikmatanku. Aku terdiam sesaat merasakan sesaknya vaginaku yang terisi penuh oleh benda asing yang tak pernah masuk sebelumnya.

Tiba-tiba kak Angga meremas pantatku. Ku anggap itu sebagai sinyal bagiku untukmeneruskan. Ku gerakkan pinggulku hingga tinggal kepala penisnya yang berada di dalam. Lalu ku sentakkan masuk.

"Ahn.. Nikmat sekali.." aku mulai meracau.

Kulakukan hal itu sekali lagi, tetapi lebih cepat hingga penisnya memompa masuk-keluar vaginaku dalam tempo yang teratur. Kak Angga pun mengimbangi gerakkannya, ia memajukan pinggulnya hingga selangkangan kami bertemu. Makin lama gerakan kami makin liar. Kak Angga semakin menyodok-nyodokkan juniornya hingga menyentuh mulut rahimku, menghasilkan sensasi sakit bercampur nikmat yang tiada tara.

"Ah.. ah.. ahnnn..." desahku. "Ugh.. Arghh.. Yaargh.." disambut dengan erangan kak Angga. Kami sudah tidak memperhatikan hal lain karena sibuk mengejar pelepasan seksual. Friksi yang terjadi antara penisnya yang berurat dengan G-Spot di dalam vaginaku meluapkan rasa yang membuncah. Belum lagi vaginaku yang sempit menjepit juniornya yang semakin mengeras.

"Gila.. Gila.. Va.. Lepas Va, gue mau keluar.." sahut kak Angga terengah-engah.

"Nggak.. Jangan.. Keluarin di dalam aja, please.. Keluarin di dalam.." racauku sembarangan.

Aku mempercepat goyangan pinggulku sambil bertumpu pada pundak kak Angga agar aku tidak terjatuh. Tangan kak Angga yang tak lepas-lepas dari payudaraku semakin meremasnya dengan kencang. Akupun sudah mendekati orgasme.

"Keluar.. bareng.. kak.. Uhn.. Ah.. Ah.. Ssh.."

"Buruan Va.. buruan urgh.."

"Ah.. Ahn.. Ashh.. Ke..luaaar! AAHHNNN..!" jeritku melengking ketika gelombang orgasme melandaku.

"ARGH! Argh.." erangan kak Angga membalas jeritanku menyusulku orgasme.

Tubuhku menegang, dinding vaginaku berkontraksi menjepit torpedo kak Angga. Kenikmatan menjalar dari kemaluanku. Pikiranku kosong, yang terasa hanya sensasi membuncah yang nikmatnya tiada tara. Disusul dengan kak Angga yang juga menegang dan terasa cairan hangat menyemprot ke mulut rahimku.

-crrt..crrt..crrt..crrt..crrt-

Terasa lima kali semprotan mani kak Angga membasahi rahimku. Orgasmeku semakin meledak merasakan ejakulasinya di dalam vaginaku. Tubuhku bergetar hebat, hingga akhirnya getarannya berhenti dan aku terjatuh di pelukan kak Angga. Lemas, tak berdaya.

Aku tak tahu berapa lama kami terdiam, yang aku tahu kesadaran perlahan merayap kembali ke otakku. Aku melepaskan diri dari pelukan kak Angga dan melihat ngeri ke tubuh telanjang kami yang masih menyatu.

"Ya Tuhan.." aku menganga. Aku mencoba melepaskan diri dari kak Angga meskipun langsung terasa nyeri di kemaluanku. Cairan sperma bercampur darah keperawananku mengalir di paha bagian dalamku. Ku sentuh dengan tanganku yang bergetar dan ku lihat dengan tidak percaya. Ku pandangi kak Angga yang masih kelelahan dengan juniornya yang sudah lemas.

"Apa yang baru saja aku lakukan?" tanyaku dengan suara bergetar. Lalu aku menangis sejadi-jadinya, mempertanyakan setan apa yang barusan merasuki tubuhku hingga aku bisa kehilangan mahkota keperawananku dalam sekejap. Rasa panas yang tadi menguasaiku seketika menghilang, tubuhku menggigil. Kak Angga mengambil jaket dari tasnya dan menyampirkannya di tubuhku kemudian memeluk tubuhku yang bergetar akibat tangisanku.

Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 134K 29
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
357K 14.5K 33
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
225K 1.2K 16
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
1.1M 56.2K 48
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...