The Journey [Greyson Chance L...

By sekartiktik

73.1K 4.5K 737

Aku percaya bahwa aku bisa bertahan melalui waktu gelap. Ketika semuanya hilang dan aku harus memulainya dari... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
NEW JOURNEY!

Part 23

1.6K 126 9
By sekartiktik

Aku berusaha meraih lengan Greyson, namun usaha ku sia-sia karena langkahnya yang cepat mendahuluiku.

"Greyson, ku mohon jangan salah paham," Ia berhenti, lalu memutar tumitnya kearahku. Aku melangkah perlahan mendekatinya "Maafkan sikapku, ku mohon," rengek ku padanya. Tatapannya yang semula menajam kini melembut "Aku mencintaimu. Tidak ada yang bisa menggantikan posisimu dihatiku sekalipun ia pria yang kaya raya," Greyson mengalihkan pandangannya dariku kemudian menatapku lagi. Aku masih diam menatapnya yang kini terlihat lebih tenang. Dalam sekejap, ia langsung menarik ku kedalam dekapannya. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya yang hangat menerpa tengkuk leherku. Ku usap perlahan punggungnya dan kini ia menciumi pipi ku seperti aku ini adalah seorang bayi.

Greyson masih tidak banyak bicara, jadi sebaik mungkin aku menjaga sikapku agar tidak terjadi kesalah pahaman lagi. Ku tunda pekerjaanku dan membiarkan waktu ku ini untuk berdua dengannya karena ku akui, kami sudah jarang menghabiskan waktu bersama. Akupun bisa merasakan perubahan pada diri Greyson.

"Bagaimana harimu?" tanyaku sambil memposisikan kepala diatas lengannya.

"Melelahkan,"

Aku berdeham kecil "Aku ingin membicarakan hutangmu," Greyson melirik ku dari balik bulu matanya "Aku ingin segera melunasi hutangmu,"

"Kau tidak bisa melunasi semuanya, Elsa."

"Mengapa tidak?"

"Karena itu tanggung jawabku,"

Aku mendecak kesal "Aku sudah bekerja dan tujuanku bekerja adalah untuk membantumu. Itu sama sekali bukan masalah bagiku,"

Greyson diam. Tatapannya lurus memandang langit-langit kamar kami.

Greyson's POV

Elsa diam, akupun juga diam. Entah mengapa suasana hatiku sedang tidak karuan semenjak melihatnya pulang bersama boss-nya itu.

"Grey?"

"Hmm?"

Tubuhnya bergerak dan kini dagunya sudah berada diatas dadaku "Ada pameran untuk peluncuran mobil terbaru bulan ini dan aku menjadi salah satu crew untuk melaksanakan acara ini," Pandanganku kini terfokuskan padanya "Aku—" Elsa nampak sedang bingung "Kau kenapa?" Ia menghela nafas "Aku harus pergi selama tiga hari ke Colorado. Apa kau keberatan?" Aku masih diam sambil memikirkan kata-kata yang tepat untuk menjawabnya. Sejujurnya, aku ingin melarangnya namun bayang-bayang dimana ia terlihat sangat terpukul ketika Brody dibawa oleh orang tua kandungnya, membuatku berpikir dua kali untuk melarang Elsa pergi. Selama ia masih jujur padaku, kurasa tidak ada salahnya.

Meluruskan kedua lengan, aku pun membungkus tubuh mungilnya yang sedang berada diatas tubuhku "Jaga dirimu baik-baik,"

Elsa menjerit tertahan, ia memeluk ku serta menciumi setiap inchi wajahku. Akupun tak bisa menahan tawaku. Aku benar-benar merindukannya, merindukan saat-saat berdua bersamanya seperti sekarang. Pikiran ku entah melayang kemana, aku sedang memikirkan keluargaku dan dalam waktu yang bersamaan juga memikirkan pekerjaanku. Jauh dilubuk hatiku yang terdalam, aku merindukan Ibuku. Aku merindukan ciuman hangatnya yang selalu ia berikan padaku. "Sayang, kau kenapa?" Elsa bertanya dengan raut wajah tidak tenang. Aku tersenyum simpul, "Bukan apa-apa," Ia mengerang kecil "Ayolah, ceritakan apa yang terjadi?" ku raih jemarinya lalu menciumi setiap buku-buku jarinya, "Aku hanya memikirkan keluargaku," Elsa berguling menjadi menghadapku "Kau bisa mengunjungi Ibumu selama aku di Colorado," Menggeleng cepat, aku pikir itu bukan ide yang bagus. Kata-kata pedas Ibuku masih terngiang jelas ditelingaku. Perilakunya terhadap Elsa masih tergambar jelas didalam benakku. Sebutlah aku anak durhaka, namun aku benar-benar menyesali perbuatan Ibuku terhadap Elsa.

Elsa sudah berangkat sejak tadi pagi, dan sekarang suasana rumah semakin sunyi. Hanya ada aku dan juga Whiskey. Jam menunjukan pukul tiga sore, aku segera meraih hoodieku lalu keluar dengan moses. Hari ini aku mencoba mencari pekerjaan sampingan lain. Ku lajukan Moses menuju karnaval kemarin. Setibanya disana, mataku menjelajah mencari tahu apakah ada lowongan pekerjaan paruh waktu untukku. "Hey bung, apa yang sedang kau lakukan disore hari yang cerah ini?" tanya seseorang tiba-tiba. Aku menyipit memandangi orang ini karena sinar matahari yang menyilaukan mataku. Ia memakai pakaian badut dan sekarang sedang duduk disampingku "Hanya melamun," jawabku asal. Laki-laki ini terbahak. Ia menaruh kepala badut berbentuk beruang itu dikakinya lalu melepas sarung tangannya "Namaku Samuel, ku harap kau tidak keberatan aku duduk disini. Menjadi badut sangat melelahkan," ocehnya disertai uluran tangan. Aku membalas jabatan tangannya seraya terseyum kecil "Pukul berapa kau selesai bekerja? Dan namaku Greyson,"

Samuel terkekeh lagi, membuatku heran mengapa ia lebih sering tertawa. "Aku bekerja paruh waktu. Sebenarnya aku ingin bekerja fulltime, tapi aku harus membantu Ibu ku di restorannya,"

"Oh begitu. Apa masih ada lowongan pekerjaan paruh waktu?"

"Untuk Siapa?" Aku menyengir kecil "Untuk ku," lagi ia tertawa. Namun, kali ini tawanya lebih besar dari sebelumnya, "Kau bergurau, bung? Tidak ada orang yang ingin menjadi badut apalagi laki-laki tampan sepertimu,"

Aku mengendikan kedua bahuku "Well, aku butuh uang," Sam menghentikan tawanya. Kali ini wajahnya terlihat serius, "Jika kau ingin menjadi badut, kau bisa menggantikan waktuku," ia menghentikan kalimatnya lalu melihat kearah arlojinya, "Waktuku sudah selesai, ayo ikut aku. Akan ku kenalkan dengan atasanku," Aku mengangguk setuju lalu beranjak dari kursi untuk mengikutinya masuk kearea karnaval. Sam membawaku kepada seorang wanita tua gemuk yang sedang sibuk memakan gulali. Ia menurunkan letak kacamatanya ketika melihatku.

"Nelin, kita punya karyawan baru. Kenalkan namanya Greyson, ia akan menggantikan waktuku sampai karnaval selesai,"

"Well...well kau membawa pria tampan untuk menjadi badut? Lucu sekali, Sam." Ujarnya sarkastik. "Tapi, aku serius ingin bekerja disini," sela ku berbicara. Nelin terdiam lalu menatapku sekali lagi "Baiklah, kau mulai bekerja dari pukul empat sore hingga sembilan malam. Ku beri kau gaji $30/jam," Aku menyetujui tawarannya. Segera ku ganti pakaian ku dengan pakaian badut milik Samuel. Baju badut yang pengap dan bau harus ku tahan selama lima jam.

"Oh demi Tuhan, besok akan ku bawa baju badut ini ketempat laundry," umpatku dalam hati. Sebelum memasukan kepalaku kedalam kepala beruang ini, aku menyemprotkan parfum ku terlebih dahulu kedalamnya. Samuel sudah berpakaian lengkap, aku menghampirinya "Apa yang harus aku lakukan nantinya?" Bagian perut badut yang menyembul kedepan membuatku kesusahan berjalan ditambah bentuk sepatu yang besar.

"Kau hanya perlu menari-nari, membuat bocah tertawa dan semacamnya. Terserah kau saja, yang penting anak kecil senang,"

Aku mengangguk paham. Segera ku pakai kepala beruang ini lalu melangkah keluar dari toilet. Suasana ramai membuatku sedikit gugup. Beruntung wajahku tidak terlihat oleh orang-orang. Berjalan kesana-kemari, menari-nari, menggoyangka pantat. Aku terlihat seperti orang idiot sungguhan. Aku melihat seorang gadis kecil diantara kerumunan orang-orang. Ia duduk sendiri sambil memeluk boneka beruang berwarna biru. Aku menghampirinya dan ia terkejut menatap kedatanganku. Ku lambaikan tangan ku padanya lalu duduk disebelahnya.

"Mau apa kau kesini, Tuan Badut?" tanyanya dengan wajah polos.

"Apa yang kau lakukan disini sendirian, gadis manis?" tanyaku dengan suara yang dibuat-buat. Gadis kecil ini memalingkan wajahnya dariku lalu mempererat pelukannya pada boneka biru "Entahlah, aku hanya merasa kesepian,"

"Dimana orang tuamu?"

"Mereka sibuk bekerja. Sebentar lagi pengasuhku datang menjemput,"

"Apa kau sudah sering duduk sendirian disini?" Ia mengangguk kecil. Aku merasa iba dengan gadis kecil ini, segera ku berdiri dari duduk lalu membungkuk dihadapannya "Izinkan aku menjadi temanmu selama kau disini," pintaku.

Kedua bola mata birunya membulat "Kau mau menjadi temanku?" Aku mengangguk sambil mengacungkan kedua ibu jariku.

"Tapi kau harus menemaniku menghibur anak-anak disini,"

"Baiklah," ia melompat dari kursi lalu mengikutiku berkeliling menari, membuat pengunjung tertawa karena sikap lucu anak ini.

"Jika kau lelah, beritahu aku," ujarku pada gadis ini. "Aku haus," Memintanya untuk menunggu sebentar, aku membelikannya sebotol air mineral.

"Hey, aku belum tahu siapa namamu?" Ia mengusap bibirnya yang basah sehabis minum "Namaku Joana Marry. Panggil aku Jo,"

"Baiklah Jo. Panggil aku Mr. Brown,"

***

Dua hari sudah aku tidur sendirian dalam sunyi. Tidak ada guling hidup yang bisa ku peluk seperti biasa. Hari ini aku memutuskan untuk mengunjungi keluargaku. Ku titipkan Whiskey pada Niall lalu segera ku berlalu menuju bandara. Setibanya di Oklahoma, aku langsung masuk kedalam taksi. Ku sempatkan diri menelpon Elsa untuk menanyakan kabarnya karena sejak kemarin ia belum juga mengabariku.

Tanner menyambutku ketika taksi ini berhenti tepat didepan rumah. Ia memberiku pelukan yang cukup lama, "Aku merindukan mu lilshit," terbahak bersama, kami masuk kedalam rumah sambil berangkulan. Alexa dan Ayahku bergantian memeluk ku, Ibuku masih seperti dulu. Ia hanya diam menatap kedatanganku. Aku duduk diruang tamu bersama keluargaku dan tiba-tiba Ibuku pergi dari ruang tamu, meninggalkan sejuta pertanyaan pada Ayah dan kakak-kakak ku. Aku menghela napas panjang seraya melayangkan kedua tanganku pada wajah, "Apa ia masih belum bisa menerimanya?" tanyaku pada mereka. Ayah menatapku prihatin. "Ibu, masih bersikap acuh setiap kali aku datang. Apa ia benar-benar menendang ku dari daftar anaknya?" tanyaku lagi dengan nada frustasi.

"Percayalah, Ibu masih menganggapmu sebagai anaknya," Ujar Alexa. Kami bertiga mengobrol santai sambil menikmati secangkir teh buatan Alexa. Sudah cukup lama aku berbincang dengan Ayah, Tanner dan juga Alexa. Geram sudah batin ku memikirkan Ibuku yang tak kunjung kembali. Aku memutuskan untuk menemuinya. Ku langkahkan kaki ku menuju kamarnya namun tidak ada sosoknya disana. Ku lirik kearah pintu kamarku yang terbuka. Dengan langkah hati-hati aku memasuki kamarku. Disana terlihat Ibu ku yang sedang melamun didalam kamarku.

"Ibu," panggilku. Ku buka lebih lebar pintu kamarku sehingga tubuhku bisa menyeruak masuk kedalam. Ia diam tidak menjawab panggilanku. Ku beranikan diriku untuk duduk disisinya sambil berharap ia akan berbicara namun nyatanya ia tetap diam.

Berdeham kecil, aku merubah posisi duduk ku agar lebih nyaman, "Sampai kapan Ibu bersikap seperti ini padaku? Bisakah kau terima saja kenyataan bahwa aku telah menikahi gadis pilihanku?" ujar ku dengan suara setenang mungkin. Beliau menoleh kearahku, sorot matanya menunjukan kehampaan.

"Kau telah menikah tanpa adanya restu dari ku dan sekarang gadis pilihan mu itu mandul. Apa yang bisa kau banggakan darinya?" Sebuah kalimat akhirnya terlontar dari bibirnya meskipun kalimat itu menusuk hati. Aku berusaha mengontrol gejolak emosi ku saat ini.

"Hal terpenting adalah, aku bahagia bersamanya. Apakah itu tidak cukup?"

Ibu tertawa ironi, "Bahagia kau bilang? Dimana letak kebahagiaan bila kau tidak memiliki keturunan? Aku sangat menantikan kehadiran seorang cucu dan wanita murahan itu tidak bisa memberikannya. Apakah kau masih bisa menyebut itu bahagia? Kebahagiaan suatu rumah tangga terletak pada sang buah hati," Ibu memalingkan wajah dariku, "Kau telah gagal menjadi seorang anak. Kau gagal membahagiakan Ibumu. Orang yang telah melahirkan serta merawatmu hingga dewasa dan inilah balasan mu kepadaku?" Aku tidak dapat berucap lagi. Bibirku terkunci rapat, pikiranku mulai kalut dengan perkataan Ibuku barusan.

Kebahagiaan suatu rumah tangga terletak pada sang buah hati

Kalimat itu terngiang-ngiang lagi. Aku memutuskan untuk keluar dari kamarku dari pada harus berargumen lagi dengan Ibuku. Pikiran ku benar-benar kacau, akupun akhirnya memutuskan untuk kembali ke New York menggunakan kereta api. Ayah heran melihat ku yang terburu-buru ingin pulang. Dengan terpaksa aku berbohong, beralasan ada pekerjaan mendadak.

Aku hanya termenung disepanjang perjalanan, memikirkan nasib keluarga kecil ku ini. Rasanya, permasalahan tidak pernah ada habisnya dalam hidupku. Kembali kerumah dengan perasaan tidak enak, aku melihat Niall berdiri didepan rumahku bersama dua orang laki-laki bertubuh besar. Niall mencoba menahan mereka yang ingin masuk kerumahku.

Celaka..

Aku berlari kecil dan ketika sampai dua orang depkolektor itu menatapku garang, "Kau terlambat membayar hutangmu, Chance." Ujar pria botak. Dengan deru nafas yang masih terengah aku berbicara, "Maafkan aku, aku berjanji besok akan segera ku setor sisa uangku. Dan tolong letakan sofa itu, itu milik istriku," Ia meletakan kembali sofa milik Elsa yang hendak ia bawa. Pria berkepala pelontos ini mencengkram kerah baju ku "Ku peringatkan kau jangan sampai terlambat," setelah berkata itu, ia melepaskan cengkramannya dengan kasar. Buru-buru ku berlari kearah Niall untuk memastikan ia baik-baik saja, "Kau tidak apa , 'kan?" Niall menggeleng. Aku pun berterima kasih pada Niall lalu masuk kedalam rumah. Rasa lelah masih terasa, dengan gontai aku berjalan kearah kamarku untuk beristirahat.

"Sayang, aku pulaang," belum genap mata ini terpejam, suara Elsa sudah menggema. Aku segera turun kebawah dengan keadaan rambut berantakan. Elsa terkejut menatapku "Ops, aku membangunkanmu, ya?" Mengusap kedua mataku, aku melotot menatap Elsa yang sudah berdiri didepanku. Sial ia mengecat rambutnya?!

"Kau mengecat rambutmu?" ia mengangguk cepat "Dan juga memotongnya?!"

"Ia! Bagaimana? Kau suka tidak?"

"Siapa yang memberimu izin untuk memotong dan mengecatnya, Elsa?" geram ku dengan gigi yang mengatup rapat.

"Theo. Ia menyuruhku untuk mengganti gaya rambut ku karena aku sekarang sudah naik jabatan menjadi sekretarisnya,"

Setan mana yang datang. Aku tiba-tiba tersulut emosi, "Sebenarnya siapa yang menjadi suamimu? Aku atau Theo!?" teriak ku dihadapannya. Raut wajah Elsa seketika berubah, "Ada apa dengan dirimu? Mengapa kau jadi pemarah seperti ini?"

"Elsa, apakah kau sadar dengan sikapmu? Kau menomor duakan aku dan menomor satukan bos besar sialan mu itu!" Elsa diam ditempat dengan ekspresi yang sulit ku baca "Ku minta kau berhenti dari pekerjaan mu itu!"

"Tidak!" kali ini ia balas berteriak, "Kau, seenaknya saja menyuruhku berhenti?"

"Suka atau tidak, aku ini suami mu! Kepala rumah tanggamu dan kau harus menuruti perintahku,"

"Tidak, Greyson! Pekerjaan ini satu-satunya tambang emasku, apa kau tidak menyadarinya? Semenjak aku bekerja disana kita bisa menyicil barang-barang mewah bahkan aku membantumu membayar hutang-hutangmu!"

"Aku tidak ingin barang-barang mewah ini jika aku harus kehilangan sosok istri yang ku cintai! Cukup sudah Ibuku bersikap lain padaku," kami saling berteriak. Aku tidak tahu mengapa emosiku sulit ku kendalikan.

"Dan suka atau tidak, aku tidak akan pernah berhenti bekerja disana." Elsa menenteng tas belanjaannya menuju kamar. Aku hanya diam memandangi tubuhnya yang menghilang dibalik tangga. Mengacak rambut, aku pun akhirnya ikut menaiki tangga dan ketika hendak membuka pintu kamar, pintunya terkunci.

"Elsa, buka pintunya," teriak ku sambil menggedor pintunya. Tak lama pintu keluar disertai raut wajah garangnya. Elsa tiba-tiba menyerahkan selimut beserta bantal padaku "Kau tidur diluar malam ini!" dan dengan itu pintu kembali terkunci.

"Brengsek! Kenapa jadi dia yang marah, hah?!"

TBC

well hai ketemu lagi :D maaf yaaa lama updatenya :( and karena sebentar lagi mau idul fitri, mohon maaf lahir batin yaa. Maafin author yg satu ini kalau ada salah kata, salah alur cerita juga (?) semoga ga bosen baca The Journey. Jgn lupa vomment.. Di mulmed ada foto perubahan rambut elsa, lebih suka pirang atau coklat? :3

big love

-Sekarnita

Continue Reading

You'll Also Like

1M 84.1K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
8.4M 519K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
303K 22.9K 104
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
108K 11.3K 43
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...