FLC Multiverse

De flc_writers

2K 220 1.5K

Event daftar ulang member FLC tahun ajaran ke-6 Mai multe

1. Selamat Tinggal di Toko Buku Nagare
2. Last Performance
3. Purple Scarf
4. Babysitting Gone Wrong
5. The Alumnus Trap
6. As The Walls Close In
7. Zeit
8. Kesalahan
9. The Killer and the Sinner
10. Mencuri Batara
11. CsCx (Amalgamasi)
12. Ice Cream
13. Bye-bye
14. Sang Pahlawan
16. Rwar
17. Terdampar
18. I Want To Be Alone
19. The Killer is Among Us
20. Apocalypse Revolution
21. Survive di Pulau Misterius
22. No More Way Out
23. Semanggi Empat Daun
24. Perfect Family
25. Galaxy
26. Message from the Future
27. Asrama dan Atmanya

15. A Little Prank

39 6 23
De flc_writers

Tema: Wabah zombie
Tokoh Utama: Rian

Bersekolah di Clover Academy sebenarnya bisa disebut puncak dari status keelitean. Mengingat akademi sihir tersebut menjadi nomor satu di Clover Kingdom dan di bawah naungan kerajaan langsung. Tak heran, fasilitas dari tempat sampai para pengajar adalah yang terbaik.

Namun, tentu tak mudah menjadi murid di akademi tersebut. Selain seleksi masuk yang ketat, syarat kelulusannya pun bisa dikatakan mempertaruhkan nyawa.

Masa ajar Clover Academy adalah empat tahun, di mana siswa tahun ketiga akan mulai dipasangkan dengan anggota yang dipilih wali kelas untuk membentuk kelompok sampai lulus-terdiri dari lima anggota. Setiap kelompok memiliki tugas wajib kelompok dan individu untuk mengumpulkan poin akhir. Namun, pelanggaran yang dilakukan individu justru memengaruhi nilai kelompok.

"Kamu dipanggil."

Gerakan tangan Rian yang hendak menyuap sesendok makanan ke dalam mulut, langsung terhenti begitu salah satu anggota Prefek berbicara demikian kepadanya dengan tatapan galak.

Rian menghela napas.

Lagi.

Lagi-lagi anggotanya berulah dan dia yang kena batunya.

Sepertinya minggu ini sudah kali ketiga dia dipanggil untuk menghadap guru bagian kesiswaan.

Siswa yang datang memanggilnya tadi adalahh salah satu anggota Prefek. Prefek adalah organisasi siswa yang diberi tugas langsung oleh guru untuk mengurusi para murid.

Lemon suka memanggilnya sebagai "babu sekolah".

"Baik. Aku pergi," pungkas Lemon dengan berat hati. Dia melangkah membuntuti siswa yang memanggilnya tadi.

"LEMOOOON!"

Selang beberapa menit kemudian, teriakan seorang cewek berambut panjang ikal merah yang berkibar-kibar seperti api berkobar itu beradu dengan keramaian ruangan kantin akademi.

Sontak, suara yang menggelegar tersebut membuat Lemon tersedak kuah makanannya.

Lemon batuk-batuk sampai habis napas, mirip orang yang sekarat.

"Minum, bro." Dengan baik hati, Baim menyodorkan segelas minuman berwarna merah kepada rekannya itu.

"Thanks, bro. Kamu perhatian banget, deh. Jadi suka," kata Lemon dengan mata berair dan muka merah padam.

Dia tak memiliki rasa curiga sama sekali.

"Lebaymu kurangin! Jangan bikin suasana kita jadi kayak gay lagi jatuh cinta!" balas Baim pedas.

"Kamu ini doyan banget bikin ulah! Kamu bolos tugas kemarin, terus tadi pagi bikin kekacauan di kelas Ramuan dengan bikin seisi ruangan jadi ketukar gender gara-gara ramuan sihir anehmu itu!"

Chacha ngamuk.

Zaskia dengan anteng angguk-angguk di sampingnya. Cewek itu juga kelihatan kesal, cuma dia merasa emosinya sudah terwakilkan oleh amukan Chacha.

Bukannya langsung meredam kemarahan Chacha yang menarik perhatian seisi ruangan, Lemon malah dengan santai memuji dirinya sendiri.

"Orang genius mah beda."

Chacha berdecak sebal, menatap tajam pada cowok tinggi kurus itu sambil memasang tampang garang yang dibuat-buat.

"Kita udah mau tahun keempat, ya! Kalau sampai 10.000 poin gak kekumpul, ogah aku jadi siswa legend di akademi ini!" Sekarang giliran Zaskia yang mengomel dengan suara cemprengnya.

Chacha angguk-angguk. "Nah. Aku udah mau cepat-cepat lulus, terus kerja sebagai pasukan pengawal kerajaan, atau gak, minimal bisa dapat kerjaan di tempat yang lumayan, lah. Soalnya mau mulai perawatan, biar glowing, biar cantik."

Saat cewek itu mulai mencerocos tak jelas, ketiga rekannya kompak menghela napas dan menggumamkan kata, "orang gila" sambil geleng-geleng.

"Minum, gih!" titah Baim pada Lemon. Dia sudah tak sabar melihat reaksi cowok itu ketika meminum "ramuan" ajaibnya.

Tadi pagi, dia membeli ramuan tersebut dari organisasi gelap sekolah. Isinya ya anak-anak bermasalah. Namun, Baim paling suka berurusan dengan anak-anak kimia karena mereka suka bikin eksperimen ajaib.

Contohnya ini, minuman patah hati, yang katanya bisa bikin orang yang meminumnya patah hati seminggu penuh.

"Iya nih." Tanpa curiga, Lemon minum sampai gelas tersebut kosong.

Namun, belum sempat Baim tertawa puas melihat keapesan yang menimpa rekannya, kerusuhan tiba-tiba terjadi.

"Amankan diri kalian!"

Itu teriakan Rian, ketua mereka, yang datang bersama beberapa anggota Prefek. Kostum para Prefek tampak berbeda. Kalau kebanyakan siswa Clover Akademi memakai seragam hijau tua, para Prefek memiliki seragam dasar hijau muda dan dihiasi banyak perintilan mewah yang tampak ribet. Mereka juga memakai rompi khusus.

"Para zombi mulai memasuki area sekolah, di depan gerbang. Tim Prefek dan beberapa penjaga sudah bertindak. Namun, sebagai antisipasi, amankan diri kalian. Kecuali kalau kalian ingin bergabung menjadi pasukan, terutama untuk Tim Antariksa." Angelie Oceanna berbicara dengan lantang dan penuh kharisma.

Rian dan Baim saling pandang. Chacha dan Zaskia menghela napas pasrah. Lagi-lagi tim mereka dalam masalah hanya karena satu orang.

Setelah mendengar ucapannya, setengah murid yang ada di kantin langsung membubarkan diri. Sebagian kecil tampak langsung bersiap. Jelas, mereka adalah siswa angkatan tiga. Sisanya lagi, yang tampak lebih siap, adalah para siswa angkatan empat.

"Serangan para zombi kali ini ternyata tidak dari satu titik. Titik terbanyak memang ada di depan gerbang utama, tetapi kekacauan juga terjadi di titik lain," sambung Oceanna.

Zombi, belakangan Clover Kingdom tengah digemparkan oleh teror wabah ini. Wabah tersebut bermula dari ditemukannya sebuah Dungeon, yang meski sudah ditaklukkan, beberapa petualang yang apes justru kembali dalam bentuk menjadi zombi.

Bermula dari serangan kecil, ternyata titik lengah itu menimbulkan masalah besar. Serangan demi serangan zombi yang diremehkan telah berubah menjadi sebuah ancaman mengerikan.

Terbaru, minggu lalu, Desa Vallrose yang berbatasan langsung dengan Hutan Agung Vyllhil, sekitar 183 km dari pusat kerajaan, telah diserang para zombi. Sebagian besar penduduk tak selamat dan bergabung menjadi pasukan.

Siswa angkatan empat tentu langsung diterjunkan untuk misi penyelamatan penduduk desa. Sebagian berhasil, sebagian lagi tumbang. Meski akademi telah berusaha maksimal dengan menyembuhkan para siswa yang terjangkit, tetap saja ada korban jiwa.

"Aku suka ini," celetuk Zaskia sambil mengeluarkan Pedang Bayangan dari lingkaran sihir hitam di dekat kakinya. Grimoire hitamnya mengambang lembut dan dikelilingi asap hitam tipis yang mengepul lembut.

"Aku akan bertarung lebih baik darimu!" Chacha berujar dengan panas.

Mengalah dari Zaskia? Tak mungkin.

Rian geleng-geleng. Tadi dia baru saja menghadap Miss Annabeth yang mengomel panjang lebar karena Lemon berulah, dan itu berdampak pada pengurangan poin cukup banyak pada kelompoknya.

Sebagai ketua tim, dia ingin menggantung Lemon di atap gedung pengawas akademi. Namun, beruntung saja wajah tampannya disertai hati selapang samudra.

"Perhatian! Aku memiliki pengumuman penting dari Kepsek," suara Oceanna menginterupsi, "siapa saja di antara kalian, yang berhasil membunuh satu zombi, maka akan diberikan 10 poin. Dan, bagi yang bisa menyelamatkan orang yang terjangkit sebelum berubah menjadi zombi, dapat 15 poin."

"Hah? Gak salah tuh?" Lemon mengernyit bingung.

"Memang begitu. Tantangan untuk menyembuhkan orang yang terjangkit lebih sulit, karena kita akan bimbang, apakah harus membunuh atau menyelamatkannya." Rian menjelaskan dengan rasional.

Chacha dan Zaskia kompak mengangguk-angguk.

Diam-diam Baim merenung. Kok, belum ada reaksi apa pun dari si Lemon, ya? batinnya penasaran.

"Dan kau, Mon, aku harap kau gak bikin ulah lagi," sindir Rian dengan nada dan tatapan sinis ke arah Lemon yang tengah sok sibuk.

"Siap." Lemon menjawab tanpa berani menatap ketuanya.

Kantin yang luas itu menjadi tempat rapat dadakan. Pengumuman penting sebenarnya sudah disampaikan lewat pengeras suara sihir yang terhubung dengan setiap ruangan, tetapi memerlukan waktu tambahan untuk mengumpulkan orang karena ini sedang jam istirahat. Jadi, kantin adalah tujuan utama para Prefek.

Para Prefek memberikan arahan secara singkat dan padat sebelum membagi tugas untuk setiap kelompok. Kelompok Rian dan sebagian besar siswa angkatan empat diutus ke Wisteria Village, kota tempat akademi berada. Mereka segera tiba di sana dengan sihir teleportasi.

Saat tiba di lokasi, keadaan sudah kacau balau.

Mereka langsung membuka grimoire masing-masing dan berpencar. Selain mereka, ada juga tim siaga yang terdiri dari para siswa penyihir tipe healer.

Sebenarnya, dalam satu tim sudah terdiri dari formasi lengkap. Ada penyerang, pelindung, dan penyembuh. Minimal ada satu penyembuh dalam tim. Sementara itu, para penyembuh yang sekarang diturunkan adalah para siswa angkatan empat yang sudah tentu lebih menjamin keselamatan untuk seluruh tim.

"Aku akan menumbangkan para zombi paling banyak di tim ini!" kata Lemon dengan penuh percaya diri.

"Coba saja!" tantang Zaskia.

"Heh, tukang bawa-bawa banyak senjata sepertimu memangnya bisa mengalahkanku?"

Zaskia lupa, dia punya rival paling menyebalkan sedunia dalam timnya.

Rian menghela napas. Sabar. "Ayo bertindak, anak-anak! Sebelum kalian yang berubah jadi zombi."

"Siap, Daddy!" jawab keempat rekan timnya, bercanda tanpa tahu tempat.

Serangan pasukan zombi ternyata lebih parah di titik itu. Rumah-rumah tampak hancur atau terbakar. Kobaran api mengepulkan asap hitam bau hangus di mana-mana, mempersempit jarak pandang.

Selain itu, hampir 90% orang-orang di sana telah berubah menjadi korban. Ada yang tewas di tempat dengan luka mengenaskan, ada pula yang bergabung menjadi pasukan zombi. Sisanya masih tak sadarkan diri, tetapi dapat dipastikan bahwa mereka sudah terjangkit parah dan tinggal menunggu untuk berubah menjadi zombi.

"Aku membayangkan, bagaimana kalau salah satu dari kita jadi zombi," celetuk Baim sambil bersiap membuat tameng pelindung besar untuk teman-temannya. "Perisai Agung!"

Baim diberkahi kekuatan manipulasi tanah. Dia bisa membuat beberapa bentuk perlindungan dengan kekuatan tersebut, dari tingkat mudah sampai ekstra.

Rian mendelik jengkel. "Bisakah kalian tidak berulah dengan bahas yang aneh-aneh di tempat pertempuran, kawan-kawan, kumohon?"

Ultimatum itu jelas membuat suasana lawak yang akan diciptakan Baim hancur begitu saja.

Ada yang aneh. Zombi seharusnya hanya menggigit dan berjalan patah-patah dengan kedua tangan terangkat ke depan. Namun, yang dihadapi mereka sekarang justru sekumpulan zombi yang bisa mengeluarkan sihir.

"Ada apa ini?" Zaskia berdecak sebal karena pedangnya tak mampu menebas satu zombi sekaligus. Padahal, Pedang Suci-nya tak pernah gagal menumbangkan musuh dalam satu tebasan.

"Mereka bisa memakai sihir."

"Sepertinya mereka telah berevolusi. Laporan terakhir, para zombi masih zombi biasa, belum berubah seperti monster sungguhan," jelas Rian. Dia menggerakkan sulur-sulur untuk membelit tubuh para zombi sampai mereka tak bisa bergerak.

Tak bisa bergerak, tetapi tidak mati atau hancur dengan mudah.

"Mereka betulan mayat hitup!" sahut Chacha. Wajahnya dipenuhi keringat, sementara kedua tangannya tak berhenti mengeluarkan bola-bola api.

Tiba-tiba Lemon mengeluarkan suara seperti orang tercekik. Kedua bola air besar yang ada di sisinya pecah dan membasahi tanah. Cowok itu ambruk dengan kedua tangan menutupi wajah.

"Mon, kamu kenapa?" Rian dengan cepat mendekat dan memeriksa temannya.

Namun, Lemon tak menjawab sama sekali. Cowok itu justru mengeluarkan suara-suara aneh dan kulitnya mulai memucat. Saat mendongak, kedua mata cowok itu juga telah berubah merah. Mulutnya mengeluarkan liur yang banyak.

Kemudian, dengan gerakan cepat, Lemon menerjang ke arah Rian. Menindih cowok itu yang tak sempat menghindar. Beruntung Rian bisa menahan kedua tangannya.

Lemon terus berontak, hendak menggigit leher Rian.

Tanpa aba-aba, Baim melayangkan satu tendangan ke tubuh Lemon dan membuat cowok itu berguling-guling di tanah. Namun, dia segera berdiri kembali. Meski tubuhnya kotor, cowok itu terlihat tak kesakitan sama sekali.

"Dia telah berubah menjadi zombi!" simpul Baim.

Rian menatapnya, tak bicara. Zaskia dan Chacha justru diam dengan tatapan kaget bercampur sedih.

"Biar aku yang melawannya. Kalian fokus selesaikan tugas!" sambung Baim sebelum teman-temannya bereaksi.

Rian terpaksa menyetujui. Mereka tak boleh buang-buang waktu. Lagi pula, dia percaya pada Baim.

Selanjutnya mereka berpencar. Kekacauan makin menjadi, di mana agenda penyelamatan itu justru berubah menjadi pertempuran. Para murid Clover Academy dengan sengit bertarung dan berusaha keras menghabisi para zombi.

"Ada peringatan dari akademi!" lapor Chacha yang memegang alat komunikasi sihir berbentuk jam 3D kepada Rian.

Rian mengusap cipratan darah segar dari pipinya, memfokuskan tatap pada Chacha. Lalu, cewek itu menekan sebuah tombol sebelum jam 3D terbuka dan menampilkan wujud seseorang dalam bentuk mini.

"Ada yang lebih gawat. Sebagian besar siswa akademi telah berubah menjadi zombi secara tiba-tiba." Wajah Oceanna tampak panik. "Serangan justru berasal dari dalam lingkungan akademi. Hal ini masih diselidiki. Kalian jagalah diri baik-baik!"

Lalu, sambungan mati.

Rian dan Chacha saling pandang. Sesuatu pasti telah terjadi.

"Gawat!" Zaskia berkata dengan panik. Kedua pedangnya berlumuran darah. "Baim telah berubah menjadi zombi!"

"APA?"

"Pasti virus zombi ini membuat yang terjangkit menjadi dua kali lebih kuat, karena kulihat di tempat lain juga sama. Mereka yang telah jadi zombi, mendadak mengamuk dengan kekuatan dua kali lipat lebih ganas."

"Satu hal, mereka tahan dengan luka," sambung Rian.

Sekarang tersisa mereka bertiga dan beberapa murid yang juga masih bertahan di lokasi. Kekacauan justru makin tak terkendali. Segerombolan mayat hidup itu justru terus bertambah jumlah dan merusak sekitar.

"Kurasa saat ini strategi kita hanya bisa terus melawan sambil berusaha menyelamatkan teman-teman kita," putus Rian.

Sebenarnya mereka bisa kabur dari tempat itu begitu saja, mengingat tadi para Prefek memberi masing-masing satu perkamen berisi mantra sihir perpindahan ruang untuk setiap kelompok. Benda itu hanya bisa dipakai untuk kondisi darurat yang akan membantu berteleportasi ke tujuan tertentu.

"Chacha!" teriak Rian begitu Chacha terlempar usai melawan seorang murid akademi yang telah berubah menjadi zombi.

Cewek itu terkena pukulan air super besar dari sihir siswa yang dilawannya. Dia tak bisa berkutik. Kekuatannya juga tak membantu banyak, mengingat api kalah oleh air.

Kondisinya terdesak. Dia muntah darah, tubuhnya lemas. Namun, musuh tampak masih bugar. Bahkan, mendekatinya dengan hawa membunuh yang makin kuat.

Sebagai ketau sekaligus rekan tim, Rian jelas tak akan membiarkan Chacha terluka. Dengan cekatan, dia mengarahkan sulur-sulurnya untuk membungkus tubuh cewek itu dan membawanya ke dekatnya.

"Maaf," sesal Chacha sambil meringis. Perutnya terluka cukup parah, membuat darah segar mengalir dari sana. Terdapat beberapa luka juga di tubuhnya.

Di saat seperti ini, Rian membutuhkan Lemon, sang Healer. Namun, jelas cowok itu pun perlu pertolongan. Dia melarikan pandangan ke sekitar, para Healer tak ada di mana-mana. Sepertinya mereka juga melarikan diri, atau kalau nasib malang, mereka justru telah menjadi korban.

"Akh!"

Tak jauh dari sana, Zaskia juga bernasib sama. Cewek itu kalah dalam pertarungan melawan seorang siswa angkatan empat yang juga pengguna elemen pedang sihir.

Rian makin tak fokus. Kedua temannya sudah terluka, sulit untuk melanjutkan pertarungan. Namun, kondisi mereka makin terdesak. Terlebih dia harus melindungi dua rekan dan termasuk dirinya sendiri.

"The god's crown!"

Griomire hijau Rian menyala terang. Sulur-sulur hijaunya keluar dari tanah makin banyak. Merambat, merayap, bergerak cepat mengikat kaki-kaki para zombi. Sebagian besar sulur lagi membentuk dua kurungan untuk melindungi Chacha dan Zaskia.

Gerakan sulur-sulur itu mulai perlahan ketika sebuah pohon raksasa sulur telah terbentuk, dengan Rian sebagai pusatnya.

Cowok itu mulai mengeluarkan banyak keringat. Serangan pamungkasnya menguras banyak mana. Tambah dia memang sudah kelelahan setelah terlibat dalam pertarungan.

"Jangan terlalu memaksakan diri, Rian," pinta Zaskia dengan susah payah.

Chacha sudah tak sadarkan diri. Luka cewek itu terlalu banyak dan dalam. Mungkin dia kehilangan banyak darah. Namun, dia mulai mengeluarkan reaksi. Pertarungan fatal tadi jelas memberinya luka dan mungkin saja disertai virus.

Sebenarnya Rian masih ingin bertarung, apa lagi Baim dan Lemon entah di mana. Dia berharap kedua rekannya itu masih bisa diselamatkan.

Tak ada pilihan lain. Keadaan mereka makin terdesak.

"Sial!" Rian mengeluarkan perkamen sihir dan membacakan mantra.

Perkamen itu melayang lembut dan memunculkan sebuah portal hitam. Rian membawa kedua temannya masuk dan untuk sesaat, sekitarnya gelap.

Rian dan kedua rekannya tiba di sebuah bukit yang gelap. Hanya cahaya rembulan yang membantu penglihatan cowok itu.

"Sial! Aku tak menyangka kalau efeknya akan separah ini."

Tadinya Rian hendak bergerak, tetapi dia langsung berhenti begitu mendengar dialog seorang cewek itu.

"Bukannya bagus, kan? Kau sejak lama ingin membalaskan dendam pada kerajaan ini dan menyamar menjadi siswa akademi dalam wujud tubuh seorang gadis kecil."

Sekarang yang berbicara adalah seorang cowok.

Nathan? Rian jelas langsung mengenali suara tersebut.

Nathan, siswa paling bermasalah di akademi yang selalu berurusan dengan Prefek, teman sekelasnya.

"Memang. Jadi, sebetulnya aku senang. Apalagi hari ini kita berhasil menyabotase kantin. Virus yang kau kembangkan dan dimasukkan ke dalam saluran utama air di kantin, membuat sebagian besar para siswa berubah dadakan menjadi zombi."

Ada tawa jahat yang terdengar setelahnya.

"Yah, meski itu memerlukan waktu satu jam untuk reaksi, sih. Namun, aku puas hasilnya karena virus itu akan membuat orang yang terjangkit menjadi dua kali lipat lebih kuat dan kehilangan kewarasan," sambung Natan. "Tapi aku tak sabar untuk nanti, Elucia. Aku akan keluar sebagai pahlawan yang membawa obat penawar paling manjur untuk virus zombi ini!" Dia tertawa terbahak-bahak.

"Ah, hatiku senang sekali melihat kekacauan di akademi dan sebagian besar wilayah kerajaan," imbuh Elucia.

Rian mengepalkan tangan. Ternyata semua kekacauan ini dimulai oleh dua orang.

Tadinya, dia akan terus bersembunyi untuk menggali lebih banyak informasi. Namun, Chacha yang telah terjangkit virus, tiba-tiba menjerit dan mulai berontak. Cewek itu bangkit berdiri dengan sedikit membungkuk, kedua matanya menyala merah.

Sihir.

"Oh, ada penyusup ternyata."

Nathan tahu-tahu sudah berdiri di dekat Rian yang hendak menyelamatkan Chacha. Cewek itu justru tengah mengincar Zaskia.

"Ayo bergabung dengan kami, dan kau akan selamat!" sambung Elucia.

Rian tertawa sinis. "Kalian biang keroknya."

"Yap." Nathan dan Elucia malah menjawab dengan santai.

Namun, Rian tak menanggapi lagi. Grimoire-nya justru terbuka dan halaman-halamannya berpindah. Cowok itu ancang-ancang. "Fairy Tail!"

Sulur-sulur yang menyala terang, muncul dan bergerak cepat dari dalam tanah. Sulur-sulur besar itu mengarah pada Nathan dan Elucia, juga memisahkan Chacha dan Zaskia.

"Oh, kau berani melawan kami, dengan kondisi babak belur dan harus melindungi dua cewek itu?" Nathan tersenyum sinis. Dia punya banyak ramuan persediaan yang membuatnya percaya diri bisa mengalahkan Rian dengan mudah. "Kau tahu siapa aku, kan?"

Apa yang dikatakan Nathan ada benarnya memang. Rian sudah tak bisa bertarung. Serangannya tadi hanya sebatas gertakan. Dia tak punya cukup mana untuk melawan sehingga bentuk Fairy Tail-nya hanya sebatas burung mati.

"Apa kau ingin bernegosiasi untuk yang terakhir kali?" Elucia mengambang di udara, beberapa meter di atas kepala Rian. Kedua tangannya terangkat, dengan cahaya biru lembut yang tampak hangat.

Elucia seorang peri air. Jelas, dia dilimpahi mana yang akan membuat Rian kalah telak dalam serangan pertama. Setahunya, Elucia merupakan siswa yang tertutup meskipun kelas mereka sebelahan.

Meski demikian, Rian tak akan menyerah. Namun, perlahan-lahan sulur-sulur itu mengendur. Di saat bersamaan, Chacha sudah berhasil berontak dan menerjang ke arah Zaskia. Bau darah dari cewek itu sepertinya teramat mengundang hasrat membunuhnya.

"Ada pertunjukan menarik di sini!" kata Nathan lalu tertawa terbahak-bahak.

"Sebaiknya kita tak membuang waktu, Nath. Masih ada tugas yang harus dikerjakan," tegur Elucia.

Rian akhirnya melepaskan kekuatannya. Tidak, dia sudah amat kelelahan. Dia sudah tak kuat lagi. Mana-nya sudah terkuras amat banyak. Dia butuh istirahat sehingga tubuhnya mulai menimbulkan gejala.

Kepalanya berat, pandangannya kabur, dan tubuhnya seolah-olah tak memiliki tenaga sedikit pun.

"Yah, untuk melancarkan rencana, terpaksa deh kami akan membunuhmu," kata Nathan.

"Tidak, tidak, sebaiknya siksa dengan lebih kejam, deh," sangkal Elucia, tampak berpikir. "Contohnya ..., biarkan dia bertarung dengan kedua temannya!"

"Ide bagus!" Nathan kemudian melangkah ke arah Zaskia, dengan suntikan yang dia keluarkan dari balik jas seragam. Tanpa sempat dicegah oleh Rian-karena cowok itu sudah kewalahan menghadapi Elucia-dia berhasil menyuntikkan virus ke tubuh Zaskia.

Rasanya saat melihat cewek itu ketakutan begitu menyenangkan. Sayang dia tak bisa bermain-main lebih lama karena harus segera menuju pusat kerajaan.

"Kalian, berhenti!"

Tiba-tiba suara bariton itu mengintsruksi. Nathan serta Elucia sontak menoleh ke sumber suara dan menemukan beberapa guru yang datang lewat portal. Bunyi 'Plop!' terdengar setelah guru terakhir datang ke lokasi, dan portal pun menghilang.

"Aku sungguh terbantu dengan alat penemuanmu, Sir Welfer. Alat komunikasi yang disertai sihir penunjuk lokasi serta perekam suasana ini benar-benar penemuan terbaik."

Nathan menelan ludah begitu mendengar Mr. Zenon berbicara santai di situasi genting begini. Gawat! Kami ketahuan! batinnya panik.

Dia melirik Elucia. Cewek berkulit seputih salju itu memberi kode untuk melarikan diri. Namun, sebelum sempat dia mengeluarkan sihir, sebuah lingkaran sihir biru berbentuk jam terbentuk di bawah kedua kakinya.

Elucia membeku di tempat.

Itulah kekuatan sihir Mr. Zenon, manipulasi waktu.

"Kalian utang penjelasan padaku. Namun, sebelumnya, kalian harus membereskan kekacauan ini. Aku yakin, kau bisa menyembuhkan seluruh korban yang masih hidup dengan ramuan-ramuan hebat penemuanmu, Nathan Christopoulus!" Mr. Zenon menatap lekat pada Nathan.

Tatapannya benar-benar seperti seorang pemangsa yang yakin seratus persen akan menangkap korbannya.

"Baiklah," Nathan menunduk pasrah, "maaf, Mr. Zenon."

Dia? Menyerah semudah itu? Tentu tidak. Dia masih memiliki trik licik untuk melarikan diri.

"Tentu kau tak akan melarikan diri, bukan?"

Membohongi Mr. Zenon, Wakasek yang selalu waspada dan serbabisa itu adalah hal mustahil.

Lingkaran sihir jam terbentuk di bawah kaki Nathan dan menguncinya dengan sihir pembeku waktu.

"Nah, Nak, kau berutang nyawa padaku. Jadi, belajarlah dengan baik agar kau bisa jadi pahlawan sesungguhnya dalam situasi genting begini, seperti aku contohnya."

Yah, Mr. Zenon Johnsson memang wakil kepala sekolah yang suka "blusukan" dibanding kepala sekolah akademi yang jarang menampakkan diri. Dia memang hebat, hampir tak memiliki celah. Minusnya, narsisnya selalu kelewatan.

"Berbaringlah!" titah seorang healer yang datang bersama rombongan guru.

Rian berbaring dan merasakan kehangatan menenangkan kala healer itu menyembuhkan luka-lukanya secara perlahan.

"Dua ... dua temanku ... Lemon dan Baim ... bagaimana?" bisiknya dengan susah payah.

"Sebagian murid yang selamat telah dievakuasi. Datanya akan muncul sebentar lagi. Namun, sepertinya teman-temanmu selamat," jawab sang healer. "Kedua gadis itu juga bisa diselamatkan. Kau beruntung, nasib baik masih memihakmu. Setidaknya kau tak merasakan kehilangan teman sepertiku."

Dengan susah payah, Rian berusaha membuka kedua matanya. Dia menatap tepat ke mata hijau emerald cewek yang tengah bersusah payah menyembuhkannya. Ada kesedihan dan duka mendalam di sana.

Ya, kehilangan adalah hal yang menyakitkan sekalipun yang hilang adalah orang yang telah kau benci.

Penulis: mrgeniusauthor

Continuă lectura

O să-ți placă și

Brother [GXB] De alexa

Proză scurtă

408K 1.6K 6
banyak adegan aww aww nya lohhhh, YAKINN GAMAU BACAAA #7 NENEN [3 - 1 - 23] #3 BXG [3 - 1 - 23]
ONESHOOT48 De Dutamara

Proză scurtă

372K 10.3K 66
Cerita Pendek Tanggal update tidak menentu seperti cerita yang lainnya. Berbagai tema dan juga kategori cerita akan masuk menjadi satu di dalamnya.
1.1K 217 38
Terserah untuk membacanya atau tidak, ini hanya berisikan keluhan. Copyright © 2021 by Yoontjx
170K 735 8
📌 AREA DEWASA📌