FLC Multiverse

By flc_writers

2K 220 1.5K

Event daftar ulang member FLC tahun ajaran ke-6 More

1. Selamat Tinggal di Toko Buku Nagare
2. Last Performance
4. Babysitting Gone Wrong
5. The Alumnus Trap
6. As The Walls Close In
7. Zeit
8. Kesalahan
9. The Killer and the Sinner
10. Mencuri Batara
11. CsCx (Amalgamasi)
12. Ice Cream
13. Bye-bye
14. Sang Pahlawan
15. A Little Prank
16. Rwar
17. Terdampar
18. I Want To Be Alone
19. The Killer is Among Us
20. Apocalypse Revolution
21. Survive di Pulau Misterius
22. No More Way Out
23. Semanggi Empat Daun
24. Perfect Family
25. Galaxy
26. Message from the Future
27. Asrama dan Atmanya

3. Purple Scarf

72 11 65
By flc_writers

Tema: Asrama berhantu
Tokoh Utama: Rav

Namaku Rav. Aku anak sulung dari tiga bersaudara. Aku tinggal di sebuah asrama besar di kota Bandung. Gedung ini terdiri dari tiga lantai dengan sejumlah kamar yang cukup banyak dan sebuah rooftop yang cukup luas. Aku merasa nyaman tinggal di sini. Fasilitasnya sangat lengkap meski bukan terdiri dari barang-barang mahal dan mewah.

Sudah tiga hari sejak liburan tiba. Anak-anak asrama sudah pulang ke kampung halaman masing-masing, kecuali aku. Aku memang sengaja memilih untuk tetap tinggal di sini karena menyadari keadaan ekonomi keluargaku yang sedang tidak baik-baik saja. Aku sama sekali tidak menyesali keputusanku, tapi detik ini, aku menarik ucapanku. Aku ingin pulang.

Selama ini aku tidak pernah menyadari hal janggal yang sebenarnya selalu terjadi di kamar ini. Aku tidak tahu kenapa, tapi sejak teman sekamarku pulang kampung, suasana kamar ini berubah menjadi lebih menakutkan. Tiga hari berturut-turut, aku merasa dihantui oleh dua makhluk tak kasat mata yang biasanya kita sebut sebagai hantu.

Sudah banyak kejadian yg kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri. Bermacam-macam, tapi ada satu hal spesifik yang sama. Semua gangguan yang kuhadapi selalu berkaitan dengan lemari. Entah itu suara tangisan dari dalam, pintu lemari yang terdengar digedor, atau bahkan kejadian yang sangat tidak masuk akal; lemari mengeluarkan suara percakapan seorang laki-laki dan perempuan yang sangat jelas terdengar.

"Ma, please! Kakak enggak bohong, Ma! Kakak dihantuin beneran! Tolong jemput Kakak hari ini, Ma!" pintaku melalui telepon yang sudah kulakukan sejak kemarin.

"Kamu itu cuma parno karena tinggal sendirian di sana, Rav. Mama kan udah bilang berkali-kali, hantu itu enggak ada! Kamu itu anak sulung, kok malah penakut, sih? Kedua adikmu malah lebih berani walau umur mereka belum menyentuh angka tujuh belas tahun," omel wanita bernama Ayaka yang selalu kusebut Mama.

"Kalau memang cuma parno gimana caranya selimut yang udah Kakak lipat rapi di atas tempat tidur pindah ke belakang lemari, Ma? Gimana caranya pintu lemari Kakak terbuka setiap kali Kakak ninggalin kamar, Ma?" Aku berusaha menjelaskan kepada Mama soal kejadian-kejadian tak masuk akal yang menimpaku akhir-akhir ini, "udah, Ma. Please. Kali ini dengarin Kakak. Jemput Kakak hari ini, ya?"

Aku mendengar suara desahan pasrah yang kemungkinan besar berasal dari Mama. Aku juga mendengar samar suara kedua adikku yang sepertinya sedang membicarakanku di seberang sana. Aku tidak peduli. Aku hanya tersenyum puas ketika Mama mengiyakan permintaanku sebelum memutus sambungan telepon.

Aku beranjak dari atas ranjang menuju lemari, segera menyiapkan pakaian dan barang-barang lain untuk dibawa pulang. Atensiku ditarik sepenuhnya oleh cairan merah yang tampak mengalir dari bawah lemari. Karena terkejut, aku melompat ke belakang sambil menutup mulut. Darah mengalir yang sangat jelas kusaksikan tadi, kini menghilang begitu saja.

Aku menggerutu pelan, berusaha menahan lisanku untuk tidak mengumpat keadaan. Setelah mendekatkan diri kepada lemari untuk melanjutkan kegiatanku yang sempat tertunda, kini atensiku kembali dialihkan oleh secarik kertas yang entah sejak kapan ada di sana.

Kertas itu bertuliskan 'Yotsuba dan Yurene. Tolong temukan dan ha——— syal kami!' dengan tinta yang sepertinya berasal dari darah. Warnanya merah menyala dengan bau amis yang cukup menyengat. Aku tidak tau kenapa bisa ada kata yang seolah tercoret di sana. Merasa muak, aku langsung meremuk dan membuang kertas itu lewat jendela. Napasku jadi sedikit kasar setelah melihat kertas itu terbakar sendirinya di luar sana.

Berbagai kejadian supranatural yang kusaksikan belakangan ini sejujurnya tidak terlalu menyeramkan. Hanya saja, aku merasa sebagiannya terlalu tidak masuk akal dan sama sekali tidak mirip dengan yang ada di film-film. Setelah merasa selesai dengan persiapan, aku membawa koperku menuju belakang pintu dan kembali merebahkan tubuh di atas kasur.

"Hari yang menyebalkan."

Biasanya, di film-film horor, para hantu akan mulai beraksi ketika malam hari tiba. Namun, di asrama yang kini hanya ditinggali oleh aku seorang ini, mereka terus-menerus menggangguku sepanjang hari, tidak peduli siang atau malam.

Aku terbangun ketika ponselku berdering. Kulihat ada lima panggilan tak terjawab dari Mama. Tanpa berpikir panjang, aku segera menelepon balik.

"Halo, Ma? Maaf, Kakak ketiduran waktu rebahan tadi."

'Ini Key, Kak. Kami udah sampai di depan asrama. Kami langsung naik aja, ya?' Pertanyaan adik pertamaku itu hanya kujawab dengan dehaman singkat.

Beberapa menit kemudian, keluargaku mengetuk pintu kamar yang terletak di lantai tiga asrama ini. Aku membuka pintu dan menyambut mereka dengan hangat. Kupikir, hanya ada Mama dan Key yang menjemputku. Ternyata, Papa dan bocah itu juga ikut.

"Cie, Kakak penakut. Maksa banget minta pulang. Takut banget, ya? Udah sampe ngompol belum?" ledek Karvin si anak bungsu yang selalu membuatku emosi setiap bertemu, "capek banget naik ke lantai tiga. Harusnya Kakak yang turun ke bawah, tungguin kami di sana abis beresin barang."

Aku mendengus pelan, berusaha mengabaikan si bungsu yang tidak bisa diam.

"Key boleh masuk, Kak? Key mau coba liat-liat keadaan kamar," izin Key sopan yang kubalas dengan anggukan kepala.

Padahal aku hanya mengizinkan Key untuk masuk, tapi seluruh anggota keluargaku yang lain juga ikut masuk. Mereka tampak melihat-lihat suasana kamarku dengan tatapan yang sulit kuartikan.

"Aneh gimana? Selain kamar yang agak jorok, semuanya keliatan oke-oke aja, tuh," komentar Haru, sang kepala keluarga di rumahku yang sering bercanda di saat serius.

"Hantu, hantu, keluar dong," panggil Karvin dengan nada yang cukup menyebalkan.

Aku memutar bola mata malas, membiarkan mereka masuk dan melihat-lihat suasana kamar untuk memastikan kejujuranku dalam membuat keluhan. Namun, ada satu hal yang aneh. Hawa ruangan yang sebelumnya selalu terasa sesak dan panas ketika aku masih sendirian, kini sama sekali tak terasa ketika ada orang selain aku di ruangan ini. Seolah-olah—jika hantu itu memang ada—para hantu itu hanya ingin mempermalukanku di hadapan mereka.

"Mama enggak ngerasain apa-apa. Emang kamunya aja yang kebelet pulang," ujar Mama pada akhirnya.

"Anak Papa sejak kapan jadi penakut gini?" Papa menambahkan.

Aku menggeram kesal. "Permisi, Mama Ayaka dan Papa Haru, orang tua mana yang enggak percaya kalau anaknya udah kekeuh sama perkataannya? Kakak enggak penakut! Kakak beneran diganggu!"

"Key percaya sama Kakak, kok. Key barusan notice ada dua orang yang duduk di jendela. Enggak tau kenapa, padahal Key enggak liat. Tapi Key yakin Key merasa demikian," ungkap Key tiba-tiba.

"Serius Key? Dua orang?" Aku memastikan.

Gadis itu mengangguk. "Iya, cewek dan cowok."

Mama dan Papa menatap Key heran. Mereka sadar bahwa Key adalah anak yang paling jujur di antara kami, tiga bersaudara. Karena itu, aku yakin mereka kali ini sedang berpikir dua kali untuk tetap mengambil kesimpulan bahwa aku hanya mengada-ngada dan mencari alasan untuk pulang atau mempercayai perkataanku.

Aku tersenyum puas mendengar kesaksian Key. Dengan ekspresi penuh percaya diri, aku menatap wajah orang tuaku sambil berkata, "Gimana? Masih belum percaya sama Kakak?"

"Iya deh, iya. Kalau gitu, kami duluan ke bawah, ya? Jangan lama-lama Key sama Karvin liat-liat kamarnya," kata Mama sebelum akhirnya pergi turun bersama Papa.

Karvin yang sejak tadi tidak kuperhatikan sedang berbuat apa tiba-tiba menghampiriku dengan syal kumuh berwarna ungu yang ada di tangannya.

"Kak, Kakak pernah dibeliin syal sama Mama? Kok, aku baru tau?" tanya bocah itu padaku. Tatapan matanya benar-benar polos.

"Dapat dari mana?"

"Bawah lemari."

Aku seketika teringat dengan berbagai kejadian mistis yang berkaitan dengan lemari dan isi kertas yang kutemukan ketika mengemas barang tadi.

'Yotsuba dan Yurene. Tolong temukan dan ha——— syal kami!'

Aku segera merampas syal yang ada di tangannya, tapi ternyata Karvin lebih siaga dari yang kupikirkan. Ia menahan dan menarik kembali syal yang ia temukan tadi dari tanganku. Akhirnya, kami berebut dan saling menarik kedua sisi syal kumuh berwarna ungu itu.

"Aku yang nemu! Aku cuma nanya kenapa langsung dirampas?" protes Karvin sambil terus menarik.

"Kamu enggak boleh nyentuh syal ini! Syal ini bisa aja buat kita celaka!"

"Apa maksud Kakak?"

"Tadi Kakak nemu surat aneh yang ditulis pakai darah! Isinya tentang syal ini dan Kakak enggak mau kita kenapa-kenapa!"

"Emangnya apa isinya?"

"Tolong temukan dan ha———.“

Kreeeet!

Terlambat. Syal itu sudah robek dan terbagi dua di tangan kami.

Aku menatap Karvin dengan tatapan tajam, berusaha menahan emosiku untuk tidak meledak. Seperti biasa, bocah itu hanya menunduk dan menghindari kontak mata denganku sambil mundur beberapa langkah. Hanya saja, di langkah yang ketiga, dia menabrak seseorang di belakangnya.

Netraku melebar tak mempercayai apa yang tiba-tiba ada di hadapanku. Menyadari bahwa hanya Key yang tidak memberikan reaksi, sepertinya Karvin juga melihat apa yang aku lihat. Sosok remaja laki-laki dengan kepala penuh darah tanpa bola mata, dan remaja perempuan dengan mata merah menyala dan tangan yang patah. Mereka melayang begitu saja di udara dengan kulit yang terlihat membusuk. Jujur saja, aku ingin muntah melihatnya.

Suaraku tak bisa keluar. Satu-satunya yang bisa tubuhku lakukan adalah terduduk lemah tanpa tenaga. Sedangkan adikku Karvin, dia berteriak kencang dan berlari keluar kamar. Aku tidak tahu dia pergi kemana, tapi Key segera mengejarnya. Semoga saja mereka turun dan menyusul Mama dan Papa.

"Maaf, kami lupa pakai wujud asli," ujar salah satu dari mereka. Mereka kemudian berubah wujud dari sosok yang menyeramkan menjadi gadis cantik dan laki-laki tampan, membuatku menatap kagum tanpa berkedip.

"Perkenalkan, aku Yotsuba. Ini kembaranku, Yurene. Kami mau berterima kasih karena kalian sudah menghancurkan memento itu. Sekarang, kami bisa kembali ke dunia yang seharusnya." Laki-laki berambut pendek yang mengaku bernama Yotsuba itu menjelaskan.

Aku terkejut dengan apa yang terjadi begitu saja sehingga membuatku hanya bisa bengong dan mengambil beberapa waktu untuk mencerna apa yang disampaikan oleh makhluk ini tadi. Setelah sepuluh detik membeku, aku mengerjapkan mata berkali-kali sambil menggeleng.

"Kalian ... hantu?"

"Kalau ngomong sopan dikit, dong!" protes Yurene.

"Maaf, tapi kalian siapa? Kenapa kalian ada di sini? Apa kalian yang selama ini bermain-main dengan lemari itu?" Aku mulai mengeluarkan tanda-tanda tanya yang selama ini mengusik kepalaku.

"Kami saudara kembar yang pernah tinggal di asrama ini. Waktu itu ... Yurene menolak pernyataan cinta dari seseorang yang menyukainya. Sayang sekali, orang itu tidak tau bahwa aku adalah saudara kembar Yurene dan berpikir bahwa aku merebut Yurene darinya, sehingga pada waktu tengah malam, dia membekapku dengan syal itu dan mencekikku sampai mati. Ia juga memukuli wajahku terus-menerus sambil berusaha mencongkel bola mataku," terang Yotsuba.

"Dia orang gila! Aku tidak terima! Aku marah! Aku dendam! Aku berniat memukul kepalanya dengan vas bunga dari belakang ketika ia fokus mencekik Yotsuba, tapi aku terlambat. Melihat Yotsuba yang sudah tak bernyawa membuatku gelap mata dan tak bisa mengontrol diri. Karena lengah, ia berhasil memukuli wajahku dengan syal yang sama. Tidak sakit memang, tapi mataku perih dan pada akhirnya dia mendorongku hingga jatuh dari jendela itu," tambah Yurene sambil menunjuk jendela yang ia maksud.

Mereka berdua kini tersenyum manis padaku. "Selama ini kami tidak bisa pulang karena syal itu. Kau pernah dengar sesuatu tentang memento, kan? Selama ini kami selalu memberi petunjuk kepada semua penghuni kamar ini untuk menemukan dan menghancurkan syal itu untuk kami. Anehnya, semua orang ketakutan walau kami tak melakukan sesuatu yang menyeramkan."

'Darah dari bawah lemari, kertas dengan tulisan darah, enggak menyeramkan dari mana?' batinku sedikit nyinyir.

"Kami mau berterima kasih karena kalian berhasil membebaskan kami. Sayangnya kami lupa menunjukkan wujud ini dan malah menemui kalian dengan wujud kami ketika meninggal." Yurene berkata sambil sedikit cengegesan.

Mendengar kalimat Yurene, aku jadi teringat dan khawatir dengan keadaan adik bungsuku sekarang. Karvin itu memang banyak omong, menyebalkan, dan penakut, tapi bagaimanapun juga, dia tetap adikku dan aku menyayanginya. Kuharap bocah itu baik-baik saja bersama Key.

"KARVIN!"

Teriakan Key terdengar kuat dan menggema di asrama kosong yang menarik atensi kami bertiga. Aku yakin sumbernya berasal dari rooftop gedung. Dengan sigap aku segera berlari secepat mungkin, menaiki tiap anak tangga tanpa lupa untuk tetap berhati-hati.

Sesampainya di puncak gedung asrama, satu-satunya yang kulihat adalah Key yang menangis sambil meneriaki nama adik bungsuku. Aku segera memeluknya dan mencoba menenangkan, tapi ia malah menolak dan menyuruhku untuk melihat ke ujung pembatas rooftop yang sudah jebol sejak lama. Aku menurut dan melihat ke kanan kiri, tapi tak berhasil mendapati apa pun yang bisa membuat Key sedih.

Duniaku hancur ketika pandanganku mengarah ke bawah. Aku tahu jelas baju itu. Aku tahu jelas postur tubuh itu. Itu Karvin. Itu pasti adik bungsuku. Apa dia jatuh dari puncak gedung ini ketika berlari tadi?

Apa ini? Apa yang terjadi padaku? Padahal bocah itu selalu membuatku emosi, tapi kenapa hatiku hancur? Kenapa suara Key yang menangis mereda secara perlahan di telingaku? Matahari masih bersinar, tapi kenapa duniaku meredup? Kepalaku terasa pusing dan kudengar Key meneriaki namaku dengan histeris.

Oh, ternyata aku pingsan dan terjatuh juga.

Pantas saja, duniaku menggelap dalam sekejap mata.

Penulis: Karvinnn_

Continue Reading

You'll Also Like

1.8K 237 42
[COMPLETED] Aku takkan berhenti mengejarmu, sebelum pada akhirnya kau kembali seperti dulu. Aku akan selalu menyukaimu, Tachibana Ryuji. -Kazuhara Ai...
373K 10.3K 66
Cerita Pendek Tanggal update tidak menentu seperti cerita yang lainnya. Berbagai tema dan juga kategori cerita akan masuk menjadi satu di dalamnya.
173K 741 8
📌 AREA DEWASA📌
387 128 11
Old title : SORROW'S WOUND New title : Luka Sang Senja ### Jika seseorang bertanya, apa keinginan terbesarmu yang benar-benar ingin terjadi saat ini...