Sweet Friend (Xodiac SingZay)

By SugaJennie24

25.9K 2.8K 5.1K

Bercerita tentang salah seorang anak kembar bernama Won Zayyan yang sama sekali tidak mirip dengan kembaranny... More

Chap 1~ Teman Seberang Apartemen
Chap 2~ Zayyan Melamar Kerja
Chap 3 ~ Bossy
Chap 4 ~ My Sweet Friend
Chap 5 ~ Sing Beneran Berubah?
Chap 6 ~ Tugas Pertama Yang Mendebarkan
Chap 7 ~ Apa Yang Dilakukan Sing?
Chap 8 ~ Zayyan Panik Karena Leo
Chap 9 ~ Selamatkah Leo?
Chap 10 ~ The Hero
Chap 11 ~ Mulai Goyah
Chap 12 ~ Masih Bersaing
Chap 13 ~ Zayyan Ngambek Dan Kabur?
Chap 14 ~ Zayyan Kepergok Sing?
Chap 15~ Perkara Beliin Baju
Chap 16 ~ Hati Yang Berdebar
Chap 17 ~ You're My Pretty Boy
Chap 18 ~ Perkara Makan Siang
Chap 19~ Cemburu
Chap 20 ~ Emosi
Chap 21 ~ Membatalkan Taruhan?
Chap 22~ Kencan
Chap 23 ~ Pilihan Sing
Chap 24 ~ Leo Marah?
Chap 25 ~ Gara-Gara Gyumin
Chap 26 ~ Jangan Melampaui Batas
Chap 27 ~ Usaha Bona Memisahkan SingZay
Chap 28 ~ Terbongkarnya Rahasia
Chap 29 ~ Apakah Berakhir?
Chap 30 ~ Apa Yang Terjadi Pada Sing?
Chap 31 ~ Zayyan Mencari Sing
Chap 32 ~ Ungkapan Hati Leo
Chap 33 ~ Sing Di mana?
Chap 34 ~ Akhirnya Sing Ditemukan?
Chap 36 - Jadian Dan Balikan
Chap 37 - Kencan Terpaksa
Chap 38 - Repotnya Kalau Mendua
Chap 39 - Sing Kabur Dari Rumah Sakit?
Chap 40 - Haruskah Mengalah?
Chap 41 - Sehari Bersamamu
Chap 42 - Menginap
Chap 43 - Panggilan Interview
Chap 44 ~ Bertemu Sing?
Chap 45 ~ Menyusul Sing
Chap 46 ~ Melepas Rindu
Chap 47 ~ Zayyan Cemburu?
Chap 48 - Saling Percaya
Chap 49 ~ Cinta Yang Ditolak
Chap 50 ~ Keceplosan

Chap 35 - Zayyan Bertemu Sing Kembali?

349 49 122
By SugaJennie24

Typo ✌️

Happy reading

*
*

Tn. Zo dan keluarganya kini telah tiba dan berkumpul di rumah sakit, tempat di mana Sing dirawat.

Saat pertama kali mereka bertemu dengan dr. Hyunjin di ruangannya, mereka semua terkejut karena wajah dr. Hyunjin yang mirip dengan Sing.

Namun dr. Hyunjin sendiri pun bercerita bahwa saat pertama kali melihat wajah Sing, dirinya pun sama terkejutnya dengan keluarga Zo, karena tak menyangka ada orang yang wajahnya mirip dengan dirinya.

Selain itu, dr. Hyunjin menceritakan awal mula ia bisa menemukan Sing. Mendengar cerita dr. Hyunjin mengenai keadaan Sing yang bersimbah darah saat ditemukan membuat hati keluarga Zo seperti teriris. Mereka tak menyangka ada orang yang tega melakukan hal sekejam itu pada Sing.

Lalu dr. Hyunjin pun membawa keluarga Tn. Zo menuju ke ruangan tempat Sing dirawat.

Saat melihat kondisi putranya, Ny. Zo tak kuasa menahan tangisnya. Ia langsung memeluk putra keduanya itu sambil menangis pilu.

"Aigoo! Putraku, Sing. Siapa yang telah tega melakukan ini padamu, Nak?" Ucap Ny. Zo.

"Uri Sing yang malang," batin Dohyun tak tega melihat keadaan adiknya yang terlihat lemah dengan wajah pucatnya itu.

"Sing, putraku," air mata pun menetes di pipi Tn. Zo. Kedua tangan Tn. Zo mengepal menahan rasa amarah dan sesak bersamaan. Ia marah pada orang yang telah tega melukai putranya hingga jadi seperti itu, dan sesak menahan rasa pedih karena kondisi putranya yang sangat memprihatinkan dengan banyak luka di wajah dan tubuhnya.

Sementara itu ada rasa sesal di hati Leo. Ia menyesal karena tak segera mencari kakaknya itu sejak awal.

"Kalau aku tahu kondisimu separah ini, aku pasti akan mencarimu sejak awal. Maafin Leo ya, Hyung," batin Leo sedih. Dirinya juga tak tega melihat keadaan Sing saat ini.

Tangisan Ny. Zo mengusik tidur Sing, sehingga akhirnya Sing pun terbangun dari tidurnya.

Perlahan, Sing membuka matanya. Lalu kelihatanlah olehnya, bahwa di sekeliling tempat tidurnya telah berkumpul seluruh keluarganya yang menatapnya sedih saat ini.

Ayah dan Ibunya ada di sisi ranjang sebelah kanan, sedangkan Dohyun dan Leo di sebelah kirinya. Dan tepat di depan tempat tidurnya, yakni posisi di dekat kakinya, dilihatnya dr. Hyunjin yang tersenyum lembut ke arahnya.

"Ayah, Ibu, Dohyun Hyung, Leo-yaa," ucap Sing lemah.

"Sing sayang, putra Ibu, kenapa kau jadi begini, Nak? Hiks...siapa yang telah tega melakukan ini padamu, Nak? Katakan pada Ibu, biar nanti Ibu pukul pakai sapu, Ibu jambak, Ibu cubit sampai biru!" Ucap Ny. Zo, yang merasa sangat marah pada orang yang telah menganiaya putranya.

Mendengar celotehan Ibunya, Sing malah tersenyum.

"Kok malah tersenyum, sih? Ibumu ini lagi marah sama orang yang telah menganiayamu, tahu ngggak?"

"Iya, Bu. Sing mengerti."

"Apa yang sebenarnya terjadi padamu, Nak?" Tanya sang Ayah.

"Aku di hajar oleh lima orang preman, saat baru keluar dari dalam bar," jawab Sing.

"Kau kenal mereka?" Tanya Dohyun.

Sing menggeleng pelan. "Tidak, Hyung. Aku tidak kenal."

"Hyung, bukankah seharusnya lima orang itu sangat mudah untuk kau taklukan? Tapi kenapa malah kau yang babak belur?" Tanya Leo heran.

"Ck! Kau ini bagaimana sih, Leo. Kan sudah dikasih tau oleh polisi bahwa Sing malam itu sedang mabuk berat," Dohyun menegur Leo.

"Iya, Dohyun Hyung benar. Malam itu aku mabuk berat, sehingga tak sanggup untuk melawan mereka. Aku memang payah," Sing malah menyalahkan dirinya sendiri.

"Nak, kenapa kau harus minum-minum sampai mabuk segala, sih? Kau dicampakkan ya sama si Bona itu?" Tanya Ny. Zo.

"Eh??" Sing malah melongo mendengar pertanyaan sang Ibu.

Sementara Leo menelan ludah, karena ia tahu siapa yang sebenarnya telah membuat Sing patah hati.

"Bu-Bukan, Bu. Bukan Bona," bantah Sing.

"Kalau bukan Bona, lalu siapa dong?" Tanya Ny. Zo.

"Bukan siapa-siapa kok, Bu. Maaf Bu, aku tak ingin membahasnya," ucap Sing yang tak mungkin menyebut nama Zayyan, karena tak ingin Zayyan kena masalah oleh keluarganya.

"Baiklah, kalau kau tak ingin membahas masalah percintaanmu, tidak apa-apa. Tapi setidaknya lain kali jangan mabuk-mabukan seperti itu lagi ya, Nak. Sekarang kau lihat kan akibatnya, gara-gara kau mabuk, kau jadi tidak bisa melawan orang-orang yang hendak menjahatimu."

"Iya, Bu. Maafkan aku, sudah membuatmu khawatir," jawab Sing.

"Sing, apakah mereka merampokmu juga? Apakah dompet dan ponselmu diambil oleh mereka?" Tanya Tn. Zo.

"Tidak, Yah. Saat aku tersadar di kediaman dr. Hyunjin, ponsel, dompet, dan bahkan kunci mobilku pun sudah di simpan oleh dr. Hyunjin di atas meja nakas."

"Jadi mereka tidak merampokmu?" Tanya Dohyun.

"Enggak, Hyung."

Lantas Tn. Zo dan Dohyun pun saling bertatapan penuh arti, seolah memikirkan hal yang sama saat ini.

"Ini aneh, bukan?" Ucap Dohyun.

"Ya, ini sangat aneh. Kalau bukan untuk merampok, lalu untuk apa mereka menghajarmu?" Ucap Tn. Zo.

"Kurasa ini semua sudah direncanakan, Yah. Pasti ada yang menyuruh para preman itu untuk menghajar Sing malam itu," ucap Dohyun.

"Ya, aku setuju dengan pendapatmu, Dohyun! Kurasa juga begitu!" Timpal Tn. Zo.

Mendengar pendapat Ayahnya dan juga Dohyun, kini Sing jadi ikut memikirkannya.

"Sing, apa kau punya musuh?" Tanya Dohyun.

Sing mencoba mengingat-ngingat. "Sepertinya sih tidak, Hyung," jawabnya kemudian.

"Kau yakin tidak punya musuh?" Tanya Dohyun lagi.

Sing menggeleng.

"Mungkin ada yang tidak suka denganmu, Nak. Dan orang itulah yang mungkin sudah merencanakan semua ini padamu," ucap Tn. Zo.

Sementara Ny. Zo, Leo, dan juga dr. Hyunjin hanya diam menyimak pembicaraan tersebut, sambil ikut berpikir juga.

"Tapi...siapa yang tidak suka padaku ya, Yah?" Sing malah bertanya, karena dirinya sendiri pun bingung.

"Ya sudah, Nak. Tak usah kau pikirkan. Sekarang kau fokuslah pada kesembuhanmu dulu. Masalah siapa dalang di balik semua ini, biar nanti Ayah dan polisi yang akan cari tahu," ucap Tn. Zo menenangkan putranya sambil mengusap puncak kepalanya dengan lembut.

"Iya, Yah. Terimakasih," walau merasakan sakit di sekujur tubuhnya, namun Sing selalu berusaha menunjukkan senyumnya di hadapan keluarganya, dengan maksud agar keluarganya tak terlalu mengkhawatirkannya.

Sing bahkan menyeka sisa-sisa air mata di pipi sang Ibu menggunakan ibu jarinya.

"Ibu, jangan menangis lagi ya, kan aku sudah ada di sini sekarang. Aku baik-baik saja kok, Bu. Jadi Ibu jangan sedih lagi ya, Bu," Sing menghibur Ibunya.

"Kau pasti sangat kesakitan ya, Nak?" Tanya Ny. Zo masih dengan tampang khawatirnya.

"Enggak kok, Bu. Aku nggak sakit, aku udah mendingan," bohong Sing.

"Ibu, senyum dong!" Bujuk Sing pada Ibunya.

"Ah, kau ini. Kau yang sakit, tapi malah kau yang menghibur Ibu!" Ucap Ny. Zo sambil terpaksa tersenyum demi menyenangkan putranya.

Sing malah tertawa. "Nah, gitu dong, Bu, senyum. Kan Ibu jadi tambah cantik kalau tersenyum begini," puji Sing.

"Ah, dasar kau ini!" Ny. Zo memukul pelan lengan Sing, tanpa menyentuh bagian lukanya.

Tn. Zo, Dohyun, dan Leo pun jadi ikut tersenyum mendengarkan celotehan Ibu dan anak tersebut.

Dan diam-diam, dr. Hyunjin malah jadi semakin mengagumi Sing, karena sikap manis yang ditunjukkan Sing terhadap Ibunya itu.

"Ya ampun, Sing. Kamu manis banget sama Ibu kamu. Padahal dari awal aku menemukanmu, kau sama sekali tak mau tersenyum dan selalu merintih kesakitan. Tapi sekarang di depan keluargamu, kamu malah menutupi rasa sakitmu dengan senyuman. Kalau begini, aku jadi makin suka sama kamu, Sing," batin dr. Hyunjin.

"Ng...dr. Hyunjin, terimakasih banyak ya sudah menolong Sing kami yang berharga dan juga merawatnya. Berkat kau, Sing kami bisa selamat. Kalau bukan karena kau yang mau menolongnya, mungkin Sing yang terluka parah saat itu tidak mungkin bertahan sampai hari ini," ucap Tn. Zo pada dr. Hunjin, yang juga diangguki oleh semua anggota keluarganya.

"Sama-sama, Tuan Zo. Saya sangat senang bisa menolong Sing dan merawatnya sampai hari ini," balas dr. Hyunjin.

***

Di apartemen keluarga Zayyan...

"Zayyan, makan yuk!" Ajak Gyumin.

"Kamu aja yang makan, aku enggak," jawab Zayyan.

"Loh kok enggak? Kamu nggak mau makan? Kenapa?"

"Nggak kenapa-kenapa, cuma lagi nggak nafsu makan aja," jawab Zayyan.

Jujur saja sejak Leo memulangkannya tadi, Zayyan jadi lesu dan tak bersemangat. Sehingga dirinya pun jadi tak nafsu makan. Yang ada di pikirannya saat ini hanyalah bagaimana caranya agar dirinya bisa menemui Sing di rumah sakit. Dan yang jadi masalah adalah dirinya tidak tahu di rumah sakit mana Sing dirawat.

Zayyan kemudian mengambil ponselnya dan mendial nomor Hyunsik, dengan maksud ingin meminta bantuan dari Hyunsik. Namun panggilannya tak dijawab oleh Hyunsik.

"Hhh...pasti Hyunsik Hyung lagi sibuk nih, makanya dia nggak ngangkat telepon dariku," Zayyan melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 14:00 KST. Dimana jam tersebut biasanya merupakan jam sibuk di toko buah tempat Hyunsik bekerja.

Zayyan menghela napas lelah, ia mencoba memikirkan cara lain lagi.

"Mm...minta bantuan siapa lagi ya?" Batinnya.

"Aha! Aku tahu, Soodam! Ya aku harus tanya Soodam!" Serunya semangat.

Lalu ia pun mendial nomor Soodam.

"Yeoboseyo, Zayyan-ie!"

"Nde, Soodam-ah. Apa kau sudah tahu jika Sing Isanim sudah ditemukan?"

"Ya, tentu saja aku tahu. Tadi Dohyun Sajang-nim yang memberitahuku."

"Oh, apa kau sudah menjenguk Isanim?"

"Belum sih. Rencananya nanti sore setelah pulang kantor, aku akan ke rumah sakit menjenguk Sing Isanim, sekaligus memberinya laporan tentang pekerjaanku."

"Oh begitu ya? Ng...kalau begitu, boleh tidak, aku ikut denganmu untuk menjenguk Sing Isanim?"

"Oh, tentu saja boleh, Zayyan. Tapi tunggu nanti sore ya?"

"Iya, nggak apa-apa. Nanti kita janjian di mana?"

"Bagaimana kalau kau menungguku di seberang kantor nanti pukul lima sore. Habis itu kita berangkat bareng ke rumah sakit, oke?"

"Oke! Terimakasih banyak, Soodami."

"Sama-sama, sampai bertemu nanti sore ya. Bye...bye Zayyan-ie!"

"Bye, Soodami!"

Setelah panggilan diakhiri, Zayyan pun melompat-lompat kegirangan.

"Yes! Yes! Akhirnyaaa...aku bisa ketemu Sing juga!" Seru Zayyan saking senangnya.

Gyumin yang sedang makan di meja makan, merasa heran dengan tingkah Zayyan yang sedang melompat-lompat di ruang tengah.

"Kenapa lagi tuh bocah? Kesambet apa ya?" gumam Gyumin sambil geleng-geleng kepala.

Lalu tiba-tiba Zayyan berjalan ke meja makan.

"Eh, Gyumin, aku mau makan juga dong!" Seru Zayyan sambil mengambil mangkok dan sumpit.

"Katanya tadi nggak nafsu makan? Terus sekarang kok tiba-tiba pengen makan?" Tanya Gyumin heran.

"Ya itu kan tadi, sekarang mah udah nafsu makan lagi!" Jawab Zayyan sambil mengisi mangkoknya dengan nasi.

Zayyan berpikir dirinya memang memerlukan tenaga, agar dirinya tidak terlalu gugup dan canggung saat bertemu dengan Sing nanti sore.

***

Di rumah sakit...

Saat ini Sing berada di ruangan hanya bersama dengan Leo yang menjaganya, karena Ayahnya dan Dohyun harus kembali ke kantor untuk mengikuti rapat dengan dewan direksi. Sedangkan sang Ibu pulang ke apartemen untuk mengambil pakaian ganti dan keperluan lainnya yang dibutuhkan Sing selama di rumah sakit.

Sing masih terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit, sementara Leo asik bermain game di ponselnya sambil duduk menjaga Sing.

"Leo-yaa...," suara Sing lirih memanggil Leo.

"Eum??" Leo menegakkan kepalanya, melihat ke arah Sing. Ia menghentikan sejenak kegiatan bermain gamenya.

"Ng...aku...ingin menanyakan soal Zayyan, apa boleh?" Tanya Sing hati-hati, mengingat hubungannya dengan Leo sempat memanas beberapa waktu lalu.

Leo sebenarnya sedikit tidak suka dengan permintaan kakaknya, tapi karena kondisi Sing yang sedang sakit, maka Leo mencoba untuk bersikap baik.

"Boleh. Mau tanya apa, Hyung?" Balas Leo.

"Ng...bagaimana kabarnya sekarang? Apakah dia baik-baik saja?"

"Kulihat sih dia baik-baik saja. Dia terlihat ceria, selalu tersenyum, dan bersamangat setiap hari. Ya seperti tidak ada beban gitulah," bohong Leo. Ia tak ingin Sing mengetahui bahwa Zayyan bersedih semenjak Sing menghilang.

"Oh, begitu ya? Syukurlah, kalau dia baik-baik saja. Aku senang mendengarnya," bibir Sing berucap begitu, namun entah mengapa hatinya malah terasa sakit.

"Sepertinya Zayyan lebih bahagia setelah putus denganku," batin Sing.

"Ng...boleh tanya lagi nggak?"

"Mau tanya apa lagi, Hyung?"

"Apakah Zayyan tahu kalau aku menghilang?"

"Tahu kok."

"Oh, lalu apa responnya?" Sing penasaran.

"Dia biasa aja tuh, walau dia tahu Hyung menghilang. Karena kalian berdua kan sudah putus, jadi ya itu bukan urusannya, dan dia bilang kalau dia tidak perduli kalau Hyung menghilang. Zayyan juga bilang padaku, kalau dia tidak ingin bertemu dan melihat Hyung lagi," lagi-lagi Leo berbohong, demi menjauhkan Sing dengan Zayyan.

"Dia bilang begitu?" Suara Sing bergetar, saking tak menyangkanya.

"Iya, benar. Dia bilang begitu," sahut Leo.

Sing tertunduk lesu. Hatinya pedih seperti ditusuk duri. Ia sadar akan kesalahannya pada Zayyan, tapi dia tak menyangka jika Zayyan akan dengan mudah melupakannya.

"Udahlah Hyung, nggak usah mikirin Zayyan lagi. Dia aja udah nggak perduli sama Hyung, jadi buat apa Hyung mikirin dia, hanya buang-buang waktu saja, iya kan?"

Sing memilih untuk tak menimpali ucapan Leo. Rasanya Sing saat ini ingin menangis, namun ia berusaha menahannya, karena ada Leo di situ.

Leo memperhatikan wajah Sing yang terlihat sedih saat ini, dan diam-diam Leo pun tersenyum penuh kemenangan.

Lalu Leo pun melanjutkan lagi bermain gamenya.

Tak lama kemudian, dua sahabatnya yakni Wain dan Davin pun datang menjenguk setelah mendapat kabar dari Dohyun.

"Hey, bro!" Seru Davin saat baru memasuki ruangan.

"Yo what's up bro!" Sambung Wain.

Leo pun sampai terkesiap kaget melihat kedatangan mereka yang tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.

"Yo, ketuk pintu dulu dong bro kalau mau masuk! Kasihan tuh adikku sampai kaget gara-gara kalian!" Balas Sing menegur kedua sahabatnya itu.

"Yo yo...sorry bro! Soalnya kita udah nggak sabar mau ketemu sama bro Sing!" Balas Davin dengan gaya ala-ala penyanyi hiphop.

"Iya bro, sorry ya bro!" Sambung Wain sambil menepuk pundak Leo.

Dan Leo pun terpaksa tersenyum, meski dalam hati ia kini sebal pada kedua sahabat Hyungnya itu, karena mereka juga terlibat dalam perkara taruhan itu.

Sing yang sedang sedih memikirkan Zayyan pun kini juga mencoba untuk tersenyum demi menyambut kedua sahabatnya itu.

Mereka bertiga pun berpelukan ala-ala teletubies dengan Sing yang berada di tempat tidur.

Leo yang melihat kelakuan trio Hyung ganteng itu, malah merasa sebal, sehingga ia merotasi matanya jengah.

"Ekhem, maaf para Hyung sekalian. Aku mau ijin ke luar sebentar ya. Mau cari makan di luar, kebetulan aku sudah lapar dan belum makan siang," ucap Leo.

"Oke, Leo. Pergilah cari makan dulu. Hati-hati di jalan ya," ucap Sing.

"Iya, Hyung. O ya, Wain Hyung dan Davin Hyung, aku titip Hyungku dulu ya," ucap Leo.

"Iya, tenang aja. Kami bakalan jagain Hyung kamu!" Timpal Davin seraya tersenyum.

"Iya, tenang aja, Hyung kamu aman bersama kami!" Ucap Wain juga.

"Oke, aku pergi dulu ya. Bye!" Lalu Leo pun pergi meninggalkan mereka bertiga di ruangan tersebut.

Setelah Leo pergi, Wain dan Davin kini memperhatikan luka yang menghiasi wajah dan tubuh Sing yang penuh perban. Sejujurnya mereka juga tidak tega melihatnya.

"Untung aja wajahmu tetap ganteng, walaupun terluka," ucap Davin sambil menyibak poni yang menutupi kening Sing.

"Iyalah, udah ganteng dari lahir, mana mungkin bisa luntur walau pun babak belur," timpal Sing percaya diri.

"Iye, deh terserah!" Balas Davin seraya tersenyum.

"Kudengar dari Dohyun Hyung kalau kau di aniaya oleh para preman?" Tanya Wain.

"Iya, itu benar. Waktu itu aku baru keluar dari dalam bar dalam keadaan mabuk berat, jadi aku tidak bisa melawan mereka," cerita Sing.

"Aigoo! Harusnya kau menelepon kami dulu sebelum ke luar dari bar itu! Jadi kalau ada yang menjahatimu, kami bisa melawannya," ucap Davin.

"Hhh...boro-boro aku kepikiran ke situ. Malam itu pikiranku sedang kalut," ucap Sing.

"Memangnya ada apa sih? Apa yang membuat pikiranmu kalut, sehingga mabuk berat dan berakhir ditangan para preman malam itu?" Tanya Wain penasaran.

Lalu kemudian Sing pun mulai bercerita mengenai hubungannya dengan Zayyan yang kandas dan bagaimana Zayyan bisa mengetahui tentang taruhan itu.

Wain dan Davin pun kini merasa bersalah pada Zayyan, karena telah sama-sama ikut terlibat dalam permainan taruhan itu.

"Ck! Jadi Bona yang membongkar rahasia kita?" Kesal Davin.

"Iya. Dia melakukannya karena dia sakit hati padaku yang telah memutuskan hubungan dengannya dan lebih memilih Zayyan ketimbang dirinya," ucap Sing.

"Hmm...masuk akal sih alasannya, tapi tetap saja dia itu licik dan ingin menang sendiri. Karena sebenarnya dia sendiri juga kan ikut terlibat dalam perencanaan taruhan itu, tapi dia malah seolah cuci tangan dan seolah tak bersalah, lalu membuat Zayyan jadi membencimu dan putus denganmu," geram Davin.

Wain pun ikut geram mendengarnya. Sementara Sing hanya tertunduk lesu.

"Dan sekarang...Zayyan sepertinya benar-benar membenciku dan tidak perduli lagi padaku," ucap Sing.

Davin memegang pundak Sing. "Sing, sabar ya."

"Padahal aku tulus mencintainya, tapi dia tak mau mempercayaiku. Dia lebih mempercayai Bona dari pada aku," lanjut Sing. Air matanya sudah menggenang di pelupuk matanya.

"Sing, sabar!" Wain pun berusaha menguatkannya dengan menggenggam tangan Sing.

"Aku...sangat sedih karena kehilangan Zayyan hiks...," air mata Sing pun tumpah.

Wain dan Davin jadi tak tega melihat Sing menangis. Mereka pun jadi ikut merasakan kesedihan hati Sing.

"Semua sudah berakhir, aku dan Zayyan hiks...sudah berakhir seperti ini hiks...," Sing tampak putus asa.

"Sing, kenapa kau tidak coba untuk mengejarnya lagi saja?" Usul Davin.

"Ya, benar. Menurutku setelah kau sembuh, sebaiknya kau berusaha untuk mengejarnya lagi, siapa tahu masih ada harapan," ucap Wain.

Sing pun berhenti menangis. Lalu menatap kedua sahabatnya itu. "Apa kalian yakin, Zayyan mau memaafkanku?"

"Aku rasa iya. Kupikir Zayyan itu anak yang baik kok," ucap Wain.

"Ya, aku setuju dengan pendapat Wain. Zayyan anak yang baik, jadi pasti dia mau memaafkanmu, dan syukur-syukur dia masih mau balikan denganmu. Jangan menyerah, cobalah lagi!" Ucap Davin.

Sing pun terdiam berpikir.

"Baiklah, akan kucoba," jawab Sing akhirnya.

"Nah, gitu dong! Itu baru Sing kami yang penuh semangat!" Seru Davin senang.

"Semangat Sing! Kamu pasti bisa mendapatkan hatinya lagi!" Wain pun menyemangati Sing.

Sing tersenyum, ia bersyukur memiliki dua sahabat yang selalu ada untuknya dan selalu menyemangatinya.

***

Sore hari sekitar pukul 16:00 KST, tiba-tiba Soodam menghubungi Zayyan.

"Zayyan, maaf ya, kayaknya aku nggak bisa menjenguk Sing Isanim sore ini. Soalnya aku dikejar deadline, pekerjaanku numpuk dan terpaksa harus lembur sampai nanti malam. Kemungkinan besok aku baru bisa menjenguknya," ucap Soodam di telepon.

Zayyan mendesah kecewa, namun ia juga memahami kesulitan Soodam, yang harus bekerja sendirian mengurusi semuanya, semenjak Zayyan memutuskan untuk resign. Ditambah lagi Sing juga tidak berada di kantor beberapa hari belakangan ini. Zayyan bisa membayangkan betapa repotnya Soodam saat ini.

"Kalau begitu, bolehkah aku minta alamat rumah sakitnya, agar aku bisa menjenguknya sendiri?" Ucap Zayyan.

"Tentu boleh, Zayyan. Tunggu sebentar," Soodam memeriksa buku catatannya dulu. "Sing Isanim dirawat di rumah sakit umum Seoul. Di ruang Spesial Love nomor 22 kelas VVIP, lantai dua."

"Oh, oke makasih infonya, Soodam. Aku akan ke sana sekarang!"

"Iya, hati-hati di jalan ya, Zayyan. Maaf aku tidak bisa menemanimu."

"Iya, nggak apa-apa Soodam. Selamat lembur, semangat ya!"

Setelah panggilan diakhiri, Zayyan pun segera bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit.

***

Zayyan pergi ke rumah sakit dengan menggunakan bus. Dan sesampainya di sana, ia langsung menuju ke ruangan sesuai dengan informasi yang diberikan Soodam padanya.

Kini Zayyan berdiri menatap pintu ruangan di hadapannya, yakni pintu ruangan tempat Sing dirawat.

Zayyan menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya berkali-kali. Ia berusaha menenangkan dirinya dari rasa gugup, karena sebentar lagi akan bertemu dengan Sing.

"Jangan gugup, Zayyan! Jangan gugup! Bersikaplah seperti biasanya, kau dan dia kan pernah dekat, jadi jangan grogi," ucapnya pada dirinya sendiri.

"Baiklah, aku mau masuk sekarang!"

Dengan yakin meski masih gugup, Zayyan pun mengetuk pintu ruangan itu.

Namun setelah sekian kali ia mengetuk, tak kunjung ada jawaban dari dalam. Ia pun menghela napas.

Lalu kemudian, ia memutar knop pintu itu dan membukanya.

Hal pertama yang dilihatnya saat pintu itu dibuka, adalah Sing yang terbaring lemah di atas tempat tidur dengan selang infus di tangan kirinya. Wajahnya pucat, dan terdapat beberapa luka lebam dan memar di wajahnya, selain itu dibeberapa bagian tubuhnya juga diperban.

Dan Sing saat ini tengah tertidur.

Zayyan sangat miris melihatnya. Dengan langkah pelan, ia pun melangkah masuk mendekati tempat tidur itu, dan tak lupa menutup pintu dibelakangnya.

Saat ini diruangan itu tak ada siapa pun kecuali Sing dan Zayyan. Rupanya Leo belum kembali sejak siang, sementara Davin dan Wain telah pulang.

"Sing...," panggil Zayyan lirih, dan pastinya Sing tak menyahut karena sedang tertidur.

Dalam diam, Zayyan kembali memperhatikan setiap luka yang ada di wajah dan tubuh Sing.

Air mata pun mulai menggenang di pelupuk matanya. Zayyan tak tega melihat keadaan Sing. Ingin rasanya ia memeluknya erat saat ini, namun Zayyan takut mengenai lukanya dan membangunkannya.

"Siapa yang telah tega melakukan ini pada Singku? Biadap sekali!" Geramnya dalam hati.

Zayyan kini memandangi wajah Sing dengan penuh kerinduan.

"Sing...aku merindukanmu. Sangat!" Cicitnya di sertai air matanya yang kini membasahi pipinya.

"Aku bersyukur kau telah ditemukan. Tapi hatiku sakit melihat keadaanmu seperti ini. Kau pasti sangat menderita ya, Sing? Maaf, kalau aku tak ada di sisimu saat kau sedang kesakitan."

Lalu Zayyan duduk di kursi yang ada di samping tempat tidur Sing. Tangannya menggenggam sebelah tangan Sing yang dapat dijangkaunya, serta mengusap-usapnya pelan dengan penuh kasih sayang.

Zayyan termenung sambil memandangi wajah Sing. Rasanya pandangannya tak ingin beralih sedikit pun dari wajah mantan kekasihnya itu.

Namun selang tak berapa lama kemudian, seseorang masuk ke dalam ruangan itu dan mengejutkan Zayyan. Bagaimana tidak, pasalnya wajah orang yang baru masuk itu mirip dengan Sing.

Bersambung...

Terimakasih sudah membaca.

Jangan lupa votmen.

🌺🌸🌺🌸🌺🌸🌺🌸🌺🌸🌺🌸🌺🌸🌺🌸

Cr : Listen


Cr : whim

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 111K 60
BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA [PART MASIH LENGKAP] SEQUEL DEVANDRA❗ ⚠️WARNING⚠️ 🚫TERDAPAT KATA-KATA KASAR DAN ADEGAN KEKERASAN! TIDAK UNTUK DITIR...
70.1K 409 6
peringatan bahwa cerita ini mengandung adegan 18++ Jadi jangan asal baca ya Gay kalo ga suka skip jangan ngehujat Lumayan sering sih adegannya
54.9K 5.4K 25
"Aku pernah terjatuh begitu dalam dan terluka begitu parah. Sebegitu bodohnya hingga terus terulang pada lubang hati yang sama, aku lupa rasa sakit y...
78.2K 7.7K 23
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...