Toxic

By pinkkanaurelly

150K 10.1K 1.5K

Privat story (follow wattpad author terlebih dahulu) "I never let you go ..." More

Toxic 1
Toxic 2
Toxic 3
Toxic 4
Toxic 5
Toxic 6
Toxic 7
Toxic 8
Toxic 9
Toxic 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 16

Bagian 15

2.8K 180 24
By pinkkanaurelly

Cusss yang nungguin toxic update🤩🤩🤩
Penasaran gaaa?!!!

Jangan lupa follow ig aku @pnkknarlly

Happy Readingg piderrss🤩
.
.
.
.
.

Setelah kepergian Altair, Clarissa termenung sendirian. Mata cantiknya melirik keadaan sekitar yang sudah sepi dan kosong. Tidak ada satu suara pun yang terdengar kecuali rintik hujan.

Malam semakin larut dan hujan semakin deras. Clarissa memeluk dirinya sendiri. Nyatanya kain yang membungkus dirinya tidak cukup untuk menghangatkan tubuhnya. Entah sudah berapa lama ia berdiri di ruko kosong ini.

"Kak atar pasti kehujanan," lirih Clarissa memikirkan Altair.

Bahkan di saat cowok itu berlaku semena-mena terhadapnya, Clarissa masih mengkhawatirkan dirinya. Clarissa tidak peduli tentang dirinya sendiri. Pikirannya hanya dipenuhi oleh Altair.

Jemari Clarissa saling meremas satu sama lainnya. Clarissa takut jika kejahatan tengah mengintainya saat ini. Bagaimana jika ada perampok? Bagaimana jika ada pembunuh berantai?

"Kak Atar pasti lagi di jalan buat jemput aku." Clarissa berusaha positif thinking walau dirinya sendiri tidak yakin bahwa Altair akan menjemputnya.

Clarissa menatap derasnya hujan dengan tatapan yang sendu. Sedetik kemudian air matanya luruh tanpa diminta. Tidak, Clarissa tidak marah dengan Altair tetapi ia kecewa.

Clarissa sudah melakukan apapun yang Altair minta. Tetapi mengapa ia selalu mendapat perlakukan seperti ini? Clarissa merasa dunia memperlakukan dirinya tidak adil. Clarissa selalu ditindas, diinjak-injak sebagai balasan kebaikannya.

Di tengah rasa sedihnya sebuah motor besar ungu metallic mengarah ke arah Clarissa. Clarissa mengernyit tidak mengenali motor tersebut. Netra Clarissa menatap siaga cowok dengan jaket kulit hitam itu

Saat si pemilik motor turun dari motornya, sepasang kaki Clarissa bergerak mundur. Cowok itu semakin memperkikis jaraknya dengan Clarissa. Clarissa sudah mengambil ancang-ancang untuk berlari.

"Woy cupu!"

Mata Clarissa menyipit saat cowok itu mulai membuka helmnya. Mencoba mengenali wajah yang terlihat asing itu.

"Lo gak inget gue?" Cowok itu terkekeh melihat ekspresi ketakutan Clarissa.

Clarissa menggeleng. Ia masih dalam posisi waspada. "Nggak. Aku gak kenal kamu."

Cowok itu berdecak. "Ck, masa korban tabrak motor lupa sama pelakunya."

Wajah Clarissa berubah menjadi berang. Tangannya terkepal. "Kamu?!"

"Iya, Dylan ganteng," kelakar Dylan seraya menyugar rambutnya yang setengah basah karena hujan.

Clarissa menunjukkan wajah tidak bersahabatnya. "Kamu ngapain di sini?"

Dylan menyunggingkan senyum devil. "Seharusnya gue yang tanya itu. Lo ngapain di sini sendirian?"

Clarissa memutar bola matanya malas. "Kepo!"

"Biar gue tebak," Dylan menaruh jari telunjuknya di dagu. Memasang raut wajah seolah tengah berpikir. "Lo pasti lagi cari om-om kan? Ngaku lo!" celetuk Dylan.

Hal tersebut mengundang pelototan mata Clarissa. "Enak aja! Jangan tuduh sembarangan ya!"

"Logika aja. Udah malem gini, mana ada cewek ke luar sendirian kalau bukan ani-ani," tuduh Dylan tidak memperdulikan Clarissa yang sudah berang di tempatnya.

"Mending kamu pergi sekarang!" usir Clarissa.

Dylan mengangkat sebelah alisnya. "Yakin nyuruh gue pergi?" tantang Dylan.

Clarissa tidak menjawabnya. Ia menatap keadaan sekitar yang sudah semakin larut dan sepi. Kini ia bimbang, ingin Dylan tetap di sini atau menyuruh cowok tengil itu pergi.

Dylan tersenyum tipis melihat Clarissa yang tidak menjawabnya. Sebuah ide jahil muncul di dalam otak liciknya. Kita lihat seberapa lama cewek pendek ini menahan gengsinya.

"Yaudah kalau itu mau lo. Gue mau balik," tukas Dylan mulai berjalan menuju motor besarnya.

Suara Clarissa tertahan di tenggorokannya. Ia ingin Dylan tetap di sini menemaninya tetapi gengsinya terlalu tinggi untuk itu. Bagaimana ini?

Dylan memasangkan helmnya dan mula menghidupkan mesin motornya. Sedangkan Clarissa masih berdiri setia pada posisinya.

"Yang gue denger sih di sini banyak cowok nakalnya. Terus banyak bapak-bapak—"

Belum sempat Dylan menyelesaikan kalimatnya, Clarissa sudah mengambil posisi duduk di motor besar Dylan dengan tatapan tertunduk malu. Dylan menahan senyumnya.

"Lah, lo ngapain?"

"Bacot! Anterin aku sekarang!" ujar Clarissa terdengar mutlak.

"Wihhh, udah bisa ngomong kasar. Siapa yang ngajarin?" ejek Dylan.

Clarissa menghiraukan pertanyaan Dylan. "Cepet jalanin motornya ihhh!" geram Clarissa.

"Kemana? Hotel?"

Clarissa memukul helm Dylan sehingga cowok itu mengaduh sakit. "Dasar mesum. Cepet anterin aku pulang sekarang!"

"Udah numpang, marah-marah. Galak, kayak beruang betina," ucap Dylan kecil.

"Apa kamu bilang?"

Dylan tertawa canggung. "Ehh, nggak ada, sayang."

Clarissa mencubit pinggang Dylan tanpa perasaan. "Aku bukan sayangnya kamu!"

Dylan meringis mengusap jejak perlakuan kejam Clarissa. "Maksudnya otw jadi sayangnya Dylan, Cla."

"Bisa diem gak?!"

"Enggak," ledek Dylan pantang mundur sebelum Clarissa menangis.

Clarissa terdiam. Kepalanya tertunduk. Sejujurnya ia sudah lelah tetapi kenapa Dylan terus memancing emosinya? Clarissa menarik napasnya dalam.

"Yaudah aku turun aja," putus Clarissa hendak turun dari motor milik Dylan.

Tetapi sebelum hal itu terjadi, Dylan menahannya. "Ehhh! Iya-iya, kita jalan sekarang."

"Nahhh, gitu dong!" Wajah mendung Clarissa berubah menjadi cerah seketika. Dylan menatap Clarissa datar.

"Dasar tukang acting!" sembur Dylan.

Clarissa tertawa ketika lensanya melihat tingkah Dylan. Cowok itu tidak berhenti mencibirnya, mengatakan bahwa Clarissa itu banyak drama. Sepertinya Dylan tidak terima kalah berdebat dengan Clarissa.

"Pegangan, gue mau ngebut," peringat Dylan dan disambut sinis oleh Clarissa.

"Modusnya basi banget," sindir Clarissa.

Sedetik kemudian benar saja, Dylan menambah kecepatannya. Tubuh Clarissa yang tidak siap harus terhentak karenanya. Tanpa berpikir lama Clarissa memeluk Dylan. Clarissa seperti ingin terbang saat motor besar Dylan melaju membelah jalanan yang terlihat kosong.

"DYLANN!!!" pekik Clarissa dan dihiraukan oleh Dylan. Cowok itu tengah fokus menyetir.

Rintik hujan yang semakin turun deras membasahi dua insan itu. Sesekali Dylan menatap Clarissa dari kaca spion. Perempuan itu sibuk memeluk tubuhnya dan menyender pada punggung tegapnya. Dylan tersenyum kecil.

****

Setelah beberapa menit menempuh perjalanan panjang, Dylan dan Clarissa sudah sampai di kediaman cewek itu. Bagaimana Dylan bisa tau tentang lokasi rumah Clarissa? Apa yang tidak Dylan ketahui jika sudah menyangkut perempuan ini.

Motor ungu metallic itu sudah berhenti. Tetapi bukannya turun, Clarissa justru hanya diam memeluk Dylan. Dylan berdeham.

"Nyaman banget ya peluk gue?" Tidak ada jawaban dari Clarissa.

Saat Dylan membalik tubuhnya, ia dapat melihat Clarissa yang sudah tenggelam dalam lautan mimpi. Pantas saja perempuan itu diam sedari tadi tanpa berceloteh.

"Woy cupu! Bangun!"

Dylan menepuk pipi Clarissa guna membangunkannya tetapi usaha itu tidak juga ampuh. Dylan melakukan segala cara mulai dari berteriak, mencubit bahkan memukul Clarissa tetapi tidak berhasil juga.

"Kebo banget anjir!"

Tidak ingin berlama-lama, Dylan menggendong Clarissa ala bridal style. Tubuh Clarissa sangat ringan. Dylan seperti tidak menggendong apapun. Sebelum berjalan, ia memandangi wajah teduh Clarissa yang tengah tertidur pulas.

"Cantik sih tapi tepos." Dylan terkekeh.

Jemari Dylan bergerak menekan bel. Ia mengernyit tidak mendapat respon dari penghuni rumah. Ia sudah menekannya berulang kali tetapi hasilnya tetap nihil.

"Ini orangnya apa kemana dah?" Dylan bingung sendiri harus bagaimana. Apakah pintunya bisa terbuka?

Clek.

Benar saja pintu utamanya tidak terkunci. Dylan langsung masuk dengan membawa Clarissa yang masih tertidur. Mata celingukan mencari penghuni rumah tetapi ia tidak menemukan siapa pun di dalamnya.

"Heh cil kamar lo yang mana?" Dengan bodohnya Dylan memberikan pertanyaan kepada Clarissa yang jelas-jelas tidak akan bisa memberinya jawaban.

Dengan inisiatif Dylan berjalan ke lantai dua. Ia menjelajahi lorong untuk mencari kamar Clarissa. Sedetik kemudian matanya menangkap sebuah kamar dengan pintu bercat merah muda.

Pasti itu kamarnya.

Setelah sampai di depan pintu tersebut, Dylan dibuat terkekeh dengan sebuah tulisan yang tertempel pada pintu tersebut.

Cowok ganteng dipersilakan masuk🤭🤭🤭

Dylan dibuat menggeleng oleh tingkah random Clarissa. Astaga, makhluk jenis apa gadis ini?

Dylan membuka pintu tersebut dan langsung disambut oleh nuansa merah muda. Sepasang kaki Dylan berjalan menuju ranjang dan meletakkan Clarissa secara perlahan. Ia melepaskan sepatu yang membungkus kaki Clarissa tanpa mengganti pakaiannya. Lalu menutupi tubuh basah Clarissa dengan selimut tebal.

"Selamat bobo cantik." Dylan mengusap lembut kepala Clarissa dan bersiap untuk meninggalkan gadis itu.

Tetapi sebelum niatnya itu terlaksana, kedua matanya menatap sebuah figura di atas nakas. Dylan mengambil figura itu dan menatapnya dengan tatapan tidak suka. Giginya terdengar bergemeletuk.

"Kau ..."

Hallooo siapa nih yang udah nungguin cerita toxic updatee ehehehe. Maaf ya pink baru update soalnya sibuk sama tugas kuliah hhi😁😁😁

Absen dulu dongggg

Spam nextnya mana?!!!

See you next part piderssss🤩

Continue Reading

You'll Also Like

48.9K 2.2K 24
Dunia adalah kebebasan, tapi tidak untuk seorang Kerleeanna Alina. Kita terlahir mempunyai hak, hak untuk memilih. Tapi apa aku tidak memilikinya? Da...
1.5K 489 5
Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Seperti hal nya aku milik mu dan kau milik ku. Itu adalah takdir yang tidak bisa kau ubah. -ARESion. Takdi...
10.2K 629 7
toxic relationship 15+ Entah mengapa setiap kali aku melihat mu rasanya seakan akan aku menemukan dunia ku. tidak peduli seberapa keras kamu menolak...
3.2K 204 4
Javier pria yang ditakuti oleh banyak orang, dikenal dengan sebutan sang penguasa. Namun, Javier sudah melepas semua hal yang berbau masa lalunya set...