ALTAIR

By DRUNKZED_

410K 50.2K 3K

Altair Hexana, ketua OSIS kebanggaan sekolah SMA Andromaeda yang memiliki julukan 'Tuan Tanpa Cela' malah ber... More

OO. Altair Hexana
O1. Altair Hades de Lynx
O2. Acrux Eridanus de Lynx
O3. Deadly Triangle
O4. Auriga Corvus de Lynx
O5. Bohong
06. White Rose
O7. Bento
O8. Aldebaran Delphinus de Lynx
O9. Tak Harus Sempurna
1O. Duda Keren Katanya
11. Sebuah Rasa
12. Ayo Beri Satu Kesempatan
13. Goyah
14. Pantai
15. Lynx Family
16. Velicita
17. Opera Sabun
18. Cookies
19. Bekal Segitiga
20. Basket dan Tragedi
21. Kumohon Bertahanlah
22. Cedric Aleston
23. Saga
24. Lexana Demones de Lynx
26. Pulang

25. Maaf

10.7K 1.8K 236
By DRUNKZED_

Familyship & brothership

.

"Berita terkini, komandan pasukan elit, Lexana Demones de Lynx tewas mengenaskan dengan tiga luka tembak dibagian kepala, jantung dan perutー"

"Lexana Demones de Lynx dikabarkan terlibat dalam pelengseran tata negara bersama elit globalー"

"Komandan pasukan elit, Lexana Demones de Lynx tewas di dalam kamar selnya. Diduga terlibat dalam kasus penyalahgunaan kekuasaan, penggelapan uang, penculikan anak-anak dan wanita serta perdagangan narkoー"

"Kepala keluarga Lynx di ringkus oleh petinggi kemiliteran tadi malam sekitar jam 21.00 di kediamanyaー"

"Terdapat tiga luka tembak dan sebuah jarum, tim penyidik masih melanjutkan penyelidikan lebih lanjutー"

"Diduga melakukan penyelundupan narkoba, Lexana Demones de Lynx diringkus petinggi kemiliteran tadi malamー"

Berita tentang Lexana memenuhi berbagai platform-platform media sosial, banyak stasiun berita yang menyiarkan Lexana membahas tentang kematian tragisnya atau keterlibatannya dalam pelengseran tata negara, penggelepan uang dan perdagangan ilegalnya.

Alynx menatap datar pusara Lexana, kini yang masih berada di pemakaman hanyalah Carina, Alynx, Cedric, Jordan, triplets, Aldebaran dan Auriga.

Carina mengusap air matanya sambil mengelus batu nisan yang bertulis nama Lexana. Ia tak pernah berpikir kejadian mengenaskan ini menimpa suaminya.

Tadi malam ia harus ke restoran cabang yang letaknya di luar kota dan itu membutuhkan kurang lebih lima jam. Lalu pada jam enam pagi tadi ia menemui orang kepercayaannya yang mengurus restoran dan pada pukul tujuhnya ia dihubungi bahwa suaminya sudah meninggal dunia. Sekeji-kejinya Lexana, ia tetaplah sosok yang begitu hangat bagi Carina, ya hanya pada Carina.

Rintik hujan mulai membasahi bumi, Carina masih setia mengusap-usap batu nisan milik sang suami.

"Ibu, hujan semakin deras, ayo pulang," ucap Sirius berjongkok di samping Carina.

Carina menggeleng lemah, "Tidak, ibu mau di sini," ucapnya dengan suara parau.

Sirius menghela napas, tangannya bergerak merangkul bahu sang ibu, "Ayo bu, aku tak mau ibu sakit," ucapnya dengan nada khawatir. Ibunya tadi sempat pingsan dan saat ia menawarkan makan Carina malah menolak, dan jika Carina tetap bersikukuh tak mau pulang dan kehujanan, maka bisa jadi Carina akan jatuh sakit.

"Tidak, kalau kau ingin pulang, pulanglah," ucap Carina melepaskan rangkulan Sirius.

Sirius menoleh ke belakang, menatap sang kakak, "Kak."

Alynx pun ikut berjongkok di dekat batu nisan Lexana, "Ibu, ayah akan khawatir jika ibu sakit. Ibu tak ingin membuat ayah khawatir bukan? Jadi ayo pulang, sepertinya hari ini akan terjadi badai hujan," ucapnya dengan nada lembut, Carina masih terpukul dengan ini semua jadi ia mengerti apa yang tengah ibunya rasakan.

"Tapiー"

Alynx menggenggam tangan kanan Carina, "Ku mohon ibu."

Setelah diam beberapa saat Carina akhirnya menganggukkan kepalanya, "Baiklah."

"Ayo pulang," ucap Carina sambil bangkit dari duduk bersimpuhnya.

Carina yang di rangkul Alynx berjalan lebih dulu ke arah mobil mereka yang terparkir diikuti Sirius dan para cucu-cucu Carina.

Setelah menempuh beberapa menit perjalanan ke tiga mobil itu sudah berada di mansion utama Lynx. Semua maid yang biasanya memakai baju putih kini berubah mengenakan baju hitam, seolah menyampaikan perasaan duka mereka akan kehilangan pemimpin keluarga Lynx.

Alynx mengantarkan Carina ke kamarnya untuk istirahat, lalu berjalan menuju kamarnya sendiri. Ia memerlukan istirahat sebentar.

Sirius tengah bersandar di tembok sambil bersedekap dada, "Kakak," panggilnya saat Alynx melewatinya.

Alynx menghentikan langkahnya tanpa berbalik menatap Sirius.

"Terakhir kali ayah bertemu denganmu bukan?" Tanya Sirius langsung pada intinya. Jika dalam analisanya, semua ini seperti sudah terencana dengan matang, Alynx datang dan berpincang, lalu tak lama kemudian para petinggi kemiliteran hadir dan bisa masuk tanpa terkena sistem, seolah memang ada yang mematikan sistem keamanan mansion lalu Lexana meninggal dalam keadaan yang sangat mengenaskan dengan keadaan CCTV yang sudah dibajak dan orang yang biasa mengendalikan CCTV tengah tertidur pulas.

Alynx membalikkan tubuhnya, maniknya bersitubruk dengan manik Sirius, "Kenapa? Kau menuduhku yang membunuhnya?"

Sirius gelagapan mendengar pertanyaan Alynx. Tidak, ia sedang tak menuduh kakaknya itu, hanya sajaー "Bukan, bukan seperti itu. Hanya saja, kau yang terakhir bersamanya. Lalu tepat dihadapanmu para petinggi itu membawa ayahー"

Belum selesai Sirius berbicara, Alynx langsung memotong ucapan sang adik, "Ya, lalu para petinggi itu pasti melakukan introgasi lalu memasukkan ayah pada kamar sel, CCTV tiba-tiba teretas dan baru tadi pagi jasad ayah ditemukan. Sirius, aku lelah dan ingin istirahat," ucapnya lalu melenggang begitu saja.

"Baiklah, selamat istirahat kakak," gumam Sirius lirih, maniknya masih terfokus pada punggung Alynx yang mulai menjauh. Rasa penasarannya kian membuncah, ia yakin kematian Lexana bukanlah ajang balas dendam musuh.

Hujan kian deras diiringi suara guntur yang menggelegar, membuat yang mendengarnya akan lebih memilih bersembunyi di bawah selimut. Angin berhembus lumayan kencang, mungkin kalau sudah cuaca seperti ini enaknya tidur atau makan-makanan yang hangat berkuah.

Namun tidak dengan sosok satu ini, ia malah berdiri dengan setelan berwarna hitam sambil menggenggam sebuah buket bunga di tangan kanannya. Ia tak peduli jika hujan membasahi tubuhnya dan angin membuat dirinya kedinginan, ia hanya menatap pusara itu dengan tatapan datar.

"Opa, kau terlalu cepat untuk meninggalkan dunia ini," ucapnya dengan nada datar, sedatar raut wajahnya.

.

Alynx tengah berada di kamarnya, niat hati ingin istirahat. Namun, entah kenapa ia tak bisa memejamkan matanya.

"Cedric," ucapnya pada Cedric yang tengah berdiri di dekat kaca besar di kamarnya.

Cedric beralih menatap Alynx, "Ya Tuan."

"Bagaimana?" Tanya Alynx, ia tak perlu bertanya lebih detail lagi. Alynx tahu Cedric mengerti apa yang ia maksud.

Cedric menggelengkan kepalanya, "Semuanya bersih Tuan, tidak ada hal yang dicurigai."

Alynx mengangguk, "Hm? Begitukah?" ucapnya sedikit ragu. Tapi ia percaya pada tangan kanannya itu, Cedric tak akan pernah bisa menghianatinya.

Melihat Alynx yang termenung membuat Cedric mendekat ke arah sang Tuan, "Tuan tak membutuhkan sesuatu?" tanyanya dengan nada khasnya.

Alynx menghela napas dan menyandarkan tubuhnya pada sandaran tempat tidur, "Bisa buatkan aku teh hitam?"

Cedric tersenyum tipis, "Laksanakan," ucapnya lalu pergi ke luar kamar untuk membuatkan teh kesukaaan Alynx.

Alynx menyingkap selimut yang menutupi kakinya, ia melangkah ke arah jendela besar di kamarnya dan duduk pada satu kursi yang memang sengaja di letakkan di dekat jendela. Menatap bagaimana langit masih mendung dengan hujan deras dan angin yang berhembus kencang.

Setelah beberapa menit kemudian Cedric datang membawa satu nampan berisi beberapa kue kering dan secangkir teh hitam milik Alynx. Ia meletakkan nampan itu di meja kecil dekat jendela.

Tangan Alynx tergerak mengangkat cangkir itu dan menyesap teh hitamnya. Tehnya hangat, tidak panas, sesuai kesukaan Alynx. Ia memang tak menyukai minuman yang panas, ia lebih suka hangat. Bukan hangat karena didiamkan tapi air yang digunakan untuk menyeduhlah yang hangat.

Manik jelaganya masih terfokus pada pemandangan luar jendela.

"Orang-orang di dunia ini kejam, terlihat putih tapi nyatanya hitam. Mereka semua punya topeng yang sangat tebal, tak terkecuali orang yang kelihatannya paling bersih dan suci. Maka dari itu, jangan terlalu percaya dengan orang, Cedric," ucap Alynx mengawali pembicaraannya. Entah kenapa malah kalimat seperti ini yang malah terlontar, ini hanyalah topik spontan yang terlintas dikepalanya dan terucap lewat mulutnya.

"Baik Tuan," jawab Cedric. Ia sedikit tak mengerti dengan Alynx yang tiba-tiba berbicara seperti ini. Namun, jika diresapi lagi, ucapan Alynx adalah sebagai petuah yang memang ada benarnya.

Setiap orang memiliki berbagai topeng yang bisa ia kenakan. Mereka bisa menutupi segalanya dengan topeng-topeng itu. Terlihat biasa saja namun nyatanya tengah menangis meratapi segalanya. Manusia adalah makhluk yang penuh dengan kebohongan.

"Begitu pun diriku," lanjut Alynx menoleh ke arah Cedric yang berada tak jauh darinya.

Manik coklat miliknya menatap sang Tuan dengan lamat, "Sampai kapan pun saya akan berada di pihak Anda," ucapnya dengan tegas. Cedric sudah bersumpah pada dirinya sendiri untuk terus meindungi Alynx dan selalu berada dipihak Alynx sampai akhir hayatnya nanti.

Alynx terkekeh pelan, "Jangan terlalu naif Cedric, di dunia ini hanyalah dirimu sendiri yang dapat kau percaya," ucapnya membalas tatapan Cedric.

"Tuanー"

"Kau boleh keluar, istirahatlah. Aku tahu kau juga lelah," ucap Alynx meletakkan cangkirnya yang sudah kosong di atas meja.

Cedric hanya bisa menghela napas, mau tak mau ia harus menuruti perinta Tuannya, "Baik, saya permisi Tuan. Selamat istirahat," pamitnya lalu pergi keluar dari kamar Alynx. Tak lupa ia menutup pintu kamar itu dengan rapat.

Alynx merogoh sakunya, membuka ponsel dan mencari pesan dari seseorang. Setelah membaca pesan yang dikirim dua hari lalu, kini Alynx menyambar kunci mobilnya dan coat coklat miliknya.

Langkahnya menuju garasi, dimana mobilnya terparkir apik di sana. Alynx masuk ke dalam mobilnya lalu melajukan kendaraan itu dengan santai.

Rintik hujan masih berjatuhan, tapi sudah tak sederas tadi. Angin pun juga tak terlalu besar. 30 menit ia gunakan untuk menyetir sambil mendengarkan lagu I Hate To Admit It, lalu ia membelokkan setirnya menuju basement sebuah apartmen.

Alynx melangkahkan kakinya keluar dari lift dengan santai, beberapa kali orang-orang dengan terang-terangan menatapnya. Padahal ia hanya mengenakan setelan kemeja hitam dipadukan dengan celana berwarna coklat tua selaras dengan coat yang ia gunakan. Rambutnya yang tersibak karena sedikit basah karena hujan dan belum sempat ia keringkan sehingga menampilkan jidatnya yang terpampang jelas. Lantas bagian mananya yang membuat orang-orang salah fokus dengannya? Apa karena  memakai sendal selop biasa?

Langkahnya terhenti pada pintu apartment nomor 810. Ia memencet sebuah tombol di dekat pintu.

Ceklek

"Ayah," ucap Acrux yang masih terbengong dengan kehadiran ayahnya yang tiba-tiba. Ia tak pernah berbicara pada sang ayah, jika ia punya kediaman pribadi. Lantas bagaimana ayahnya bisa tahu?

"Kau tak mempersilahkan ayahmu masuk?" Tanya Alynx tapi malah tak di tanggapi oleh Acrux.

Alynx mendengus dan menggeser badan Acrux agar dirinya bisa masuk. Baru beberapa langkah ia merasakan. . .

Brug

Acrux memeluknya dari belakang. Tinggi keduanya sama, Acrux membenamkan wajahnya pada bahu lebar sang ayah, "Maaf, maafkan aku," gumamnya. Acrux mengaku salah, keputusan yang ia lakukan itu sangat salah. Ia memaki otaknya yang berpikir dangkal.

"Aku mohon, maafkan aku ayah," gumamnya lagi. Ia tak tahu harus apa selain kata maaf yang bisa ia lontarkan.

Alih-alih menjawab gumaman Acrux, Alynx malah bertanya "Kau basah, dari mana?"

Acrux menegakkan kembali tubuhnya, mengurai pelukannya pada sang ayah, "Ayahー"

"Mandilah dengan air hangat," ucap Alynx lalu berjalan menuju sofa berwarna abu-abu yang terlihat begitu empuk.

"Ayahー"

"Acrux, mandilah," perintah Alynx dengan nada datar. Bukan apa, ia ingin ucapannya tak dibantah lagi oleh Acrux.

Acrux menghela napas, "Baik," ucapnya lalu berjalan ke arah kamar mandi.

Alynx mengedarkan pandangannya, warna dominan monokrom, dengan pantry kecil, meja makan yang memiliki dua kursi, satu ruang tidur, dan beberapa pajangan lukisan abstrak berwarna hitam putih, "Sangat aesthetic," ucap Alynx spontan mendeskripsikan bagaimana apartment milik Acrux. 

Dua puluh menit berlalu, Acrux sudah keluar dari kamar mandi mengenakan baju lengan pendek berwarna putih dipadukan dengan celana training abu-abu, handuk kecil tersampir di kepalanya, "Ayah sudah makan?" Tanya Acrux menggosok rambutnya yang basah sambil berjalan ke arah pantry.

"Belum," jawab Alynx singkat.

'Padahal aku masih sangat kenyang,'

"Benarkah? kebetulan aku juga belum makan siang, ayah mau aku buatin apa?" Tanya Acrux mencoba menawarkan, mungkin saja Alynx sedang ingin makan siang dengan sesuatu, ia akan membuatkannya.

Alynx mendengus menatap Acrux jahil, "Hee, memangnya kau bisa masak?" Tanyanya dengan nada tengil.

"Jangan meremehkanku ayah," sungut Acrux tak terima. Emang benar sih kalau dibandingkan masakan Alynx, jelas ia akan kalah.

Alynx tertawa mendengar nada bicara Acrux, "Ya, ya, ya, memangnya kau bisa masak apa?"

Acrux mengerjapkan matanya polos, "Nasi goreng?" Ucapnya dengan ragu, itu malah memberi kesan ia bertanya pada dirinya sendiri.

Alynx merapatkan bibirnya agar tak tertawa, tapi apalah daya, "Pffftttー"

Acrux menatap datar Alynx yang duduk di sofa sambil tertawa, "Ayah! Jangan tertawa, masak nasi goreng itu sudah lebih tinggi pangkatnya dari pada hanya bisa masak mie!"

"Baiklah, baiklah," ucap Alynx mengalah. Ia kini beralih menatap kembali siaran televisi. Sedangkan Acrux tengah menyiapkan bahan-bahan untuk nasi goreng.

"Acrux," panggil Alynx tanpa menoleh ke arah belakang, dimana Acrux sibuk dengan bahan-bahan nasi goreng.

"Ya?" Tanggap Acrux sambil mengupas bawang putih dan bawang merah.

"Kau tak hadir di pemakaman tadi?" Tanya Alynx, sebenarnya ia sudah menyuruh Cedric menghubungi Acrux. Namun, saat pemakaman berlangsung, ia sama sekali tak melihat anak sulungnya itu.

"Emmm, aku hadir kok," jawab Acrux santai. Nyatanya ia memang datang kok, pas badai hujan tadi.

Alynx mengangkat satu alisnya, "Begitukah?"

"Ya," balas Acrux singkat. Ups, dia lupa tak mencuci bawang putih dan bawang merahnya dan sekarang malah sudah terpotong kecil-kecil dan sudah masuk wajan.

Alynx tersenyum tipis, "Sekarang tak ada yang memberimu janji manis bukan," ucapya dengan nada santai. Tapi tidak bagi Acrux, ia merasakan sedikit sindiran di dalamnya.

"Ah, ituー"

"Ayah tak marah padamu, ayah hanya kecewa pada pikiranmu yang dangkal itu. Bisa-bisanya terhasut dengan ucapan manis Lexana," potong Alynx, ia masih sibuk memandangi siaran televisi yang menayangkan jenazah yang masuk ke dalam mesin adukan semen, sangat luar biasa!

"Ayahー"

"Cepat selesaikan nasi gorengmu itu, awas gosong. Aku tak mau makan makanan gosong," ucap Alynx yang kembali memotong ucapan Acrux.

Acrux loading sejenak lalu kembali tersadar, "Oh? Baiklah," ucapnya lalu dengan cekatan ia memasukkan beberapa centong nasi ke dalam wajan.

'Bagaimana caranya aku meminta maaf dengan benar?'

Selang beberapa menit, Acrux memindahkan nasi gorengnya pada dua piring. Ia menatap kedua piring yang sudah berisi nasi goreng itu dengan bangga.

"Ayah, nasi gorengnya sudah jadi," ucap Acrux sambil meletakkan kedua piring yang berisi nasi goreng di atas meja makan.

"Baiklah," sahut Alynx lalu mematikan televisi dan bangkit dari duduknya berjalan mendekat ke arah meja makan.

Acrux mempersilahkan terlebih dahulu Alynx untuk makan. Ia ingin tahu bagaimana pendapat Alynx tentang nasi gorengnya.

"Bagaimana?" Tanya Acrux dengan antusias.

"Not bad but not good," jawab Alynx lalu kenbali menyuapkan nasi goreng pada mulutnya.

Acrux mendesis kesal, "Ish ayolah ayah, kasih rating aja deh kalau gitu."

"8.5/ 10," jawab Alynx singkat.

Acrux meringis mendengar rating yang diberikan sang ayah, "Heh? Seburuk itukah?"

"Ayah tak berkata buruk," sahut Alynx, ia tak menyebutkan kata buruk loh ya.

Alynx menghentikan suapannya, "Masakanmu sudah enak seukuran laki-laki yang kerjaannya di depan laptop dan tumpukan berkas. Hanya saja jika kau ingin masak nasi goreng tanpa bumbu instan, lebih baik banyakin bawang merah dan bawang putih terus kasih sedikit kecap inggris, seimbangkan antara rasa garam dan penyedap rasa, kalau bisa tambahi sedikit gula agar rasanya lebih menyatu."

Acrux mengangguk-anggukkan kepalanya, mengingat semua ucapan ayahnya, "Baiklah akanku ingat," ucapnya lalu menyendok nasi gorengnya.

Kedunya diam beberapa menit, sampai Acrux memberanikan dirinya untuk memanggil Alynx.

"Ayah," panggil Acrux saat ia selesai menelan nasi goreng.

"Hm?"

"Ayah tahu darimana aku di sini?" Tanya Acrux menatap ayahnya lekat.

Alynx membalas tatapan Acrux sambil menyeringai, "Kau lupa siapa ayahmu ini?"

Acrux mengangguk, ia tak menyangkal apapun, 'Benar juga, bahkan seekor semut pun mungkin tak luput dari para mata-matanya,'

Alynx bangkit dari duduknya menuju wastafel.

"Biar aku saja yang cuci piring yah, taruh aja di situ," ucap Acrux yang masih menghabiskan nasi gorengnya yang tinggal dua suapan.

Alynx mendecak, "Kau diam saja," ucapnya. Ia tak suka jika selesai makan tak langsung mencuci piring. Jika ditunda makan lama-lama akan menumpuk, jadi sebisa mungkin setelah menggunakan piring dan kawan-kawannya, wajib langsung di cuci. Bahkan di mansion pun Alynx cuci piringnya sendiri dan ia ajarkan itu pada anak-anaknya. Tapi sepertinya Acrux tak mematuhi dirinya.

Acrux bangkit dari duduknya, "Biar aku yang membilas," ucapnya saat berdiri di sebelah Alynx.

Alynx hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia mulai menggosok piringnya dengan spons, lalu piring Acrux dan tak lupa alat-alat masak yang sebelumnya Acrux gunakan untuk membuat nasi goreng.

"Ayah, aku minta maaf," ucap Acrux lirih.

Alynx menghela napas jengah, "Diamlah, ayah muak dengan kata maafmu itu."

"Maaf," gumam Acrux sambil membilas piring.

"ACRUX!"

Ya, sudah diperingati jangan minta maaf lagi. Tapi Acrux kembali menggumamkan kata maaf.

"Ayahー"

"Ayah tak butuh maafmu, yang harus kau lakukan sekarang adalah menebus semuanya dengan mengubah pola pikirmu itu. Permintaan maafmu sudah lama ayah maafkan, tapi minta maaflah juga pada adik-adikmu, mereka yang lebih kecewa dari pada ayah," ucap Alynx, tangannya dengan lihai menggosok bagian wajan. Hmm, suami idaman.

Acrux mengangguk samar, "Aku akan minta maaf kalau aku sudah siap," ucapnya. Ia masih tak punya keberanian muncul dihadapan para adik-adiknya. Bukan karena takut, tapi lebih ke malu, ia malu pada para adik-adiknya.

Alynx mengdengus geli, "Heh, seperti mau melamar seseorang saja menunggu siap."

"Ayah!"

Alynx menatap Acrux dengan mata menyipit dan menaik turunkan alisnya, "Jangan-jangan kau sudah punya calon, kenalkan sama ayah dong," ucapnya dengan nada tengil.

"Hah? Aku tak punya calon," balas Acrux.

Alynx tertawa, ia sebenarnya tahu anak sulungnya ini enggan menjalin kasih dulu, padahal banyak yang antri, "Hee, benarkah? Jadi para readers punya kesempatan bukan?"

Acrux tersenyum tampan, memperlihatkan lesung pipi di kedua pipinya yang sedikit tirus, "Bisa jadi, kalau sesuai tipe ku."

"Oho!" Goda Alynx.

"Ayah, jangan menggodaku," ucap Acrux sambil tersenyum tipis.

Alynx melototkan matanya, "Hey! Ayah tak menggodamu. Kau kira ayah pria apaan?!"

"Bukan seperti itu maksudnya!" Elak Acrux.

'Bagaimana pun dirimu, kau tetaplah Acrux, putraku, putra sulungku.'



























































To Be Continued
ALTAIR | ©DRUNKZED_

See you next chap!
Jangan lupa vote and comment ya :)

Hai! Hai! ALTAIRes! Udah lama gak up. Jadi aku mau minta maaf, aku ngunjungi saudara satu per satu yang ada di luar kota, pas malamnya balik ke rumah udah capek.

Tapi aku usahain bakal up cepet!

Continue Reading

You'll Also Like

771K 46.4K 19
"Hidup ini melelahkan"- Zian Sebastian. "Kini aku benar-benar menyerah pada kalian, Aku benar-benar lelah dan semoga kalian cepat sadar akan keberada...
709K 44.8K 34
Devan pemuda manipulasi yang transmigrasi ke tubuh seorang figuran yang polos dan tinggal sendiri di kosan.
50.7K 2.6K 15
Sasuke menjadi anak emas keluarga Uchiha sejak kematian kakaknya, Itachi. Dia di perlakukan layaknya bayi. Sasuke sempat risih dengan perlakuan kedua...
503K 52.5K 59
note: jumlah kata setiap chapter akan terus bertambah seiring berjalannya cerita. __________________________ Menceritakan kisah tentang Elvian Jhonso...