Enthralling Lunatic

Oleh bobasu

906 50 1

[ENG/IND] Alresca successfully escaped from her crumbling kingdom. Nothing was left for her. Status, home, w... Lebih Banyak

[ENG] ch. 1
[IND] ch. 2
[ENG] ch. 2
[IND] ch. 3
[ENG] ch. 3
[IND] ch. 4
[ENG] ch. 4

[IND] ch. 1

284 19 1
Oleh bobasu

Kerajaan Amburse runtuh. Seluruh warga yang tersisa berhamburan layaknya semut setelah sarangnya diinjak, tidak terkecuali bangsawan yang seringkali bolak balik memasuki istana. Ketika raja mereka terbaring berlumuran darah, singgasana hanyalah kursi kayu belaka.

Arlesca Souvense, putri ke delapan raja Amburse, melarikan diri sekuat tenaga. Tangan kosong. Pelayan tidak memedulikan sang putri yang menyedihkan, karena pada dasarnya Alresca adalah putri yang tidak di harapkan. Tidak ada masa depan baginya setelah satu-satunya pendukungnya, ayahnya, tumbang.

Dengan susah payah gadis itu meninggalkan status dan rumahnya, berlari tanpa arah memasuki hutan belantara di bagian selatan, satu-satunya jalan yang bisa ia tempuh dari istana kecil bekas mendiang ibunya. Malam hingga pagi, pagi hingga malam kembali, sampai suara ledakan dan teriakan orang-orang tidak terdengar lagi di telinga dan pikirannya. Nafas Arlesca mengejar irama jantungnya yang terus memompa darah, berdenyut, menggerakkan kaki dan otaknya yang lelah tanpa henti.

Hingga entah berapa lama ia harus berlari dan dimana ia bisa berhenti.

----

"Lihatlah gooseberry ini, banyak sekali, haha!"

Para tentara muda dibawah bimbingan Cadius asik menjelajahi hutan. Satu kuda putih membawa mahkota kerajaan dan berpuluh-puluh kepala yang setara dengan punggung kuda menggiringnya, menyusuri perbatasan utara wilayah Kekaisaran Valvhanra.

Mahkota kerajaan ini tidak terganggu sama sekali oleh suara kesenangan para bawahan barunya. Suara tawa bercengkrama mereka layaknya jangkrik di siang bolong, musik yang menyatu dengan alam. Cadius hanya perlu memejamkan mata dan fokus pada sejuknya angin hutan yang berhembus ke wajahnya. Tidak perlu mengeluarkan emosi nya hari ini. Ia ingin beristirahat selagi bisa keluar istana dari kesibukannya sebagai putra mahkota.

Itu sebelum dadanya merasa nyeri tiba-tiba.

Matanya menyipit, nafasnya melambat. Perasaan ini mirip seperti ratusan putik bunga yang menusuk organ vitalnya lembut.

Cadius menelan ludah, meremas dada bagian kirinya. Matanya melirik ke setiap sisi, kanan dan kiri, mencoba menenangkan diri dengan melihat pemandangan hijau nan rindang sambil mencari tahu apa atau siapakah yang mencoba menyerangnya.

Mungkinkah... Ada pemilik kekuatan suci disekitar sini?

Benaknya berspekulasi, mengantisipasi kedatangan faksi yang paling ia hindari.

"Berpencar. Ada seseorang masuk melewati area perbatasan."

Cadius memberi perintah. Suaranya dalam dan berwibawa, namun juga lantang. Sesuai dengan statusnya sebagai anggota kerajaan.

Para tentara muda dengan sigap segera membentuk formasi, menghadap kuda yang dinaiki Cadius dalam posisi tegap. Tangan memberi hormat.

"Baik, yang mulia!"

Hormat diberikan, lalu mereka berpencar sesuai grup menuju tiap delapan penjuru arah.

Cadius masih memegang dadanya yang nyeri, memacu kudanya mengikuti rasa nyeri yang datang secara bertahap. Pelipisnya basah, berkeringat karena menahan nyeri.

Saat kuda membawanya ke dalam hutan, suara semak-semak dan langkah kaki terdengar. Ringan namun terburu-buru. Dan yang lebih anehnya lagi, suara gesekan langkahnya berantakan.

Sepasang kaki.

Bukan suara sepatu?

Mata Cadius memicing, telinganya fokus pada suara langkah kaki yang ia dengar semakin lama semakin jelas diikuti suara napas yang terengah-engah.

Ketika Cadius melihat kedepan, sesosok bayangan dengan gaun lusuh compang-campingnya berlari keluar dari kabut. Diantara batang pohon dan semak semak belukar, bayangan sosok itu bertumpuk dengan kabut putih. Tatapan Cadius fokus kepada sosok mungil itu sambil tangannya meremas dadanya, membuat pakaian kebesaran nya sedikit berkerut.

Ah. Sebuah ketakutan.

Cadius merasakan ketakutan sosok itu. Jantungnya merasakannya.

Ketika mata mereka bertemu, sebelum mulut kecilnya terbuka, sosok itu terlebih dulu jatuh ke tanah. Pingsan.

----

Alresca membuka matanya, seakan baru saja terbangun dari mimpi buruk, sangat buruk. Namun mimpi buruk itu teralihkan oleh pandangannya yang menangkap pemandangan langit-langit kamar berlukiskan tinta emas dan charcoal. Ornamen bunga serta patung dewa tanpa busana membuat ruangan memiliki kesan yang elegan dan mewah. Pemandangan itu sama sekali tidak asing di matanya.

Saat menggerakkan tubuhnya, ia tersadarkan oleh sebuah selimut yang sudah membungkus hangat tiga perempat tubuhnya dari dada hingga ujung kaki. Gaun sobek compang-camping yang ia kenakan sebelumnya sudah berubah menjadi gaun polos berwarna ungu muda kehijauan. Modelnya sangat polos, mirip seperti baju kasual yang digunakan oleh gadis berusia 12 tahunan. Rambut ikalnya juga sudah dikepang sederhana dengan baik kebelakang.

Dimana aku?

Bingung, ia menoleh ke kanan dan kiri. Matanya memperhatikan beberapa orang wanita dari kalangan muda dan tua bergerombol merapikan barang di beberapa sudut ruangan, mereka mengenakan pakaian yang serupa, layaknya pelayan. Namun tidak seperti pelayan di kediamannya.

"Kamu sudah bangun."

Suara asing membuyarkan pikiran Alresca seketika.

Seorang pria berdiri di sudut ruangan, punggungnya bersandar santai ke dinding dengan kedua tangan menyilang seakan mengawasi para pelayan tadi merawatnya. Pria itu mengenakan pakaian kebesarannya; elegan, dan rambut pirangnya di atur rapi kebelakang seakan menggunakan gel mahal. Auranya sangat berwibawa, tenang, dan anggun. Namun tatapannya justru terasa sangat dingin dan tidak akrab, membuat bulu kuduk Alresca berdiri.

Haruskah ia merespon layaknya seorang bangsawan? Atau seorang gadis biasa yang tersesat?

Mata Alresca melihat gerak-gerik pria didepannya ini. Sepertinya pria ini tidak tahu apa-apa tentang dirinya, itu sebabnya ia memberikan pakaian polos yang biasa dipakai anak kecil. Ini lebih cocok untuk pelayan. Pikir Alresca.

Pria itu membuka mulutnya lagi karena tidak mendapatkan respon yang ia inginkan dari pihak yang lain kecuali tatapan canggung penuh waspada. Namun belum sempat mengucapkan satu kata pun, ia mengatupkan kembali bibirnya, melontarkan senyum lembut sebagai gantinya.

"Saya bukan orang jahat."

Pria itu berjalan dari sudut ruangan menuju ranjang tempat Alresca berbaring. Tangannya merogoh sesuatu dari saku seragam kebesarannya. Sebuah permen hawthorn yang dilapisi karamel.

Alis Alresca mengerut. Dimulai dari pakaian yang ia berikan untuk Alresca kenakan hingga perlakuan pria itu, sepertinya ia mengira bahwa Alresca adalah seorang gadis di bawah umur. Bukan seorang lady.

"Saya bukan anak kecil."

Itu kalimat yang pertama kali Alresca lontarkan. Pilihannya mantap untuk bersikap seperti gadis desa yang tidak tahu sopan santun.

Matanya beralih dari permen yang ada ditangannya ke kedua bola permata hazel di milik gadis itu. Persis seperti permen hawthorn yang ada di genggamannya. Sepasang mata yang dingin misterius bertemu dengan sepasang lainnya yang polos dan murni, membuat alisnya mengkerut dalam diam.

Pria itu mengangguk santai lalu membuka bungkus permen hawthorn itu sebelum memasukkan isinya ke mulutnya.

"Tentu, dan ini adalah milikku."

Cadius terkekeh kecil atas respon terus terang Alresca. Tidak disangka gadis mungil ini sungguh tidak sopan. Bukannya berlutut berterimakasih karena sudah ditolong.

"Saya bukan anak kecil"?

Sudut bibir Cadius terangkat lagi sedikit saat memikirkan jawaban berani yang tidak terduga itu, menahan diri agar tidak tertawa. Ia lalu duduk di ujung ranjang agar bisa sedikit lebih dekat dengan gadis mungil itu.

Itu adalah percakapan pertama mereka, selayaknya teman yang baru saja bertemu. Tidak akan mengira bahwa pena akan terus menulis kedua nama mereka secara beriringan kedepannya.

----

Alresca Souvense, putri kedelapan mendiang raja Amburse yang agung di timur, sekarang tinggal sebagai tawanan bebas putra mahkota kekaisaran Valvhanra. Alresca menjadi satu-satunya tawanan putra mahkota Cadius yang diperbolehkan tinggal di harem milik raja, dan tidak ada yang boleh menyentuhnya kecuali atas izin Cadius.

Siapapun tidak akan mengira bahwa kejayaan Amburse akan berakhir sebelum kerajaan itu berumur 200 tahun, sangat singkat apabila dituliskan di buku sejarah.

Kerajaan Amburse merupakan negara bagian terbesar kedua di Timur. Negara yang makmur, namun lemah. Bagi raja Amburse, kemakmuran itu diatas segalanya, oleh karena itu banyak pendatang yang ingin tinggal di Amburse. Banyak juga desa-desa kecil yang ingin bergabung dan akhirnya menjadikan wilayah Amburse semakin luas. Namun karena dicintai oleh banyak orang, mereka yang ditinggalkan oleh warganya mulai diliputi kemarahan, kedengkian.

Beberapa negara kecil yang mengelilingi Amburse mulai kehilangan wilayah hanya dalam kurun waktu 50 tahun, khususnya desa-desa kecil yang mulai berkembang justru memilih untuk menjadi wilayah bagian Kerajaan Amburse. Keputusan beberapa pemimpin desa tersebut membuat pemimpin negara-negara kecil itu sepakat untuk membangun koalisi. Jika Amburse melawan salah satu dari negara kecil tersebut secara bergantian, tentu Amburse menang. Namun jika negara-negara kecil tersebut berkoalisi, Amburse akan kalah.

Raja simbol kemakmuran di timur tumbang dengan mudahnya kurang dari 10 bulan peperangan antara Amburse dengan negara gabungan di timur. Terpaksa warga yang ingin hidup harus kembali ke negara mereka yang dulu.

Amburse akhirnya hancur, tidak menyisakan apapun.

Alresca menghela napas. Bukan berarti ia tidak sedih atas kekalahan kerajaannya, namun kesedihan sudah menjadi makanan pokok di kehidupannya sejak kecil. Mulai dari ibunya, selir kesayangan ayahnya yang bunuh diri akibat tekanan keluarga selir yang lain. Selain itu juga Alresca tidak di rawat dengan baik oleh para pelayan istana dan harus berpura-pura baik didepan ayahnya agar tidak diinjak oleh saudara-saudarinya yang lain dibelakang. Ia tidak memiliki siapapun di sisinya kecuali ayahnya yang sangat baik itu. Terlampau baik hingga lalat busuk pun juga mengerubunginya dan menikmati harumnya.

Memang, ibunda Alresca hanya orang desa yang dibawa ke kerajaan sebagai selir raja, namun Alresca tetaplah tuan putri, anak raja Amburse. Sekarang, rumah tempat tinggalnya hancur. Itu bukan hal besar untuknya.

Tapi mungkin ini yang terbaik. Menjadi orang biasa. Pikirnya.

Selain itu, Alresca justru lumayan menikmati tinggal di Valvhanra. Para selir raja menyambutnya dengan baik, khususnya yang masih sepantaran dengannya. Mereka menjadi teman akrab.

Beberapa selir raja seringkali mengajaknya ikut serta dalam perjamuan teh, berjalan-jalan di taman bunga kerajaan, bermain catur, memanjakan anjing dan kucing peliharan para selir, dan masih banyak lagi. Tentunya, Alresca tidak menunjukkan keahliannya sebagai mantan tuan putri kerajaan Amburse. Ia menyembunyikan identitas masa lalunya dan berusaha bersikap sebagai gadis desa biasa yang tidak tahu apa-apa.

Di sisi lain, Cadius selalu memperhatikan gerak-gerik Alresca setiap ia melewati harem. Dari kejauhan, matanya menangkap sosok mungil Alresca yang seringkali sedang berbincang ria dengan para selir raja. Benaknya bertanya-tanya siapa gadis ini sebenarnya selama hampir sebulan. Pikirannya yang tidak pernah dipenuhi oleh seorang wanita tiba-tiba seharian selama sebulan penuh oleh gadis itu, namun Cadius enggan mencari tahu.

Gadis itu mungkin hanya anak bangsawan manja yang melarikan diri.

Jika waktu sudah memberikan jawaban, mungkin ia bisa memanfaatkan kehadiran gadis itu demi kepentingannya sebagai raja di masa depan. Paling tidak sebagai pelayannya.

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

25.4K 334 56
A WOSO Oneshot book Oneshots of favourite Women's footballers Mainly the Lionesses, Arsenal Women's team,Chelsea Women's team, Man City Women's team...
129K 5.4K 48
A fire incident at his(Kim Jae-soo) husband's home while he (Baek Ji-Hu )was away made Kim Jae-soo return to his third year of university (he was reb...
Fate Oleh v xxxiri v

Cerita Pendek

22.8K 1.7K 13
"𝚆𝚑𝚎𝚗 𝚠𝚒𝚕𝚕 𝚝𝚑𝚎𝚢 𝚜𝚝𝚘𝚙 𝚑𝚊𝚝𝚒𝚗𝚐 𝚖𝚎 ?" 𝙰 𝟷𝟻 𝚢𝚎𝚊𝚛 𝚘𝚕𝚍, 𝚅𝚒𝚜𝚑𝚗𝚞 𝚊𝚜𝚔𝚎𝚍 𝚌𝚛𝚢𝚒𝚗𝚐 𝚑𝚒𝚜 𝚑𝚎𝚊𝚛𝚝 𝚘𝚞𝚝. "𝚆...