NISKALA

By ajuraaiueo

1K 112 15

Seperti yang diketahui, nama Niskala berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya ialah kokoh dan kuat. Sagara... More

Prolog
Kepindahan
Lingkungan baru
Interaksi
Bolu
Senin
Adaptasi
Bau rokok
Gantungan salju
Terlambat
Gagal
Mengenal lebih dalam
Perjuangan Sagara
Act fool
Saturday night

Berusaha memperbaiki

28 5 0
By ajuraaiueo

Happy Reading, Cupie! ꒰⁠⑅⁠ᵕ⁠༚⁠ᵕ⁠꒱⁠˖⁠♡

Gantari kembali masuk ke dalam kamar Sagara, berusaha untuk tidak terlalu memperdulikan perkataan yang baru saja ia dengar dari mulut Nabel dan Radit, gadis itu juga tidak ada niat untuk bertanya pada laki-laki itu tentang hubungannya dengan kedua orang tuanya. Gantari takut Sagara akan tersinggung.

Dengan pelan ia menaruh mangkuk itu di atas nakas, tidak ingin mengganggu Sagara yang nampaknya sedang asik menonton acara televisi. Dengan sendu Gantari menatap ke arah Sagara, membayangkan kalau dirinya juga ikut andil dalam menorehkan luka dalam hati Sagara, entah lewat perbuatan atau perkataan.

"Makan dulu buburnya, kalau udah dingin nanti gak enak," Bukannya menjawab, Sagara malah membuka mulutnya, Gantari bingung dengan maksud yang dilakukan oleh laki-laki itu.

"Kenapa? Aku suruh kamu makan bubur ini, bukan malah cuma sekedar buka mulut." Sagara menghela napas panjang, ternyata Gantari ini tidak pekaan! Lihat saja, bahkan sekarang gadis itu malah kelihatan asik sendiri dengan ponselnya, entah apa yang sedang ia lihat sampai-sampai Sagara yang berada di hadapannya ini ia abaikan.

"Suapin, Tar. Tangan gue lemes banget gak bisa di angkat, tenaga gue ilang ketiup angin," Sagara sengaja memelaskan raut wajahnya, berharap kalau gadis itu akan percaya dan mau menyuapi dirinya.

Namun hal itu Sagara lakukan bukan hanya sekedar modus saja, ia juga ingin merasakan bagaimana rasanya di suapi dan di bersihkan bibirnya apabila ia makan dengan berantakan. Selama ini yang bisa ia lakukan hanya memperhatikan Nabel dan Radit memperlakukan Vadel seperti itu, jadi jangan heran kalau sekarang Sagara juga ingin merasakannya.

"Bohong. Tadi aku liat itu kamu bisa kok angkat tangan kamu buat ambil remote di atas nakas!"

"Tadi kan belum ada angin jadi tenaga gue masih ada, ayolah Tar! Pleaseee.."

Gantari berdecak, alasan yang cukup tidak masuk akal namun tak ayal gadis itu menuruti kemauan Sagara. Dengan telaten ia mulai menyuapi laki-laki itu, membersihkan sudut bibirnya menggunakan tissue, bahkan meniupkan bubur tersebut apabila masih terlihat mengepulkan asap.

Meskipun pikirannya berkelana entah kemana, Gantari tetap berusaha untuk fokus dengan kegiatannya sekarang dan menahan diri untuk tidak menanyakan hal yang mengganggu pikirannya.

Beberapa menit telah berlalu, bubur yang berada di tangan Gantari kini telah habis tak bersisa. "Makasih ya, Tar." Ucap Sagara yang baru saja selesai membasahi tenggorokannya dengan segelas air yang dibawakan oleh Gantari.

"Sama-sama, Sagara. Nanti kamu minum obatnya sendiri ya, soalnya aku harus pulang." Gantari menggerakkan bola matanya untuk melihat ke arah jam dinding, disana sudah tertera pukul 11.00 Siang, itu tandanya ia sudah terlalu lama berada di dalam kamar Sagara.

Sebelum Gantari bangkit dari kursi, Sagara dengan cepat menahan pergerakan gadis itu dengan cara mengganggam erat pergelangan tangannya. "Kok cepet banget? Baru jam segini, nanti aja ya?" Puppy eyes pun tak ragu laki-laki itu keluarkan, apapun akan ia lakukan agar Gantari tetap berada disini.

"Aku gak enak sama orang tua kamu, lagian kan masih ada hari esok, besok aku bisa jenguk kamu lagi kok." Perlahan Gantari mulai melepaskan genggaman tangan Sagara di lengannya, namun nihil, lagi-lagi tenaga Gantari kalah.

"Oh Papa sama Mama udah pulang? Mereka ngomong yang jelek-jelek gak ke lo?" Tanya Sagara dengan matanya yang memicing.

"Iya."

"Enggak kok! Mereka cuma tanya aku siapa dan apa yang aku lakuin disini, mereka baik." Balas Gantari sambil memberikan senyum manisnya, berharap kalau apa yang ia lakukan sekarang bisa membuat Sagara percaya dengan perkataannya.

Terkadang kita memang harus berbohong, kan?

"Beneran? Ah gue serius, lo di marah-marahin gak sama mereka?" Mengapa rasanya sulit sekali untuk membuat Sagara mempercayainya, apakah trik berbohong yang Gantari lakukan sekarang sudah tidak berlaku lagi?

"Enggak, Sagara. Aku gak di marah-marahin, udah ya? Aku pulang dulu, besok Pagi aku kesini lagi." Genggaman tangan itu akhirnya terlepas, meskipun dengan berat hati Sagara membiarkan Gantari pergi namun ia tetap harus melakukannya, ia tak mau kalau gadis itu menjadi terkena masalah karena dirinya.

Sepeninggalnya Gantari, Sagara langsung mengalihkan pandangannya ke arah televisi, entah film apa yang sedang laki-laki itu tonton, tapi nampaknya ia sangat tidak berselera untuk menonton film tersebut.

Beberapa saat kemudian, ia malah tersenyum-senyum sendiri di dalam kamarnya, kejadian yang baru saja ia alami bersama Gantari bagaikan sebuah kaset yang terus berputar di kepalanya. Andai saja ia bisa menghentikan waktu, pasti akan laki-laki itu lakukan tanpa ragu.

"Gemes banget sih?"

✮ ⋆ ˚。𖦹 ⋆。°✩

Gantari kini telah sampai di Rumahnya, bahkan ia sudah berganti pakaian dengan lebih santai, kaki jenjangnya membawa gadis itu untuk memasuki area dapur dan mengambil beberapa cemilan yang nantinya akan menemani ia menonton film.

Cara ini ia lakukan untuk melupakan perkataan Nabel dan Radit, sungguh itu sangat mengganggu dirinya, kepalanya jadi berisik karena muncul banyak sekali pertanyaan disana. Gantari sangat membenci dirinya yang seperti ini, hal yang seharusnya tidak ia pikirkan malah berbanding terbalik.

"Sebenarnya ada apa, Sagara? Kenapa mereka berdua keliatan benci banget sama kamu?" Gumam Gantari sambil memasukkan kripik kentang ke dalam mulutnya, lama-kelamaan fokusnya hilang, gadis itu melamun dengan pandangan yang tetap menatap lurus ke layar.

Gantari menghela napasnya dengan kasar, ia sangat tidak nyaman sekarang, rasa ingin mencari taunya sangat tinggi, ia tak akan merasa puas jika tidak menemukan jawabannya sendiri. Ingin bertanya langsung pada Sagara pun rasanya tidak mungkin, itu merupakan hal yang sensitif, ia takut kalau Sagara nanti akan tersinggung.

Ia mulai mematikan layar televisi di hadapannya lalu kembali berjalan menuju dapur untuk meletakkan keripik kentang ke dalam kulkas, Gantari hanya memakannya sedikit, jadi tak salah kalau ia kembali memasukannya kembali ke dalam kulkas.

"Apapun yang sedang kamu alami sekarang, tolong untuk tetap hidup."

Karena merasa mengantuk, Gantari langsung berjalan menaiki anak tangga dan masuk ke dalam kamarnya, ia merebahkan diri di atas ranjang berukuran besar sambil menatap langit-langit kamar. Tidak ada hal serius yang sedang gadis itu lakukan, hanya melamun sambil berjanji pada dirinya sendiri untuk bersikap lebih baik lagi kepada Sagara.

Perlahan mata cantiknya mulai tertutup, alam mimpi sepertinya sudah sangat menunggu kehadiran Gantari. Semoga saja saat ia terbangun nanti, pikirannya tentang perkataan Nabel dan Radit sudah menghilang dari kepalanya.

✮ ⋆ ˚。𖦹 ⋆。°✩

Sagara mulai bangkit dari posisinya, yang akan ia lakukan sekarang adalah mendatangi kamar Nabel dan Radit, ia sungguh tak peduli apa kosekuensi yang akan ia dapatkan dari tindakan nekatnya ini.

Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Sagara langsung masuk ke dalam kamar Nabel dan Radit, bahkan laki-laki itu tidak meminta izin untuk masuk ke dalam orang tuanya. Sudah pasti Sagara akan mendapat makian dari Nabel, tapi coba lihat sekarang, raut wajah Sagara sama sekali tidak menampilkan rasa ketakutan sama sekali.

Disana ada Nabel yang sedang membaca majalah dan juga Radit yang sedang duduk tenang di hadapan laptop, sepertinya ia sedang mengurus pekerjaan. Yang menyadari kedatangan Sagara pertama kali adalah Nabel, wanita paruh baya itu langsung menatap ke arah putra bungsunya dengan tatapan sinis, raut wajahnya menunjukkan rasa ketidaksukaan yang sangat terlihat jelas.

"Kemana sopan santun kamu?! Masuk tanpa izin dan mengetuk pintu terlebih dahulu, kamu pikir kami akan suka dengan apa yang kamu lakukan sekarang?" Radit hanya melirik sekilas, tak berniat untuk ikut campur sama sekali, bahkan keinginan untuk melerai pun tidak ada.

"Bukannya semua yang Sagara lakukan juga pasti Mama dan Papa gak suka ya?"

Nabel terkekeh sinis, ia menaruh majalahnya ke atas nakas lalu merubah posisi duduknya menjadi tegak, sorotan tajamnya masih tak lepas dari wajah Sagara. "Kalau kamu tau begitu, lalu kenapa masih berani menunjukkan wajah di depan saya?" Omongan pedas Nabel seperti ini sudah seperti makanan sehari-hari untuk Sagara, rasa sakit hati sudah tak lagi hinggap di hatinya. Mungkin terasa, tapi tidak sesakit dulu, ia sudah terbiasa.

Bukannya memberikan respon atas perkataan Nabel, Sagara malah mengalihkan topik. "Apa yang Mama omongin ke Gantari tadi?"

"Oh nama cewek itu Gantari? Gak ada sih, saya cuma tanya aja kenapa anak itu mau temenan sama kamu? Saya kasian sama dia, takut nanti dia ketularan sifat buruknya kamu!" Sagara mengepalkan tangannya hingga kukunya memutih, perasaan kesal sekaligus sedih mulai muncul di hatinya. Kesal dengan perkataan Nabel dan sedih karena Gantari berbohong padanya.

"Mama pikir, sifat Mama selama ini bisa terbilang baik? Membeda-bedakan antara aku dan Bang Vadel dari kecil, apakah itu baik Ma? Kurang pantas rasanya kalau Mama bilang sifat aku buruk sedangkan Mama dan Papa pun sama buruknya." Entah keberanian darimana yang Sagara dapatkan hingga ia berani untuk mengatakan hal seperti ini.

"Cuma karena perempuan itu kamu jadi semakin bertindak kurang ajar!"

"Bukan. Bukan karena Gantari, tapi karena kalian sendiri. Ma, aku juga anak Mama, Sagara juga lahir dari rahim Mama, rahim yang sama yang sempat ditempati juga sama Bang Vadel. Kenapa perlakuan Mama dan Papa berbeda antara aku sama Bang Vadel? Apa yang jadi pembeda, Ma?" Sagara masih bisa menahan dirinya untuk tidak menangis saat ini, meskipun hatinya terasa begitu nyeri saat mengingat kejadian di masa lalu, dimana ia merasakannya sendiri tentang perbedaan perlakuan antara Vadel dengan dirinya.

Sagara juga tidak mengetahui apa alasannya, apa yang membuat Nabel dan Radit terlihat begitu tidak menginginkannya, memang apa kesalahan yang Sagara lakukan hingga kedua orang tuanya berkelakuan seperti ini pada dirinya?

"Kamu bertindak terlalu jauh, Sagara." Akhirnya Radit yang sedari tadi hanya diam kini membuka suara.

Sagara tersenyum sumbang, ia hanya ingin menyuarakan apa yang selama ini ia pendam sendiri, apa salahnya? Sagara hanya ingin di dengar oleh Nabel dan Radit, apakah hal itu tidak bisa ia lakukan?

"Maaf."

Usai mengatakan hal itu, Sagara langsung berbalik meninggalkan kamar kedua orang tuanya, ia sadar kalau memang sudah tidak ada yang bisa ia lakukan untuk sekarang. Baik Radit maupun Nabel, keduanya sama-sama tidak ingin mendengarkan apa yang selama ini Sagara simpan sendiri.

✮ ⋆ ˚。𖦹 ⋆。°✩

Malam telah menyapa, rembulan kini mengeluarkan cahaya terang yang sangat memanjakan mata, Gantari memanfaatkan hal itu untuk membuat lukisan bertema bulan.

Suasana Malam kali ini tidak se-ramai biasanya, jadi gadis itu tidak perlu menggunakan earphone untuk menyumpal kedua telinganya. Entah apa yang sedang terjadi, tapi sepertinya para tetangga juga kelelahan karena seharian tadi menghabiskan tenaganya untuk beraktifitas.

Dengan lihai tangan gadis itu bergerak menari-nari di atas canvas, warna-warna yang ia goreskan semakin membuat lukisannya nampak cantik, siapapun pasti akan senang jika melihat lukisan indah milik Gantari.

Senyumannya merekah ketika akhirnya lukisan cantik miliknya telah selesai. Sempurna. Hanya satu kata itu yang bisa mendefinisikan lukisan Gantari sekarang, disana tidak ada cacat sama sekali, bahkan lukisannya nampak seperti foto.

Dengan hati-hati ia memindahkan canvas kecil itu ke dalam rak yang berisikan deretan lukisan yang sudah ia selesaikan, senyumannya masih belum juga luntur, justru semakin melebar. Gantari selalu merasa senang ketika melihat koleksi lukisan miliknya sendiri, meskipun terkadang ia juga merasa minder ketika habis melihat lukisan orang lain yang menurutnya lebih indah dari lukisannya sendiri.

"Gara lagi apa ya?" Gumamnya. Saat baru saja gadis itu ingin mengambil ponsel untuk menghubungi Sagara, suara ketukan pintu di kamarnya mampu membuat Gantari mengurungkan niat.

Dengan cepat gadis itu melangkah menuju pintu kamar lalu membukanya, disana ada Serana yang langsung melemparkan senyuman manis ke arah Gantari. "Ada apa, Bunda?" Tanya Gantari.

"Ada Sagara di bawah, katanya mau ketemu kamu. Gih samperin, tenang aja Bunda gak akan gangguin, mau ke kamar nemenin Ayah kamu hehe." Setelah mengatakan hal itu, Serana langsung menepuk puncak kepala Gantari sebanyak 2 kali lalu langsung pergi ke kamarnya.

Sedangkan Gantari masih setia pada posisinya, berdiri di depan kamar. Nampak kebetulan sekali, baru saja gadis itu ingin menghubungi Sagara. Karena tak mau membuat laki-laki itu menunggu lama, langsung saja Gantari melangkahkan kakinya menuju lantai bawah, ia bahkan tak mencuci tangannya terlebih dahulu.

"Gara?" Panggil Gantari saat gadis itu baru saja melangkahkan kakinya di lantai dasar, dengan cepat ia langsung menempatkan dirinya untuk duduk tepat di samping badan Sagara. "Ada apa Malam-malam kesini? Kamu bukannya lagi sakit?" Tanya Gantari saat akhirnya gadis itu telah mendaratkan bokongnya di sofa empuk.

"Udah sembuh," Nampaknya Sagara me-notice tangan Gantari yang kotor terkena cat warna, terlihat dari tatapan matanya yang terfokus pada tangan gadis itu, bahkan ia tak ragu untuk menyentuh tangan kotor Gantari. "Lo suka banget melukis ya?" Tanya Sagara yang mendapatkan anggukan kepala dari Gantari.

Gadis itu sama sekali tidak memberikan penolakan saat Sagara menyentuh tangannya, bahkan ia terlihat tenang-tenang saja. "Iya, suka. Jawab pertanyaan aku, Gara. Kamu ngapain disini?" Baru saja Gantari ingin menarik tangannya, namun Sagara terlebih dahulu menahan lengan gadis itu agar tetap berada di genggaman tangan besarnya.

"Gak boleh ya? Gue ganggu?"

"Gak ganggu sama sekali. Tapi kamu lagi sakit, harusnya kamu istirahat supaya cepet sehat, bukannya malah ke Rumah aku." Sagara tersenyum senang mendengar ocehan yang keluar dari mulut Gantari, ibu jari laki-laki itu bergerak untuk mengelus punggung tangan Gantari yang terasa lembut.

"Mau denger suara lo." Jawab Sagara dengan enteng. Gantari jadi bingung sekarang, apakah ia harus tetap marah pada Sagara atau salting? Jawaban yang terlontar dari mulut laki-laki itu cukup memberikan efek yang luar biasa untuk Gantari rasakan.

"Kamu bisa telfon aku."

"Gue mau denger suara lo secara langsung, di telfon gak enak, lo pasti bakal banyak diemnya kalau ngobrol di telfon," Sagara nampak sengaja menggantungkan perkataannya, ia malah mengangkat tangan Gantari lalu meletakan tangan lentik itu ke atas pahanya yang ditutupi celana bahan. Sagara nampak tak peduli kalau celananya nanti akan kotor karena cat yang menempel di tangan Gantari. "Lagian kalau lewat telfon, gue gak bisa pegang tangan cantik lo kaya gini." Sambungnya.

Gantari gugup bukan main, jantungnya berpacu dengan cepat, perutnya terasa geli mendengar perkataan Sagara. Bukan, bukan karena ia jijik, melainkan gadis itu tengah salah tingkah sekarang. Benar-benar berbahaya memang berdekatan dengan Sagara.

"Apaan sih? Udah lepasin tangan aku, nanti celana kamu kotor." Tapi sepertinya Sagara menulikan pendengarannya sekarang, justru tangan Gantari semakin di genggam dengan erat oleh laki-laki itu.

"Biarin, kotor tinggal cuci. Mau keluar gak?"

Gantari sempat mengalihkan pandangannya ke arah jam dinding, belum terlalu Malam untuk mereka berkeliling, sepertinya Serana dan Danish juga tidak akan keberatan. Melihat keduanya sangat mendukung sekali pergerakan Sagara yang terus mendekat ke Gantari.

"Yaudah, tunggu." Akhirnya Sagara melepaskan genggaman tangannya. Gantari langsung saja bergegas menaiki anak tangga untuk bersih-bersih sekaligus mengganti pakaian.

Tidak membutuhkan waktu lama, hanya sekitar 15 menit Gantari butuhkan untuk bersiap-siap, sebelum kembali menemui, terlebih dahulu ia berpamitan dengan Danish dan Serana. "Bilang Sagara, pulangin kamu jangan kemaleman. Kalau lewat dari jam 10, Ayah bakal larang dia buat ngajak kamu pergi Malem-malem, kalau Siang baru boleh." Awalnya Gantari sudah panik saat mendengar perkataan Danish, ia pikir Ayahnya akan melarang Sagara untuk mendekati Gantari. Tapi untungnya apa yang ia takutkan itu tidak terjadi, syukurlah.

Dengan terburu-buru gadis itu langsung menuruni anak tangga, Sagara yang melihat kedatangan Gantari pun langsung tersenyum manis dan bangkit dari posisi duduknya. Langsung saja laki-laki itu menyerahkan tangannya, memberikan kode untuk Gantari gandeng, tapi sepertinya sang empu tidak mengerti.

"Ngapain?"

Nahkan. Untung saja Sagara memiliki kesabaran yang seluas samudera, ternyata selain sulit bergaul, Gantari juga sulit mengerti kode yang diberikan oleh lawan bicaranya.

"Gandeng tangan gue, gitu aja gak paham sih, Tar?"

"Nanti juga di lepas lagi kalau naik motor."

Usai mengatakan hal itu, Gantari langsung melengos pergi keluar Rumah yang langsung saja di ikuti dari belakang oleh Sagara, diam-diam laki-laki itu tersenyum menatap punggung kecil Gantari.

Sagara tidak bodoh untuk mengetahui apa yang terjadi, melihat tingkah laku Gantari sejak Pagi tadi sudah cukup membuat laki-laki itu yakin kalau perjuangannya selama ini membuahkan hasil yang memuaskan, sesuai dengan apa yang ia inginkan.

Sesampainya mereka di depan motor milik Sagara, dengan cepat sang pemilik langsung saja menaiki motornya terlebih dahulu lalu menyalakan mesinnya. Gerak-gerik tubuhnya kembali memberikan kode untuk Gantari naik, untung saja kali ini gadis itu mengerti.

Gantari tidak melingkarkan tangannya di pinggang Sagara, melainkan ia memegang kedua pundak Sagara yang terbalut jaket kulit berwarna hitam. "Gue bukan ojek, Tar." Baru saja Sagara ingin memindahkan tangan Gantari dari pundak ke pinggangnya, gadis itu malah menguatkan pegangannya pada pundak Sagara.

"Jalan atau aku turun?" Sagara menghela napas panjang, alhasil laki-laki itu mulai menjalankan motornya menjauhi halaman Rumah Gantari.

Tetapi bukan Sagara namanya kalau ia langsung menyerah begitu saja, dengan sengaja laki-laki itu menaikan kecepatan motornya hingga membuat Gantari mau tak mau melingkarkan tangan kecilnya di pinggang Sagara. Benar-benar licik.

Sagara tersenyum puas melihat raut wajah kesal Gantari di kaca spion, bibirnya yang cemberut semakin terlihat manis, ingin sekali rasanya Sagara mencubit kedua pipinya yang membulat.

"Lain kali jangan kaya gitu, Gara! Bahaya, kamu kalau mau cari mati, jangan ajak-ajak aku." Kini kelajuan motor itu sudah normal seperti semula, dengan lihai laki-laki itu menyalip beberapa pengendara lain yang menurutnya terlalu lama. Saat jalanan sudah mulai sepi dan tidak sepadat tadi, satu tangan Sagara langsung saja bertengger dengan manis di atas tangan Gantari yang masih setia memeluk pinggangnya.

"Kalau nyari bahagia, baru ngajak lo."

Gantari diam tak merespon, ia lebih memilih untuk memandangi suasana Malam yang selalu bisa membuatnya tenang. Sesekali gadis itu nampak memejamkan mata untuk menikmati angin dingin yang menerpa wajah cantiknya.

Lumayan lama mereka berkeliling kota sambil menikmati citylight, Sagara sengaja menepikan motornya di salah satu angkringan, kepalanya menoleh ke belakang untuk melihat wajah Gantari. "Mau makan disini?" Tanya Sagara.

Tanpa berpikir, Gantari langsung menganggukkan kepalanya, gadis itu langsung saja turun dari atas motor. Sambil menunggu Sagara mencari tempat parkir yang aman, Gantari menyempatkan dirinya untuk mencari kursi yang nantinya akan ditempati oleh mereka berdua. Sengaja Gantari cari yang posisinya tidak terlalu jauh dari motor Sagara, tujuannya adalah agar mereka masih bisa mengawasi motor itu sewaktu makan.

Sagara sudah mendudukan dirinya di hadapan Gantari, ia langsung melepaskan jaket kulitnya lalu menyampirkan jaket itu ke sandaran kursi. Pandangannya terfokus ke arah Gantari yang sedang sibuk menatap bulan serta beberapa bintang lain yang menghiasi langit Malam ini. Mereka benar-benar cantik.

"Lo suka langit ya?" Tanya Sagara. Sang empu yang mendapat pertanyaan itu tentu saja langsung mengangguk, fokusnya pada bulan kini teralihkan, mata cantik Gantari sepenuhnya menatap wajah Sagara yang berada tepat di depannya.

"Suka. Aku suka banget sama semua yang berkaitan dengan langit." Jawab Gantari dengan nada bicaranya yang terkesan riang, entah sadar atau tidak gadis itu mengeluarkan nada bicara yang selama ini belum pernah Sagara dengar.

"Termasuk dengan seluruh cuacanya?"

"Iya, termasuk seluruh cuacanya. Bukannya memang harusnya begitu, Gara? Kalau kamu menyukai satu hal berarti kamu juga harus tetap menyukai keburukan dari hal tersebut, kamu gak bisa cuma sekedar suka keindahannya aja." Penjelasan Gantari mendapatkan respon positive dari Sagara, laki-laki itu tidak mengalihkan pandangannya sama sekali selama ia mendengarkan perkataan Gantari.

"Iya, sama kaya gue. Gue suka lo, termasuk dengan semua sifat-sifat yang lo punya, sifat buruk lo pun gue suka, Tar. Itu gak membuat rasa suka gue berkurang, justru ngebuat rasa suka gue makin bertambah ke lo." Gantari langsung mengatupkan bibirnya dengan rapat, pandangan keduanya seakan terkunci untuk saling menatap satu sama lain. Gantari bingung, sebenarnya Sagara mendapatkan kata-kata puitis seperti ini darimana? Apakah laki-laki itu gemar membaca buku bergenre puitis?

"Kapan makannya? Aku laper."

Sagara terkekeh, ia sama sekali tidak sakit hati saat Gantari tidak merespon perkataannya, bahkan terlintas perasaan kesal pun tidak.

"Yaudah, lo mau apa? Biar gue pesenin."

"Aku mau lontong sate sama es teh manis aja deh." Sagara mengangguk, langsung saja ia beranjak dari duduknya untuk memesan makanan yang diinginkan oleh Gantari dan dirinya.

Gerobak penjual lontong sate memang tidak terlalu ramai, yang membuat Sagara lama mengantri saat dirinya berada di gerobak penjual es teh manis. Jadi ia menyempatkan dirinya untuk pergi ke salah satu warung terdekat untuk membeli sebotol air dingin, setelahnya ia langsung berlari untuk menemui Gantari yang sedang memainkan ponsel.

"Ini lontong satenya, punya lo 1 punya gue 1. Gerobak es teh manis lagi rame banget sama pembeli, jadi gue beliin lo air mineral dulu ya buat ngilangin dahaga. Gue mau balik antri lagi, kalau ada apa-apa atau kalau mau minta beliin yang lain lagi, langsung kabarin gue." Sebelum kembali mengantri, Sagara menyempatkan dirinya untuk menepuk puncak kepala gadis itu perlahan. Bahkan ia langsung saja berlari meninggalkan Gantari yang baru saja ingin mengatakan suatu hal.

Gantari menatap bergantian ke arah Sagara yang sedang mengantri dan ke arah sebotol air mineral dingin yang ada di hadapannya, bukankah seharusnya Sagara yang meminum air mineral ini? Laki-laki itu terlihat kelelahan karena berlari, napasnya saja terlihat sangat memburu.

Karena tidak mau dihantui rasa tidak enak, alhasil Gantari bangkit, ia melangkahkan kedua kakinya untuk mendatangi sebuah warung dan membelikan air mineral yang tidak dingin untuk Sagara. Tenang saja, jaket kulit milik Sagara dan lontong satenya Gantari bawa, jadi ia tak perlu risau kalau nanti makanan mereka hilang.

Sesampainya ia di dekat Sagara, Gantari langsung membuka tutup botol itu lalu menyerahkan air mineral tersebut ke arah Sagara yang sepertinya tak menyadari kehadiran Gantari. "Minum dulu, Gara."

Sang empu yang merasa namanya terpanggil pun langsung saja menoleh, wajahnya menampilkan keterkejutan namun tak ayal ia menerima aie mineral tersebut lalu mulai meminumnya dengan terburu-buru. Tenggorokannya memang sangat kering.

"Ngapain kesini? Rame, Tar, balik aja gih, tungguin gue."

Gantari menggeleng, ia memposisikan dirinya untuk berjongkok di samping tubuh Sagara, sepertinya gadis itu juga ingin ikut mengantri menemani Sagara. Melihat barang yang dibawa oleh Gantari cukup banyak, dengan cepat laki-laki itu langsung mengambil alih barang-barang tersebut ke genggamannya.

Jaket kulit miliknya sengaja ia taruh ke jalanan yang kotor, laki-laki itu benar-benar tidak peduli kalau jaketnya akan terkena noda ataupun rusak. "Duduk sini, dudukin jaket gue, jangan jongkok. Nanti lo pegel."

Bersambung...

*

*

*

Halohaii, Cupie! Gimana pendapat kalian buat part kali ini? (⁠*⁠・⁠~⁠・⁠*⁠) maaf yaa kalau misalnya ga sesuai sama ekspetasi kalian! Next part aku bakal berusaha bikin alur yang sesuai sama keinginan kalian deehhh hihi ^⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠^

Ohyaa Cupie, jangan lupa tinggalin jejak berupa vote & comment di part ini yaa! Supaya aku juga makin semangat nih nulis part selanjutnyaa (⁠◕⁠ᴗ⁠◕⁠✿⁠) soalnya jujur vote & comment kalian itu ngaruh banget tau buat akuu!

Oke last, ini ada akun sosial media aku yang bisa kalian kunjungin supaya ga ketinggalan info-info yang nantinya bakal aku share disana, tapi di follow lebih baik sih, hehe 🧘🏻‍♀️

Instagram: @azhjuraa & @4love.ju
Tiktok: @byoudafullj

Sampai jumpa di part selanjutnya, Cupie 🌷💗✨

Continue Reading

You'll Also Like

1.4K 556 15
Takdir memang lucu, setelah Ela memilih untuk pura-pura tidak mengenal Venus sejak tahun pertama SMA agar rahasianya tetap terjaga, tuhan justru meng...
2.5M 135K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...
436K 61K 43
🍁 TELAH DIBUKUKAN 🍁 🍁 TIDAK ADA PEMBARUAN DI WATTPAD, VERSI LENGKAP DAN LEBIH RAPIHNYA HANYA TERSEDIA DI VERSI CETAK 🍁 Katanya, daun maple adalah...
12:00 By darkcloud

Teen Fiction

8.9K 800 42
⚠️17+ SEBELUM BACA HARAP FOLLOW TERLEBIH DAHULU😡 Definisi jodoh yang tertukar namun direstui oleh semesta. ini tentang stevano mahaprana siputra sul...