Delin terlihat melamun sampai tidak sadar bahwa air putih yang dia tuangkan sudah lumer kemana-mana.
"Ck! Tumpah!" suara Darka yang ketus menyapa sambil meraih botol air di tangan Delin.
Delin menatap gelasnya yang sangat penuh dengan kaget. "Eh, maaf.." Delin segera mencari tissue atau lap.
Darka yang menemukannya duluan langsung membersihkannya, terutama yang di lantai. Delin terlihat panik, bisa saja ceroboh menginjaknya lalu tergelincir.
"Diem! Udah gue lap!" Darka menatap Delin agak jengkel dengan kepanikannya itu. Tidak berubah sama sekali.
"Gue ga akan hukum lo, lo ga perlu panik!" Darka menyimpan lap basahnya lalu melanjutkan niat awal untuk minum juga.
Delin pun berdiri di samping Darka dengan tenang, tidak secanggung dulu walau masih takut.
Darka melirik Delin dengan masih meminum segelas air yang sebelumnya Delin isi lalu menyudahinya.
"Apa?" tanya Darka dengan menatapnya galak.
Delin pun menatap jemarinya yang saling bertautan. "Mau minum," jawabnya.
"Nih,"
Delin meraihnya lalu menghabiskannya. "Kak Darka masih mau minum?" tanyanya dengan mendongak menatap Darka walau tidak berani lama.
"Maunya lo,"
Delin menoleh kaget dan itu lucu. Delin kaget karena bukannya semalam mereka menggila sampai tubuhnya remuk?
Masih ingin lagi?
Darka mengusap wajah Delin yang syok dan langsung tertekan itu. Lucu sekali, paniknya dengan jelas terbaca.
Delin memang selalu mudah dibaca saking banyaknya ekspresi yang membuatnya tidak bisa bohong.
"Mau main ke pantai lagi?" Darka mendekat, membelit pinggang Delin agar merapat dengannya. "Atau cari oleh-oleh?" bisiknya tanpa melepas pandangan.
Delin juga balas menatap walau pipinya berakhir bersemu karena malu. Sekelebat kenakalan semalam membuatnya panas dingin.
Darka mengendus pipi Delin, mengecupnya ringan, beralih ke pipi satunya dan sama.
Delin hanya diam saat keningnya dan Darka menyatu. Begitu mesra di pagi buta. Bahkan matahari saja masih mengintip.
"Di pake jalan ga sakit, hm?" bisik Darka tanpa mengubah posisi, hanya menggesekan hidungnya pada hidung Delin.
Delin balas melingkarkan tangannya lalu menggeleng. Awalnya agak mengganggu tapi sekarang sudah tidak lagi.
Darka mengecup pipi Delin lagi hingga suara kecupan terdengar nyaring, dua kali.
"Kita jalan keluar," Darka mengangkat tubuh Delin bagai manekin, mengabaikan terkesiapnya Delin.
"Kak, kita—"
"Iya, lo ga mau mandiin gue?" potong Darka dengan tatapan menyorot galak.
Jelas saja Delin menciut tidak bisa menolak. Darka tahu saja kelemahan Delin itu apa. Delin sampai menurut tidak protes lagi.
***
"Cuma bentar, jangan manyun," Darka mencapit bibir Delin.
Delin menggeleng. Dia tidak manyum, padahal tidak sadar memang manyun karena kesal. Darka membuatnya sampai lemas-selemas lemasnya mana bermain cepat.
Delin menyisir rambutnya yang sudah kering, meraih sunscreen dan mengoleskannya ke kulit, lalu memasangkan pewarna bibir tipis, hanya itu.
Darka hanya memperhatikan dari belakang. Darka terlihat sudah siap berangkat, hanya tinggal menunggu Delin.
"Kepangnya jangan lupa, kaca mata juga, lo di larang cantik buat orang lain, cukup buat gue, lo punya gue," celetuk Darka.
Delin mematung dengan pipi mulai merona. Geli sekali ucapan Darka. Bagai buaya perayu yang hendak menaklukan mangsa.
"Denger ga?" ketus Darka.
Delin menghela nafas sabar. Memang tidak banyak romantisnya, Darka hanya di penuhi kemarahan.
"Iya, kak Darka." balas Delin agak malas dan samar sebal.
"Awas kalau cantik!"
Keduanya pun pergi berjalan-jalan di toko yang memang ramai, banyak wisatawan. Tempatnya berada berhadapan dengan jalan. Berjajar rapih dengan segala jenis di perjual belikan.
"Ini tuh kayak pasar tradisional mereka, kalau kita di sana mungkin mall.."
Delin pun mangut-mangut mendengarkan semua pengetahuan yang Darka jelaskan walau dengan datar kadang ketus kalau kesal.
"Beli aja kalau mau," Darka juga meliarkan matanya, menuntun Delin kemana-mana sampai keduanya lelah.
"Kak Lana, kak Akri dan kak Dikta ga jadi datang?" tanya Delin.
"Ada, Lana pasti ga akan lewatin kesempatan, dia akan banyak belanja,"
"Kenapa ga bareng?" Delin nurut saat Darka menariknya ke toko piyama tidur. Mereka memang membutuhkannya apa lagi Delin.
"Ga akan seru kalau satu belanja kita nunggu," jawabnya santai dan datar, seolah tidak terganggu membuat Delin ingin terus bertanya.
"Mau beli piyama berapa, kak?"
Darka menoleh sekilas. Merasa aneh Delin terus bertanya, tapi dia tidak akan membahasnya. Bisa saja Delin tidak ingin bertanya lagi.
"Satu aja, sekarang malam terakhir kita di sini, besok siang pulang.." Darka meraih asal piyama untuknya. Warna hitam.
Delin melirik piyama pink barbie, lucu sekali. Tapi tidak berani, dia hanya diam saja saat Darka meraih gaun tidur yang senada dengan piyama Darka.
Darka yang peka jelas tahu apa yang dilirik Delin. "Kenapa? Gue udah bilang, kalau mau ambil, minta lebih bagus," suara Darka terdengar agak marah.
"Eh, engga.. Cuma bagus aja," paniknya.
"Beneran ga mau?" Darka menatap Delin lurus.
"Mau," cicitnya sambil menunduk. Sumpah demi apapun, itu terlihat lucu di mata Darka. Darka sampai menggigit bibirnya yang akan tersenyum.
Enak saja, dia di mata Delin bukan Darka yang murah senyum.
"Nah, jujur itu lebih baik," Darka mengecup ubun-ubun Delin gemas lalu meminta pelayan toko untuk mengambilkannya satu.
Delin tersenyum tipis. Jujur memang lebih baik. Delin mencoba menerima walau sulit. Dia harus segera beradaptasi.
Apalagi Darka mengajaknya menikah.
Delin meyakinkan diri, dia tidak boleh terus bersedih. Kelurganya saja bahagia, semua orang di desa juga.
Delin akan melupakan awal mereka bertemu. Dia akan lebih memperbaiki semuanya. Meyakinkan diri lebih utama.
Jika dia baik, patuh, Darka akan balik baik. Delin percaya itu.
"Jelek! Ngapain senyum-senyum?"
"Engga,"
Darka meraih paper bag cukup besar itu lalu sebelah jemari tangannya kembali saling menautkan jemarinya dengan Delin.
"Jangan sampe lo ilang, sama aja kayak hidup gue yang hilang,"
Delin melongo sekilas dan Darka mengulum senyum samar melihat respon itu. Darka juga geli sendiri, tapi lucu membuat Delin begitu.
"Gue pengen pulang!" kesal Darka.
"Loh, katanya kak Darka mau beli pakaian buat ke acara malam?" Delin mencoba mengingatkan Darka.
Delin tidak akan terus diam ketakutan. Kasihan Darka jika harus kembali ke mall, kalau saja buka, kalau tutup bagaimana?
"Abis gue mau cium lo, ga tahan gue,"
Delin kembali melongo syok. Darka memalingkan wajahnya menahan geli lalu memasang wajah garang khasnya lagi.
"Kenapa? Mau lebih? Mau kayak semalem? Ngerangkak sambil di—"
Delin refleks menutup mulut Darka dengan panik. Mereka di tempat umum dan banyak sekali orang di sekitar mereka kini.
Mereka bukan berada di dalam toko lagi.
Darka mengecup jemari yang membungkamnya itu. Delin pun menariknya dengan panik, gugup.
"Ma-maaf, kak.."
"Gue suka di bekap, apalagi lo yang jadi dominan," bisik Darka masih ingin usil. Sebelum wajah Delin merah seperti pantat monyet, sepertinya Darka tidak akan berhenti.