JALAN PULANG

Από cimut998

35.7K 1.8K 217

Setelah berada di desa Giung Agung, Ahmad merasa jika dirinya selalu berhalusinasi. Ia kerap melihat bayangan... Περισσότερα

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 39
Bab 40
Bab 41
Bab 42
Bab 43
Bab 44
Bab 45
Bab 46
Bab 47
Bab 48

Bab 38

569 32 1
Από cimut998

"Kamu kenapa, Ba?" Ilham memandang Adiba penuh tanya.

Bukannya menjawab pertanyaan Ilham, Adiba justru menangis sesegukan.

"Ba, kok malah ... aduh kok nangis sih," ucap Ilham panik.

"Maafkan aku, Mas. Maafkan aku," lirih Adiba sembari menunduk.

"Maaf untuk apa? Salah kamu apa? Kamu tidak salah apa-apa, Ba." Balas Ilham.

"Apakah, Mas juga akan menganggap aku tidak bersalah, jika aku sudah membunuh Amara?" Adiba menatap kedua mata Ilham dengan tajam. Mencoba menyelam masuk ke dasar hati pemuda itu. Tentu saja, amarah yang akan ia terima. Mungkin, bahkan sebuah makian.

Namun, Ilham hanya diam membisu. Pandangannya sama sekali tak bisa ditebak. Bahkan dari kedipan mata.

"Mas ..." panggil Adiba.

"Aku sudah tahu, Ba. Bahkan jauh sebelum kamu mengatakannya."

Adiba terkejut mendengar ucapan Ilham. Bagaimana mungkin, Ilham mengetahuinya. Darimana ia mendapat berita tersebut. Padahal, jelas sekali pemuda itu selalu bersama dirinya untuk beberapa waktu lalu.

"Bagaimana kau tahu, Mas? Dari mana Ma–

"Dari Amara." Tandas Ilham.

"Amara?" Adiba mengernyit.

"Tak perlu harus kujelaskan, Ba. Kamu pasti sudah memahami keadaannya. Sekarang yang terpenting, bagaimana caranya kita bisa keluar dari sini, dan menyelesaikan semua masalah yang ada. Aku sudah lelah, Ba. Aku lelah," ucap Ilham dengan nada sendu.

Adiba tercengang mendengar ucapan Ilham. Sejak kapan pemuda itu tahu. Apa mungkin selama ini hanya berpura-pura? Atau benar-benar baru tahu?

BRAK!

Pintu di dobrak paksa oleh seseorang. Tentu saja Baskara terkejut, saat melihat siapa yang sudah mendobrak pintu rumah mertuanya.

"Bapak!" Seru Baskara.

"Tak pateni kowe! Mantu setan! (Tak bunuh kamu! Menantu setan)" Teriak Pak Usman sambil mengacungkan celurit yang berlumuran darah tepat di depan wajah Baskara.

"Sabar, Pak! Sabar! Salahe kulo nopo? (Salah saya apa)" Baskara mencoba menenangkan Pak Usman.

"Mati kowe! (Mati kamu)" Pak Usman mengayunkan celurit tepat ke arah perut Baskara, akan tetapi pria itu dengan cepat menangkis serangan mertuanya. Dan mengambil alih celurit, dengan sedikit melintir tangan pria tua tersebut.

"Kau!" Pak Usman melotot pada Baskara.

Slash!

Buk!

Baskara berdiri mematung tepat di depan tubuh Pak Usman. Kedua matanya tampak merah, akibat menahan amarah sejak tadi. Tapi, sedetik kemudian senyum lebar mengembang sempurna di bibirnya. Raut wajah itu tampak sangat puas.

"Saya suka aroma darah," ucapnya sambil menghirup aroma anyir yang terus menerus mengucur bahkan mengenai sisi wajahnya.

Dari dalam kamar, Adiba dan Ilham sama-sama menahan napas mereka. Keduanya tak sanggup berkedip melihat kejadian naas yang menimpa Pak Usman. Walaupun hanya terlihat dari celah lubang kayu, nyatanya pemandangan mengerikan itu, sudah dilihatnya beberapa detik lalu. Di mana, Baskara dengan sadis, telah menebas kepala Pak Usman yang kini kepala tersebut menggelinding dan berhenti tepat di depan pintu kamar Putri.

"Astaghfirullahaladzim," lirih Adiba segera memejamkan mata.

Sementara Ilham masih saja menyaksikan tingkah laku Baskara yang dianggapnya tak lazim. Pria itu meminum darah yang mengalir deras dari leher Pak Usman, bahkan Baskara seperti seseorang yang tengah haus berkepanjangan. Begitu rakusnya pria itu saat melihat darah.

"Mas, Mas Ilham!" Tegur Adiba.

"Ya, Ba!" Ilham segera mengalihkan pandangan.

"Tutup matamu, Mas." Pinta Adiba.

"Kenapa?" Ilham mengernyit.

"Aku takut, Mas akan menyukainya," balas Adiba dengan tatapan berlinang.

Ilham terkejut mendengarnya. Entah, ia merasa ucapan Adiba ada benarnya. Bukanya merasa risih atau ingin muntah, Ilham justru menikmati pemandangan yang ia saksikan tadi. Di mana, ia juga merasa sedikit haus, saat melihat Baskara meminum darah.

"Astaghfirullahaladzim," Ilham mengelus wajah dan menghela napas panjang.

"Adiba! Ke mana pun kamu pergi, saya pasti menemukanmu!" Baskara menendang tubuh Pak Usman yang terbujur kaku. Kemudian berjalan keluar rumah dengan tangan menenteng celurit.

Setelah kepergian Baskara, Adiba dan Ilham bergegas keluar dari kamar Putri. Adiba memandang sendu ke arah kepala Pak Usman berada. Pria tua itu sudah banyak membantunya dikala masih hidup. Semua yang terjadi benar-benar mengikis kewarasan mentalnya. Sampai detik ini pun, ia tidak tahu apa tujuan sebenarnya dari sang pelaku.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang, Ba?" Tanya Ilham dengan wajah datar.

***

Malam semakin larut. Sedangkan Ahmad masih saja terjaga. Sesekali ia melirik jasad Suparta yang masih dibiarkan tergeletak di tanah. Sementara Yudi, entah mengapa sikapnya mendadak berubah. Sudah hampir dua jam ia mengurung diri di kamar. Katanya, sedang tidak enak badan. Ahmad hanya tersenyum saat Yudi mengatakan kalimat itu.

"Alasan klasik," batinnya saat itu.

Ahmad mencoba memejamkan mata. Mengingat kejadian beberapa waktu lalu, saat sang Nyai Sekar begitu berambisi untuk menghabisi nyawanya. Pada saat itu, Pak Heru yang sedang beradu mulut dengan  Suparta tiba-tiba saja diserang dari arah belakang. Beberapa anak buah Pak Asep datang membantu Nyai Sekar, termasuk Baskara. Akan tetapi, pria itu masih menggunakan penutup wajah. Ia tidak ingin di cap sebagai pengkhianat di desa, padahal sudah jelas dia berkhianat.

"Suparta! Akhirnya kamu muncul juga," suara Nyai Sekar mengejutkan Pak Heru, Kiai Habidin dan juga yang lain.

"Saya tidak ada urusan denganmu, Inah! Saya hanya ingin bertemu dengan bajingan ini!" Seru Suparta sambil menunjuk ke arah Pak Heru. Sedangkan Pak Heru sendiri sedang di ringkus oleh Baskara dan rekannya.

"Kamu pasti menanyakan tentang anakmu, Parta! Dukun sakti sepertimu bisa-bisanya ditipu oleh pria tengik macam Heru! Ha ha ha! Dasar bodoh!" Ejek Nyai Sekar dengan tawanya yang khas.

"Diam wanita jalang!" Umpat Suparta.

"Hai kalian semua yang ada di sini, kalian semua harus tahu, dia (sambil menunjuk ke Pak Heru) adalah dalang dari kerusuhan ini! Dia juga yang sudah menipu kalian, dengan membawa nama saya ke dalam setiap peristiwa-peristiwa janggal yang terjadi di desa! Bahkan, dia juga sudah tega menjerumuskan putrinya sendiri ke lembah hitam, hanya untuk mendapatkan sesuatu yang mustahil! Mustika batu biru yang berada di area sungai belakang rumah Asih!" Terang Nyai Sekar.

Semua orang yang berada di lokasi sangat terkejut mendengar ucapan Nyai Sekar. Terutama Ahmad. Pemuda itu, terlihat sangat syok. Langkah kaki yang seharusnya meninggalkan tempat itu, kini menjadi kaku dan terhenti di satu titik.

"Mustika batu biru," lirih Ahmad.

"Benar begitu, Ru?" Tanya Pak Usman secara tak sengaja.

"Bohong, Man! Jangan percaya kata-kata wanita iblis itu!" Jawab Pak Heru.

"Kau sudah ketahuan masih berani berbohong, Ru! Dasar manusia munafik!"

Plak!

Sebuah tamparan mendarat tepat di pipi kanan Pak Heru. Bukan Nyai Sekar pelakunya, melainkan Pak Usman sendiri.

"Man! Apa-apaan kau ini!" Teriak Pak Heru.

"Tega kamu, Ru!" Seru Pak Usman.

Dari obrolan sengit  yang terjadi, semua manusia yang hadir, sama sekali tak menyadari ada satu orang yang tiba-tiba menghilang dari kerumunan. Bahkan Nyai Sekar sekali pun.

"Heru! Katakan di mana anak saya!" Suparta kembali menanyakan perihal anaknya.

"Hahaha! Hahaha!" Nyai Sekar tertawa keras mendengar itu.

"Tidak ada yang lucu, Nah!" Umpat Suparta.

"Kau itu tidak punya anak, Parta. Mereka itu bukan darah dagingmu! Kau pikir Lastri yang bermuka polos itu setia kepadamu! Dungu! Hahaha! Hahaha!" Nyai Sekar masih tertawa terpingkal-pingkal.

"Jangan percaya ucapannya, Mbah. Anak Mbah masih hidup, saya yakin itu." Ucap Yudi secara spontan.

Nyai Sekar yang awalnya berdiri di hadapan Pak Heru dan juga Suparta, kini melesat cepat menuju tempat Yudi berada.

"Mana janjimu, bocah ingusan! Saya memerintahkanmu untuk membunuh Heru! Nyatanya dia masih hidup! Apa kau tak ingin tahu, keadaan gadismu?" Nyai Sekar menyeringai tepat di wajah Yudi.

Yudi menelan saliva dengan cepat. Keringat dingin membasahi keningnya begitu lama. Hanya bola matanya saja yang terlihat bergerak.

"Apa kau juga bersekutu dengan wanita jahanam itu, Yud!" Teriak Suparta yang terkejut mendengar ucapan Nyai Sekar.

"Sa-saya bisa jelaskan, Mbah," ucap Yudi terbata-bata.

"Sudah saya duga, semua penduduk desa Giung Agung adalah sekutu Maimunah! Termasuk kau!" Suparta mengarahkan telunjuknya ke arah Pak Heru.

"Jangan menuduh sembarangan kamu!" Elak Pak Heru.

"Sepertinya sudah saatnya saya panen dan kebetulan kalian semua berkumpul di sini. Saya tidak perlu repot-repot mengotori tangan saya. Habisi mereka semua! Penggal kepalanya! Dan bawa kehadapan saya! ( menunjuk ke arah Ahmad )" Titah Nyai Sekar kepada para bawahan yang tiba-tiba saja menjadi banyak.

Serempak para anak buah Nyai Sekar segera menyerang para warga yang tersisa. Dengan energi yang tinggal sedikit para warga pun berusaha melawan. Tetapi, tetap saja mereka kalah jumlah.

Baskara, dan rekannya segera memukul tubuh Pak Heru. Dan yang lain, mereka silih berganti memukul, menendang bahkan melukai warga dengan senjata tajam.

Ahmad dan Yudi pun ikut turut serta diserang. Sementara kiai Habidin sudah terlebih dahulu tewas. Ia ditusuk menggunakan pisau beracun milik Pak Heru. Yang sebelumnya untuk menyerang Nyai Sekar.

Tampak Suparta juga terlihat kewalahan melawan anak buah Nyai Sekar. Meskipun ia seorang dukun sakti, akan tetapi, ia tetaplah lelaki tua yang mempunyai tubuh renta. Diusianya sekarang, seharusnya Suparta tak lagi terlibat dalam perkelahian atau pun semacamnya.

Wuush!

Set!

Nyai Sekar dengan cepat mencengkeram leher Ahmad.
Pemuda itu kesulitan bernapas. Jemarinya, berulang kali mencoba melepas cengkeraman wanita itu. Sayang, Nyai Sekar tampaknya begitu murka terhadap pemuda 19 tahun tersebut.

"Kau harus mati! Kau juga harus merasakan betapa menderitanya saya selama ini! Gara-gara pria itu, saya harus menjadi wanita iblis! ALIIIIF!" Teriak Nyai Sekar dengan kedua mata melotot. Tetapi, ada linangan air mata yang ikut terjatuh, saat mata sayu itu berkedip.

"Ba-bapak," lirih Ahmad.

GLAAAAR!

Tiba-tiba sebuah cahaya meledak dari tubuh Nyai Sekar. Wanita itu seketika terpental dan melepas cengkeraman tangannya di leher Ahmad.

Ahmad terjatuh ke tanah, ia meraba leher. Dan kembali menata pernapasannya yang mulai menipis.

Semua orang yang berada di sana tiba-tiba ikut tumbang. Bahkan Pak Usman, berteriak meminta tolong, seakan tubuhnya di seret oleh seseorang, menjauh dari tempat kejadian.

Namun, sedetik yang lalu pria tua itu telah melihat sesuatu. Sesuatu yang membuatnya marah, dan menyimpan dendam.










Συνέχεια Ανάγνωσης

Θα σας αρέσει επίσης

3.8K 590 13
Tentang Halilintar, remaja yang ingin lepas dari belenggu rantai yang mengikatnya. Ia ingin menikmati kehidupan layaknya orang biasa. Namun, ayahnya...
209K 22.7K 24
"Semenjak nenek meninggal, suasana rumah jadi menyeramkan. Nenek suka datang di waktu malam, mengetuk pintu dan jendela. Kadang juga bernyanyi dan me...
318K 27.8K 28
Warga sekitar menyebutnya Rumah Dukun. Rumah yang pernah ditinggali oleh Dukun terkenal desa ini. Rumah terkutuk yang kini aku tinggali.
MEREKA YANG DITANDAI Από indhie khastoe

Μυστήριο / Τρόμου/ Θρίλερ

11.3K 1K 23
Banyak kejadian horor yang Yuni alami sejak bekerja di rumah sakit itu. Situasi kian mencekam dengan kematian orang-orang yang ditandai.