Delin mengintip di jendela kosannya. Sudah tiga hari banyak mobil baru keluar masuk dan ada tamu di rumah Darka. Sepertinya Darka benar-benar akan turun berbisnis. Banyak sekali kenalan dari ayahnya Darka yang hilir mudik.
Kata Darka mereka memberikan nasehat dan pengalamannya agar Darka bisa memulai bisnis tanpa grusa grusu dan salah langkah.
Delin merasa lega. Darka jarang berinteraksi kecuali mengirim pesan untuk meminta pap dan setelahnya sudah tidak ada percakapan apapun lagi.
Selama tiga hari juga Delin banyak beristirahat, banyak tidurnya. Beberapa hari lagi dia dan Dakra akan sibuk dan rencananya akan pergi ke desa.
Semoga saja tidak ada halangan.
Delin menatap ponselnya. Nama Ibu tertera. Pasti mereka menanyakan soal jadi tidaknya dia pulang ke desa nanti.
Delin juga belum tahu. Darka sempat bilang tengah menimang untuk langsung ke desa atau sebelum ke sana dia menerima ajakan liburan dari para sahabat.
Akri, Lana dan Dikta kebetulan liburnya bersamaan 3 hari makanya mereka merencanakan liburan.
***
"Kak, ibu telepon sore tadi, katanya mau pastiin ke sana jadi engganya," Delin terlihat ragu saat melihat Darka seperti tengah kusut.
Darka melirik sekilas. "Tunda aja, beres 3 hari liburan kita ke desa mulai cari tempat," jawabnya sambil terus mengetik pesan.
Darka benar-benar sibuk mempersiapkan bisnisnya yang melibatkan Delin walau lebih banyak dia yang turun.
Bahaya.
Sudah tidak asing lagi baginya, rekan-rekan ayahnya itu pemain wanita mengingat mereka duda. Melihat Delin bisa saja tertarik dan Darka jelas tidak akan membiarkannya.
Delin pun mengangguk dan mengetik pesan lalu dia kirimkan pada ibunya.
Biasanya Delin akan disuruh mandi dulu sebelum bercinta jika baru dari luar. Tapi sekarang Darka tidak bisa tahan.
"Ga usah mandi, lama!" Darka mematikan ponselnya, meraih ponsel Delin juga dan menyimpannya asal lalu segera menerkam Delin.
Darka ingin mencari hiburan. Sudah berhari-hari dia dipusingkan semua hal yang bersangkutan dengan kerjaan sampai mengabaikan Delin.
"Kak, di sini ga kedap suara." panik Delin.
Delin cukup terganggu dengan gosip yang beredar. Jika kali ini bocor, dia akan sangat membencinya.
Delin tidak bisa protes jika di kamar Darka tapi beda halnya jika di tempatnya yang bertetangga dengan orang asing.
"Lo yang suka berisik,"
Delin menatap Darka kesal namun segera menunduk. Untung saja Darka tidak sedang fokus padanya.
"Kak.."
Darka menatap tajam karena Delin mengganggu kesenangannya.
"A-aku juga lagi dapet," cicit Delin baru ingat.
Darka perlahan tersenyum. "Masih ada cara lain, sayang.." bisiknya diakhiri kuluman senyum yang menyeramkan.
Delin sampai menahan nafas takut. Panggilan sayangnya juga membuat Delin merinding.
***
Delin melotot lalu menggeleng tidak mau. Delin menutup mulutnya rapat. Darka meremas gemas membuat Delin memekik refleks.
Darka pun berhasil menjejalkannya.
"Ga mau nurut?" Darka menyorot serius membuat Delin pun pasrah dengan air mata berjatuhan.
Itu menjijikan, bergerak di dalam mulutnya dengan desah Darka yang mengudara. Delin yang terisak kadang merem melek saat bukitnya dimainkan.
"Jangan kena, sakit." Darka mengusap kepala Delin, menyeka air matanya. Terus mengusap dan membingkai wajahnya. Darka menariknya hingga terlepas.
Delin menutup wajahnya dan kembali terisak. Dia tidak mau, kenapa Darka tidak mengerti!
Darka mengangkat Delin yang rebahan menjadi duduk, Darka menariknya mendekat setelah Darka berhasil bersandar di tembok.
Darka kembali mengarahkannya, menekan mulut Delin untuk menerimanya lagi.
Delin terpejam kuat merasakan sesuatu itu bergerak di dalam mulutnya, memenuhinya sampai sesekali akan muntah.
Darka jahat! Teramat jahat! Delin kembali membencinya walau hanya bisa dia telan. Delin belum tahu kelemahan Darka. Dia tidak bisa mengambil resiko.
Bukan hanya dirinya yang hancur nantinya, tapi keluarga dan warga desa.
"Ga papa, jangan nangis, lo cantik," puji Darka sambil membingkai wajah itu dan membantunya bergerak perlahan.
Darka sesekali meringis, Delin masih butuh banyak belajar.
***
Uweekkk!
Delin memuntahkan semua yang ada di mulutnya sampai-sampai isi perutnya juga ikut keluar.
Delin sungguh mual, mengulumnya saja sudah membuatnya mual tak nyaman apalagi cairan dan bau cairan yang ada di mulutnya membuat semakin mual.
Darka terlentang terengah di atas kasur Delin. Terlihat puas hanya dengan jemari dan mulut Delin. Pengalaman pertama yang indah.
Darka beranjak menghampiri Delin, memeluknya yang masih muntah.
"Harusnya telen," bisik Darka dengan mengecupi pundak Delin.
Delin terus muntah sampai hanya mengeluarkan air.
Darka membantu menyalakan air, menyeka mulut Delin tanpa jijik. Delin hanya terengah lemas dan berderai air mata.
Masih terasa sekali, bagaimana sesuatu itu masuk sampai tenggorokannya. Rasanya Delin kembali mual.
Darka memeluk Delin, mengusap punggungnya yang bergetar terisak. Delin sangat membenci Darka yang tadi.
"Ga usah cengeng," Darka menggendongnya untuk kembali ke dalam.
Delin kini terduduk di kasur. Menatap Darka terluka. "Sampai kapan? Aku ga suka begini, kak," bibirnya bergetar terisak.
Darka mengetatkan rahangnya. Pertanyaan yang sudah lama tidak dia dengar kini kembali terdengar.
"Lo tidur," Darka merebahkan Delin, menyeka peluh di kening Delin dengan wajah galak yang tatapannya menajam.
Delin tidak kembali bersuara. Darka akan murka jika dia nekad.
Darka menatap jemari Delin yang menekan perut bawahnya lalu menatap wajah Delin yang juga pucat.
Ternyata Delin bukan kesakitan karena muntah tapi karena datang bulannya di hari pertama.
Darka mengetatkan rahangnya semakin kuat. "Lo ikut gue!" tegasnya lalu meraih lengan Delin agar bangun.
Delin yang lemas berusaha mengimbangi langkah Darka yang menyeretnya ke arah rumah mewahnya itu.
Delin mengernyit kesakitan, Darka tidak ada lembut-lembutnya sama sekali. Delin kembali terisak.
Darka terhenti membuat Delin juga terhenti dengan masih terisak dan menekan perut bawahnya.
Darka berdecak lalu menggendong Delin bagai karung beras namun tidak terlalu membuatnya terbalik, hanya menyandarkan perut Delin di bahu.
Darka membawanya masuk sampai Denada Dan Demian terkejut.
"Kenapa?" Denada berdiri dan mendekati keduanya.
"Sakit datang bulan." Darka menurunkannya di sofa dengan kesal.
Kesal pada dirinya sendiri yang tidak peka kalau Delin menangis saat memuaskannya bukan hanya karena pengalaman pertama, melainkan sakit datang bulan.
Darka merasa bodoh dan kenapa juga Delin tidak menjelaskan sakitnya itu malah hanya sibuk menangis.
Apa dia memang semenyeramkan itu? Ah memang, memang gila. Darka akui itu. Dia sudah menciptakan dirinya menjadi sosok yang jahat di jiwa Delin.
"Kak!" Seru Demian protes.
"Darka! Kamu jangan kasar!" Denada juga.
"Biarin dia kesakitan! Dia ga bilang tandanya dia mampu nahan sendiri!" Darka pergi begitu saja.
Darka sungguh marah pada dirinya sendiri!