NISKALA

Da ajuraaiueo

1K 112 15

Seperti yang diketahui, nama Niskala berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya ialah kokoh dan kuat. Sagara... Altro

Prolog
Kepindahan
Lingkungan baru
Interaksi
Senin
Adaptasi
Bau rokok
Gantungan salju
Terlambat
Gagal
Mengenal lebih dalam
Perjuangan Sagara
Act fool
Berusaha memperbaiki
Saturday night

Bolu

42 6 0
Da ajuraaiueo

Happy Reading, Cupie! ꒰⁠⑅⁠ᵕ⁠༚⁠ᵕ⁠꒱⁠˖⁠♡

Disinilah Sagara dan Gantari berada, mereka berjalan beriringan melewati beberapa rak yang berisi berbagai macam bahan masakan yang entah Sagara tidak mengerti, setaunya mereka memiliki kegunaan yang sama hanya saja berbeda merk.

"Tari! Kenapa ya kok tepung ini merk-nya beda semua? Padahal kegunaannya sama aja," Tanya Sagara, kali ini bukan hanya sekedar basa-basi! Tapi Sagara memang ingin tau apa jawaban dari pertanyaannya itu.

Kegunaannya emang sama, tapi bahan kandungannya beda." Penjelasan singkat yang diberikan oleh Gantari berhasil menghilangkan rasa penasaran yang ada dalam diri Sagara, ya meskipun begitu Sagara tetap memukul rata kalau semua tepung sama saja.

"Lo udah sering belanja-belanja kaya gini ya?" Nah untuk pertanyaan kali ini, Sagara mengaku kalau ia hanya ingin basa-basi saja, habisnya Gantari lebih banyak diam. Sagara jelas tidak betah dengan keadaan seperti ini, mereka berdua memang saling bertolak belakang.

Hanya anggukan kepala yang Gantari berikan untuk respon, dirinya sedang sibuk mencari bahan-bahan apa saja yang sudah Vadel di kertas, ada beberapa bahan juga yang ia ambil tidak sesuai dengan yang di catatan. Gantari tidak bermaksud jahat, ia hanya mengambilkan bahan-bahan yang memang lebih bagus kualitasnya.

"Eh, lo ini ambilnya gak sesuai sama yang Abang gue tulis! Gue tau lo gasuka sama gue tapi jangan begini lah—"

"Ini sengaja aku ganti, aku pilihin bahan-bahan yang lebih bagus lagi, Sagara." Balas Gantari dengan cepat, habisnya kalau perkataan Sagara tidak ia potong, laki-laki itu akan terus berbicara tanpa henti, membuat kepala Gantari ingin pecah rasanya.

Usai Gantari mengatakan hal itu, Sagara langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat, sepertinya ia lupa dengan jawaban Gantari atas pertanyaannya yang menanyakan apakah gadis itu sering berbelanja bahan seperti ini atau tidak.

Namun disisi lain, Sagara juga cukup terkejut saat Gantari memanggil namanya, jadi gadis itu sudah mengetahui namanya.. Ada perasaan senang di dalam hati Sagara, dengan cepat ia memalingkan wajahnya agar gadis itu tidak dapat melihat senyuman manis milik Sagara. Takut Gantari diabetes.

Cukup lama mereka berdua berada di dalam toko, hingga tak sadar kalau matahari sudah mulai naik dan mengubah cuaca yang awalnya dingin menjadi panas. Gantari sempat memeriksa kembali bahan-bahan yang sudah ia ambil, takut jika nanti ada yang kelupaan, tapi sepertinya tidak ada.

"Ini." Gantari memberikan troli tersebut ke arah Sagara, sang lelaki yang mengertipun langsung mengambil alih troli dari genggaman Gantari. Baru saja Gantari ingin pergi meninggalkan Sagara, tangan lelaki itu kembali tergerak untuk mencekal tas yang Gantari bawa, isinya adalah bahan-bahan untuk membuat brownies.

"Bareng aja," Ajak Sagara, namun sepertinya Gantari tidak mengerti maksud dari perkataan Sagara, ekspresi wajahnya menunjukan kalau gadis itu sedang kebingungan sekarang, padahal menurut Sagara kalimat yang ia keluarkan cukup mudah untuk dipahami.

"Maksud gue, pulangnya bareng aja. Kan kita—"

"Gak perlu, terima kasih ajakannya."

"Lo ini emang suka motong pembicaraan orang lain ya, Tar?" Tanya Sagara yang mulai merasa jengkel, baru kali ini perkataannya sering dipotong oleh orang lain, sebelumnya tidak pernah. Justru dirinya lah yang suka memotong pembicaraan orang lain, apakah ini karma?

Gantari diam tak bergeming, menatap wajah Sagara dengan tatapan malas, ternyata laki-laki dihadapannya ini jauh lebih menyebalkan dari apa yang Gantari perkirakan.

"Oke, maaf, gue gak bermaksud ngomong gitu." Sagara lebih memilih untuk mengalah dan meminta maaf dari pada akhirnya Gantari jadi semakin tidak suka dengan kehadirannya, Sagara tidak ingin kalau itu sampai terjadi!

"Gapapa, aku juga minta maaf."

Keduanya kembali terdiam, tenggelam dalam pemikirannya masing-masing, Gantari yang menunduk menatap lantai dan Sagara yang sedang berpikir keras untuk mencari sebuah topik yang akan ia gunakan untuk mengobrol dengan Gantari.

"Gantari," Panggil Sagara dengan nada pelan.

"Iya?"

"Pulang sama gue ya? Sayang duit lo kalo harus pesen kendaraan online, apalagi cuacanya lagi panas banget, emang lo gak takut kebakar sinar matahari gitu?" Sepertinya Sagara tidak sadar dengan pertanyaan yang ia lemparkan, apa ia lupa kalau dirinya sendiri pun menggunakan motor sekarang? Jadi, bukannya sama saja Gantari akan tetap terkena sinar matahari? Lalu apa bedanya?

"Tapi kamu juga pakai motor, kan?" Tanya Gantari, lagi dan lagi Sagara terdiam memikirkan jawaban apa yang akan ia berikan untuk pertanyaan laknat satu ini. Jangan tanya mengapa Gantari tau, gadis itu sempat melihat kedatangan Sagara tadi.

"Iya sih, tapi kan nanti gue bisa pinjemin jaket buat lo pake," Sebenarnya cukup masuk akal, Gantari memang tipe orang yang tidak ingin memperpanjang suatu hal, jadi ia memilih untuk mengangguk meng-iya-kan ajakan Sagara, daripada harus debat berkepanjangan.

"Yes! Yaudah lo tunggu di depan dulu ya, gue mau ke kasir, punya lo udah dibayar? Mau sek—"

"Udah, Sagara." Setelah mengatakan hal itu, Gantari langsung berjalan menjauhi Sagara, kepalanya sudah berdenyut pusing, ia takut pingsan jika harus terus-terusan mendengar celotehan Sagara. Sedikit berlebihan tapi memang itu adanya.

Setelah kepergian Gantari, Sagara langsung melebarkan senyumnya, merasa kalau sedikit demi sedikit Sagara berhasil untuk membangun hubungan pertemanan gadis itu.

Tapi, Sagara.. Ini Gantari. Gantari Pitaloka.

✮ ⋆ ˚。𖦹 ⋆。°✩

Diatas motor, tidak ada yang membuka pembicaraan satu sama lain, Gantari pun terlihat asik sendiri melihat ke arah lain. Sebenarnya bibir Sagara sudah sangat gatal sekali ingin mengajak gadis itu berbicara, tapi ia tak siap jika harus mendapatkan respon yang tidak diinginkan.

Gantari tidak mengenakan jaket milik Sagara, padahal tadi laki-laki itu sudah membujuk Gantari agar mau memakai jaketnya, namun Gantari tetap menolak dan mengatakan kalau gadis itu tidak suka memakai barang orang lain. Jadi mau tidak mau, Sagara kembali mengalah.

Saat lampu lalu lintas sedang menunjukkam warna merah, tentu saja Sagara memberhentikan motornya, laki-laki itu terlihat menarik napas panjang sebelum akhirnya menganggukkan kepala dengan singkat.

"Gantari," Panggil Sagara dengan nada yang lumayan tinggi, keadaan disini sedang berisik, ia takut kalau memanggil Gantari dengan nada pelan, nanti gadis itu tidak mendengarnya.

"Kenapa?" Jawab Gantari tanpa mengalihkan pandangannya sama sekali ke arah depan, gadis itu sedang sibuk memandangi gedung-gedung pencakar langit yang tersusun dengan rapih dihadapannya.

"Lo kok tau nama gue? Ya maksudnya, waktu gue ajak kenalan kan lo langsung kabur gitu." Pertanyaan yang dilontarkan Sagara sempat membuat Gantari mengalihkan pandangannya ke arah kaca spion, ingat hanya sebentar! Setelahnya ia kembali menatap ke arah lain.

"Kedua telinga aku masih berfungsi." Baru saja Sagara ingin melanjutkan perkataannya, lampu lalu lintas sudah kembali berubah warna, sial sekali!

"Iya tapi gue kan gak ngatain lo budeg juga, Gantari!" Batinnya geram, memang butuh kesabaran extra jika ingin mengobrol dengan Gantari, gadis itu terlalu kaku untuk Sagara yang blak-blakan.

Setelah sekian lama mereka berada di jalan, kini keduanya sedang berada di depan Rumah Gantari, tentu saja laki-laki itu yang memaksa, padahal Gantari sudah meminta kepada Sagara untuk menurunkannya di depan komplek.

Gantari sudah tidak betah, gadis itu memang selalu merasa tidak betah jika terlalu lama berinteraksi dengan orang lain selain Serana dan Danish, ia merasa seperti seluruh energi-nya tersedot keluar dari dalam tubuhnya.

"Terima kasih ya!" Gantari langsung berbalik badan lalu masuk ke dalam Rumah tanpa menunggu respon yang akan diberikan oleh Sagara, saat setelah sudah dipastikan gadis itu masuk ke dalam Rumahnya, barulah Sagara kembali melajukan motor menuju Rumahnya sendiri.

Hari ini cukup memuaskan untuk Sagara, ia berharap untuk hari-hari berikutnya akan lebih memuaskan lagi, dan Sagara sangat menantikan hari itu.

✮ ⋆ ˚。𖦹 ⋆。°✩

Gantari langsung berjalan ke arah dapur, menata seluruh bahan-bahan yang sudah ia beli ke dalam rak agar tidak berantakan, padahal bahan-bahan yang sebelumnya ia beli masih ada, belum habis. Tapi namanya juga Gantari, ia tak bisa jika harus menunggu sampai habis dulu baru beli lagi.

"Kamu jadi mau bikin brownies?" Tanya Serana, sepertinya wanita itu baru saja selesai mandi, terlihat dari handuk yang melilit di kepalanya.

"Jadi, ini aku udah beli bahan-bahannya." Gantari dengan semangat menunjukkan bahan-bahan apa saja yang sudah ia beli, Serana yang melihat itu tentu saja langsung tersenyum, putrinya memang selalu menggemaskan.

"Beneran besok mau bawa bekal? Padahal enak loh jajan di kantin sama temen-temen." Iya, Gantari memang berencana untuk membuat brownies untuk besok ia jadikan sebagai bekal makan Siang, gadis itu sudah bisa menebak akan seramai apa nanti kantin disana saat jam makan Siang sudah tiba, pasti akan sumpek dan ramai.

"Yakin. Aku mau makan di kelas aja besok, pasti bakal sepi, kan? Karena anak-anak lain pergi ke kantin." Tak ada lagi yang dapat Serana lakukan selain pasrah. Benar kata Gantari, proses-nya akan lama.

Gantari beranjak pergi meninggalkan dapur, sebelumnya ia sudah berpamitan kepada Serana dengan cara mencium pipi kiri wanita paruh baya itu. Sepertinya Gantari akan kembali ke kamar dan berpacaran dengan buku-buku novel miliknya.

Yang Gantari lakukan ini sama seperti mengisi kembali energi-nya yang terbuang, biasanya setelah selesai ia membaca, melukis, mendengarkan musik, dan berjalan-jalan, ia akan kembali merasa lebih segar dari sebelumnya.

✮ ⋆ ˚。𖦹 ⋆。°✩

Setelah kepulangan Sagara ke Rumahnya, ia langsung disambut oleh Vadel yang sudah nampak kesal, sepertinya ia terlalu lama menunggu. "Lama banget lo! Pasti main dulu kan?" Tuduh Vadel yang mendapat tatapan sinis dari Sagara, seenaknya nuduh-nuduh!

"Enak aja lo, gue tadi—"

"Udah diem, ayo bantuin gue." Oke sepertinya Vadel adalah orang kedua yang akan memotong pembicaraannya setelah Gantari.

Dengan langkah gontai, Sagara berjalan mengikuti kakak laki-lakinya untuk memasuki dapur, sebelum kegiatan membuat bolu ini terjadi, dapur sangat lah rapih dan bersih. Coba lihat saat nanti mereka sudah selesai beraktifitas, pasti akan jadi kapal pecah!

Tepung berserakan dimana-mana, kulit telur yang tergelak di lantai, dan masih banyak lagi yang akan membuat siapapun pusing jika melihat keadaan dapur yang super duper berantakan.

"Bang, lo beneran gabakal ngebakar Rumah ini, kan?" Entah sudah berapa kali Sagara mempertanyakan hal yang sama seperti ini, tapi jujur ia benar-benar takut kalau hal itu sampai terjadi.

"Kaga, santai ngapa."

Akhirnya kegiatan keduanya dimulai, Vadel yang sibuk dengan kegiatannya dan Sagara yang sedang berharap dalam hati semoga saja Rumah ini akan baik-baik saja sampai proses pembuatan bolu selesai.

Meskipun sempat merasa kesulitan, Vadel tetap mampu mengatasi hal itu dengan cepat, dirinya juga lama-lama jadi takut kalau yang dikatakan Sagara terjadi, memang seharusnya mereka berdua memesan bolu saja dari pada harus membuatnya sendiri.

"BANG, BANG! PELAN-PELAN PAKE MIXER-NYA WOI!" Vadel yang mendengar teriakan itu tentu saja ikut panik sekaligus terkejut, sebagian adonan yang berada di dalam wadah sudah berceceran kemana-mana, bahkan setengah wajah mereka sudah dipenuhi dengan tepung.

"GIMANA MATIINNYA COK?! TOLONG WOI SAGARA ANJIR MATIIN!" Sagara jadi kelimpungan sendiri, kan Vadel yang pegang moxer-nya, kenapa malah Sagara yang disuruh matiin?!

Dengan napas yang memburu, kedua bola mata Sagara bergerak dengan cepat mencari saklar yang menghantarkan listrik pada mixer itu.

Ketemu! Dengan cepat Sagara mematikan saklarnya hingga mixer pun berhenti bergerak, keduanya saling bernapas lega lalu terjatuh duduk di atas lantai yang penuh tepung, perjuangan mereka membuat bolu memang patut mendapat penghargaan.

"Kan gue bilang juga apa, pesen aja!"

Akhirnya Vadel mengalah, sepertinya memang itu yang harus ia lakukan dari awal, laki-laki tersebut mengambil ponsel dari dalam saku celana miliknya lalu dengan cepat memesan bolu coklat berukuran sedang.

"Lo kan yang bayar?" Tanya Vadel.

"Patungan lah! Enak aja lo."

Keduanya kompak berdiri lalu dengan sigap membersihkan dapur yang berantakan, membutuhkan waktu yang cukup lama hingga akhirnya dapur ini kembali bersih seperti semula, pinggang mereka terasa pegal linu. Butuh pijat kretek.

Pada Sore hari, sekitar pukul 16.30 WIB, bolu pesanan Vadel tiba, mereka dengan cepat menyiapkan bolu tersebut dan memasukkannya ke dalam keranjang, tak lupa mereka juga menatanya dengan sangat cantik.

"Gue ya yang anter." Ucap Sagara sambil mengambil keranjang yang terasa memberat.

"Ye sono, gue juga mau belajar, besok ada test."

✮ ⋆ ˚。𖦹 ⋆。°✩

Sesampainya di depan Rumah Gantari, Sagara agak gugup untuk mengetuk pintu, entah rasanya bercampur aduk antara takut dan juga senang. Laki-laki itu berharap semoga ini adalah jalannya untuk bisa mendekati Gantari, bukan untuk berpacaran melainkan untuk berteman terlebih dahulu. Karena sepertinya Gantari tidak tertarik dengan hubungan pacaran, atau jangan-jangan dia sudah punya pacar? Pikir Sagara.

"Lo pasti bisa, cuma tinggal ketuk pintunya, ngasih keranjang, abis itu balik!" Sagara mengangguk meyakinkan dirinya kalau ia tak perlu takut menghadapi hal seperti ini, kalau Gantari saja berani datang ke Rumahnya, mengapa Sagara tidak?

Tok tok tok!

Tak menunggu waktu lama akhirnya pintu terbuka, menampilkan Serana yang memakai daster lengkap dengan rambutnya yang dikuncir, senyumnya mengembang saat ia melihat siapa yang datang bertamu di Sore hari yang cerah ini.

"Eh Sagara, ada apa?" Tanya Serana dengan ramah, Sagara agak kikuk namun ia memaksakan diri untuk tersenyum, berharap mendapat nilai plus dari Serana.

"Ini Tante, mau balikin keranjang yang kemarin Gantari anter ke Rumah, sekalian Saga sama Abang ngasih bolu juga, hehe. Soalnya kan gaenak kalau cuma ngebalikin dengan tangan kosong," Sagara menyerahkan keranjang berwarna kuning itu kepada Serana dan diterima dengan baik oleh wanita paruh baya itu.

"Astaga padahal gapapa loh gaperlu repot-repot, oh iya kamu mau mampir dulu?" Tawar Serana.

Sebenarnya Sagara bingung, apa Gantari benar anak dari wanita dihadapannya ini? Sifat mereka benar-benar berbanding terbalik, Serana hangat dan ramah sedangkan Gantari dingin dan terkesan cuek, darimana sifat yang Gantari dapatkan? Danish? Tapi Sagara pikir, Danish pun tidak seperti itu.

"Gue curiga kalo Gantari sebenernya anak pungut." Kurang ajar! Apakah sopan seperti itu? Mentang-mentang sifat mereka jauh berbeda, Sagara jadi memiliki pikiran kalau Gantari adalah anak pungut.

Tapi mungkin beberapa orang juga akan memikirkan hal yang sama, sih...

"Sagara?" Panggil Serana, pasalnya laki-laki itu malah diam melamun, hanyut dalam pemikirannya sendiri, Serana hanya takut kalau Sagara nanti akan kesurupan.

"Eh iya? Maaf Tante, bisa diulangi?"

"Melamun aja sih, kamu mau mampir dulu gak? Ada Gantari di halaman belakang lagi melukis, ajak ngobrol gih nanti sekalian saya siapin bolu plus susu buat temen ngobrol." Ingin rasanya Sagara menolak namun wajah berharap Serana membuatnya tidak tega.

Tiba-tiba saja laki-laki itu merasa malu untuk bertemu Gantari, padahal sebelumnya ia sangatlah bersemangat, sudah ada banyak sekali topik pembicaraan yang nantinya akan ia gunakan untuk berbincang dengan Gantari.

"Boleh Tante." Keduanya berjalan beriringan masuk ke dalam Rumah, Serana sempat memberitau letak halaman belakang terlebih dahulu kepada Sagara, takut kalau laki-laki itu nyasar. Padahal agak tidak mungkin juga Sagara bisa nyasar di Rumah yang ukurannya tidak terlalu luas.

Disana, Sagara melihat Gantari yang sedang duduk membelakanginya, kedua telinga gadis itu tersumpal earphone, tangan cantiknya sedang bergerak menari-nari di atas sebuah canvas berukuran sedang, kepalanya berkali-kali terlihat mendongak untuk melihat keadaan langit Sore yang cantik.

Sagara agak ragu untuk berjalan mendekat, namun setelah dipikir-pikir kesempatan seperti ini tidak datang dua kali, niat hati ingin memanggil namun ia urungkan, lebih baik langsung duduk di samping tubuh gadis itu saja.

Sepertinya Gantari belum sadar akan kehadiran Sagara, terlihat dari gerak-geriknya yang masih sibuk melukis. "Gantari, lo suka melukis ya?" Tidak ada jawaban, Gantari diam tak bergeming, Sagara sepertinya lupa kalau kedua telinga gadis itu tersumpal oleh earphone, ditambah suara yang dikeluarkan Sagara itu pelan.

Dengan jahilnya Sagara melepaskan salah satu earphone yang menyumpal di telinga Gantari, hal itu berhasil membuat Gantari terkejut dan mengalihkan pandangannya ke arah sosok laki-laki menyebalkan yang selama ini selalu ingin ia jauhi.

"Balikin, gak sopan ya kamu!" Perkataan pedas itu seakan tidak memberikan efek apa-apa, Sagara malah terkekeh dan menyumpal satu telinganya dengan earphone biru milik Gantari.

"Ck, mau apalagi sih?!" Gantari benar-benar kesal sekarang, Sagara selalu saja membuat kesabarannya hilang, laki-laki itu selalu memiliki banyak cara untuk mengusik ketenangan yang sudah Gantari buat.

"Gue cuma mau ajak lo ngobrol, santai aja sih, marah-marah mulu lo! Cepet tua tau rasa." Baru saja Gantari ingin kembali membalas perkataan Sagara, sang Bunda sudah terlebih dahulu memotong.

Kedatangannya yang membawa satu piring bolu dan dua gelas susu vanilla hangat membuat Gantari memicing mata curiga, jangan bilang bolu ini pemberian Sagara? Dan jangan bilang kalau Serana lah yang meminta lelaki tengil ini untuk menemaninya?! Astaga!

"Jangan galak-galak sama tamu, gak baik," Tegur Serana yang memang sejak awal sudah mendengar perbincangan keduanya. "Ini Sagara, diminum susunya, maaf ya saya cuma punya susu vanilla, soalnya itu kesukaan Gantari." Sagara memberikan senyuman manisnya sebelum akhirnya meminum segelas susu vanilla hangat hingga tandas.

"Enak ya, kayanya mulai sekarang saya juga suka susu vanilla deh Tante," Dengan genitnya Sagara memberikan kedipan nakal ke arah Gantari yang sudah memerah wajahnya, bukan salting! Tapi emosi. "Terus Gantari suka apalagi Tante?" Tanya Sagara, sepertinya ia memang sengaja memancing kemarahan Gantari.

"Apaan sih?! Kamu ini bener-bener ya! Bunda, ngapain sih dia ada disini?"

Seakan tak mengindahkan perkataan Gantari, Serana malah asik berbincang dengan Sagara, membicarakan tentang dirinya sendiri. Apa mereka tidak memperdulikan kehadiran Gantari disini?!

"Kamu tau gak? Gantari masuk Sekolah yang sama kaya kamu loh, nanti saya titipin Gantari ke kamu ya?" Gantari yang semula ingin mengabaikan keduanya kini gagal, tiba-tiba kuas yang ia pegang jatuh begitu saja ke tanah, perkataan Serana seakan membuat Gantari membeku.

"Jadi Bunda sengaja masukin aku ke Sekolah yang sama kaya Sagara? Bunda sengaja ngelakuin itu?" Baik Serana dan Sagara yang mendengar suara kuas terjatuh itu pun kompak menoleh ke arah Gantari, sepertinya Serana keceplosan dan lupa kalau Gantari masih ada disana, terlihat dari wajah wanita paruh baya itu yang menegang.

Tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun, Gantari langsung bangkit dari duduknya, masuk ke dalam Rumah tanpa memperdulikan panggilan Serana. Tujuannya kali ini adalah kamar, hanya disana ia bisa meluapkan segala rasa yang mengganjal di hatinya.

Rasanya Gantari ingin menangis saja, ingin membatalkan rencana Sekolah di SMA Garuda Emas pun sudah terlambat karena dirinya sudah tercatat sebagai Siswi aktif.

"Aduh Saga jadi gaenak gini sama Gantari, kayanya marah dia." Ucap Sagara sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal, laki-laki itu merasa kalau sepertinya ini akan menjadi semakin sulit.

"Gapapa nanti saya yang bujuk, yaudah saya mau ke kamarnya Gantari dulu ya? Kamu boleh kok kalau masih mau duduk-duduk disini." Serana sempat mengusap pundak Sagara sebelum akhirnya pergi meninggalkan Sagara sendiri disana.

Sagara masih diam ditempat, memandang lukisan milik Gantari yang masih belum selesai, sepertinya gadis itu baru saja memulai kegiatan melukisnya. "Yakali gue harus diem doang disini? Ini Rumah orang woi! Tante Serana gak takut barang-barangnya gue bawa pulang apa ya?"

Sagara untuk memutuskan keluar dari Rumah Gantari, ia juga takut khilaf, pasalnya disini ada banyak barang-barang yang kalau dijual akan menghasilkan banyak pundi-pundi uang.

✮ ⋆ ˚。𖦹 ⋆。°✩

Serana menarik napasnya panjang-panjang sebelum akhirnya mulai memberanikan diri masuk ke dalam kamar putri semata wayangnya, keadaan disana gelap, hanya ada cahaya sinar matahari yang muncul dari balkon. Disana juga ada Gantari yang sedang berdiri sambil melamun.

"Gantari? Sini sayang, ngobrol sama Bunda." Ajak Serana, wanita itu sudah duduk di atas kasur empuk milik Gantari, cukup lama ia duduk disana sambil menunggu pergerakan Gantari.

"Aku disini aja," Gantari sempat menunduk sebentar sebelum berbalik badan, posisinya masih sama, ia enggan beranjak dari tempatnya berdiri. "Mau bicara apa?" Tanya Gantari dengan nada pelan, ia tak bisa berbicara dengan Serana ataupun Danish dengan nada dingin yang biasa ia gunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain.

"Kamu pasti bingung kan kenapa Bunda masukin kamu ke Sekolah yang sama dengan Sagara? Bunda emang sengaja masukin kamu kesana supaya Bunda bisa titipin kamu ke dia—"

"Tapi gak harus Sagara, Bunda. Aku juga bisa kok jaga diri aku sendiri, aku udah besar, aku bukan anak kecil lagi sampai harus dititip-titipin segala ke orang lain. Bunda gak percaya ya sama Gantari?" Nada bicaranya sudah gemetar, sepertinya gadis itu memang sudah sejak lama menahan air mata yang siap turun kapan saja membasahi pipi tembamnya.

Serana langsung menggelengkan kepala dengan cepat, menyangkal perkataan beruntun yang keluar dari mulut anak semata wayangnya, ia beranjak berdiri dan berjalan mendekat ke arah Gantari, dipeluknya tubuh Gantari dengan erat sambil mengusap punggung putrinya yang sudah mulai bergetar. Gantari menangis.

"Bunda percaya sama Gantari, selalu percaya sama kamu. Tapi Bunda sama Ayah juga takut untuk melepas kamu secara tiba-tiba, kami gabisa ngawasin kamu diluar sana, sayang.. Makanya Bunda minta tolong sama Sagara buat merhatiin kamu. Kenapa harus Sagara? Karena baru dia yang Bunda kenal dengan baik di komplek ini, apa kamu gak sadar kenapa kemarin Bunda cuma kasih kue ke dia aja? Hm?" Serana mengangkat wajah Gantari lalu menghapus air matanya yang mengalir, memberikan senyum manisnya, berharap kalau Gantari akan merasa lebih tenang.

"Maaf ya karena udah buat anak cantik ini nangis, ayo senyum dulu dong?" Hibur Serana yang mampu membuat Gantari menerbitkan senyuman tipisnya, "Nah gitu kan lebih enak diliat, nanti bilang ya sama Bunda kalau misalnya Sagara nakalin kamu."

Gantari tertawa, tertawa dengan kencang saat mendengar perkataan Serana. Bundanya ini memang selalu menganggap kalau Gantari adalah anak kecil yang harus selalu mengadukan apapun yang terjadi dalam hidupnya, tapi meskipun begitu, Gantari tak keberatan sama sekali, ia malah senang karena Serana ingin selalu menangkup segala keluh kesah kehidupannya.

Bersambung...

*

*

*

Halohaii, Cupie! Gimana pendapat kalian buat part kali ini? (⁠*⁠・⁠~⁠・⁠*⁠) maaf yaa kalau misalnya ga sesuai sama ekspetasi kalian! Next part aku bakal berusaha bikin alur yang sesuai sama keinginan kalian deehhh hihi ^⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠^

Ohyaa Cupie, jangan lupa tinggalin jejak berupa vote & comment di part ini yaa! Supaya aku juga makin semangat nih nulis part selanjutnyaa (⁠◕⁠ᴗ⁠◕⁠✿⁠) soalnya jujur vote & comment kalian itu ngaruh banget tau buat akuu!

Oke last, ini ada akun sosial media aku yang bisa kalian kunjungin supaya ga ketinggalan info-info yang nantinya bakal aku share disana, tapi di follow lebih baik sih, hehe 🧘🏻‍♀️

Instagram: @azhjuraa & @4love.ju
Tiktok: @byoudafullj

Sampai jumpa di part selanjutnya, Cupie 🌷💗✨

Continua a leggere

Ti piacerร  anche

Ganendra Da choco

Teen Fiction

4.4K 1.1K 18
Dia biasa-biasa saja, tapi dia mencintai Clara dengan cara yang luar biasa. "Ayo ketemu berapa tahun ke depan. Untuk saat ini, kita perbaiki diri mas...
2.4K 1.4K 15
"Auhhhh...... Sstttttt" "Apaansi! Lo sengaja nabrak gue? " "M-maaf, Caca gak sengaja." "Lucu banget kaya bocil!, Arrggghhh, kenapa jantung gue gini s...
3.8M 297K 49
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY โ€ขโ€ขโ€ขโ€ขโ€ขโ€ขโ€ขโ€ขโ€ขโ€ขโ€ขโ€ข "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
1.5K 556 15
Takdir memang lucu, setelah Ela memilih untuk pura-pura tidak mengenal Venus sejak tahun pertama SMA agar rahasianya tetap terjaga, tuhan justru meng...