Bertemu Denganmu [TAMAT]

Por eunci_lai

690K 48.1K 721

Hanya karena Kiran bukan anak kandung dari seorang Ayah bernama Wirawan Atmajaya yang telah wafat beberapa ha... Mais

Blurb
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25 (TAMAT)
Extra Part
Extra Part
Season 2?
plagiat???

Bagian 3

23.1K 1.6K 8
Por eunci_lai

Kirani Medina Atmajaya, kini untuk pertama kalinya sejak menyandang nama Atmajaya di belakang namanya merasakan bagaimana rasanya duduk di sebuah kendaraan umum yang mana terasa penuh dan sesak. Tidak ada kenyamanan yang bisa Kiran raih ketika kondisi di dalam mini bus yang sedang di tumpanginya itu terasa sangat bising dan bau.

Saat di terminal pertama Kiran cukup merasa bersyukur di karenakan naik bis yang ada AC di dalamnya. Namun, kini ketika perjalanan berlanjut dari terminal kedua menuju daerah kabupaten Kiran harus puas dengan kendaraan yang lebih kecil dengan kondisi di dalamnya yang ala kadarnya sekaligus tidak ber-AC. Kini Kiran tahu jika Indonesia ternyata tidak se-sempit itu terhitung ketika keberangkatan pertamanya pada pukul 10.00 dan kini waktu menunjukan pukul 17.00 Kiran tidak tahu berapa lama lagi dirinya akan habiskan untuk bisa sampai di kampung Bi Aas. Untuk ukuran perjalanan selama itu biasanya Kiran sudah sampai di negeri orang dengan menaiki pesawat atau private jet tentu saja. Dan kini bahkan Kiran masih berada di negara Indonesia tercinta, luar biasa sekali Bi Aas dan Mang Kasno jika ingin pulang kampung.

Kiran terjaga ketika kendaraan yang di tumpanginya tiba-tiba berhenti. Apa sudah sampai ya? Batin Kiran bertanya-tanya sambil menengokan kepalanya ke kanan dan kiri. Orang-orang di dalam mini bus nampak turun satu persatu membuat Kiran ikut bangkit dan hendak turun. Kiran tidak tahu saat ini berada dimana tetapi Bi Aas tadi sempat berpesan memang menuju kampungnya harus dua kali naik bis dan Kiran yakin jika kini dirinya sudah sampai. Hanya saja Kiran harus bertanya dulu dimana letak pasti kampung halaman Bi Aas itu.

Setelah koper serta tas bawaannya sudah berada di tangan dengan perlahan Kiran mulai menarik koper miliknya di area jalanan yang tidak rata. Dengan tangan lain memegang secarik kertas berisi alamat kampung Bi Aas.

Kiran mengarahkan dirinya menuju sebuah warung kopi yang di isi beberapa bapak-bapak yang sedang menikmati kopi juga beberapa yang lainnya asik bermain catur. Hawa dingin terasa menusuk permukaan kulit Kiran yang hanya di lapisi kardigan tipis mengingat kini jam sudah menunjukkan angka 7 malam.

"Bu air mineralnya satu." Kiran berdiri di warung tersebut sambil menyebutkan pesanannya.

Ibu penjaga warung langsung memberikan apa yang di pesan Kiran.  Sambil matanya terlihat meneliti Kiran dengan seksama. "Eleuh eleuh... atuh meni geulis pisan iyeu si Eneng. Bade kamana atuh Neng, wengi-wengi?"

(Aduh aduh... ini si Mbaknya kok cantik banget sih. Mau kemana Mbak malem-malem gini?")

Kiran mengerutkan keningnya saat Ibu penjaga warung tersebut mengatakan sesuatu yang tidak Kiran mengerti. "Ibu bilang apa? Saya nggak ngerti maaf."

Ibu penjaga warung sontak menepuk jidatnya. "Aduh... maaf loh. Saya tadi nanya Mbaknya mau kemana malem-malem gini?"

Kiran refleks membulatkan bibirnya. "Ini Bu saya mau ke desa Sukamakmur dimana ya?"

"Eleuh... eleuh... itu mah masih jauh atuh Neng."

"Hah?" Tanpa sadar Kiran membuka bibirnya. Masih jauh? Sejauh apalagi memangnya.

"Iya, akses kesana memang masih agak susah Neng. Apalagi kalo malam-malam begini mah rawan."

Kiran meneguk ludahnya kasar. Lalu, kini Kiran harus bagaimana? Berada di tempat asing seorang diri membuat perasaan Kiran kian tak nyaman.

"Eneng baru pertama kali ya ke sini?"

Kiran mengangguk kaku yang membuat si Ibu mendecakan lidahnya. "Jangan dulu kesana Neng, mending nginep dulu aja di sekitaran sini."

Mata Kiran sontak cerah kembali. "Di sini ada hotel ya Bu?"

Ibu itu kembali berdecak. "Bukan hotel Neng, di sini mah namanya penginapan."

Bibir Kiran menipis apa yang di harapkan di daerah terpencil ini Kiran? Kiran menghela napasnya pelan. "Dimana ya Bu penginapannya?"

"Lumayan agak jauh kalo jalan kaki mah Neng. Atau Enengnya ngojek aja banyak tukang Ojek di sini."

Kiran meneguk air kemasan yang di belinya untuk melegakan tenggorokannya yang kini terasa sakit. Kemudian tangannya terulur kedalam tas bahunya ketika samar merasakan getar ponsel miliknya.

"Sebentar ya Bu." Pamit Kiran lalu sedikit melipir untuk bisa menerima panggilan yang rupanya dari Mang Kasno.

"Halo, Assalamualaikum Mang." Sapa Kiran.

"Waalaikumsalam, Non Kiran udah sampai mana?"

"Ini Kiran baru sampe terminal kedua Mang."

"Walah kemalaman atuh ya Non."

"Iya Mang, di bis kedua tadi ngetemnya lama banget."

"Di daerah sana ada penginapan. Non Kiran nginap saja dulu di sana besok pagi baru lanjut ke kampungnya Mamang. Besok ada anak tetangga Mamang yang jemput Non Kiran kasih tahu aja dimana Non Kiran nginap."

Kiran menipiskan bibirnya. "Iya Mang Kiran mau nyari penginapan dulu."

"Hati-hati ya Non jaga diri Non baik-baik. Kalo ada apa-apa jangan sungkan buat telepon Mamang ya."

"Iya Mang, makasih banyak. Kiran tutup dulu ya Assalamualaikum."

"Yaudah Non, Waalaikumsalam."

Setelah panggilan berakhir Kiran memijit pelipisnya yang sedikit berdenyut, melakukan perjalan dengan kondisi yang tidak biasa membuat sedikit banyak mengguncang mental Kiran. Bahkan belum ada 24 jam Kiran pergi dari rumah namun banyak sekali hal luar biasa yang sudah Kiran alami.

Kembali ke warung dan membayar harga air mineral yang di belinya Kiran kembali bertanya. "Ibu ada tukang Ojek yang bisa anterin saya ke penginapan—"

"Eneng mau ngojek?" Tiba-tiba sebuah suara langsung memotong ucapan Kiran. Kiran menolehkan kepalanya pada laki-laki tambun yang menatapnya penuh sumringah.

"Tah iya nih Jon si Eneng mau nyari penginapan sekitaran sini aja jangan yang jauh-jauh. Sok atuh anterin."

"Siaaaap!" Ucap laki-laki itu penuh semangat.

"Tuh Neng sama si Jojon aja. Baik dia orangnya gak bakal macem-macem. Sudah kenal lama sama saya dia itu."

Kiran hanya bisa menganggukan kepalanya kaku. "Makasih banyak ya Bu atas bantuannya."

"Ih teu nanaon atuh Neng ari jeung saya mah."

(Ih nggak apa-apa Neng kalo sama saya mah.)

Kiran mengangguk lagi walaupun tidak mengerti apa yang di maksud ucapan si Ibu penjaga warung, lalu berjalan menghampiri laki-laki tambun yang sudah duduk manis di sebuah motor— yang eum... sedikit butut dan kecil menurut Kiran untuk ukuran si pengendara yang berpostur besar—Kiran terdiam sebentar selagi laki-laki itu menghidupkan mesin motornya.

"Ayo naik Neng."

Kiran dengan perlahan naik di boncengan yang hanya menyisakan sedikit space untuknya duduk. Kiran bersyukur memiliki tubuh langsing di saat seperti ini. Rupanya cobaan hidup Kiran sangat beragam sekali.

Tiba di sebuah penginapan Kiran dengan cepat langsung turun dari motor dan berdiri canggung dengan si pria tambun yang masih duduk di atas motornya. "Berapa ongkosnya?" Tanya Kiran.

Pria itu tersenyum menampilkan deretan giginya yang kuning sedikit membuat Kiran was-was yang langsung memundurkan posisinya beberapa langkah.

"Lima puluh."

Kiran terkejut dengan harga ongkos yang laki-laki itu minta padahal dari tempatnya tadi Kiran rasa tidak terlalu jauh. Meskipun Kiran bisa di hitung jari menggunakan jasa ojek tapi Kiran tak bodoh hingga tidak tahu berapa tarif ojek.

Namun, karena Kiran memilih jalan aman dan ingin cepat-cepat merebahkan diri tanpa bantahan Kiran menyerahkan selembar uang berwarna biru yang di terima laki-laki itu dengan sumringah.

Tak mau berlama-lama Kiran langsung mengucapkan terimakasih dan berlalu masuk ke area penginapan. Langkah Kiran tertuju pada seorang laki-laki yang asik memainkan ponselnya dengan posisi miring di area resepsionis.

"Permisi." Sapa Kiran yang membuat laki-laki itu mendongak dan dengan cepat berdiri.

"Iya Teh, ada yang bisa saya bantu."

"Saya mau check in untuk satu kamar. Apa ada yang kosong?"

"Oh ada Teh, mau yang tipe apa?"

"Premium room."

"Oke Teh, silahkan untuk isi biodata dan melakukan pembayaran."

Kiran dengan cepat mengisi data dan membayar biaya penginapan lalu segera diantarkan ke kamarnya. Kiran langsung merebahkan diri rasanya terlalu lelah hanya untuk membersihkan badannya yang terasa lengket.

Kiran meneliti kamarnya yang masih kalah jauh di bandingkan dengan tipe terendah di hotel yang pernah di kelolanya sekalipun. Namun, memang jika di bandingkan penginapan ini dengan hotel bintang lima milik keluarga Atmajaya sangat tidak Apple to Apple.

Membicarakan keluarga Atmajaya sepertinya tidak akan pernah ada habisnya. Jadi Kiran memutuskan untuk memejamkan matanya mengistirahatkan hati, pikiran dan tubuhnya yang dalam satu waktu merasakan rasa lelah. Hingga akhirnya Kiran terlelap dengan satu ait mata yang mengucur jatuh sebagai penanda jika hari ini adalah awal mula hari berat yang akan Kiran lalui.


.

.

.

so guys, gimana nih masih semangat ikutin kisah Kiran?

jangan lupa vote serta komentar nya yaaa ❤️

Continuar a ler

Também vai Gostar

1.3M 27.2K 24
Yusuf Kuswanto, 35 tahun. seorang duda yg ditinggal pergi oleh istrinya saat melahirkan sang buah hati Ery Putri Kuswanto. anaknya sensitif dengan su...
308K 27.3K 45
Keciduk berduaan di kosan sama pemuda yang bahkan tidak Jea kenal. Berakhir mereka berdua dinikahkan secara paksa akibat sanksi sosial di lingkungan...
42.8K 4.8K 50
Bagi Gemintang Soerjoprasojo, Mo Tae Goo adalah sosok pria idamannya setelah kisah asmaranya bersama Langit Djatmiko kandas dihantam gelombang restu...
828K 76.2K 37
Silvia, wanita yang harus ditinggal nikah oleh kekasih dan adiknya, membuatnya harus kembali memupuskan impian pernikahan diusia 27 dan selalu dikata...