JALAN PULANG

By cimut998

35.3K 1.8K 217

Setelah berada di desa Giung Agung, Ahmad merasa jika dirinya selalu berhalusinasi. Ia kerap melihat bayangan... More

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 38
Bab 39
Bab 40
Bab 41
Bab 42
Bab 43
Bab 44
Bab 45
Bab 46
Bab 47
Bab 48

Bab 20

647 39 4
By cimut998


"Saya tidak tahu, Pak. Harus bagaimana." Keluh Yudi.

"Saya akan coba tanyakan sama Pak Heru, mungkin beliau tahu. Karena waktu pertama kali saya datang ke sini, Pak Heru adalah orang pertama yang saya kenal. Saat itu juga, Pak Heru sudah menjadi Ketua RT." Imbuh Pak Parta.

Yudi mulai menangkap sesuatu dari ucapan Pak Parta. Tetapi, ia hanya diam. Berusaha bersikap seperti Yudi yang seharusnya.

"Jadi, maksut kedatangan Bapak ke sini pagi-pagi itu, apa? Saya mengantuk Pak. Saya mau lanjut tidur lagi," tanya Yudi sembari terus menguap.

"Saya mau minta tolong sama kamu, Yud. Tolong selama saya pergi ke kampung saudara saya, saya mohon sama kamu, untuk menjaga Adiba. Saya tidak tahu harus minta tolong sama siapa. Di sini saya tidak punya saudara." Jawab Pak Parta dengan wajah memelas. Ada air mata yang coba ia tahan.

"Benar kan, pasti mau minta tolong." Gumam Yudi dalam hati. Tebakannya memang tak pernah meleset.

"Adiba kan sudah besar, Pak. Dia bisa jaga dirinya sendiri. Lagipula, saya kan bukan siapa-siapa Bapak. Nanti justru menjadi fitnah." Yudi berusaha selembut mungkin menolak permintaan Pak Parta.

"Tapi, Yud ... kali ini saya benar-benar minta tolong sama kamu. Saya bisa kok menikahkan kamu dengan Adiba. Biar kamu sama dia bisa tinggal serumah." Bujuk Pak Parta.

Yudi terkejut mendengar ucapan Pak Parta. Menikah? Segampang itukah?

"Tunggu dulu, Pak. Sebenarnya ada apa sih, kok Bapak ngotot ingin saya jaga Adiba. Tolong bicara yang jujur, mungkin saya bisa membantu. Atau setidaknya memberi masukkan," ucap Yudi. Bukan tidak mau membantu, hanya saja jika harus menikah, pemuda bertubuh kurus itu merasa keberatan. Terlebih, Yudi tidak punya perasaan apa-apa untuk Adiba. Dihatinya hanya ada nama orang lain. Dan ia mencoba untuk memperjuangkan itu.

"Saya belum bisa bicara sekarang, Yud. Saya kehabisan waktu. Tolong bantu saya sekali saja." Pinta Pak Parta.

Yudi kembali terdiam. Sepertinya Pak Parta memang sedang mengalami kesulitan. Ditambah dengan segala peristiwa aneh yang terjadi selama ini, pasti Pak Parta juga tidak menginginkan sesuatu terjadi kepada putrinya. Yang menjadi pertanyaan, kenapa harus pemuda seperti Yudi yang ia pilih?

Yudi mengembus napas panjang, kemudian tersenyum.

"Baiklah, saya akan bantu Bapak. Tapi, saya tidak mau menikah dengan Adiba, Pak. Saya akan bantu semampu saya dari jauh."

Senyum sumringah mengembang di bibir Pak Parta. Setelah sekian lama menunggu kata-kata itu.

"Terima kasih banyak, Yud. Terima kasih," Pak Parta menjabat tangan Yudi. Dingin sekali. Telapak tangan pria tua itu terasa dingin, saat menyentuh kulit.

***

"Mas, Mas Ahmad!"

Ahmad mencoba membuka mata. Kedua matanya seakan menempel. Berat sekali untuk dibuka. Kepalanya terasa sangat sakit.  Ahmad mendesis panjang, ada sesuatu yang salah pada dirinya.

"Mas Ahmad kenapa? Kok tiduran di lantai?" Tanya Pak Heru, orang pertama yang menemukan Ahmad tergeletak di lantai.

"Argh ..." lirih Ahmad. Pemuda itu berusaha bangkit, namun tubuhnya terhuyung, hampir saja jatuh.

Dengan sigap Pak Heru menangkap tubuh Ahmad, kemudian membantunya untuk duduk di lantai.

"Kepala saya sakit, Pak." Keluh Ahmad sambil memegang bagian kepalanya yang dirasa sakit.

"Apa yang terjadi semalam, Mas. Apa ada yang datang?" Tanya Pak Heru. Tentu saja pria itu sangat penasaran. Melihat kondisi Ahmad yang kacau.

"Saya juga tidak tahu, Pak. Seingat saya, ada yang mencoba masuk, tapi setelah itu saya tak sadarkan diri." Jawab Ahmad dengan nada pelan. Ia masih merasa kesakitan di bagian kepala.

"Loh, siapa Mas? Mas tahu tidak?" Tanya Pak Heru lagi.

"Saya tidak tahu, Pak. Semalam gelap, jadi saya tidak bisa melihat wajah orang tersebut." Balas Ahmad.

Pak Heru termenung. Tergambar jelas raut wajahnya yang cemas. Kondisi desa sudah sangat rawan, ditambah ia masih bingung dengan keadaan Indah yang sampai detik ini belum ditemukan.

Pak Heru menyandarkan punggungnya ke dinding kayu. Menyejajarkan tubuh di dekat Ahmad.

"Ya Allah ada apa lagi ini, kenapa cobaan ini belum juga usai." Lirih Pak Heru.

"Argh!" Pekik Ahmad. Ada darah yang mengalir di belakang kepala. Ahmad mencoba menyeka berulang kali, namun darah itu masih mengalir.

"Loh, kepala Mas Ahmad kenapa? Kok berdarah?" Pak Heru panik.

Ahmad hanya menggeleng, ia juga tidak tahu apa yang sudah terjadi.

"Tunggu di sini, Mas. Saya akan minta bantuan," pinta Pak Heru. Tak lama kemudian pria tua itu segera lari keluar rumah meninggalkan Ahmad seorang diri.

"Ya Allah, apa yang telah terjadi pada hamba," lirih Ahmad.

Selang beberapa waktu, Pak Heru kembali dengan beberapa warga. Para warga tersebut dimintai tolong, untuk membawa Ahmad ke Puskesmas terdekat. Dengan cekatan, para warga pun membopong tubuh Ahmad, berjalan menuju Puskesmas.

Sesampainya di Puskesmas, Ahmad segera diobati oleh mantri. Tidak ada dokter di desa Giung Agung. Hanya ada seorang mantri dan beberapa bidan desa. Setelah selesai mengobati Ahmad, sang mantri segera menemui Pak Heru.

"Sebaiknya, pasien segera dibawa ke rumah sakit untuk bisa mendapat perawatan yang maksimal. Saya takut, lukanya semakin parah."

"Baik Pak. Nanti coba saya bicarakan terlebih dahulu dengan Mas Ahmad. Terima kasih banyak atas pertolongannya."

Sang mantri pun segera pergi setelah mengobrol dengan Pak Heru. Selang beberapa menit, Pak Heru masuk ke dalam ruangan tempat Ahmad dirawat.

"Saya sudah baikan, Pak. Tak perlu pergi ke rumah sakit. Sebentar lagi juga sembuh." Belum sempat Pak Heru mengucapkan kata, Ahmad sudah lebih dulu menyatakan keputusannya.

"Loh, Mas Ahmad nguping to?" Tuduh Pak Heru.

"Bukan menguping, Pak. Cuma tadi tak sengaja dengar saja." Kilah Ahmad.

Pak Heru memicingkan mata. Ia tak percaya dengan ucapan Ahmad. Tapi, demi menjaga perasaan santri muda itu, Pak Heru berusaha acuh.

"Kalau memang tidak mau, juga tidak apa-apa, Mas. Semua terserah Mas Ahmad saja. Saya hanya berniat membantu." Ucap Pak Heru. Ahmad hanya menyunggingkan senyum manis. Ada rasa sedikit bersalah, namun Ahmad merasa sungkan jika terus merepotkan Pak Heru.

***

Di suatu tempat, sedang berkumpul beberapa orang yang tengah meringik ketakutan, melihat seseorang tengah bersenang-senang dengan sesuatu. Sesuatu yang tak lazim bagi manusia. Orang tersebut, tengah berdiri di punggung seseorang. Terlihat seseorang itu tengah terbujur kaku, dengan tubuh tertelungkup dan bersimbah darah.

"Siapa pun orang yang berani berkhianat, akan bernasib sama seperti ini. Saya sebagai pemimpin, akan bertindak tegas, dan tak segan untuk melukai siapa pun orangnya. Mau dia wanita sekaligus!" Teriak sang pemimpin.

Dari banyaknya orang yang sedang berkumpul, ada satu yang terlihat tenang. Bahkan orang tersebut, tersenyum lebar melihat kejadian mengerikan itu.

"Selamat datang di neraka, tua bangka!" Lirih orang tersebut.

Selang beberapa waktu, muncul dua orang misterius dengan muka tertutup topeng. Sang pemimpin, segera berjalan meninggalkan tubuh yang terbujur kaku itu. Dan menghampiri kedua tamu istimewanya.

"Bagaimana, kalian membawa apa yang aku inginkan?"

Kedua orang tersebut mengangguk.

"Hahaha! Hahaha!" Sang pemimpin tertawa terbahak-bahak. Suaranya cukup keras hingga menggema ke seluruh ruangan.

"Bagus! Kerja bagus! Kali ini kalian akan mendapat imbalan yang jauh lebih banyak."

Salah satu tamu tersebut mendekat, membisikkan sesuatu ke telinga sang pemimpin.

Sang pemimpin pun tersenyum menyeringai.

"Akhirnya, hari yang kutunggu-tunggu pun tiba. Kau boleh minta apa saja, pasti akan ku kabulkan."

"Aku ingin menikahi putrimu!"

Sang pemimpin terkejut mendengar permintaan tamu istimewanya. Selama ini belum ada yang berani meminta hal itu kepadanya. Terlebih, tidak ada yang tahu jika sang pemimpin mempunyai seorang anak gadis.

"Apa kau bilang!" Ucap Sang pemimpin geram.

"Aku yang menemukannya, dan aku juga yang akan menikahinya!" Tukas sang tamu.

Sang pemimpin pun terdiam. Ia tak menduga jika tamu istimewanya itu menginginkan hal yang sangat mustahil.

"Baiklah, tapi dengan satu syarat."

Sang tamu tersenyum. "Apa syaratnya, katakan saja!"

"Penggal kepala pemuda itu! Dan bawa ke mari! Setelah itu, aku akan menikahkanmu dengan putriku!" Ucap sang pemimpin sambil menenteng kepala seseorang yang berhasil ia penggal beberapa menit lalu.

"Baik." Singkat sang tamu. Kemudian keduanya pergi meninggalkan ruangan.

"Aaarrrggghh! KEPARAT! Beraninya dia mengancamku!" Sang pemimpin melempar kepala yang berlumur darah itu ke sembarang tempat. Tanpa disadari kepala tersebut tengah menggelinding ke arah kaki seseorang.

"Ya Allah ..." lirih seseorang tersebut sambil menutup mulut dengan kedua tangan. Kedua matanya terbeliak lebar melihat sosok yang terpenggal.

Continue Reading

You'll Also Like

4.1M 60.7K 10
karena kecerobohanya Rara harus rela menjadi istri simpanan sang tuan rumah, Darka.
77.6K 6.4K 85
[COMPLETED] Kematian seorang Guru di SMP GENTAWIRA membawa Zuna dan Diana kembali ke sekolah lama mereka. Awalnya hanya Zuna yang ditugaskan untuk me...
72.8K 3.8K 16
Banyak hal di dunia ini yang tak pernah kita duga, termasuk mereka yang hidup berdampingan dengan kita tapi tak pernah kita lihat. Mereka berkomunik...
233K 19.2K 29
Kisah tentang teror dari sosok bernama Nek Ipah yang dialami seorang anak bernama Dani (7 tahun). Tidak hanya Dani saja, bahkan penduduk kampung pun...