My Nerd Is Perfect

By VitaNori

94K 4.7K 691

👑Spin Off Ello Untuk Ola👑 (TAHAP REVISI & ON GOING) Karena kecantikan yang dimiliki Kaycia bisa membuatnya... More

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 38
Bab 39
Bab 40
Bab 41
Bab 42
Bab 43
Bab 44
Bab 45
Bab 46
Bab 47

Bab 11

2.2K 120 47
By VitaNori

...............


Setengah hari penuh Kaycia terkurung di dalam basecamp milik Asten.

"Mau ke mana lo?" tanya Asten saat melihat Kaycia ingin melangkah keluar dari sana.

"Pulang," ketusnya kesal. Bagaimana tidak kesal, setengah hari ia terkurung dan harus meninggalkan pelajarannya karena hukuman konyol Asten.

"Kata siapa lo boleh pulang?" ujar Asten.

"Emangnya siapa yang larang gue pulang ke rumah gue sendiri?" tanya balik Kaycia menjawab pertanyaan bodoh Asten.

Asten yang memang sedari tadi moodnya sudah tidak bagus, dan kini harus menahan emosinya mendengar selorohnya Kaycia.

Ingat ini, Asten sangat tidak bisa mengontrol emosinya. Jadi, tanpa menjelaskan apapun pada Kaycia, ia langsung menariknya keluar dari basecamp.

"Eh, lo mau bawa gue ke mana?" panik Kaycia, pasalnya Asten tiba-tiba memintanya untuk menaiki motornya.

"Tutup mulut lo sebelum gue kasih sesuatu di sana!" ucap sinis Asten.

Spontan saja Kaycia merapatkan mulutnya. Otaknya berputar pada ingatan di kantin tadi. Di mana, Asten melemparkan sebuah sambal pada seorang siswi. Ia tidak mau Asten melakukan itu padanya.

Padahal dirinya tadi sangat pemberani, dan kini hanya mendengar kalimat ancaman dari Asten saja sudah membuatnya menciut. Ini bukan saatnya untuk membantah ucapannya.

Tapi setelah beberapa saat ia berpikir, jika ia mengikuti Asten pasti kedua kakak dan orangtuanya mengkhawatirkannya. Apalagi mengingat Papa dan kedua kakaknya itu sangat posesif padanya. Bisa habis ia jika harus mengikuti Asten.

"Sorry kak, tapi gue gak bisa ikut lo. Gue udah di jemput sama orang rumah. Lain kali aja gue ikut ya," tolak Kaycia selembut mungkin.

Ia berusaha agar tidak menimbulkan percikan api. Namun, sepertinya usahanya gagal membujuk Asten.

Buktinya saja sekarang, tanpa ingin Kaycia bicara lagi Asten tiba-tiba saja memasangkan helm di kepala Kaycia dengan kasar, lalu mengangkatnya ke atas motor.

Ingin meronta pun rasanya Kaycia tidak bisa. Jadi dengan hati yang dongkol dan penuh paksaan, ia ikut bersama Asten.

"Kenapa kak Asten bawa gue ke sini?" tanya Kaycia setelah turun dari motor Asten. Asten membawanya ke sebuah gedung apartemen, yang Kaycia tebak itu adalah milik Asten.

"Menurut lo?" seringai Asten.

Kaycia menyilangkan tangan di dadanya. "Jangan macam-macam ya kak!" ucapnya memperingati.

Asten menarik sudut bibirnya, lalu menoyor kepala Kaycia, "Gue gak mungkin nyentuh tubuh jelek lo! Muka lo aja sejelek ini, apalagi tubuh lo!"

Kaycia melepas silangan tangannya, "syukur deh," ucapnya santai walau hatinya sedikit tersentil oleh ucapan Asten.

Tak memperdulikan ucapan Kaycia, Asten menyuruhnya untuk mengikutinya. Hingga sampailah mereka di dalam apartemen.

Bisa Kaycia lihat, interior apartemen Asten sangat sederhana. Ia pikir, apartemennya akan mewah karena teringat Asten termasuk dari keluarga yang terpandang.

"Tunggu di sini!"

"Lo mau kurung gue lagi, kak?!"

"Hukuman lo belum berakhir!" ujar Asten, membalikkan badannya hendak melangkah ke kamarnya.

"Kak! Gue gak mau! Cepet buka pintunya ... Gue mau pulang!" panik Kaycia. Namun, Asten tidak memperdulikan ucapannya dan terus melangkah ke dalam kamarnya.

"KAK ASTEN!!!" teriak Kaycia menggedor pintu kamar Asten yang sudah terkunci dari dalam. Sial sekali Kaycia bisa bertemu cowok setan seperti Asten.

Dibalik pintu kamar, Asten tampak menyeringai mendengar teriakan Kaycia yang terus bersahutan tanpa henti. Ia merogoh sakunya mengambil ponsel, dan menghubungi seseorang.

"Kasih tau mereka, gue punya barang menarik buat taruhan kita malam ini," ucapnya, langsung mematikan sambungan telepon.

"Liat aja cupu, gue bakal balas penghinaan lo tadi sama gue!" gumamnya mengepalkan kedua tangannya.

Di sisi itu, Kaycia menendang keras pintu kamar Asten. Ia melampiaskan rasa kesalnya pada benda mati itu. Hingga suara dering ponselnya menghentikan aksi protesnya.

"Mati gue! Papa nelpon," gumamnya gelisah.

Dengan hati-hati dan penuh debaran, Kaycia mengangkat telepon tersebut. "Halo Pa?"

"Kamu di mana?! Papa jemput kamu di sekolah, tapi Papa tunggu kamu gak keluar-keluar!"

"Ma-maaf Pa, Cia gak tau kalau Papa yang jemput Cia. Emm - Cia juga sebenarnya lupa mau kasih kabar kalau Cia hari ini kerja kelompok di tempat teman Cia." alibinya berusaha setenang mungkin, walau dalam hati ber-DJ setengah mati.

"Ada cowoknya gak?"

"I-itu - nggak ada Pa," bohongnya, ia sampai memejamkan matanya erat merasa tak enak hati karena berbohong pada Papanya. Tapi apa boleh buat, Kaycia tidak ingin membuat keributan karena hal ini.

"Pulang jam berapa? Biar Papa jemput,"

"Nggak usah Pa, paling Cia gak akan lama kok." ucapnya meyakini sang Papa. Disebrang telepon sana belum ada jawaban dari Rasello. Sepertinya Rasello tengah bimbang.

"Papa minta Karl buat menemani kamu ya,"

"Eh jangan Pa, Cia 'kan udah besar. Papa gak perlu khawatir, Cia bisa jaga diri sendiri."

"Oke. Tapi ingat, jangan pulang larut malam."

"Siap Pa," jawabnya, lalu sambungan telepon pun akhirnya berakhir. Kaycia bisa bernafas lega setelah menyelesaikan ini.

Dengan langkah lunglai, Kaycia berjalan ke arah sofa dan membaringkan tubuhnya di sana. Ia memutar otaknya untuk bisa keluar dari apartemen ini secepat mungkin.

Namun, karena otaknya terlalu buntu, tanpa sadar, ia memejamkan matanya. Rasa kantuknya menyerangnya tiba-tiba.

Tanpa sadar pula, ia sudah melewatkan beberapa jam.

"Bangun!" Asten menendang kecil sofa yang ditempati Kaycia.

"Bangun!!"

"Bangun!!"

"Bangun!!"

"BANGUN!!" karena kesal, Kaycia tidak kunjung bangun juga, akhirnya Asten menendang keras sofa itu sampai Kaycia terjungkal kebelakang bersamaan dengan sofa.

"AHH!" ringis Kaycia. Dengan perlahan, Kaycia beranjak dari sofa tersebut.

"Kasar banget sih! Sakit tau!"

"Dasar kebo! Lo gak mau gue bangunin dengan cara halus!" ujar Asten dibalas cibiran Kaycia.

"Pakai ini!" Asten melempar paper bag ke wajah Kaycia.

"Apa ini?" tanya bingungnya.

"Buka dan pakai,"

Kaycia pun membuka paper bag tersebut. Ia menarik benda yang ada di dalam paper bag tersebut. Ternyata itu sebuah celana legging dan baju crop top. Terlihat kerutan di dahi Kaycia, menandakan keterbingungannya.

"Ini, gue pakai? Tapi buat apa?" herannya.

"Udah pakai aja, gak usah banyak tanya! Oh ya, jangan lupa lo harus make up yang cantik malam ini."

Kedua mata Kaycia membola, terkejut mendengar penuturan Asten. "Gak! Gue gak mau make up atau pakai-pakaian gini! Gue maunya pulang!" protesnya.

"Ini bukan pilihan tapi perintah dari gue! Cepet pake, kalau gak ... Gue gak bakal pulangin lo!" ancamnya.

Mendengar itu, tentu saja membuat Kaycia tidak bisa mengontrol emosinya. "Woy kak! Lo pikir gue apaan yang seenak jidat lo nyuruh-nyuruh! Cukup ya kak gue-"

Tindak protes Kaycia dihentikan oleh Asten yang membekap mulutnya. Sungguh, semakin ia berdekatan dengan si cupu ini, sangat merepotkannya.

Ingin sekali ia membuang si cupu jauh-jauh darinya, tapi rasanya itu tidak mungkin karena ia harus menyelesaikan taruhan.

"Kalau lo gak mau ganti baju, gue yang bakal ganti baju lo."

Kaycia langsung menggeleng mendengar ancaman Asten. Melihat gelengan Kaycia, Asten melepaskan bekapan lengannya di mulut Kaycia dengan kasar.

"Cepet ganti! Gue gak ada waktu." ucapnya, lalu melangkah pergi memberi waktu Kaycia untuk mengganti pakaiannya.

"Kalau aja gue udah kuasain semua teknik taekwondo, udah gue smackdown lo!" gerutu Kaycia.

Tak ingin membuang waktu lebih lama, Kaycia pun dengan ragu mengganti pakaian yang diberikan Asten.

Bertepatan saat Kaycia selesai berganti pakaian, Asten keluar dari kamarnya dengan jaket jeans yang dipakainya. Tubuhnya terpaku saat melihat Kaycia memakai pakaian yang diberikannya.

Apa penglihatan tidak salah?

Ia benar-benar tidak yakin dengan apa yang dilihatnya. Tubuh Kaycia ternyata tidak sesuai dengan dugaannya. Nyatanya, tubuh Kaycia sangat indah bak model profesional. Bahkan kini, kedua matanya tidak berkedip memandang Kaycia.

Hingga jentikkan jari dari Kaycia menyadari lamunannya. Ia pun berdehem keras seraya merutuki dirinya sendiri karena bisa-bisanya terlena dengan si cupu didepannya.

"Lo harus pakai make up!" ketus Asten.

"Untuk yang satu itu, gue gak mau walaupun lo hukum gue sekalipun."

Asten berdecak kesal, lalu ia berpikir. Sepertinya tidak masalah jika ia membawa Kaycia tanpa make up.

"Ck, ayo ..." tarik Asten membawa pergi Kaycia.

Disepanjang perjalanan, mereka sama-sama terdiam. Kaycia belum menyadari, jika ia sudah melewatkan banyak waktu. Ia pun tak menyadari, di mansion Castelo orang-orang tersayangnya sedang kalang kabut mencarinya.

"Turun." perintah Asten ketika mereka sudah sampai di tempat tujuan.

Kaycia turun dari motor sesuai perintah Asten. Ia memandang sekitar yang terlihat ramai oleh orang-orang yang Kaycia tidak kenali.

Tiba-tiba saja perasaannya tidak enak.

Rasa tidak nyaman pun mulai menghantuinya. Ia benar-benar tidak menyukai tempat seperti ini. Tempat yang Kaycia tebak seperti - sebuah arena balap liar.

"Halo bro ..." panggil salah seorang laki-laki beserta gerombolannya yang menghampiri Asten.

"Wah ... Ini barang yang lo maksud bagus itu?" ucap seorang laki-laki tersebut yang ternyata salah satu anggota Black Lion bernama Gani.

Kaycia mengerutkan keningnya mendengar ucapan laki-laki bertubuh sedikit gempal itu. Kenapa laki-laki itu memanggilnya dengan kata barang? Pikirnya.

"Hm, walaupun mukanya cupu tapi liat baik-baik ..." jawab Asten tersenyum smirk.

Gani dan beberapa anggota Black Lion tertawa, "Lo tau aja yang kita mau." ujar Gani seraya menaik turunkan alisnya.

"Gue harus menang malam ini supaya bisa main sama barang bagus yang lo bawa ini," sahut Azam salah satu anggota Black Lion yang bertubuh kurus itu seraya menyentuh dagu Kaycia.

Kini Kaycia sudah mengerti situasinya. Ia mengepalkan tangannya menahan gemuruh didalam hati. Asten sangat keterlaluan membuatnya menjadi barang taruhan. Apalagi ini menyangkut harga dirinya.

"Lo jadiin gue barang taruhan?!" Kaycia menggeram.

Asten melangkah lebih dekat ke arah Kaycia lalu membisik, "Ini konsekuensi atas perbuatan lo di kantin tadi. Lo 'kan mau tau gimana kehormatan wanita di mata gue,"

'PLAK'

Satu tamparan mendarat di pipi Asten. Ini adalah kali kedua Kaycia berani menamparnya. Sedangkan semua anggota Black Lion meringis melihat itu.

Mereka bukan mengasihani Asten, melainkan Kaycia. Mereka tau, Asten akan segila apa jika ada yang berani menantangnya.

Asten menggeram seraya memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan Kaycia, "Lo -" Asten menekan pipi Kaycia, membuat Kaycia meringis kesakitan.

"Setelah ini, siap-siap terima penghinaan dari gue!" ancamnya seraya mendorong Kaycia.

Tak tinggal diam begitu saja, Kaycia berusaha lari dari sana. Namun, anggota Black Lion menangkapnya dengan cepat. Kini, rasanya Kaycia ingin menangis saja.

Ia hanya bisa pasrah dan terus berdoa atas keselamatannya. Dirinya tidak ingin menjadi bahan taruhan yang merelakan harga dirinya untuk laki-laki bejat seperti mereka.

Pertandingan dimulai. Semua orang tengah berkumpul, bersorak ria menyambut para pemain bermain di arena balap.

Namun, ada satu orang yang begitu familiar dimata Kaycia. Ia sampai memicingkan matanya, berusaha melihat jelas laki-laki yang sebagai rival Asten.

"Hadiah apa yang lo bawa?"

"Yang pasti barang bagus," jawab Asten.

"Sebagus apapun atau sejelek apapun barang taruhan lo, gue pastiin kalau gue bakal menang malam ini!"

"Jangan terlalu yakin, buktinya udah lima kali lo kalah dari gue dalam satu bulan ini," ucap Asten meremehkan.

"Kita liat aja!"

"Lo yakin, gak mau liat barang bagus apa yang gue bawa?" seringai Asten.

Laki-laki yang menjadi rival Asten pun menengok ke arah yang ditunjukkan Asten. Ia terkejut saat melihat hadiah taruhan yang dibawa Asten.

"Cia?" Ia membuka helmnya dan menatap terkejut pada sosok wanita yang tengah disandera oleh anggota Black Lion.

Kaycia pun tak kalah terkejutnya. "Kak Karl?!" gumamnya.

"Lo kenal dia?" tanya Asten tiba-tiba, mengejutkan Karl.

Karl menatap nyalang Asten seraya mengepalkan tangannya. "Bajing*n!!"

Asten menaikkan alisnya.

Tidak. Bukan saatnya Karl bersikap seperti ini. Sebisa mungkin, Karl harus menahannya agar Kaycia tidak dicurigai mempunyai hubungan dengannya. Sekilas, ia melirik Kaycia. Ia melihat sang adik begitu ketakutan.

"Kalau gue memang, gue bakal bawa dia?" tanya Karl.

"Hey, sejak kapan seorang Karl Castelo tertarik sama barang taruhan kali ini?"

Lagi-lagi, Karl hanya bisa memendam emosinya, "bukan urusan lo gue tertarik ataupun nggak. Sekarang, kita mulai. Lo harus nyerahin dia kalau gue menang," ujar Karl memakai kembali helmnya.

"Oke," jawab Asten.

'Ternyata menarik,' batin Asten tersenyum smirk.
.
.
.
.
.

To Be Continue 🦋

Continue Reading

You'll Also Like

3.2M 158K 22
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
931 318 7
PLAGIAT DILARANG MENDEKAT ‼️⚠️ CERITA INI MURNI HASIL PEMIKIRAN SAYA SENDIRI. 17+ "Mah Echa gamau di jodohin, kakak aja belum nikah masa Echa duluan...
20.9K 994 26
Mevriano Raven Megantara, merupakan ketua geng Xlovenos yang kejam dan tidak takut apapun. Memiliki wajah tampan dan dikagumi semua orang tentu menja...
68K 2.2K 19
"Elva, aku suka sama kamu. Kamu mau nggak jadi pacar aku?" "Ogah!! Lo bukan tipe gue, cewek Oon!! " * * * Elvano dan Azalea. Dua remaja dengan kehidu...