JALAN PULANG

By cimut998

35.3K 1.8K 217

Setelah berada di desa Giung Agung, Ahmad merasa jika dirinya selalu berhalusinasi. Ia kerap melihat bayangan... More

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 38
Bab 39
Bab 40
Bab 41
Bab 42
Bab 43
Bab 44
Bab 45
Bab 46
Bab 47
Bab 48

Bab 10

721 39 1
By cimut998

Putri tewas seketika. Tangisan Pak Usman pecah. Para jemaah yang dalam keadaan baik-baik saja, mencoba membantu Pak Usman. Salah satu warga berlari mengambil lilin. Kemudian menyalakannya di setiap sudut ruangan. Meskipun lampu belum menyala, setidaknya mereka tidak tertelan kegelapan.

"Putriii! Putrii!" Isak Pak Usman memeluk jasad Putri.

Ahmad hanya terduduk lemas, ia merasa bersalah karena terlambat membantu Putri. Sementara Pak Parta terlihat memeluk sang putri, Adiba.

"Kenapa semua ini terjadi, Nduk." Lirih Pak Parta.

Adiba hanya menggeleng pelan. Ia sendiri tidak tahu, jika akan terjadi peristiwa naas malam ini. Adiba hanya mengikuti apa kata hatinya. Sebelum datang ke mushola, Adiba sedang belajar di rumah. Melihat awan mega yang hitam pekat, Adiba langsung bisa menebak jika akan terjadi sesuatu di desa. Hanya saja, dia tidak tahu pasti, apa itu.

Ketika sedang memastikan keadaan, Adiba sangat terkejut, saat melihat mushola yang diselimuti kabut putih. Dengan segenap keberanian yang ia punya, Adiba nekat masuk ke dalam mushola. Lalu, terjadilah rentetan peristiwa tragis itu.

"Kita bantu Pak Usman mengurus jasad cucunya. Kalau ada yang mengenali kerabatnya tolong beritahu sekarang. Biar proses pemakaman berjalan lancar." Ucap Pak Heru. Ia sendiri tengah bingung, melihat kondisi Indah yang memprihatinkan. Kepalanya berdarah akibat benturan. Pak Heru membaringkan tubuh Indah ke lantai, menyelimuti tubuhnya dengan mukena.

Para jemaah lain juga melakukan hal yang sama. Membaringkan tubuh para jemaah perempuan yang kesurupan. Ada pula yang segera mengantar anak-anak pulang. Mereka tak berhenti menangis, merengek minta pulang. Walau di luar hujan deras, tetapi mereka tetap memaksa. Sepertinya, pulang adalah langkah terbaik yang mereka pilih daripada harus menyaksikan tragedi berdarah lagi.

"Nduk, kamu pulang saja. Biar Bapak dan yang lain, yang mengurus jenazah Putri." Titah Pak Parta pada Adiba.

"Tidak, Pak. Adiba akan tetap di sini. Adiba takut, jika nanti akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," tolak Adiba.

"Tapi, tubuhmu basah kuyup. Bapak takut, kamu akan sakit nanti," balas Pak Parta cemas.

"Adiba baik-baik saja, Pak. Bapak tidak usah khawatir," Adiba mengulas senyum, terlihat dari kedua matanya yang menyipit.

Pak Parta hanya pasrah dengan keputusan Adiba. Dalam keremangan malam, para warga segera mengurus jasad Putri. Kesadaran Pak Usman sudah diambang pasrah. Ia berkali-kali bangun, dan tak sadarkan diri. Seakan menolak kematian sang cucu.

DIA ADA DI SINI!

Ahmad mendengar seseorang tengah berbisik di telinganya. Ahmad mengedarkan pandangan, menelisik ke seluruh ruangan, sampai ia berhasil menemukan bayangan seseorang tengah bersembunyi dibalik punggung Adiba.

Adiba yang merasa tidak nyaman dilihat oleh Ahmad segera memalingkan muka. Tanpa sadar, lampu sorotnya justru memperlihatkan wajah bayangan itu secara jelas.

"Ba-bapak!" Seru Ahmad ketika melihat sosok bapaknya tengah berdiri di belakang Adiba. Bapaknya tengah menatap tajam ke arahnya. Wajah pucatnya penuh dendam. Ia bahkan memperlihatkan kuku tajamnya, dan bergerak hendak menusuk Adiba namun, sosok itu segera terpental saat hendak mendekatinya.

Sosok itu bangkit, kemudian melesat cepat dan berdiri dihadapan Ahmad.

JANGAN PERCAYA DENGAN WANITA ITU! DIA ITU IBLIS!

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, sosok bapak Ahmad segera menghilang. Ahmad tampak kebingungan. Mencoba memercayai ucapan sosok yang menyerupai bapaknya.

"Mas Ahmad!" Tegur Pak Heru.

Suara Pak Heru membuyarkan lamunan Ahmad.

"Ya, Pak." Balas Ahmad.

"Jangan melamun, saya takut Mas Ahmad kesurupan," timpal Pak Heru.

Ahmad mengangguk pelan sambil tersenyum.

"Kita tunggu sampai hujannya reda, baru kita antar jemaah yang lain pulang. Setelah itu, kita kuburkan jasad Putri. Tapi, sebelumnya kita shalat isya dulu," titah Pak Heru.

Selang beberapa waktu, para warga yang masih berada di mushola telah selesai menunaikan ibadah shalat isya. Walau pun dalam keadaan kacau, mereka berusaha mengingat kewajibannya sebagai seorang muslim.

Malam yang begitu panjang bagi Ahmad. Rentetan peristiwa tragis terjadi begitu saja. Ia bahkan sama sekali tidak menyangka jika akan ada yang meninggal. Ahmad menatap jasad gadis kecil itu penuh tangis. Baru beberapa menit lalu ia melihatnya, kini ia harus berpisah dengan gadis kecil pemilik paras cantik itu untuk selama-lamanya.

"Apa salah Putri, Ya Allah. Hingga ia harus menjadi korban," lirih Ahmad. Tiba-tiba saja, Ia ingat dengan cerita Mbok Inah tentang Aisah. Apa ini ada hubungannya dengan Aisah? Atau, dengan masa lalu. Ahmad mengusap kasar wajahnya. Merasa gagal menjadi guru yang tak bisa melindungi muridnya.

"Besok aku harus bertemu dengan Mbok Inah dan mendesaknya agar mau menceritakan semuanya," gumam Ahmad dalam hati.

***

Suasana pondok malam ini terasa berbeda. Tak seperti biasa, para pengawas tidak mengizinkan para santri untuk keluar malam. Selepas isya, semua santri harus sudah berada di dalam kamarnya.

Ilham yang dibantu oleh santri lain, kini sudah tersadar dari pingsan. Ia meraba telinganya, dan melihat tidak ada darah di sana. Kaca cerminnya pun masih utuh. Ilham berpikir jika itu hanya sekadar mimpi. Padahal jika ia lebih teliti, ada sesuatu yang mengkilap di sela-sela rongga pintu.

"Kamu kenapa, Ham. Kok bisa pingsan," tanya Busro, teman seangkatan Ilham.

"Aku kelelahan saja, menyetir sendiri dari desa sampai sini." Jawab Ilham. Ia tak mungkin menceritakan mimpinya kepada Busro. Pemuda bermata sipit itu, hanya manggut-manggut setelah mendengar jawaban Ilham.

"Kabar Ahmad bagaimana, Ham. Dia jadi mengajar di desa itu. Setahuku, desa itu penuh kutukan. Yang datang ke sana pasti akan mati," ujar Busro.

Ilham mengernyit. "Darimana kamu tahu, jangan bercanda kamu, Ro!"

"Aku tidak bercanda, Ilham. Aku serius. Beritanya sudah tersebar di mana-mana. Kamu baca saja di majalah itu," balas Busro sambil menunjuk beberapa tumpuk majalah lama.

Ilham segera mengambil majalah tersebut. Ia mencari satu persatu lembarannya. Mencari tahu tentang desa Giung Agung. Dan benar, Ilham menemukan beberapa majalah memuat berita yang sama.

Desa Giung Agung terletak di pulau Jawa. Masyarakat menyebutnya sebagai desa terkutuk. Sebuah tragedi berdarah pada Tahun 1985, menjadi salah satu pemicu terjadinya kutukan tersebut. Peristiwa naas itu mengakibatkan puluhan warga tewas dengan kondisi mengerikan. Para pemuka desa sepakat untuk menyarankan para warga tuk mengungsikan diri dan tidak kembali lagi ke desa tersebut. Sayangnya, masih banyak warga yang masih ingin tetap tinggal, berbagai macam alasan pun terus menjadi kendala. Akhirnya pada tahun 1993, desa tersebut benar-benar kosong tak berpenghuni.

Ilham yang sudah selesai membaca tulisan artikel tersebut, langsung berdiri menyambar sarung dan memakainya dengan tergesa-gesa sambil terus berjalan.

"Ham, mau ke mana?" Tanya Busro. Ilham sama sekali tidak menggubrisnya.

"Budek!" Umpat Busro.

Tok! Tok! Tok!

Ilham mengetuk pintu ruangan Kiai Sobirin. Hening.

Tok! Tok! Tok!

Ilham mencoba sekali lagi, dan akhirnya seorang gadis berparas cantik membukakan pintu sembari tersenyum.

"Mas Ilham," Sapa gadis tersebut.

"Abah ada, Ra?" Tanya Ilham.

"Abah sedang keluar bersama Kiai Habidin. Kalau ada yang ada perlu, katakan saja. Nanti akan aku sampaikan kepada Abah," jawab Amara, nama anak Kiai Sobirin.

"Tidak usah. Nanti kalau Kiai sudah pulang, beritahu saja. Aku akan bicara sendiri dengan beliau," tandas Ilham.

"InsyaAllah," timpal Amara.

"Aku balik ke kamar dulu," pamit Ilham.

"Tunggu!" Cegah Amara. Ilham segera menghentikan langkahnya.

"Ada apa," dengan wajah masam, Ilham mencoba bertanya pada Amara. Meskipun ia sudah tahu, apa yang ingin gadis itu tanyakan. Ya, kabar Ahmad. Karena selain Oliv, Amara juga menyukai Ahmad.

"Kabar Ahmad bagaimana? Apa dia-

"Dia baik-baik saja." Sela Ilham.

"Syukurlah kalau begitu. Aku ikut senang mendengarnya," Amara bernapas lega.

"Jangan terlalu berharap pada manusia, Ra. Kamu tidak tahu apa isi hati Ahmad. Akhir-akhir ini, aku lihat Ahmad lebih sering memerhatikan Adiba. Bisa jadi, Ahmad sudah menaruh hati padanya," tukas Ilham. Ia merasa puas mengatakannya, setelah sekian lama bungkam.

Amara terkejut mendengar ucapan Ilham. Kedua matanya membulat lebar, seakan tak percaya dengan ucapan pemuda tampan itu.

"Ya kah? Jangan bohong kamu, Ham." Tuduh Amara.

"Bohong? Buat apa aku bohong. Kamu tahu, desa di mana tempat Ahmad mengajar adalah kampung halaman Adiba. Aku yakin, setelah kepulangannya dari desa tersebut, Ahmad dan Adiba pasti segera menjalani hubungan yang serius. Jadi, jangan terlalu berharap!" Ucap Ilham dengan wajah berseri-seri. Ia tampak senang, melihat gadis cantik itu merengut.

Awalnya, Ilham menyukai Amara. Namun, ia sadar diri akan posisinya sebagai santri. Sementara Amara anak dari Kiai Sobirin. Ilham hanya bisa mencintai dalam diam. Setelah beberapa kali pertemuan, Ilham semakin yakin jika Amara adalah gadis yang tepat untuknya. Akan tetapi, ia terpaksa mengubur dalam-dalam perasaannya, karena secara terang-terangan Amara mengatakan bahwa dia menyukai Ahmad.

"Sepertinya, aku harus mundur, jika Ahmad memang menyukai Adiba. Karena, aku tak mungkin bersaing dengan teman sekamarku." Lirih Amara. Wajahnya begitu sedih.

"Gitu dong," sahut Ilham girang.

"Assalamu'allaikum," sapa Kiai Sobirin yang baru saja datang.

"Wa'allaikumussalam," jawab Amara dan Ilham secara bersamaan.

"Sedang apa kamu, Ham?" Tanya Kiai Sobirin yang merasa tidak enak, karena anaknya tengah mengobrol dengan seorang pemuda yang bukan mahram.

"Anu, Pak Kiai. Ada yang ingin saya tanyakan," Ilham gugup saat menjawab ucapan Kiai Sobirin.






Continue Reading

You'll Also Like

5.9K 434 9
Mari menguak sisi kelam dari Judul pertama THE DEVIL OF MOM yang sudah selesai. Ada sisi ganjil dari judul sebelumnya yang belum terungkap secara jel...
8.4K 1K 10
Jika ada kejadian mistis yang disebabkan oleh hantu yang menempel ke tubuh kita dari suatu tempat, kita bisa dengan mudah mengusirnya kembali dengan...
15.3K 2.3K 20
❗WARNING❗ [JANGAN BACA SENDIRIAN] ~FOLLOW SEBELUM BACA~ Hani menghilang dari rumah secara tiba-tiba pada ulang tahunnya yang kedelapan. Katna tetangg...
209K 22.7K 24
"Semenjak nenek meninggal, suasana rumah jadi menyeramkan. Nenek suka datang di waktu malam, mengetuk pintu dan jendela. Kadang juga bernyanyi dan me...