TEROR MAWAR BERDARAH (SUDAH T...

By DinaAngelicaLee

147K 13.2K 620

[COMPLETED] Pekerjaannya di Kantor Polisi belum benar-benar selesai, namun AKP Risa Arimbi harus mendapat pek... More

PROLOG
1 | Kasus Baru
2 | Bertemu Lagi
3 | Memilih Diam Saja
4 | Memikirkan Keterkaitan
5 | Wangi Misterius
6 | Tak Takut Dengan Kutukan
7 | Taman Mawar Putih
8 | Tentang Nyai Kenanga
9 | Niatan Risa
10 | Yang Sudah Risa Ketahui
11 | Tuduhan Aneh
12 | Sikap Kasar Yang Tak Terduga
13 | Keputusan Mendadak
14 | Duduk Bersama
15 | Merasakan Tersiksa
16 | Sadar Soal Teror Berasal
17 | Memberi Dorongan Untuk Dandi
18 | Jujur Pada Dandi
19 | Balas Dendam
20 | Banyak Yang Dipertanyakan
21 | Bukti Tak Sengaja
22 | Mendengarkan Cerita Masa Lalu
23 | Yang Disesali
24 | Memilih Tak Membahas
25 | Mencari Tahu Lebih Banyak
26 | Diskusi
27 | Mulai Menceritakan
28 | Meminta Dipertemukan
29 | Wajah Bahagianya
30 | Permintaan Panji
31 | Pilihan Yang Tepat
32 | Menjalankan Rencana
33 | Tak Sengaja Mendengar Pengakuan
34 | Penghiburan
35 | Dikutuk
36 | Rencana Membuat Taman
37 | Sutejo Berulah
38 | Membujuk Nyai Kenanga
39 | Sutejo Meracau
40 | Kahlil Mencari Keributan
41 | Tidak Salah Paham Sama Sekali
42 | Yang Tidak Bisa Dihentikan
43 | Peristiwa Pemerkosaan Dan Pembunuhan
44 | Peristiwa Penguburan
45 | Tangisan Risa
46 | Jujur Soal Rekaman Penting
47 | Tak Lagi Berpikir Jernih
48 | Kalut
49 | Pernikahan Yang Terlaksana
50 | Memperlihatkan Bukti Dari Romi
51 | Memohon Pada Panji
52 | Berusaha Memenuhi Janji
53 | Penggalian
54 | Jenazah Nyai Kenanga Ditemukan
55 | Kalung Warisan
56 | Proses Autopsi
57 | Menolak Ditangkap
58 | Permintaan Terakhir

EPILOG

3.1K 201 39
By DinaAngelicaLee

- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

TUJUH TAHUN KEMUDIAN.

Suara pintu depan terdengar diketuk oleh seseorang pagi-pagi sekali. Risa baru saja akan membukakan pintu, namun langkahnya jelas sudah didahului oleh langkah dua kaki mungil yang begitu bersemangat berlari dari kamarnya. Risa pun hanya bisa tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala, seraya tetap mengikuti jejak langkah kedua kaki mungil itu.

"Assalamu'alaikum, Kenanga Sayang," sapa Meilani dan Zulkarnain--saat pintu akhirnya terbuka--dengan sangat kompak.

Gadis kecil berusia tujuh tahun yang dipanggil Kenanga oleh mereka pun langsung tersenyum begitu cantik, persis seperti Ibunya.

"Wa'alaikumsalam Paklik Zul ... Bulik Mei ... silakan masuk," jawab Kenanga, sangat sopan.

"Eits! Panggil 'Aunty', Sayang. Aunty Mei," ralat Meilani dengan cepat.

"Tapi kata Ibu aku harus selalu panggil 'Bulik', sebagai tanda bahwa aku mencintai tanah airku, Indonesia, dan juga mencintai tanah kelahiranku, yaitu tanah Jawa," ujar Kenanga, mematahkan harapan besar Melani dalam sekejap.

Tatapan sengit Meilani pun akhirnya tertuju tepat ke arah Risa yang sejak tadi sudah berdiri di belakang Kenanga. Risa hanya bisa menahan-nahan tawanya, agar tidak perlu meledak dan mengusik ketenangan hari libur Dandi, Panji, dan Kumala yang masih beristirahat.

"Duh, nasehatmu untuk Kenanga kok langsung membuatku ingin tinggal di Amerika, ya? Kalau aku tinggal di Amerika, pasti Kenanga akan ikut budaya di sana dan memanggilku Aunty tanpa harus kamu ralat setiap saat," ujar Meilani, seraya melangkah ke dalam rumah Risa.

Zulkarnain hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, saat tahu kalau adu mulut antara Meilani dan Risa akan segera kembali dimulai. Ia kemudian memilih untuk menemani Kenanga dan Melati--putrinya--bermain di ruang tengah rumah itu, daripada harus ikut tenggelam dalam adu mulut tak berujung.

"Kalau kamu sekeluarga tinggal di Amerika, maka kamu akan kurus kering dalam kurun waktu hanya dua hari, Mei. Kamu enggak akan bisa makan banyak di sana, karena semua hal di sana harganya mahal. Zul bisa bangkrut dalam dua hari kalau tetap menuruti porsi makanmu yang menggunung ketika berada di Amerika," sahut Risa, atas niatan Meilani.

Dandi--yang baru keluar dari kamarnya--langsung tertawa lepas usai tak sengaja mendengar yang Risa jabarkan kepada Meilani. Zulkarnain pun--mau tak mau--jadi ikut tertawa seperti yang Dandi lakukan, karena notabene yang dikatakan oleh Risa adalah benar adanya dan sulit untuk disanggah, bahkan oleh Meilani sekalipun. Meilani jelas langsung menggondok terhadap Risa dan mulai merajuk ketika sudah berada di dapur. Dandi segera menyusul Zulkarnain ke ruang tengah tak lama kemudian.

"Mereka itu kalau tidak berdebat satu menit saja, mungkin akan langsung ada perubahan iklim mendadak di Bumi ini," ujar Dandi.

"Percayalah, Mas, di rumah kami yang selalu dibahas oleh Istriku ketika aku pulang kerja adalah soal topik perdebatan antara dirinya dan Risa yang baru saja terjadi pada hari itu. Sepertinya, berdebat adalah menu utama di dalam hidup mereka berdua dan jika dilewatkan, maka kedua-duanya akan langsung mengalami kekurangan zat besi," tanggap Zulkarnain.

Kenanga dan Melati berlari keluar dari ruang keluarga menuju meja makan. Dandi dan Zulkarnain terus mengobrol di ruang tengah, sementara Risa dan Meilani sibuk memasak sekaligus berdebat sepanjang waktu. Kenanga kini sedang menatap sebal dan pasrah ke arah Melati, yang saat itu baru saja menjarah delapan tusuk sate miliknya.

"Ya Allah, Melati," keluh Kenanga. "Tadi katanya kamu sudah kenyang karena sudah sarapan di rumah. Giliran aku mengambil sate dari meja makan, satenya malah kamu yang habiskan. Gimana, sih?"

"Entahlah, Kenanga. Melihat kamu makan sate ini, perutku mendadak lapar kembali," jawab Melati, sangat polos.

Panji dan Kumala--yang baru saja turun dari lantai dua rumah itu--tertawa kompak ketika mendengar pembicaraan kedua gadis cantik tersebut.

"Eyang Panji!!! Eyang Kumala!!!" sambut Kenanga dan Melati, sambil berlari ke arah anak tangga terbawah.

Panji langsung menggendong Kenanga dan Melati, lalu memberi hadiah kecupan sayang pada kedua pipi gadis itu. Kumala juga melakukan hal yang sama, meski Kenanga dan Melati sedang berada dalam gendongan Panji.

"Siapa yang tadi Eyang dengar sedang menggerutu soal makan sate? Hm? Ayo coba cerita pada Eyang," pinta Panji.

"Aku tidak mau cerita soal betapa menggemaskannya Melati jika sudah melihat makanan yang aku punya, Eyang Panji. Sebaiknya kita tidak perlu membahas itu. Ayo ... kemarin Eyang sudah berjanji mau menemani kami berdua ke makam Eyang Nyai," Kenanga menagih janji pada Panji.

Kumala pun tertawa saat mendengar Kenanga menagih janji. Ia segera mengambil Kenanga dari gendongan Panji, dan menculiknya lebih dulu menuju pintu belakang.

"Eh ... tunggulah kami. Jangan pergi ke belakang hanya berdua saja," tegur Panji, seraya menyusul langkah Kumala bersama Melati yang masih ia gendong.

Kedua gadis kecil itu akhirnya turun dari gendongan dan berjalan sendiri di halaman belakang. Kenanga meminta Kumala memetik satu tangkai bunga mawar putih dari taman, agar dirinya bisa menaburkan kelopak-kelopak bunga mawar segar ke atas makam Nyai Kenanga yang akan mereka kunjungi. Kenanga pun membagi kelopak-kelopak bunga mawar putih itu pada Melati, lalu mereka ditemani oleh Panji dan Kumala mendekat ke makam Nyai Kenanga.

"Assalamua'laikum, Eyang Nyai. Kami datang lagi dan kali ini datang bersama Eyang Panji yang sedang libur kerja," ujar Kenanga, sambil menabur kelopak-kelopak bunga mawar putih di atas makam Nyai Kenanga.

Melati, Kumala, dan Panji pun ikut melakukan hal yang sama. Mereka pun kemudian berdoa bersama dalam senyap untuk Nyai Kenanga. Setelah selesai berdoa, Kenanga pun langsung berbicara lagi seperti tadi.

"Eyang Nyai ... pagi ini Melati mengambil sate ayam yang aku punya. Padahal tadi dia bilang sudah kenyang karena sudah sarapan di rumah sebelum datang ke sini. Tapi saat melihat aku memegang delapan tusuk sate ayam, dia langsung mengambilnya dari tanganku dengan dalih bahwa dia lapar kembali," curhatnya.

Panji dan Kumala pun tertawa lepas ketika mendengar curhatan Kenanga soal Melati.

"Tadi saat Eyang bertanya, kamu malah tidak mau cerita. Rupanya kamu hanya mau curhat pada Eyang Nyai. Tidak mau lagi curhat pada Eyang, hm?" tanya Panji, sambil mencubit lembut pipi kanan Kenanga.

"Enggak mau. Eyang Panji kalau aku curhat tanggapannya hanya tertawa. Tidak ada tanggapan lain," jawab Kenanga, apa adanya.

"Dan kalau kamu curhat pada Eyang Nyai memangnya akan mendapat tanggapan apa, Nak?" tanya Risa, yang baru saja muncul di halaman belakang rumah. "Eyang Nyai juga akan bosan kalau isi curhatanmu itu-itu terus."

"Setidaknya curhatanku soal Melati tidak perlu ditertawai, Bu. Aku 'kan juga bisa menggondok kalau sedang curhat lalu ditertawai," jawab Kenanga.

Lagi-lagi Panji dan Kumala tertawa begitu lepas, usai mendengar kejujuran Kenanga pagi itu. Mereka semua masuk kembali ke dalam rumah karena akan sarapan bersama. Melati jelas sudah berlari lebih dulu sebelum Panji dan Kumala menyusul langkahnya. Risa masih menunggui Kenanga yang pergi paling terakhir dari makan Nyai Kenanga. Ia menggenggam tangan mungil putrinya, ketika Kenanga ada di dekatnya.

"Ayo, kita masuk dan sarapan bersama yang lain," ajak Risa.

"Iya, Bu," tanggap Kenanga.

Kenanga menoleh sekali lagi ke arah sudut makam Nyai Kenanga yang baru saja ia tinggalkan. Ia tersenyum dan melambaikan tangannya.

"Aku pulang dulu, Eyang Nyai. Insya Allah nanti aku akan datang lagi untuk berkunjung," janji Kenanga.

Risa ikut merasa senang ketika menatap ke arah yang sama, tempat di mana sosok Nyai Kenanga sedang menatap mereka berdua seraya tersenyum bahagia.

[TAMAT]

Next story, Arwah Jenazah Yang Hilang (BESOK)...

Continue Reading

You'll Also Like

6.5K 190 21
sakit hati, setelah kedatangan janda bernama Tiara di kampung widodari. Ratih harus merelakan calon suaminya di rebut. ia harus menerima ejekan serta...
56.8K 3.9K 20
Sudah tiga kali jasad Misnah dihadapkan ke arah kiblat, tapi lagi-lagi jasad itu kembali ke posisi semula, berbaring dalam kondisi terbujur kaku di l...
150K 11.1K 60
[COMPLETED] "Jangan pernah pulang ke sana, jika kamu tidak mau mati sia-sia." Itu adalah pesan terakhir dari Ibunya sebelum meninggal dunia akibat pe...
15.8K 1.6K 12
Jika ada kejadian mistis yang disebabkan oleh hantu yang menempel ke tubuh kita dari suatu tempat, kita bisa dengan mudah mengusirnya kembali dengan...