Short Story Collection SH - A...

By Hazelleen

26.9K 3.1K 706

Jidai wo Koeru Renketsu to Omoi. Kumpulan kisah pairing Hinata dalam berbagai tema dan zaman - mostly AU. Mi... More

S x H - Hogwarts AU
Little Things Between You And Me
Boku wa Baka Dakara -1
Boku wa Baka Dakara - 2
Boku wa Baka Dakara - 3
Boku wa Baka Dakara - 4
His and Her Circumstances - Ch. 1
His and Her Circumstances - Ch. 2
His and Her Circumstances - Ch. 3
绥靖の物語 : Suizei no Monogatari
Mission to Nadeshiko no Sato
Counterpart - 1
Counterpart - 2
Counterpart - 3
Counterpart - 4
Counterpart - 5
Little Things - Sequel - Family Meetings
Hatsukoi - 1
Hatsukoi - 2
Hatsukoi - 3
Hatsukoi - 4
Hatsukoi - #Tanabata & #Deep Talk
Crimson Eyes
Crimson Eyes - Prelude
Attention
Crimson Eyes - Conclude
SH - Vampire AU
Vampire AU (1)
Vampire AU (2)
Vampire AU (3)

Crimson Eyes - Postlude

434 77 11
By Hazelleen


*****

Hari-hari damai kembali dalam kehidupan Sanada dimana bocah itu kembali hidup berdua dengan sang ibu.

Akan tetapi, ia merasa ada hal besar yang tengah menanti di depan sana.

Apalagi Hinata tiba-tiba saja memintanya untuk berlatih mengendalikan chakra dengan intens.

Dimulai dari berjalan di atas pohon dengan kaki, bukan memanjat. Dilanjut dengan berjalan di atas air. Dan terakhir Sanada sudah bisa mengaktifkan dan menghilangkan Sharingan sesuai keinginan.

Di sisi lain, sejak pertemuan dengan sosok sang ayah, ibunya mulai sakit-sakitan.

Tubuh Hinata yang lemah terbaring di atas ranjang dan mengalami demam.

Mata perak terbuka mengerjap perlahan dan melihat sesosok bayangan yang begitu kabur namun mengingatkannya pada seseorang.

"Sa-sasuke-sama ? Kau sudah kembali?"

Ia mencoba meraih sebentuk wajah samar itu.

Namun yang menyambutnya adalah sepasang telapak tangan yang lebih kecil dan sapaan dengan nada yang familiar, "Kaa-san?"

Hinata kembali mengerjapkan berulang sepasang matanya yang masih kabur hingga terfokus sempurna, "Sa-sanada?"

Ya ampun, untung saja ia tak punya tenaga berlebih untuk merengkuh sosok dalam mimpi itu dan menciumnya akibat ingin melepas rindu.

"Dari tadi Kaa-san terus memanggil nama Ayah (Chichiue). Sebenarnya Kaa-san sakit apa? Kenapa sejak bertemu dengan Ayah, Kaa-san malah tidak bersemangat seperti dulu. Kau bahkan tak berselera makan dalam beberapa hari terakhir."

Sanada sengaja menggunakan panggilan yang lebih formal pada sosok Ayah, selain karena ada rasa segan, bocah Uchiha itu sebenarnya masih tak bisa menerima lelaki kejam yang dengan mudahnya membunuh orang tersebut dalam hidup mereka.

Sementara ia menggunakan panggilan Kaa-san yang lebih hangat dan intim pada Hinata, karena ikatan batin dan kedekatan yang begitu kuat antara ibu anak tersebut sejak Sanada lahir ke dunia.

"Kaa-san hanya merindukan Ayahmu, Nak. Bukan sakit yang serius."

Terjawab sudah rasa penasaran Sanada kenapa setiap kali ibunya bisa tiba-tiba memeluknya tanpa sebab, dan ada kalanya merasa sedih.

Hal itu semata-mata karena wajah Sanada yang sangat mirip dengan Sasuke.

"Lebih baik ia tak usah muncul dalam hidup kita, kalau tujuannya hanya membuat Kaa-san menderita."

Sanada memberikan wajah cemberut, hingga Hinata tertawa kecil. "Kau akan mengerti nanti, jika kau sudah memiliki kekasih."

Ada jeda sejenak di antara mereka. Hinata bisa merasakan bila Sanada tidak terlalu senang ataupun antusias membahas topik yang berhubungan dengan sosok Ayah.

"Sampai hari ini kau masih tak bisa menerima kenyataan kalau kau memiliki seorang Ayah yang masih hidup?"

"Entahlah, aku hanya berharap aku memiliki ayah yang normal seperti orang lain, seperti kepala desa misalnya. Bukan orang kejam yang haus darah seperti itu dan meninggalkan kita tanpa kabar berita."

"Ayahmu adalah seorang panglima perang, pemimpin pasukan yang harus berperang demi menjaga negerinya dan supaya rakyat kecil seperti kita bisa hidup dengan damai tanpa harus berpindah-pindah, tidur di alam bebas, kelaparan tanpa makanan selama berhari-hari."

"Kaa-san sudah mengalami itu semua dan tak ingin kau mengalami hal yang sama. Aku sempat menjadi pencuri demi bertahan hidup dan hampir mendapat hukuman mati kalau bukan Ayahmu yang turun tangan membantu."

Hinata sudah merasakan pahitnya hidup terlunta-lunta di jalanan, bahkan ada beberapa kali ia nyaris dijamah oleh lelaki hidung belang namun ia masih bisa membela diri.

Dalam situasi terdesak, Hinata terpaksa melanggar beberapa prinsip hidup.

Di saat perutnya sudah kelaparan luar biasa dan tenaga fisiknya tergerus habis, ia nekad menggunakan chakra untuk melompati tembok bangunan yang ternyata merupakan dapur barak demi mencuri makanan walaupun ia tahu hukuman mati-lah yang menanti setelah itu.

Tidak disangka ia dengan mudah ditangkap oleh para prajurit, bahkan nyaris diperkosa beramai-ramai hingga Uchiha Sasuke melakukan interupsi dengan memberikan plakat miliknya.

Ia melayani hasrat seksual sang Jendral awalnya hanya sebagai bentuk balas budi.

Akan tetapi, lama kelamaan kasih sayang dan sisi lembut lelaki Uchiha yang hanya ditunjukkan kepada Hinata membuat hati dara manis nan lugu terikat seumur hidup pada sang Jendral.

Sanada terdiam, ini pertama kalinya sang ibu menceritakan pengalaman di masa lalu.

"Kalau Ayah pernah menyelamatkan Kaa-san, kenapa kau bisa meninggalkannya?"

"Semua itu karena kebodohanku. Dendam dan kebencian pada orang-orang yang menghancurkan desa Hyuuga, membuatku salah kaprah. Aku mengira klan Uchiha yang melakukannya, dan belati yang kau terima dari ayahmu pernah kugunakan untuk menikamnya. Karena itu, aku mengira ia telah lama mati. Dendamku terbalaskan, tapi rasa bersalahku padanya tak pernah hilang. Karena sejak awal bertemu dengannya, ia memperlakukanku dengan sangat baik."

Sanada benar-benar terkesiap dan menahan napas. Ia sama sekali tak menyangka sosok ibu yang begitu baik hati dan lembut bisa melakukan hal seperti itu. "Setiap orang pernah melakukan kesalahan, Sanada."

"Sekarang, kau mengerti, kan? Kenapa gambar diagram Yin-Yang warisan klan Hyuuga memiliki titik hitam dan putih yang begitu kontras dengan bulatan yang lebih besar. Dalam setiap cahaya yang begitu terang pun, selalu tersimpan setitik kegelapan. Demikian juga sebaliknya."

Ya. Sanada kini memahami filosofi tersebut.

"Aku tak memintamu untuk menerima Ayahmu sepenuhnya. Dalam diagram Yin-Yang tersebut, sosok ayahmu mewakili kegelapan yang begitu pekat, namun selalu ada setitik cahaya yang menunggu untuk ditemukan dan terlihat oleh orang yang tepat."

"Aku sudah menemukan titik cahaya tersebut dalam diri Ayahmu dan aku mencintainya. Karena itu pula, kau bisa terlahir ke dunia ini, Sanada."

Pelupuk mata Sanada menghangat dan tiba-tiba saja sebulir kristal bening sudah mengalir dari sudut mata, membasahi pipi hingga dagunya.

Ia merengkuh sang ibu dan memeluknya dengan erat. Hinata membalas pelukan putranya dan mengusap rambut hitam jelaga yang mengingatkan pada pria yang sangat ia cintai dan rindukan.

Adapun yang menjadi kekuatiran Sanada adalah ibunya tak akan sanggup melewati musim dingin jika terus menerus jatuh sakit seperti ini.

Jika memang sang Ayah peduli dengan mereka, setidaknya ia bisa meluangkan waktu untuk kumpul bersama keluarga mereka di masa-masa kelam tersebut.

*****

*****

Suatu hari di desa tanpa nama, menjelang akhir musim gugur dimana dedaunan mulai menguning dan meranggas nyaris semua.

Tanpa ada peringatan sebelumnya, desa tersebut dikunjungi oleh tamu istimewa.

Panji bergambar kipas merah dan putih berkibar tertiup angin tampak dari kejauhan.

Sekumpulan orang berkuda di barisan depan, beserta beberapa kereta kuda diiringi oleh barisan prajurit muncul di perbatasan desa.

Iring-iringan yang membuat para penduduk gemetar ketakutan dan bergidik ngeri karena mereka hanyalah penduduk biasa yang sama sekali tak memiliki pengalaman berperang.

Istri kepala desa menatap sosok lelaki kharismatik yang baru melompat turun dari kuda, menyeletuk pada sang suami, "Kenapa aku merasa pernah melihat wajah itu sebelumnya?"

"Matamu pasti sudah rabun dan salah mengenali orang, Istriku. Seumur hidup kita tak ada hubungan apapun dengan kaum bangsawan, mana mungkin ia mirip dengan orang yang kau kenal."

Sang istri kembali berseru dengan suara lirih, "Serius, aku merasa lelaki itu sangat mirip Sanada-kun."

"Aish... tundukkan pandanganmu, jangan pernah menatapnya jika tidak diizinkan. Sedikit saja salah langkah, desa kita bisa hangus dan rata dengan tanah."

Pembicaraan pasangan suami istri itu terhenti ketika beberapa pengawal dengan sigap menurunkan muatan dari kuda dan kereta perlengkapan barang.

Kepala desa dan istrinya jatuh berlutut dengan kepala menghadap tanah ketika menyadari tamu yang berkunjung tersebut membawa emas, perak, kain mahal dan berbagai barang mahal lainnya.

Sebagai orang yang pernah melihat ritual pemilihan gadis persembahan dari desa asalnya di masa kecil, Kepala desa jelas mengenali jenis-jenis barang tersebut merupakan hadiah untuk gadis persembahan yang terpilih.

Selama ini desa mereka adalah desa miskin yang tidak berasosiasi dengan kerajaan manapun. Bisa dikatakan mereka belum pernah menjalankan ritual pemilihan gadis persembahan.

"Tuan Besar, maafkan kelancangan hamba. Jenis hadiah yang dibawakan merupakan hadiah untuk desa yang gadis persembahannya terpilih masuk ke istana. Sementara kami tak pernah menentukan gadis persembahan sama sekali."

Yang menjadi permasalahan selanjutnya adalah sang tamu tanpa basa-basi mengatakan, "Aku kemari untuk mengambil Hinata."

Kepala desa mengerjapkan mata berulang, berusaha memastikan pendengarannya benar. Hanya ada satu orang yang bernama Hinata di desa ini.

"Hi-Hinata-sama?"

"Ya. Hinata yang menjadi tabib di desa ini."

"Tuan Besar, apakah yakin ingin memilih Hinata-sama? Beliau adalah janda beranak satu di desa ini. Kami masih memiliki beberapa gadis muda yang baru berusia enam belas tahunan yang lebih layak untuk dijadikan persembahan."

Kepala desa jelas tahu sifat sang tabib wanita. Hinata adalah pribadi yang lembut, baik hati dan welas asih.

Akan tetapi, jangan coba-coba bertindak kurang ajar atau menjamah tubuhnya, wanita itu tak segan-segan melakukan cara apapun untuk melindungi kehormatan diri. Sebuah sikap yang biasanya dimiliki oleh para wanita bangsawan.

Keahlian akupuntur yang ia miliki sudah level tinggi, bahkan jari lentik sang tabib terkenal sadis bila sudah menotok nadi atau mengunci simpul syaraf organ tubuh tertentu. Membuat para lelaki di desa bergidik ngeri, merasa segan dan hormat pada janda beranak satu tersebut.

Di sisi lain, tindakan Hinata menuai kekaguman serta menjadi panutan bagi para wanita di desa mereka karena menunjukkan kesetiaan tanpa batas pada mendiang suami sang tabib yang entah siapa orangnya.

Mata elang dari sang Uchiha mendelik tajam, "kenapa tidak boleh memilih Hinata? Janda atau bukan, selama aku menyukainya, hal itu bukan urusanmu."

Dengan hati-hati kepala desa memberi penjelasan. "Bukan bermaksud menyinggung perasaan Tuan Besar. Akan tetapi, Hinata-sama selama ini sangat setia pada mendiang suaminya. Hamba takut Tuan Besar akan kecewa dengan sikap dan perlakuan Hinata-sama nanti."

Sasuke tersenyum bangga, "Oh? Kalau hanya itu alasannya berarti bukan masalah besar. Aku hanya mengambil kembali apa yang memang menjadi hak-ku. Bagaimana jika kita menemui Hinata sekarang?"

Kepala desa dan istrinya sama sekali tak bisa membantah dan jelas kebingungan.

Apalagi lelaki bangsawan yang begitu percaya diri dan arogan melangkah keluar dari tempat pertemuan tanpa ragu segera menuju ke sebuah rumah kecil yang letaknya di pinggiran desa namun memiliki lahan yang luas untuk kultivasi tanaman obat dan berdekatan dengan hutan belantara.

Pasangan suami istri kepala desa jelas merasa was-was kenapa tamu asing yang baru pertama kalinya menginjakkan kaki di desa ini bisa mengetahui letak rumah sang tabib?

Sasuke memberi isyarat pada pasangan tetua desa dan para pengawal untuk menunggunya di luar pagar pekarangan.

Lelaki kharismatik itu mengetuk pintu dengan perlahan, dan mendapat balasan berupa pintu geser yang terbuka.

Hinata-lah yang membuka pintu geser tersebut dan sepasang netra peraknya terbelalak.

Pria yang ia rindukan selama ini berdiri tegak di hadapannya dalam balutan jubah hitam yang begitu formal dan memancarkan aura aristokrat apalagi terdapat simbol kipas merah dan putih khas Uchiha di beberapa bagian.

Selama Hinata bekerja di barak pun, ia tak pernah melihat Sasuke mengenakan pakaian jenis ini.

"Sa-sasuke-sama..."

Perempuan itu hendak bersimpuh, namun lengan kekar Sasuke terlebih dulu menahannya. "Kau tak perlu bersimpuh atau menundukkan kepalamu padaku karena kau adalah istriku. Aku datang menjemputmu dan Sanada."

Setelah itu, Hinata tak lagi segan menghamburkan diri, memeluk erat lelaki yang telah menjadi belahan jiwanya dan melepas rindu yang terpendam selama ini.

Kepala desa yang masih menatap dari kejauhan, berkata pada istrinya, "Baru sekali ini aku melihat Hinata-sama dengan sukarela memeluk erat seorang pria."

Istrinya yang berdiri di samping kepala desa, memukul lengan suaminya, "Baka, sudah kubilang dari tadi, Tuan Besar itu terlihat sangat mirip dengan Sanada-kun. Sekarang terbukti, kan? Beliau adalah ayah dari Sanada."

Ucapan sang Tuan Besar terngiang.

Aku hanya mengambil kembali apa yang memang menjadi hak-ku

Ah. Pantas saja lelaki bangsawan itu begitu ngotot meminta janda beranak satu sebagai gadis persembahan.

Semua jadi lebih masuk akal setelah kemunculan Sanada dari dalam rumah melengkapi potret keluarga bahagia yang baru bisa bersatu kembali setelah terpisah belasan tahun.

Terjawab sudah rasa penasaran sang kepala desa terhadap asal usul Hinata dan Sanada, kenapa Hinata menyembunyikan nama belakang keluarga mereka, tentang keahlian mereka yang bisa membaca dan menulis, ditambah lagi kesetiaan tak bertepi dari sang tabib pada "mendiang" suami selama bertahun-tahun.

Siapapun manusia waras di dunia ini, tak akan berani mengusik wanita yang telah menjadi milik penghuni istana.

*****

*****

Perjalanan menuju ibukota memakan waktu beberapa hari.

Sasuke menyadari wajah Hinata yang lebih pucat dibanding pertemuan sebelumnya, dan tentu saja kuatir.

Namun ia masih berusaha menenangkan diri mengingat panjangnya perjalanan darat tersebut dan sangat menguras energi fisik mereka, apalagi untuk anak-anak dan wanita. Berbeda dengan Sasuke yang sudah terbiasa memimpin pasukan untuk berperang.

Sanada memandang takjub melihat bangunan-bangunan megah yang baru dilihatnya pertama kali dalam hidup.

Apalagi ketika kereta tersebut memasuki sebuah kompleks bangunan yang begitu megah dengan tembok yang begitu tebal dan kokoh, dimana panjangnya melebihi keseluruhan desa mereka jika dihitung dari gerbang masuk desa hingga rumah terakhir.

"Kaa-san, Ayah itu panglima perang apa? Kenapa ia bisa membawa kita ke tempat seperti ini?"

Hati kecil Hinata pun mulai was-was.

Iya ya, selama ini ia hanya tahu status Sasuke sebagai Jendral.

Akan tetapi dalam catatan sejarah klan Hyuuga, rumah jendral itu biasanya berupa mansion yang tersusun rapi dikelilingi tembok besar, dan keseluruhan rumah tersebut bisa ditempuh dengan jalan kaki dan bukan berkuda. (Notes : imagenya mirip mansion Hyuuga di anime Naruto)

Sebenarnya Uchiha Sasuke itu siapa?

*****

*****

Hal pertama yang dilakukan Sasuke setelah berhasil membawa ibu dan anak tersebut kembali ke ibukota adalah berbicara empat mata dengan Sanada.

Sebenarnya Sasuke juga merasa kecanggungan dalam berinteraksi dengan anaknya sendiri. Ditambah lagi sikap Sanada yang waspada sekaligus menganggap kehadiran sang Ayah adalah saingan dalam hal mendapatkan perhatian Ibu-nya.

"Oi, bocah. Bagaimana dengan hasil latihanmu? Sudah bisa mengendalikan chakra?"

Sanada tanpa perlu banyak berbicara, langsung menunjukkan ia telah bisa mengendalikan Sharingan sesuka hati.

Sasuke tersenyum bangga, "Bagus, sepertinya kau sudah siap untuk tugas besar berikutnya."

Sanada terlihat penuh kalkulasi ketika ia melakukan interupsi, "Ayah."

"Hn?"

"Aku tak tahu apa yang kau lakukan pada Kaa-san, tapi sejak ia bertemu denganmu, Kaa-san sering sakit-sakitan dan tak memiliki nafsu makan. Ia tak pernah memberitahuku nama penyakitnya. Kaa-san hanya mengatakan jika ia rindu pada Ayah."

Sasuke menghela napas dengan perlahan sekaligus kuatir, "apakah terjadi wabah di desa kalian?"

Kalau hanya sekedar merasa rindu, seharusnya tidak sampai sakit-sakitan dan kehilangan nafsu makan.

Sanada menggeleng cepat, "tak ada seorang pun yang terkena penyakit seperti Kaa-san."

Hmm... aneh... memangnya ada penyakit langka yang khusus menyerang orang yang memiliki darah Hyuuga murni?

"Terus terang, aku masih bingung bagaimana harus bersikap di depanmu, Ayah. Akan tetapi aku ingin berterima kasih karena telah membawa Kaa-san tinggal di tempat sekokoh dan semewah ini selama musim dingin."

"Bocah bodoh, bagaimana mungkin aku membiarkan kalian hidup di gubuk kecil? Sementara aku memiliki beberapa paviliun dan mansion milikku sendiri yang bisa dipilih sesuka hati."

Sanada hanya membulatkan sepasang manik kelamnya, "Beberapa paviliun? Mansion?"

Sasuke menyadari kesalahan bahwa ia berbicara terlalu banyak, "sebelum aku memberi tahumu lebih jauh. Aku ingin kau mempersiapkan diri untuk menunjukkan siapa sebenarnya dirimu di hadapan semua orang."

"Heh?"

"Semua ini demi menjamin keamanan dan keselamatan ibumu. Aku sedang melobi Kakek dan Pamanmu untuk mengukuhkan status ibumu sebagai istri utamaku. Tapi sebelum melakukan itu, kau harus bisa membuktikan diri bahwa kau telah dipilih oleh pedang Totsuka sebagai penerus selanjutnya."

"Aku akan berlatih denganmu langsung hingga hari pengujiannya tiba. Kau akan melawan Pamanmu, sang Putra Mahkota di hadapan semua orang."

Sanada bergidik ngeri dan keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuhnya, "Pu-Putra Mahkota? Ayah, apa pekerjaanmu sebenarnya?"

Sasuke menarik napas panjang sebelum berucap, "Pangeran Kedua dari Kerajaan Uchiha."

Sanada sendiri benar-benar terlihat shock.

Tidaklah mengherankan bila sikap Sasuke begitu arogan dan memiliki aura wibawanya begitu menyesakkan serta membuat orang tertunduk segan.

Kepala kecil Sanada terasa penat menerima semua kenyataan ini, ia mengira sang ayah hanyalah bangsawan biasa.

"Maaf harus memberi beban yang begitu berat di pundakmu pada hari pertama kau tinggal disini. Akan tetapi, masa depan ibumu sangat bergantung padamu. Orang lain tak akan bisa memaksaku untuk mengambil selir atau gundik, jika kau bisa membuktikan diri bahwa kau juga seorang Pangeran Uchiha yang sah."

Setelah itu, Sasuke sedikit menyeringai dan memberi dorongan halus agar Sanada bersedia bekerjasama, "Kau tak ingin ibumu bersedih karena harus berbagi hati, bersaing dengan wanita lain dan kau pun tak ingin mendapat ibu tiri, kan?"

Kalimat persuasif dari Sasuke benar-benar menantang harga diri Sanada dan membakar semangat anak muda itu. Ia akan melakukan apapun asalkan sang ibu bahagia.

*****

*****

Author's Note :

Sabar ya, selama idenya muncul bakal post secara berkala walau per chapternya mungkin under tiga ribu kata.

Masih banyak topik yang bisa dieksplor dalam universe yang satu ini. Mudah-mudahan pada suka.

*****

Continue Reading

You'll Also Like

115K 376 12
Cerita Istri majikan yang kepincut pegaiwainya.
547K 7.1K 55
cerita singkat
968K 61.5K 37
SLOW UPDATE Kisah tentang seorang bocah 4 tahun yang nampak seperti seorang bocah berumur 2 tahun dengan tubuh kecil, pipi chubby, bulu mata lentik...