Aksara Senada

Autorstwa ndaquilla

1.9M 248K 13.4K

Mereka pernah bersama. Membangun rumah tangga berdua, sebelum kemudian berempat dengan anak-anaknya. Bahagia... Więcej

P R O L O G
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Dua Pulun Sembilan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh Dua
Tiga Puluh Empat
Tiga Puluh Lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Tiga Puluh Delapan
Tiga Puluh Sembilan
Empat Puluh
Empat Puluh Satu
Empat Puluh Dua
Empat Puluh Tiga
Empat Puluh Empat

Tiga Puluh Tiga

33.9K 4.4K 76
Autorstwa ndaquilla

Gengss, part ini flashback yaaa zaman Nada - Aksa masih muda belia syalalaa hahahaa

Nada tidak ada di mana-mana.

Aksa sudah mencarinya tak tentu arah.

Merasa putus asa, ia kembali ke Yayasan milik ibunya. Tak mungkin para pekerja di LBH tidak mengetahui ke mana Nada pergi. Atau paling tidak, mereka harusnya tahu di mana Nada tinggal. Tetapi anehnya, tak seorang pun yang mengatakan padanya. Seolah mereka berpikir bahwa ia hanya bermain-main saja selama ini dengan Nada.

Berapa tahun mereka bersama?

Sejak awal kuliah 'kan?

Dan sudah berapa lama hubungan mereka?

Memasuki pertengah semester dua.

Sekarang, mereka berada di pertengahan semester lima.

Bukankah seharusnya orang-orang itu paham bahwa Aksa tak main-main dengan hubungannya dengan Nada. Tetapi, kenapa semua yang ada di Kasih Perempuan tak memberitahukannya tentang keberadaan Nada?

Bukankah ini aneh?

Pasti ada yang disembunyikan darinya.

Dan Aksa merasa harus tahu.

"Mi, Nada nggak ada di mana-mana," adunya yang langsung membuka pintu ruangan sang ibu. Ia menarik kursi dengan kasar. Letihnya sungguh-sungguh luar biasa. Namun, hal itu tak sebanding dengan ketakutannya. Ia khawatir Nada terluka. Ia takut, terjadi apa-apa pada gadis itu. "Mami yakin nggak tahu alamat rumahnya?" ia akan mencari Nada. Dan akan terus mencarinya. "Nggak mungkin nggak ada yang tahu alamat orangtuanya, Mi. Dulu, kan Kasih Perempuan yang ngebawa dia ke sini," tampangnya sudah awut-awutan. Kemeja flanelnya ia buka, menyisakan kaos putih yang basah oleh keringat. "Mami, tolonglah kerjasamanya ..."

Sejak kemarin ia sudah mencari-cari gadis pujaannya yang mendadak meninggalkan Kasih Perempuan dengan selembar surat berisi permohonan maaf dan juga terima kasih untuk sang ibu dan juga para pekerja di tempat ini. Entah apa yang terjadi, Nada juga meninggalkan ponsel serta buku-buku kuliahnya. Perempuan itu hanya membawa pakaian saja.

Namun yang buat Aksa benar-benar frustrasi, Nada sama sekali tak berpamitan padanya. Bahkan, tidak ada selembar surat pun yang ditulis untuknya.

Astaga, padahal, mereka sedang baik-baik saja.

Aksa makin mencintainya, dan Nada pun mulai lebih ekspresif dalam menunjukkan perasaan.

"Mami," Aksa tak peduli lagi bila yang keluar dari bibirnya adalah rengekkan. "Nada ke mana, Mi?" wajahnya memelas dan ia tak lagi sanggup tuk berpura-pura baik-baik saja. "Mamiii ...."

"Ya, ampun, Mami 'kan udah bilang Mami nggak tahu dia ke mana," Yashinta menggeleng pelan. "Mami nggak ngumpetin Nada kalau itu yang kamu pikirin," tatapnya menyipit. "Udah sana, kamu, ganggu Mami kerja aja," ia usir anaknya cepat.

"Mami ...," Aksa merengek hampir menangis. "Nada ke mana, Mi?" mimik wajahnya luar biasa sedih. "Dia nggak mungkin ninggalin aku begitu aja, Mi. Pasti, ada yang salah 'kan, Mi? Atau, Mami yang usir dia, iya?" kini ia benar-benar menuduh ibunya.

"Kamu pikir Mami ini apa, ih?" Yashinta tak terima dengan tuduhan sang putra.

"Ya, habisnya Mami tuh mencurigakan," cebiknya dengan wajah masam. "Kenapa Mami tenang-tenang aja, sih? Ini calon menantu Mami lagi hilang. Mami pusing kek. Atau bantu aku lapor polisi."

"Mas Aksa," akhirnya Yashinta menutup berkas berisi kasus yang hendak ia pelajari. Kini, tatapnya memaku pada putra keduanya. "Nada nggak hilang, Sa," ia coba memberi pemahaman. "Nada pergi atas kemauannya sendiri," ia membuka salah satu laci, lalu mengeluarkan selembar kertas bertulis tangan rapi pada sang putra. "Kamu juga udah baca sendiri suratnya, kan? Nada memutuskan berhenti kuliah. Dan Mami sama sekali nggak pernah memaksanya. Bahkan, Mami terkejut dengan keputusannya ini."

Jauh di dalam hatinya, Yashinta ingin mempersiapkan Nada tetap di sini.

Ia ingin kekasih anaknya itu yang kelak menggantikan kepemimpinannya dan mengurus Kasih Perempuan.

"Mami sayang sama Nada, Sa. Tapi, dia sendiri yang memutuskan pergi."

Aksa menundukkan kepala seraya menyambar kembali surat berisi tulisan tangan yang sangat ia kenali. Matanya memanas kala netranya membaca lagi deret kalimat yang tersusun di sana.

"Kamu ke mana, Nad?" bisiknya menahan tangis. "Kenapa kamu ninggalin aku?" ucapnya sedih. Lalu, ia kembali menatap ibunya. "Mi, tolong banget, kasih aku alamat rumah Nada, Mi. Aku yakin, dia pasti ke sana."

"Iya, nanti Mami bantu cari, ya, alamatnya," Yashinta hanya menyunggingkan senyum tipis. "Nanti Mami tanya ke LSM yang waktu itu dilimpahi kasus Nada."

"Janji, Mi?"

"Janji. Udah sana, kamu harus rajin kuliah setelah ini. Udah dua hari kamu bolos, lho. Inget, kamu udah semester lima, Sa."

Padahal yang sebenarnya, Yashinta tahu betul kenapa kekasih anaknya itu pergi. Namun sekali lagi, ia tidak punya kuasa tuk memaksa.

Nada dijemput keluarganya dua hari yang lalu. Mengabarkan berita yang tak disangka-sangka. Dan karena perasaan bersalah, Nada memutuskan pulang tuk menanggulangi kerusakkan yang ia buat demi menengakkan keadilan.

"Saya harus pulang, Mi," kepala Nada menunduk. Bibirnya yang bergetar ia gigit kuat. "Maafkan saya, Mi. Tapi, saya benar-benar harus pulang."

"Bukan salah kamu, Nad."

Kepala Nada menggeleng. Sambil meremat kedua tangan di atas pangkuan, ia tertunduk makin dalam. "Semua ini salah saya," air matanya menetes perlahan. "Saya terlalu ikut campur pada hidup orang," tetesan itu turun makin deras. "Toh, nggak ada yang bisa saya selamatkan."

"Nada—"

"Bahkan Gea meninggal, Mi," ia menyebutkan nama sahabatnya yang menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan oleh anak Kepada Desa di tempat tinggal mereka. "Gea bunuh diri," ia mulai terisak sesak. "Pada akhirnya, nggak ada yang benar-benar saya selamatkan."

Yashinta meninggalkan kursinya dan segera menghampiri Nada. Ia rangkul bahu kurus gadis itu yang bergetar. "Nada, bukan salah kamu. Keputusan mengakhiri hidup, itu adalah keputusan Gea. Dan itu bukan salah kamu," ia elus bahunya. Memberi penenangan yang bisa ia berikan.

"Tapi, mereka tetap membenci saya," maksud Nada adalah warga di tempat tinggalnya. "Andai saya diam saja waktu itu, Pak Kades pasti nggak akan memecat bapak sama ibu," ia menarik napasnya yang tercekat. "Dan sekarang, mereka mencoba mengganggu keluarga saya."

Dapur rumahnya terbakar beberapa hari lalu. Ibunya yang tengah memasak, harus tertimpa kayu besar yang menjadi penyanggah atap rumah. Terdapat luka bakar di area kaki hingga betis sang ibu dan saat ini ibunya sedang dirawat di rumah sakit. Setelah sebelumnya dibawa ke Puskesmas.

Lalu, masalah tidak kunjung berhenti sampai di situ. Kakak perempuannya ikut terseret juga. Dituduh mencuri gelang emas milik salah seorang tetangga, kakaknya diminta mengganti gelang seberat lima gram. Tentu saja, hal itu teramat berat bagi keluarga mereka.

"Saya harus merawat ibu saya, Mi," Nada merasa sangat bertanggung jawab pada keluarganya. "Dan," sambil menjeda ucapannya ia menelan ludah. "Boleh nggak, Mi, kalau saya meminta gaji yang dulu sempat Mami janjikan?" ujarnya sungkan. "Mbak Indri dituduh mencuri gelang, Mi. Kalau nggak diganti, katanya mereka mau melaporkan Mbak Indri ke polisi."

"Ya ampun, Nada," Yashinta tak lagi sekadar merangkul anak gadis itu. Kini, ia sudah memeluknya. Membiarkan Nada menangis di dadanya. Ia bisa merasakan kepedihan di hati gadis itu. "Mami yang akan lunasin semua. Tapi, please, jangan ke mana-mana. Di sini aja, Nad. Kamu harus selesaikan pendidikan kamu. Mami—"

"Enggak, Mi," Nada memotong permohonan itu. "Saya nggak bisa lagi melanjutkannya. Ternyata, tempat saya memang nggak di sini, Mi. Keluarga saya, lebih membutuhkan saya."

Ini juga berat untuk Nada.

Ia yang awalnya sama sekali tak mengerti tentang hukum, mulai menyukai dunia yang berisi undang-undang dan banyak pasal yang dapat digunakan dalam kehidupan bernegara.

"Maafin saya, Mi," Nada merintih. "Dan saya ucapkan terima kasih atas kebaikan Mami selama ini."

"Kamu sudah bicara sama Aksa, Nad?"

Nada menggeleng. "Tolong, Mi. Jangan bilang apa-apa sama Aksa. Biarin, dia nggak tahu apa-apa tentang kepergian saya."

Kisah mereka hanya romansa biasa. Yang hadir lewat semua degub di dada yang sepihak saja mereka sebut cinta. Lagipula, mereka masih mahasiswa. Tak mungkin cinta itu mengekal abadi di jiwa.

Suatu saat, Aksa pasti akan melupakannya.

Suatu saat, Aksa akan memiliki seseorang yang benar-benar berharga.

Nada hanya tak tahu saja, bahwa orang itu adalah dirinya.

***

"Nih, hadiah kelulusan dari Mami," Yashinta mendatangi anaknya di kamar. Menatap bangga putra ketiganya yang berhasil menyabet gelar sarjana. Sebagai pemilik nilai yang paling tinggi di angkatannya, Yashinta mengusap kepala anaknya itu dengan sayang.

"Apa nih? Cek?" menerima sebuah amplop berwarna putih yang disodorkan sang ibu, Aksa membukanya dengan tampang ogah-ogahan.

"Kamu nih, ya, baru aja wisuda kok, muka lesu gitu?" Yashinta mengacak-acak rambut anaknya. "Arzanu sama Mada ngajak liburan katanya 'kan? Ya, udah sana berangkat. Mau ke mana kalian?"

"Bali," Aksa mendesah. "Tapi nggak mood," lanjutnya sembari mengeluarkan isi di dalam amplop itu. Ia pikir, benar-benar selembar cek berisi uang ratusan juta. Atau semacam formulir beasiswa agar ia kembali melanjutkan sekolah. Mana dirinya menyangka, bahwa yang berada di sana adalah dua lembar foto berikut dengan selembar alamat yang membuat matanya kontan membola. "Mi?" ia tatap ibunya hingga rasanya sulit bicara. "I—ini?" jantungnya berdegub, sementara tulang punggungnya menegang. "Mami ...."

"Iya. Itu alamat Nada," ia raih salah satu foto yang digenggam anaknya. "Masih cantik kok dia," Yashinta melanjutkan. "Masih naksir?" sengaja ia meledek anaknya itu.

Kepala Aksa sontak menggeleng. Ia tak menyetujui pemilihan kata yang diucap sang ibu. "Dia makin cantik. Dan aku tetap cinta."

"Halah, bucin," ledek Yashinta tertawa. "Jadi gimana? Mau liburan ke sini aja?" Yashinta menunjuk selembar alamat yang sedari tadi digenggam sang putra.

"Mami ngizinin?"

"Tentu."

Dan Aksa tak berpikir dua kali, untuk segera tiba di alamat itu.

Tak peduli bahwa takdir keliru telah menunggu.

Baginya, ia hanya ingin cepat-cepat menuntaskan rindu.

*** 

Apaa kah si kembarrr akan terbentuk di momen melepas rindu yang ulalaa iniii??? Hahahaa

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

875K 81.2K 52
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
2M 9K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
17M 754K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
3.7M 39K 32
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...