Aksara Senada

By ndaquilla

2.1M 257K 13.7K

Mereka pernah bersama. Membangun rumah tangga berdua, sebelum kemudian berempat dengan anak-anaknya. Bahagia... More

P R O L O G
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Dua Pulun Sembilan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Dua
Tiga Puluh Tiga
Tiga Puluh Empat
Tiga Puluh Lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Tiga Puluh Delapan
Tiga Puluh Sembilan
Empat Puluh
Empat Puluh Satu
Empat Puluh Dua
Empat Puluh Tiga
Empat Puluh Empat

Tiga Puluh Satu

36.6K 5.2K 200
By ndaquilla

Yuhuuu tengah malam yaaa inii

yuk, happy reading ....


Aksa tiba di kantor, bahkan sebelum pukul tujuh.

Om Sahrir menghubunginya pagi-pagi sekali.

Ada kasus urgent yang harus beliau tangani. Makanya, Aksa kebagian menghadiri rapat internal di sebuah production house, yang mendafuk Sahrir Hamdzah And Partners sebagai kuasa hukum mereka.

Kasus ini cukup rumit karena sudah mencapai ranah public. Nyatanya, cuitan di jejaring maya, cepat sekali berembus ke seluruh nusantara. Melibatkan jajaran pemeran utama dari film yang seharusnya akan tayang serentak di seluruh bioskop Indonesia mulai beberapa hari lagi. Setelah minggu lalu, resmi menggelar premier yang dihadiri oleh seluruh pihak yang terlibat dalam pembuatan film itu.

Tetapi masalahnya, ada salah seorang pemeran utama wanitanya mendadak ramai diperbincangkan dijejaring maya, karena ketahuan memiliki hubungan dengan pria beristri. Dan parahnya lagi, ada sebuah akun anonym yang membuat utas awal dari prahara itu sampai menunjukkan bukti-bukti lewat foto-foto barang pribadi sang aktris yang ditemukan di rumah pria beristri itu.

Jujur, melawan public itu tidak mudah. Apalagi, bila itu menyangkut masalah orang ketiga dalam sebuah rumah tangga.

"Serius, Tama nggak jadi cerai, Om?"

Bahkan sepagi ini, mereka sudah memiliki dua kasus besar. Padahal, matahari masih terlampau ranum tuk diajak berperang.

Dan Aksa belum mengenakan jas dan atribut lainnya ketika menginjakkan kaki di gedung ini. Ia datang terburu-buru setelah mandi. T-shirt biru dan celana jeans gelap membungkus tubuhnya. Bahkan rambutnya pun masih setengah basah. "Dan dia baru nelpon Om sejam yang lalu?"

Sahrir mengangguk. Pria setengah baya itu membawa dua gelas kopi yang baru saja ia buat dari mesin kopi yang memang tersedia di ruangannya. "Iya, makanya Om juga buru-buru ke sini," pria itu melepas kaca matanya, lalu menghidup aroma nikmat cairan pekat itu sebelum menyeruputnya pelan. "Karena dari awal kasus Tama ini, Om yang pegang, makanya kita bagi tugas, ya, Sa?"

Sambil mendesah, Akas menyeruput kopi yang masih mengepulkan asap itu. "Yang lain aja nggak bisa, Om?" maksudnya adalah pengacara lain. "Kerjaanku juga lagi numpuk asli. Janjian sama artis-artis tuh, selalu nggak on time. Mereka banyak alasan. Macetlah, kebentur jadwal syuting lainlah. Astaga, aku paling males berurusan sama dunia selebritis gini," keluh Aksa yang sudah teramat sering menangani kasus-kasus yang melibatkan pelakon dunia hiburan tanah air. Dari mulai kasus perceraian, pencemaran nama baik oleh hatters yang berujung cabut laporan, Aksa sudah pernah mengalaminya. "Lagipula, itu filmnya Alvin, Om," kenyataan tersebut membuatnya kian malas. "Alvin lagi kurang ajar banget samaku."

Sahrir tertawa.

Jujur, ia lebih nyaman bekerja dengan Aksa dibanding anak-anaknya sendiri. Dulu, Akhtar adalah tangan kanannya. Tetapi semenjak keponakan laki-lakinya tersebut meninggal, ia sontak saja menjatuhkan kepercayaan pada Aksa yang waktu itu bahkan belum resmi bergabung dengan firmanya.

"Profesional dong, Sa," imbuhnya tergelak. "Om harus ke pengadilan, cabut gugatannya Tama."

"Harus banget, ya, Om yang turun langsung?" ledek Aksa.

"Ya, gimana, dong? Terlanjur janji, kalau Om yang bakal menangani kasusnya. Eh, setelah Subuh tadi dia malah nelpon, katanya mau rujuk lagi sama istrinya."

"Hm, enak ya, Om, kalau bisa rujuk," gumam Aksa terdengar iri.

Sahrir tertawa makin keras. Sembari berjalan ke arah sang keponakan, ia meletakkan kopinya di atas meja kerja. "Jangan baper kamu, ya, Sa?" ledeknya sembari menepuk-nepuk punggung laki-laki itu. "Kan, sekarang udah nggak ada yang ganggu. Kalau masih cinta, ayo diperjuangkan lagi."

"Masalahnya, dia udah nggak mau diperjuangkan, Om," desah Aksa menggeleng kalah. "Dia nggak mau lagi jadi semoga. Baginya, cukup waktu itu aja," racau Aksa dengan bahasa yang ia karang bebas. Tetapi intinya, ya, begitulah. Nada sudah enggan bersamanya.

"Pepet lagi, dong," Sahrir memberi semangat. "Umur boleh pertengahan 30an, Sa, tapi kalau udah ngomongin cinta, jiwa kamu harus tetap hidup sebagai anak ingusan."

Mereka lalu tergelak bersama. Kemudian, kembali tenggelam pada masing-masing tugas yang mendesak pagi ini. Aksa sedang mempelajari kasus Skylight Picture, ketika ponselnya bergetar di atas meja. Ia melongok sekilas demi melihat penelpon, kontan berdecak dan mengabaikan ponsel itu segera.

"Nggak diangkat, Sa?" Sahrir telah kembali mengenakan kacamata. Mereka bekerja di ruangannya. "Siapa?"

"Anye," balas Aksa cuek. "Makin nggak ngerti aku sama maunya Om Rangkuti itu sekarang," akhirnya Aksa memilih membahasnya. "Dia sampai ngancem Papi, supaya aku mau hadir ke peresmian panti asuhan yang dia dirikan. Dia juga ngundang Alvin, supaya banyak wartawan yang datang."

"Ya, sekarang elektabilitas partainya lagi menurun. Partai milik Menteri Sosial sama partainya Gubernur Jawa Barat, digadang-gadang bakal berkoalisi. Sementara Rangkuti, masih punya banyak ambisi. Ya, dia udah kalah jauh sekarang. Anak dan mantunya yang dia perkirakan bakal dongkrak elektabilitasnya, nyatanya nggak bisa ngelakuin itu. Makanya, dia push Papi kamu, demi menghadirkan kamu dan juga Alvin ke tengah-tengah keluarganya lagi."

Aksa paham.

Awalnya, orangtuanya memang tidak menyetujui keputusan Alvin untuk terjun ke dunia hiburan. Namun lambat laun, popularitas Alvin meningkat. Dan hal itu sangat berpengaruh tak hanya bagi keluarga, tetapi juga partai Nusantara Jaya.

Dulu, Rangkuti Malik begitu jemawa ketika putra sulungnya diangkat menjadi Kapolres. Lalu, menikah dengan anak seorang politisi ternama. Namun segalanya berubah, saat besannya tertangkap KPK. Segala borok yang tersimpan, mulai dilucuti satu per satu. Hingga ditemukan bahwa menantunya juga menikmati aliran dana itu. Belum selesai sampai di situ, putri keduanya yang menikah dengan seorang rector universitas ternama juga tersandung masalah. Travel Haji dan Umroh yang dimiliki putri keduanya, mendadak dituduh menggelapkan uang para calon Jemaah. Walau setelah ditelusuri tuduhan itu tak benar, tetapi public sudah terlanjur termakan hoax. Mengakibatkan perusahaan travel itu gulung tikar.

Hanya Anyelir yang kemudian sukses melenggang ke Senayan. Karirnya sebagai politisi muda, benar-benar berjalan mulus. Namun tampaknya, hal itu belum cukup untuk seorang Rangkuti Malik. Pria ambisius itu butuh menunggang ketenaran positif demi keberlangsungan karir politiknya.

"Ck," Aksa berdecak, sebab ia pun tahu.

"Sayang banget, jarang ada plot twist dalam realita," Sahrir menambahkan.

Aksa mengerti maksud adik kandung ibunya itu. Diam-diam, ia pun mengangguk setuju. "Ternyata, apa yang kita harapkan nggak jadi kenyataan, ya, Om?"

"Betul," Sahrir menganggukkan kepala. "Rupanya, Adiva benar-benar anak Akhtar."

Padahal, mereka menunggu sebuah akhir yang mencengangkan.

Namun faktanya, Adiva benar-benar putri biologis Akhtar.

Dan itulah kenapa, Aksa tak benar-benar bisa memutuskan hubungan dengan Anyelir dan keluarganya.

Ponsel Aksa bergetar kembali. Buat sepasang paman dan ponakan itu saling melempar pandangan. Aksa sudah akan membiarkan sambungan itu berakhir tanpa melihat si penelpon, namun Om Sahrir memintanya mengangkat panggilan itu.

"Diloudspeaker aja, Sa. Biar Om dengar maunya dia apa. Nanti, baru kita susun rencana buat menghadapi Rangkuti Malik lagi."

Karena pada kenyataannya, Om Sahrir memang membantu Aksa sejak dulu.

Dari mulai menawarinya pekerjaan di firma, sampai membiayai kuliah dan juga menafkahi anak serta istrinya yang ia tinggal. Lalu, ketika tuntutan keluarga Anyelir sudah semakin tak masuk akal untuk terus dituruti, Om Sahrir pun turun tangan.

Aksa masih terlampau muda dan belum mengerti bagaimana dunia politik dan hukum itu saling bersinggungan. Banyaknya pasal perdana maupun perdata, nyatanya benar-benar berguna untuk menggertak seorang Rangkuti Malik. Hingga batas waktu pernikahannya dan Anye yang diminta harus berlangsung sepuluh tahun, dapat dipangkas begitu mudah oleh Sahrir Hamdzah.

"Lho, ini nomor anak-anakku, Om," Aksa kaget ketika meraih ponselnya dan mendapati anaknya yang menghubungi. Tanpa firasat apa-apa, Aksa menjawab santai panggilan itu. "Hallo, Nak?"

Dan suara cempreng anak perempuannya, sontak membuat Aksa menegang.

"Ayaahhh!! Ada Tante Anye di sekolah Adek!"

Apa?

Aksa mencoba menajamkan telinganya.

Ia harap, ia salah mendengar isi dari teriakan putrinya tadi.

"Tante Anye mau nampar kami, Yah! Ayaahh! Adek takut!"

"Anyelir," Aksa bergumam dengan geram. "Berengsek," makinya untuk mantan teman tidur kakaknya itu.

***

Oka berlari.

Ia menembus silau matahari yang menusuk retina dengan langkah-langkah yang terayun cepat. Ia menjauh dari gerbang sekolah setelah realita menghantamnya kuat. Ia masih remaja, ia bukanlah orang dewasa. Jadi, provokasi seperti itu dapat mengganggunya dengan hebat.

Ia tidak terima, sungguh.

Ia enggan percaya.

Lalu, kenapa ia kembali pulang ke rumah?

Entahlah.

Bundanya terlalu berharga untuk difitnah. Dan itu benar-benar membuatnya tidak terima. Makanya, ia perlu pulang ke rumah demi mengonfirmasi berita bohong itu. Kemudian, ia akan mencari wanita itu lagi untuk mengatakan kebenaran.

Bunda adalah bidadari di hidupnya.

Bunda merupakan dewi yang ia miliki di dunia.

Sebagaimana pemahaman bahwa bunda adalah seseorang yang tak mungkin berbuat salah, Oka sepertinya lupa, bahwa selain menjadi ibunya, bunda merupakan manusia biasa. Yang bisa saja berbuat salah. Yang tak pernah luput dari dosa.

Bunda ....

Air matanya merembes jatuh begitu langkahnya semakin dekat dengan rumah.

Bunda ....

Ia menggigit bibirnya demi meredam apa pun yang tengah menusuk jiwa.

Bunda tak akan pernah melakukannya.

Bunda tidak mungkin melakukannya.

"Bang!"

Namun Langkah Oka yang semakin dekat pun tertahan, Lova yang mengejar laki-laki itu berhasil menarik tangannya. "Abang mau ngapain, hah?!" napasnya begitu memburu. Keringat membasahi seluruh tubuh. Penampilan segarnya pun telah layu. Berikut asesoris yang semula ia gunakan tuk mempercantik diri. "Abang mau ngapain?" tanyanya lagi sambil terengah-engah.

"Bunda—"

"Memangnya kenapa kalau Ayah sama Bunda nikah dengan cara kayak gitu?" Lova sudah menangis padahal mata Oka yang telah terlebih dahulu berkaca-kaca. "Memangnya kenapa kalau kita hadir sebelum mereka nikah?" jujur Lova sudah terlalu sering mendengar berita-berita para tetangga yang tahu-tahu menikah karena katanya sudah hamil terlebih dahulu. "Abang malu?" ia usap air matanya namun hal itu percuma.

Oka meneguk ludah.

Kini, ia merasa gamang dengan dirinya sendiri.

"Abang malu jadi anak di luar nikah?"

Menatap adiknya, mata Oka memanas.

Ia empaskan lengannya dari cengkraman sang adik hanya tuk mengusap wajah.

"Kita tetap anaknya Bunda, Bang," bisik Lova di tengah air mata yang sudah terlanjur menetes deras. Lelahnya karena mengejar sang kakak, memang tak sebanding dengan sakit yang kini bersarang di dada. "Kalau pun apa yang dibilang Tante Anye memang bener, seharusnya kita udah nggak kaget 'kan, Bang? Ayah itu anak orang kaya. Kenapa bisa dia nikahin bunda yang nggak punya apa-apa?"

Lova benar.

Kini, Oka meneguk ludahnya susah payah.

"Eyang Kakung nggak pernah sayang sama kita. Om Alvin nggak suka sama kita. Harusnya Abang nyadar 'kan, pasti ada yang salah sama pernikahan orangtua kita. Kenapa bunda sama ayah nikah tapi nggak ada foto pernikahan kayak Bude Indri? Kenapa ayah nggak bisa kasih pesta pernikahan ke bunda? Seharusnya, kita udah bisa nebak 'kan, Bang?"

Oka mengambil dua langkah mundur dari adiknya. Kemudian, ia usap wajahnya berkali-kali, sebelum memutuskan luruh dan terduduk di tanah.

Sekali lagi, Lova benar.

Seharusnya, kabar itu tak lagi mengguncangnya.

Seharusnya, ia sudah menebak bagaimana ayah dan bunda bisa menikah.

Pernikahan kedua orangtuanya tidak direstui. Kini, Oka tahu alasannya.

Tetapi, kenapa ia terluka?

Kenapa, ia tak bisa menerima?

Bukankah, ia begitu mencintai bundanya?

Lalu, mengapa kenyataan inii justru mengguncangnya begitu parah?

"Lho, Abang, Adek?"

Kedua anak kembar itu sontak menoleh.

"Bu—Bunda?" Lova langsung meneguk ludah dan menghapus air mata.

Sementara itu, Oka tidak mengubah posisi maupun raut wajahnya. Justru, ia tampilkan kegusarannya pada wanita yang tengah menenteng sayuran di salah satu tangannya. "Bunda," wajahnya mengamati bidadarinya itu dengan serius. Kemudian, ia bangkit tanpa repot-repot membersihkan celananya yang kotor setelah terduduk di tanah.

"Ya ampun, kalian kenapa?" Nada menghampiri kedua anaknya setelah melihat bekas air mata di wajah putrinya. Lalu, ia lempar tatap khawatir pada si sulung. "Adek nangis kenapa?" ia sentuh Lova dengan sebelah tangannya yang bebas. "Perutnya sakit, Dek?" mengingat anaknya baru kemarin mendapatkan tamu bulanan. "Kenapa nangis gini?"

Oka berjalan mendekat. Ia raih plastik berisi sayuran yang pasti dibeli bunda di warung. "Boleh Abang tanya sesuatu?"

"Bang!" Lova menyentak.

Tetapi Oka sedang dihinggapi perasaan yang tak mampu ia jelaskan. Jadi, ia abaikan peringatan adiknya. "Apa benar kami hadir sebelum Ayah sama Bunda nikah?"

Deg.

Jantung Nada seolah berhenti berdetak.

"Apa benar, Ayah dan Bunda nikah karena ketangkap basah sama warga?"

"A—Abang ...," Nada memegangi dadanya tanpa sadar.

Lalu sayup-sayup, telinganya seolah mendengar keributan di masa lalu.

"Itu mereka, Pak!"

"Ayo! Seret mereka!"

"Arak mereka keliling desa!"

*** 

Dulu di tempatku juga ada yang begitu. 

pasangan muda-mudi, diarak keliling komplek karena meresahkan. awalnya diintip dulu sama warga, terus waktu udah pas timingnya, di grebek deh. dipanggil orangtuanya, terus dinikahkan gitu. 

okee deh semuanya see uu yaaa

Continue Reading

You'll Also Like

305K 29.9K 44
"Ma, aku ngga mau ya punya assisten baru" "Plis lah Maa" "Aku tu CEO punya aissten dengan pakaian sexy itu biasa" "Lianda Sanjaya!!!" "Ikutin kata ma...
3.4M 248K 30
Rajen dan Abel bersepakat untuk merahasiakan status pernikahan dari semua orang. *** Selama dua bulan menikah, Rajen dan Abel berhasil mengelabui sem...
1.4M 110K 35
"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berani mengajukan perceraian lagi. Kita akan mati bersama dan akan kekal di neraka bersama," bisik Lucifer...
542K 4.3K 24
GUYSSS VOTE DONGG 😭😭😭 cerita ini versi cool boy yang panjang ya guysss Be wise lapak 21+ Gavin Wijaya adalah seseorang yang sangat tertutup, ora...