I DESERVE U

marsh-melo द्वारा

7.6K 989 607

Apakah sejatinya, cinta adalah tentang kepantasan? Berawal dari secarik kertas hukuman sialan dari sahabatnya... अधिक

Prakata
1. Would U like to Be My Partner? [Joshua]
2. We've Never Been This Close Before. [Song Bora]
3. Am I ready for U? [Joshua]
4. What Do U Want From Me? [Song Bora]
5. U R The One I'm Worry About. [Joshua]
6. So Let Me Stay in Ur Arms, Just A Little Longer. [Song Bora]
7. We Have Each Other, So We Can Solve It Together. [Joshua]
8. But It's Harder Than I Thought. [Song Bora]
9. Come Here, And Try To Lean On Me. [Joshua]
10. U R The Hardest Project I've Ever Had. [Song Bora]
11. U R The Most Unpredictable Girl I've Ever Met. [Joshua]
12. U Make Me Feel (Un)Comfortable. [Song Bora]
13. U R So Close, Yet So Far. [Joshua]
14. I Just Wanna Make It Sure. [Song Bora]
15. So Tell Me The Reason. [Joshua]
16. Let Me Try My Best. [Song Bora]
17. And So Let Me Do My Part. [Joshua]
18. U Can Lean on My Little Shoulder Anytime. [Song Bora]
19. U Don't Hate Me, Do U? [Joshua]
20. Nothing Really Change, But Now.. I'll Try To Be Brave. [Song Bora]
21. I believe in U. [Joshua]
22. Tell Me Ur Way To Be Happy. [Song Bora]
23. Could I Make U Happy? [Joshua]
24. U Make Me Think That I'm Worthy Enough. [Song Bora]
25. Am I Just A Name For U? [Joshua]
Intermezzo #1 : U Deserve a Selca Time!
26. At Least, U Wanna Talk to Me. [Song Bora]
27. I Like U, More Than Yesterday. [Joshua]
28. U Hug Me Warmly, Even When U're Not Able to. [Song Bora]
29. Don't Worry, U're on My Guard. [Joshua]
30. Never Thought That I'll Like U This Much. [Song Bora]
31. I Wanna Be The One U Trust The Most. [Joshua]
32. It's Not That I Don't Trust U. [Song Bora]
33. U Did Well, Sweety. [Joshua]
34. U R The Most Comfortable Space of Mine. [Song Bora]
35. Cause Our Story is Not A Fault. [Joshua]
36. But U Don't Deserve This Pathetic Girl. [Song Bora]
37. At The End of The Day, I'm Not Much of A Help. [Joshua]
38. Why U Disregard Urself, When Ur Hug is My Only Space to Rest? [Song Bora]
39. Thank U, For Make Me Feel Like A Super Hero. [Joshua]
40. The More I Like U, The More I Brave. [Song Bora]
41. It Has To Be U And Me; No One In Between. [Joshua]
42. Do I Deserve To Be This Happy? [Song Bora]
44. Is It Right to Depend on U This Much? [Song Bora]
45. I Should've Hug U More Back Then. [Joshua]
46. What Should I Do Now? [Song Bora]
47. It's Just My Way To Love U. [Joshua]
48. I Know Myself Better When I'm With U. [Song Bora]
49. Could I Be A Part of Ur Future Too? [Joshua]
50. What Kinds of Stupid Joke It is? [Song Bora]
51. I Won't Give Up on Us. [Joshua]
52. It's Me.. That Hurt Myself. [Song Bora]
53. I'm Sure, It's U. [Joshua]
54. Maybe I Have To Learn To Be Loved. [Song Bora]

43. Could I Even Sleep Well Tonight? I'm Not Really Sure. [Joshua]

106 11 6
marsh-melo द्वारा

'Rayain hari jadi seratus hari lu sama Bora, terus bilang jujur sama dia tentang hukuman lu ini.'

Sial.

Di tengah sesaknya subway pagi ini, tiba-tiba sepatah chat Jeonghan muncul lagi di ingatanku. Bisa-bisanya dia mengendalikan hubunganku sejauh ini-- dan, bisa-bisanya aku tidak berkutik sama sekali pada perintahnya selama ini?'

Ada apa denganku?

Mengapa setakut ini membuat orang lain kecewa?

Ha.

Kualihkan pandanganku pada Bora yang duduk di sampingku dan sedang fokus membaca aplikasi maps di ponselnya. Effort-nya untuk kencan kali ini bukan main. Dia sengaja menelponku semalam untuk mendiskusikan tempat mana saja yang akan kita kunjungi. Dia juga sampai berdandan secantik ini.

And.. jeez, she smells like vanilla today.

As someone who's sensitive to the scent, it's driving me crazy.

Aku.. ingin memeluk tubuh mungilnya itu agar hatiku terasa lebih tenang.

Aku tidak boleh mengecewakannya hari ini. I should give my best effort too.

Aku masih memandangi tampak samping paras Bora saat kepala mungilnya tiba-tiba menoleh ke arahku. Mata indahnya yang dipertegas polesan-polesan tipis itu menatapku keheranan.

"Kenapa, Joshua?"

Kucoba menyungging senyum, membungkus rapat kegelisahanku. "Nothing. Just enjoying the pretty view."

Dahinya malah berkerut, lalu mengedar pandangan ke sekeliling.

"Joshua suka banget naek subway, ya?"

"Hmm?"

"Padahal disini nggak ada pemandangan apa-apa, cuma penuh sama orang-orang yang lagi desek-desekan aja," jelasnya datar.

Jeez, gombalku gagal total karena gadisku ini sedang terlalu fokus membaca maps. Dasar.

"Bener. Makanya dari tadi, aku cuma liatin kamu. That's what I mean, I'm enjoying the pretty view," jelasku, membuatnya terbengong sejenak, mencerna ucapanku, lalu akhirnya tersenyum malu.

"Makasih. Aku anggap itu pujian buat skill makeup-ku yang meningkat sedikit," cicitnya jujur.

"Astaga," kekehku, "tapi kamu udah cantik meskipun nggak pake makeup, kok."

"Ah, jangan ngomong gitu. Itu malah bakal bikin usahaku dandan satu jam tadi jadi kerasa sia-sia," sarkasnya dengan kekehan. Ha, humornya ini memang agak lain. Aku tidak yakin semua gadis bisa memberi tanggapan sesantai ini ketika mendapatkan pujian untuk penampilannya.

Apa.. Bora akan memberi tanggapan sedatar ini juga, jika aku menceritakan tentang hukuman itu dengan jujur?

'Itu bukan masalah besar.'

'Joshua nggak perlu ngerasa sedih gara-gara hal itu.'

Apa itu juga.. yang akan dia katakan padaku nanti?

Hmm.

★★★

Turun dari subway, kami mampir ke kedai camilan kaki lima karena Bora ingin mentraktirku sotteok-sotteok. It's like a grilled tteok, combined with sausage, and filled with spicy sauce, just like usual tteokbokki. Wah, another way to taste rice cake dish.

Aku sampai minta setusuk lagi untuk kumakan di perjalanan.

"Hongdae," lirihku, selagi kami berjalan santai dan mengedar pandangan ke jalanan yang mulai ramai oleh lalu lalang orang. Selama ini, aku hanya dengar Hongdae sebagai tempat populer bagi anak-anak muda yang senang busking. Selama di Seoul pun, tak pernah kusempatkan diri sekalipun main kemari. Padahal jaraknya hanya tiga puluh menit pakai subway. Just what's stop me to come to this amazing place?

"Hong Day," kudengar lirih Bora yang tiba-tiba mengarahkan telunjuk mungilnya padaku. "Hongdae for Hong Day."

"Ooooh, Hongdae for Hong Day," ulangku dengan kekehan. Wah, ternyata dia suka lelucon wordplaying. "It's not just my day actually? It's your day too. Our day."

"Kalo gitu.. Song-Hong Day."

"Song-Hong Day," ulangku lagi.

"Omo, Joshua, baru sadar kalo marga kita agak mirip," dia amaze sendiri. "Ah, coba kalo kita ajakin Seongwoo juga. Jadi Ong-Song-Hong Day. Terus.. tambah temen yang marganya 'Bong', jadinya Ong-Bong-Song-Hong Day."

Sial, aku hampir tersedak sosis yang sedang kukunyah saat melihat Bora monyong-monyong imut begitu.

"Kamu kenapa sih hari ini? Konyol banget."

"Oh.. iya? Kayaknya aku ketularan seseorang ya," matanya memicing melirikku. Tiba-tiba dahinya berkerut heran, "tapi emang, yang tadi itu lucu ya?"

I can't help but laugh at her again. I always love this talkative side of Song Bora.

Well-planner Song Bora benar-benar mengajakku ke berbagai spot yang sudah dia sebutkan semalam -- sesuai hasil riset, katanya. Ternyata ini juga pengalaman pertamanya datang ke Hongdae. Awalnya dia berniat mentraktirku seharian ini karena dia yang kali ini mengajakku kencan. Kutolak halus, tentu saja. Akhirnya kami sepakat untuk split bills saja, atau bayar bergantian supaya lebih praktis. Aku sampai pergi ke ATM center pagi-pagi sekali untuk menarik uang tunai, berjaga-jaga.

That's one more thing I've never learn from my past relationship. Everything's should be clear for Bora. Bahkan tentang hal sensitif seperti uang sekalipun.

I'm learning about her dating style, too.

Dibanding duduk berjam-jam menonton tayangan film di bioskop, sepertinya gadis ini lebih suka jalan-jalan untuk melihat berbagai atraksi yang bisa kami perbincangkan di sepanjang perjalanan. Seperti bagaimana dia menjelaskan peran besar Universitas Hongik yang memberi imej artistik di kawasan Hongdae selagi kami melihat-lihat suvenir dan menjajal satu-dua buah untuk kenang-kenangan. Atau bagaimana pandangan matanya yang serius menyisir setiap tipuan visual di TrickEye Museum lalu berkicau takjub 'kok bisa ya, seniman kepikiran bikin ini?'.

Kaki pendeknya itu tidak bisa diam lama-lama, ha ha.

This city is such a great place to look for eccentric style too. Giliranku yang menggila saat kami jalan-jalan menyusuri Hongdae Shopping Street. Jiwa impulsive buying-ku terusik! Ha ha. Kalau saja tidak 'dipegangi' Bora, mungkin ATM-ku sudah bolong karena ingin beli semua. Setidaknya aku berhasil beli satu couple-T dan beberapa asesoris lucu.

The most unexpected thing is; she's enjoying game arcade too. Kukira tukang belajar sepertinya tak kan seserius itu memainkan claw machine arcade demi memberikan sebuah boneka rusa yang kuminta, ha ha.

Meski akhirnya dia menyerah dan bilang, "Joshua.. kita cari aja boneka yang sama di toko boneka, ya? Aku yang traktir," dengan wajahnya yang mulai lelah.

Such a cute cute cute of her.

Aku sampai lupa tentang secuil kekhawatiran yang kupikirkan tadi pagi.

After a tiring non-stop visits, akhirnya kami menepi di sebuah restoran kalguksu untuk makan siang, sebelum pergi ke lokasi busking untuk bertemu Yoo Yeonjoo yang akan tampil bersama pacarnya.

Sambil makan, Bora cerita tentang pacar Yeonjoo yang berkuliah di Universitas Hongik hingga bisa memiliki akses mudah untuk berpartisipasi dalam busking di Hongdae sebagai couple dancer. Katanya, Yeonjoo juga bertemu pacarnya untuk pertamakali di studio tari milik Kakaknya. Memiliki kesamaan hobi dan sering bertemu, mereka berujung jadi pasangan sampai dua tahun lamanya.

Anyway, cerita itu tiba-tiba membuatku jadi kepikiran.. apa ya, kesamaanku dan Bora hingga kami bisa bersama?

We're quiet different, for real. We never talk about this, also.

Ha, why so many thought pop ups in my head today, huh.

Beranjak ke salah satu performance street, kiri-kanan kami mulai penuh oleh jejalan orang-orang yang akan menikmati busking siang. Sesekali kami berhenti sejenak untuk melihat satu penampilan. Menonton seorang performer akustik di salah satu 'stage', aku jadi bernostalgia sejenak ke masa kuliah semester satu, saat aku masih sempat coba-coba kegiatan klub dan belum diberi begitu banyak tugas kelas seperti sekarang.

"Joshua mau nyumbang lagu juga?"

Pertanyaan Bora membuatku tersadar bahwa sedari tadi pandanganku terserap penuh pada si penampil akustik, saking asyiknya.

"No, no. I'm honestly not a spontaneous person," kekehku. "Maybe later. Jadi penonton aja buat sekarang."

Akan menyenangkan jika kami bisa datang lagi kemari lain waktu, lalu berkesempatan menyanyikan sebuah lagu romantis untuk Bora. Just like a cliché movie scene. Someday, maybe.

Bora manggut-manggut sambil tersenyum geli. Ia mengeluarkan ponselnya, tapi tak lama, ponselnya mati.

"Ah, low bat. Kayaknya gara-gara pasang aplikasi maps dari pagi," lirihnya. Sayangnya, aku juga lupa bawa powerbank tadi pagi.

"Mau ngehubungin Yeonjoo? Sama aku aja," tawarku.

"Ah, iya, makasih."

Beberapa menit setelah menghubungi Yeonjoo, akhirnya kami berhasil bertemu. Yeonjoo sudah pakai kostum dan riasan yang senada dengan seorang cowok tampan yang berjalan bersamanya. Namanya Taeyong, pacar dua tahun-nya Yeonjoo yang Bora ceritakan itu.

Kuamati sepasang kekasih di hadapanku diam-diam. Bahkan wajah mereka mirip, sama-sama punya mata besar seperti karakter anime. They look so good together.

After a brief introduction and little talk, Yeonjoo mengajak kami mampir ke sebuah photobox untuk mengabadikan momen singkat kencan ganda kami. Yeonjoo langsung menggandeng lengan Bora dengan antusias, meninggalkan kami cowok-cowok yang saling pandang keheranan.

"Kadang lu ngerasa ngga sih, cewek gua sayang banget sama cewek lu, bahkan ngelebihin elu yang notabene pacarnya?" ucap Taeyong dengan dahi berkerut.

Lekas kutepuk bahu lebarnya sambil memasang ekspresi dramatis.

"I feel you, bro. Bukan lu doang yang suka dibikin jealous sama mereka, gua juga," timpalku dengan nada serius.

Kami terkekeh geli sambil mengikuti pacar kami ke lokasi photobox. Wah, it's always amazing to make a new friends in such a short time.

★★★

"They're so great, like, seriously," komentarku pada penampilan Yeonjoo dan pacarnya yang sempat kurekam di ponselku. "Udah kayak bintang K-Pop profesional aja."

Bora yang duduk di hadapanku dengan latte hangatnya mengangguk setuju. Setelah letih berjejal-jejal dengan manusia yang tiada habisnya di performance street, kami sempatkan diri untuk mengisi ulang energi kami dengan minum kopi di sebuah kafe rooftop yang lengang. Jangan salah, biar teridentifikasi ekstrovert, aku juga cukup gampang lelah oleh keramaian. Apalagi Bora. This cafe's location is just right. Kami bisa santai menikmati kopi dan kudapan selagi melihat pemandangan lepas kota Hongdae dari atap lantai tiga yang terbuka untuk mendinginkan kepala. Cocok sekali untuk mengobrol berdua.

"Kadang aku iri sama Yeonjoo, atau siapapun orang-orang yang punya hobi kayak gitu," jujurnya kemudian. Pandangan matanya yang kelam terlempar ke arah atap-atap gedung di luar sana. "Sementara aku, bahkan aku masih kebingungan pas ditanya Ara tentang apa yang aku suka."

Kutaruh ponselku di atas meja. Aku jadi teringat gambar 'teman spesial' dan jaket ungu yang menggemaskan itu. "Tapi sekarang udah tau, kan?" ledekku.

Ia menoleh padaku dan terkekeh kecil. Sejurus kemudian, menatapku lekat-lekat. "Tapi jujur, sejak bareng sama Joshua.. sedikit-sedikit aku emang jadi tau apa hal-hal yang aku suka. Kayak, setelah Joshua bilang mungkin aku suka warna ungu gara-gara nama aku Bora.. aku jadi mulai suka warna ungu sekarang, lho."

"Astaga," lagi-lagi ucapan polosnya mengundang kekehku. Purple is really fit on her, tho. Just look at that cute purple overall. Kulitnya yang putih jadi terlihat makin bersinar.

"Aku seneng, tiap mikir kalo hubungan kita ngasih pengaruh baik satu sama lain. Sekecil apapun itu," lanjutnya.

"Setuju," timpalku. "You've gave me a big impact too."

"Oh ya?" matanya membelalak takjub. "Tapi.. Joshua nggak keliatan banyak berubah sih."

"Nggak keliatan aja sama kamu," kilahku. Kulahap potongan fruit cake di sendokku. "Anyway, aku nggak nyangka lho, kamu bakal ngajak aku ke tempat rame kayak Hongdae, jujur aja."

Ia turut melahap potongan kecil sponge cake di sendoknya. "Soalnya aku mikir, Joshua bakal suka Hongdae. Dan kayaknya.. prediksiku bener," tiba-tiba matanya melirik beberapa paper bag di sampingku dengan senyum geli. Jeez, she's being sarcastic again.

Dan lagi-lagi, dia hanya berorientasi pada kebutuhanku.

"Tapi serius deh.. kamu nggak masalah emang, sama tempat serame itu? It doesn't look like your style, honestly."

Ia terkekeh kecil. "Aku juga suka main kayak orang-orang pada umumnya, kok. Cuma.. nggak punya kesempatan aja."

Exactly. She's too busy with part time works and study. Glad that she finally out of her 'cage' and enjoy Hongdae with me today.

Kutopang daguku untuk menatap wajah imutnya lebih dekat lagi.

"Kalo nonton film, gimana? Kamu suka?" tanyaku.

I'm already thinking about our next date planning right now.

"Ya.. kadang-kadang, tergantung genre-nya. Joshua suka genre apa?" tanyanya balik.

"Hmm, romance, I guess? Some comedy show too. But I enjoy horror movie too. I also watch animes sometimes," kekehku. "I watch everything, I guess."

Kepalanya manggut-manggut pelan. "Ayo kita nonton kapan-kapan, kalo Joshua mau. Tapi.. jangan film horor,"cengirnya.

Senyumku melebar. Kutemukan celah untuk menggodanya.

"Kamu takut hantu, ya?"

"Nggak, nggak gitu," kilahnya sengit sambil menghindari tatapanku, "aku.. aku nggak percaya hantu, atau semacamnya. Maksudnya.. aku nggak suka aja suasana meresahkan yang diciptakan di film horor. Terus, menurutku sayang aja kalo keluarin uang cuma buat ditakut-takutin aja, malah buat aku.. ide bisnis buat 'menjual keresahan' sama penonton aja udah aneh, ya.. pendapatku gitu sih," jelasnya dengan serius, lalu menatapku sambil tahan senyum geli, "ah, jangan ketawa."

Kekehku malah pecah seketika mendengar alibinya yang sok teoritis itu. Sesenang ini aku menemukan kelemahannya. Sampai terlintas sebuah ide klise di kepalaku; mengajaknya menonton film horor di apartemenku supaya dia bisa peluk aku erat-erat saat ketakutan melihat hantu.

"Aku ajarin deh nanti, cara nonton film horor. Mau, nggak?"

"Nggak dulu kayaknya, makasih," bahkan tidak sampai sedetik dia menolak mentah tawaranku.

Two cups of coffee, two pieces of cake, and our light conversation under the blue sky.. I think this is one of best moment I've ever had with her so far.

Kami tertawa dan saling meledek seolah kami tidak punya kekhawatiran apapun. Kami duduk berdua, bebas, tanpa takut dihakimi, ditatap aneh, digunjingkan di belakang.

Just two of us.

★★★

Sadly, nothing lasts forever. Kami harus naik subway sebelum hari menggelap karena besok hari Senin. Song Bora tidak mungkin mau melewatkan kelas hanya gara-gara capek kencan.

Hari menggelap, energi kami semakin surut, hingga perbincangan pun ikut melesu. Kami lebih banyak diam untuk menghemat energi di perjalanan pulang.

Kuputuskan untuk ikut naik bus bersama Bora dan mengantarnya hingga ke depan apartemen tempat tinggalnya. Kali ini, Bora tidak menolak. Bahkan setibanya di halte, ia menggenggam tanganku duluan, dan bilang akan menunjukkan jalan gang terjauh menuju rumahnya.

Dia ingin mengulur waktu denganku.

Ha, jadi makin berat rasanya untuk berpisah.

"Hari ini aku seneng banget," ucap Bora memecah hening di jalanan gang nan sepi, "sampai aku mikir di titik, emang boleh ya, aku ngerasa seseneng ini?"

Kueratkan genggaman tanganku. "Everybody deserve to be happy, girl. You're not an exception," tegasku.

"Nggak, maksud aku.." ucapannya terhenti disana.

"Hmm?"

"Nggak, lupain aja."

Hmm. Lagi-lagi rasa ingin tahuku terbentur dinding privasi. Ya, sudahlah. Bora pasti akan cerita jika dia mau.

Dipersilahkan mengantar hingga ke depan rumah saja sudah jadi progress cukup besar untukku. I have no right to force her to be more open with me.

Ha, jadi begini ya.. jatuh cinta.

Orientasi pikiran kita hanya berpusat padanya, menginginkan yang terbaik untuknya, berusaha sebisa mungkin membuatnya nyaman, meski kadang harus sedikit berkorban.

Terdengar bodoh, tapi menyenangkan.

"Katanya Lee Seungjoon masih suka ngikutin kamu, ya?" tanyaku.

"Oh, ya. Tapi akhir-akhir ini nggak keliatan, sih. Mungkin bolos lagi," ucapnya tenang, "biasanya juga gitu."

Ha, seberapa sering cowok itu merepotkan Bora sampai ia terbiasa begini? Menyebalkan.

"Bilang aku ya kalo dia ngikutin kamu lagi? Jangan ngehadepin dia sendirian, bahaya."

"Nggak usah terlalu khawatir. Selama dia nggak lagi mabuk, dia cuma pecundang yang suka ketakutan. Kalo pun terjadi sesuatu, aku bakal langsung teken speed dial nomor satu."

"Nomor aku, 'kan?"

"Bukan. 911."

"Dih."

Bora terkekeh kecil. Makin jago saja dia meledekku sekarang.

Meski kami sudah berjalan selambat siput di jalur terjauh yang ditunjuk Bora, akhirnya kami tiba juga di depan gedung apartemen tempat tinggalnya. That's mean, time to say goodbye.

"Rumah aku disana, yang masih gelap," tunjuk Bora pada sebuah blok di lantai enam. "Kayaknya Ibu lagi keluar rumah, deh.. makanya lampunya belum dinyalain."

Aku manggut-manggut saja. Mau mengantarnya sampai kesana, aku takut lupa diri dan tidak mau pulang jadinya.

Kami beradu pandang dengan senyum ketir. Kami sama-sama enggan berpisah, tampaknya. Buktinya, Bora tidak buru-buru menyuruhku pulang.

"Makasih banyak buat hari ini, Joshua," ucapnya kemudian.

"I'm the one who should be thanking you. Come here."

Kubuka lebar tanganku, dan tak lagi butuh waktu lama bagiku untuk menunggu Bora balik memelukku. Kuhirup sisa aroma vanilla yang menguar dari tubuhnya di dekapanku, membuatku merasakan kedamaian yang sedari pagi kuinginkan.

I don't wanna let her go, for real.

This is just the best day ever.

"Joshua."

"Hmm?"

"Kayaknya Joshua harus tau.. apa alasan terkuat aku dulu nerima Joshua jadi pacar aku."

Hatiku berdebar cepat secara alami. Mungkin dia, yang sedang menyandarkan kepalanya di dadaku, juga bisa mendengarnya dengan jelas.

"Wajah tampan? Sifat baik? Ya, Joshua tampan, baik juga, dari dulu.. aku juga tahu itu. Tapi bukan itu. Jadi apa? Ya.. pelukan ini."

Lidahku kelu untuk sekedar menanggapi pengakuannya yang manis ini.

"Joshua yang mau denger kekhawatiran aku, dan tetep mau peluk aku meskipun Joshua nggak tau persis masalah aku apa.. kayak.. jadi tempat napas baru buat aku. Aku.. bisa istirahat sejenak tiap Joshua peluk aku. Aku ngerasa bisa bertahan. Ya, mungkin awalnya gara-gara alasan sesepele itu. Tapi, makin kesini, aku makin yakin kalo keputusan aku nggak salah. Makasih banyak Joshua, udah bikin aku.. ngerasa berhak disayangi sebesar ini. Aku jadi mau berusaha.. buat ngebales itu semua dengan rasa sayang yang setimpal."

Kurasakan getar dalam suaranya. Dia terdengar cukup emosional, tak seperti biasanya. But it make me glad, somehow. Dia memang harus lebih banyak mengekspresikan perasaan yang terhalang nalar logisnya selama ini.

One thing for sure; her words make me realize that I came to the right place from the start.

"Bora."

"Hmm?"

I also cannot hold my emotion back anymore.

"May I kiss you?"

And I couldn't be more excited when she finally nodded and say yes.

Perlahan, kulepas pelukanku untuk menangkup wajah kecilnya. Matanya tampak berkaca-kaca meski bibirnya melempariku senyum tipis. She look so beautiful even under the dim street light. Debaran hatiku makin gila saat kudekati wajahnya perlahan.

"W-wait a second."

Konyolnya, aku malah berakhir mendaratkan keningku di keningnya. Ha, kenapa ini mendebarkan sekali? Like we've never been kissing before?

Memalukan.

Kupejamkan mataku untuk mengumpulkan sisa keberanianku, saat tiba-tiba kurasakan sesuatu yang lembut dan hangat menyentuh bibirku duluan, sementara tangan mungilnya mendarat di tengkukku.

She kiss me first. Gently.

Lalu kudengar bisik lembutnya, "Nggak apa-apa. Nggak usah ragu."

And.. I finally lay my lips on hers back in no time.

I kiss her like there's no tomorrow. I kiss her more when I feel her slowly kiss me back. The warmth, the simple touch, the scent.. I record every single detail in my mind.

I surely will have a really nice dream tonight.

But could I even sleep well after this?

I'm not really sure.

---to be continued---

a/n :
bora on this chapter be like;

ha ha ha agak di luar nalar ini emang neng bora kadang-kadang.

well, they finally reach the peak of their relationship --so far-- by realizing that they're always there for each other. sehabis ini, lalu apa? ehe, seratus harinya juga belum kelar pemirsa, cause we never know about what will happen tomorrow (:

apakah mereka akan benar-benar berakhir bahagia?

/evil laugh/

We'll see. ya sudah, kita nikmati aja manis-manisnya dulu di chapter ini ya.

oh, nggak capek-capek kubilang makasih banyak sudah sampai di chapter ini para pembaca setia, dan sampe ketemu di chapter berikutnya!

(salam hangat dari Taeyong si cameo)

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

Destination a द्वारा

फैनफिक्शन

76.6K 16.8K 41
ㅤApa bagian tersulit dalam kehidupan? Bagi Jaka dan Khansa ada satu. ㅤMenentukan tujuan hidup dan hati.
45.8K 8.1K 44
❝Kok bisa-bisanya gue dapet genre hidup kaya gini sih, ya Tuhan ....❞ Was : #1 on Hallo Author #1 on Dowoon #1 on Lino #1 on Lee Know #1 on Orific #...
201K 9.9K 32
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
7.3K 1.1K 33
"Aku tidak percaya dengan namanya cinta pada pandangan pertama. Kalau benar adanya, berarti dia ada kemungkinan untuk jatuh cinta dengan yang lain."...