My Short Story

By utaminotutama

1M 72.3K 4.5K

Berisi Kumpulan Cerita-cerita pendek yang aku buat. More

Tiba Saatnya (1)
Tiba Saatnya (2)
Tiba Saatnya (3)
Tiba Saatnya (4)
Tiba Saatnya (5)
Tiba Saatnya (6) - END
Dunia Maudy (1)
Dunia Maudy (2)
Dunia Maudy (3)
Dunia Maudy (4)
Mimpi? (1)
Mimpi? (2)
Mimpi (3)
Mimpi (4)
Mimpi (5)
Mimpi (6)
Mimpi (7)
Indah
Indah (2)
Indah (3)
Indah (4)
Indah (5)
Katakan Putus (1)
Katakan Putus (2)
Love Scenario (2)
Love Scenario (3)
Love Scenario (4)
Love Scenario (5)
First Love (1)
First Love (2)
Bukan Pemeran Utama (1)
Bukan Pemeran Utama (2)
Bukan Pemeran Utama (3)
Bukan Pemeran Utama (4)
Jejak Rasa (1)
Jejak Rasa (2)
Jejak Rasa (3)
Jejak Rasa (4)
Jejak Rasa (5)
Jejak Rasa (6)
Jejak Rasa (7)
Salah Jodoh (1)
Salah Jodoh (2)
Salah Jodoh (3)
Salah Jodoh (4)
Salah Jodoh (5)
Salah Jodoh (6)
Salah Jodoh (7)

Love Scenario (1)

25K 1.2K 35
By utaminotutama

.

.

.

.

"Sel, dekan baru di fakultas gue duda loh" Selina memutar bola matanya malas begitu mendengar bisikan dari Gina, teman yang merangkap rekan kerjanya di Universitas tempat mereka mengajar.

Keduanya kini tengah menghabiskan waktu makan siang di kantin kampus yang kini tidak terlalu ramai.

"Pak Bima maksud lo?" Selina menanggapi acuh, gadis itu sudah terbiasa dengan Gina yang mengaku punya radar tinggi terhadap cowok-cowok potensial disekitar mereka.

"nah iya kan? Gila sih! pantes gantengnya gak manusiawi, ternyata dia ada keturunan luarnya"

"gue laporin juga nih ama cowok lu" Gina berdecak sebal mendengar ancaman andalan Selina. Padahal baginya tidak ada salahnya mengagumi ciptaan tuhan.

"Sel!"

"hm?" Selina masih menanggapi dengan acuh.

"pepet gih"

Selina hampir saja menyemburkan minumannya jika ia tidak cepat menutup mulutnya dengan telapak tangan.

Gadis itu melirik kiri kanan kemudian melotot kearah Gina yang tengah cengengesan.

"sinting lo!" makinya setengah berbisik, tidak habis pikir dengan pikiran random gadis itu.

Gina mengangkat kedua bahunya, seolah bertanya apa yang salah dengan ucapannya.

"he's single, gue yakin banget dia lagi gak ada gandengan, dan lo juga" ujar Gina enteng.

"ya gak pak Bima juga anjir" ingin rasanya Selina menjambak rambut sahabatnya itu.

Bagaimana mungkin Gina bisa berpikiran seperti itu?, sama-sama single bukan berarti mudah untuk bersatu.

Apalagi ini seorang Bima Handoko, salah satu senior besar yang begitu mereka hormati dan segani dikampus ini.

"kenapa sih? lo juga gak malu-maluin banget lah kalo berdiri disamping dia" ujar Gina lagi yang mengundang umpatan dari gadis itu.

"ayolah Sel, sumpah dia potensial banget dan gue yakin pake banget dia tuh termasuk dalam kriteria suami idaman lo" lagi-lagi Selina hanya mendengus malas.

"gue liat banyak banget dari dosen-dosen single sampe mahasiswi yang nyoba deketin dia, dan kayaknya sih belum ada yang berhasil ya"

"terus lo mau gue ikutan? biar gue jadi bagian cewek-cewek yang tertolak itu?"

"gak ada salahnya kan? Siapa tahu kepincutnya malah ama lo" ujar Gina sumringan yang membuat Selina menggeleng tak percaya.

Gina sendiri sebenarnya cukup khawatir akan Selina. Gadis itu tidak pernah lagi menjalin hubungan setelah putus dari mantannya tiga tahun lalu. Ia takut Selina masih saja terjebak dalam masa lalu meski gadis itu sendiri tidak mengaku.

"38 gak tua-tua banget lah Sel, jatohnya malah mateng gitu, apalagi sekarang kita udah 27" papar gadis itu lagi.

"menurut lo kenapa dia gak tertarik sama satupun dari sekian banyak yang deketin seperti yang tadi lo bilang?" Selina mengajukan pertanyaan yang dibalas gelengan tak tahu oleh gadis itu.

"bisa jadi dia emang udah punya calon, tapi ya gak kelihatan aja. Pak Bima kan orangnya lumayan tertutup kalo urusan pribadi. Atau nih, dia mungkin masih sayang ama mantannya"

"wehh mikir lo kejauhan, eh tapi bisa jadi juga sih" Selina mengangguk sembari tersenyum lega ketika berhasil mematahkan pemikiran gadis itu.

"eh tapi gak papa juga sih Sel, makanya lu coba deketin dulu biar kita tahu"

"sembarangan!" ujar Selina tak terima.

"oh atau...." Lanjut gadis itu menjeda uncapannya sembari berbisik.

"atau?" Gina mendekat penasaran.

"biasanya om-om gitu sukanya yang daun muda, Gin"

"Mungkin aja dia udah kepincut ama salah satu mahasiswinya. Kebanyakan begitu tahu, apalagi di novel-novel. Dosen itu pasti pasangannya mahasiswi"

"hmmm, mulai nih, halu!" ujar Gina menoyor pelan kepala gadis itu.

"Seriusan ih, apalagi bisa lo liat gaya mahasiswi dikampus ini, gak ada jamet-jametnya kayak kita dulu!"

"sekarang elo yang ngawur banget sumpah" kesal Gina mendengar pemaparan gadis itu.

"Gin, bagi cowok-cowok semateng pak Bima itu, daun muda lebih nyenengin, nyegerin, dan gemesin" lanjut Selina lagi.

"jadi lo merasa udah tua gitu?"

"heh enak aja!" sentak Selina tak terima.

Keduanya terus saja berbicara ngawur seolah mereka berdua bukanlah pengajar ditempat itu. Sebab kelakuan mereka saat ini masih saja sama saat beberapa tahun lalu saat mereka menjadi mahasiswa.

Keduanya juga tidak tahu, bahwa berjarak satu meja dari tempat duduk mereka, ada seorang pria yang tidak sengaja mendengar pembicaraan keduanya.

@@@@@@



Selina mendesah lelah begitu memasuki lift yang akan membawanya turun ke lantai dasar.

Hari ini ia memang memiliki jam mengajar hingga sore. Ditambah sebelum pulang ia merapikan mejanya yang cukup penuh dengan tugas mahasiswa, sehingga membuatnya pulang cukup petang.

Saat ini kondisi kampus sudah tidak seramai tadi siang. Selina menyenderkan kepalanya pada dinding lift karena ia hanya sendiri.

Dan Selina terpaksa harus menegakkan kepalanya kembali saat pintu lift terbuka dan dua orang yang dihormatinya memasuki lift, salah satunya adalah Bima.

"selamat sore pak" Selina berusaha menyapa dengan ramah dan sopan kedua orang itu.

Sebisa mungkin ia memberikan senyum terbaik pada keduanya agar tak dikira sombong maupun tidak sopan.

Jujur saja Selina agak kikuk ketika melihat Bima, hal itu tentu karena pembicaraan ngawurnya dan Gina siang tadi. Meski selebihnya karena ia tidak pernah berinteraksi secara langsung maupun pribadi dengan pria itu. Dan please, dirinya tidak berhadap sama sekali!

Dalam hatinya Selina merutuki Gina karena membuatnya kian tidak nyaman pada Bima. Pikirannya makin ngawur ketika saat masuk tadi, Selina merasa pria yang ia segani itu seperti menatapnya agak lain. Kan? Ngawur kan?.

"ibu Selina?" tebak pria yang Selina kenal sebagai Pak Dewa, salah satu dosen senior yang memiliki posisi penting di kampus ini.

Selina pernah mengobrol dengan pria ini bersama dosen senior difakultasnya, tapi sudah cukup lama, jadi Dewa mungkin agak lupa dengannya.

"Selina saja pak" jawab Selina sopan meski dalam hati ia sedikit tidak terima dipanggil ibu, kesannya ia seperti sudah tua.

Cukup mahasiswanya saja yang memanggilnya seperti itu ataupun sedang dalam mode bekerja.

"baru selesai mengajar?" tanya pria itu basa-basi yang langsung Selina iyakan.

"Selina ini dosen ekonomi ya? Saya agak-agak lupa" tanya pria itu lagi.

"iya pak, saya mengajar di fakultas ekonomi"

"oalah, pantes saya sering liat kamu ikut rombongan bu Selfi. Oh! Kamu dulu yang barengan beliau pas rapat tahunan itu ya?" Rupanya Dewa mulai mengingat.

"hehe iya pak, kebetulan beliau juga dosen saya pas kuliah S1, jadi sering saya buntutin kemana-mana" jawab Selina.

Dewa sedikit terkekeh dengan jawaban gadis itu, sementara pria disampingnya berdiri diam sudah seperti batu.

"beliau orangnya baik kan? Saya juga sempat sharing sama bu Selfi terkait pendanaan dan lain-lain, orangnya wellcome banget kalo ditanyain"

"bener banget pak, mau tanyain apa aja terkait ekonomi insyaallah beliau hatam, jawaban yang dikasih pun lebih dari harapan" kali ini Selina ikut terkekeh dengan Dewa. Karena pembawaan pria itu yang santai, rasa canggungnya sedikit menguap.

"oh iya, senang berbicara sama kamu Selina, lain kali tetep sapa saya ya. Saya duluan" ujar pria itu ramah ketika lift berhenti dilantai tiga.

Selina kira Bima juga akan ikut turun, namun ketika Dewa juga menyapa pria itu, maka harapannya pupus.

"bro, lo pulang duluan aja ya. BTW disapalah Selinanya, jangan dianggurin. Ya gak Sel?"

Selina tersenyum hambar menanggapi perkataan pria itu yang mungkin hanya sekedar godaan karena Bima sedari tadi hanya diam.

Tapi sumpah, Selina merutuk dalam hati. Kecanggungannya bertambah berkali-kali lipat akibat perkataan Dewa hingga suasana terasa mencekam.

Entah kenapa perjalanan dari lantai 3 menuju lantai dasar terasa begitu lambat, dan Selina benci kecanggungan seperti ini.

"pak Bima baru selesai mengajar juga, pak?" akhirnya Selina memutuskan untuk memusnahkan rasa canggungnya dengan menyapa pria itu lebih dulu, meski dari dalam jantungnya tidak baik-baik saja.

Demi apapun, ini adalah interaksi pertamanya dengan pria itu. Dan Selana berani bersumpah jika ini bukanlah usahanya untuk mendekati Bima seperti yang dimaksud oleh Gina.

Pria itu yang tadinya menatap lurus kedepan kemudian menatap Selina cukup lama hingga Selina rasanya ingin menghilang saat ini juga. Tatapan pria itu entah kenapa membuat jantungnya semakin tegang.

"iya" jawab pria itu akhirnya. Singkat, padat dan jelas.

Selina diam-diam menghembuskan nafas lega ketika Bima kembali meluruskan tatapannya kedepan. Lama-lama ia bisa kehabisan nafas jika pria itu masih terus menatapnya seperti tadi.

Dalam hati Selina berjanji tidak akan menyapa pria itu lagi, rasanya kapok. Jawabannya singkat seolah tak berminat, dan tatapannya... sangat menusuk.

Lagi-lagi Selina menghembuskan nafas lega ketika lift yang mereka tumpangi berhenti.

Saat pintu terbuka, Selina memutuskan untuk keluar lebih dulu ketika melihat Bima memencet tombol untuk menahan pintu.

Tidak lupa ia menyapa singkat pria itu lagi demi kesopanan, bagaimanapun Bima adalah sosok yang harus tetap ia hormati.

"oh ya..." Selina menghentikan langkahnya kemudian berbalik ragu ketika mendengar seruan pelan pria itu.

Entah kenapa setelah mendengar lagi, suara Bima ternyata cukup seksi.

"sa-saya pak?" Selina bertanya tidak yakin.

"iya kamu, bagi pria seumuran saya, kamu masih terhitung daun muda" ujar pria itu lalu kemudian berjalan melewatinya.

Mengabaikan suara pria itu yang ternyata memang seksi, Selina merasa tubuhnya membatu dengan mulut menganga lebar.

Apa maksud perkataan pria itu tadi? Selina merasa buntu hingga ingatannya akan pembicaraannya dengan Gina siang tadi memenuhi kepalanya.

Selina menggeleng dramatis, tidak mungkin Bima mendengarnya kan? Tapi perkataan pria itu tadi?

"Akhhhhh!"

Mendapati kenyataan itu, Selinan memekik pelan agar tidak begitu menarik perhatian orang-orang.

Tangannya menjambak rambut panjangnya yang terurai untuk melampiaskan perasaannya yang kini tidak tertolong lagi. Ya tuhan, siapapun tolong tendang Selina ke Korea sekarang juga!

@@@@@@



"kenapa lo?" Selina kini menyender dijendela mobil yang ia dudukin dengan kondisi mengenaskan sehingga mengundang tanya dari orang disampingnya.

"Yan, kayaknya gue mau resign aja deh" sahut Selina dengan pandangan kosong.

"tumben-tumbenan lo, biasanya juga gak se-stres ini kalo pulang kerja" sahut Rayyan, adik bungsu yang biasa menjemputnya.

"huahhhh Rayyan, gimana dong?!!!" rengek gadis itu yang lagi-lagi mengguncang tatanan rambutnya.

Rayyan berdecak sebal melihat kelakuan kakaknya. Ditanya kenapa, malah merengek tidak jelas.

"Yan gue mau ke Korea ajalah, cari kerja disana, siapa tau jodoh gue emang oppa-oppa Koreakan?"

"itu sih emang halusinasi lo tiap hari"

Selina kian mendesah lesu karena perkataan adiknya.

"akhhh Gina kampret!!!" teriak gadis itu tiba-tiba.

"gila ya lo, ngagetin aja" kesal Rayyan.

"awas tuh cewek, gue cincang badannya!" Selina terus saja meracau, mengabaikan kekesalan sang adik akan tingkah anehnya.

Sesampainya dirumah, tanpa membersihkan diri lebih dulu, Selina mengisi daya ponselnya lalu segera mendial kontak Gina.

Begitu panggilannya diangkat, Selina langsung menggila.

"Ginaaa... anjir lo, sumpah mau gue gigit lo sekarang juga!" pekik gadis itu nyaring dan tentunya memberi efek kejut pada gadis diseberang sana.

"woy sebleng, lo mau bikin gue jantungan?" ujar Gina mengelus dadanya.

"gak mau tau lo harus tanggung jawab, huaaaa, gue gak punya muka lagi Ginaaaaa" rengek Selina.

"kenapa sih nih anak?" bingung Gina karena Selina yang belum juga berhenti merengek.

"Sel, tenang dong, tarik nafas... buang... terus cerita kenapa elo kerasukan kayak gini?"

"kampret, ini gara-gara lo!"

"anjirlah, makanya lu cerita dodol!" lama-lama Gina juga ikut merasa kesal karena Selina yang tidak juga memberitahunya apa yang terjadi.

Selina kemudian menghentikan rengekannya dan dengan menggebu menceritakan kejadian memalukan tadi pada Gina.

Mengingat itu, Selina kembali memekik dan menutup wajahnya dengan bantal, rasa malunya masih terasa hingga saat ini.

Selina makin kesal ketika diseberang sana Gina malah tertawa kencang, bahkan begitu puas.

"sialan lo, malah ketawa. Ini gara-gara lo tau gak?" sentak Selina tak terima.

"duh Sel, sumpah anjir dia denger?" Gina yang masih menyisakan tawa juga rasanya tidak percaya, ternyata Bima mendengar pembicaraan konyol mereka.

"lucu?" sarkas Selina.

"eh kayaknya dia kode deh Sel" ujar Gina memaparkan pemikirannya.

"kode pala lo?"

"ih seriusan! Harusnya dia diem aja gak sih? tapi ini malah ngomong kayak gitu ke lo"

"emang ya! Ngomong ama lo makin ngawur yang ada" ujar Selina tak habis pikir.

"intinya tuh gue udah gak punya muka Gin buat ketemu dia, huaaaa" lagi-lagi Selina merengek.

"ciee... ngarep ketemuan lagi ya?" Selina mengupati gadis itu hingga membuat Gina kembali terkekeh.

"yaudah sih santai, boss gue ini, besok gue yang ngomong deh sama dia, minta maaf juga" ujar Gina akhirnya.

Lama-lama ia kasihan juga dengan sahabatnya itu, pasti pikiran gadis itu sudah over kemana-mana.

"santai, santai!!! Lo tuh gak ngerasain jadi gue. Sumpah tadi tuh rasanya gue mau tenggelam aja Gin saking malunya"

"iya, iya, makanya besok kita minta maaf"

"hah? Kok kita???" kaget Selina yang langsung bangkit dari pembaringannya.

"ya kan yang ngomongin kita berdua, jadi yang minta maaf kita lah"

"iihh-"

"emangnya lo mau terus-terusan ngerasa malu? Kalo cuma gue yang minta maaf berarti kan lo sendiri tetep aja bakal ngerasa malu karena enggak minta maaf langsung ke pak Bima"

"iya deh" jawab Selina lesu, setelah ia pikir-pikir apa yang diucapkan Gina ada benarnya. Ia harus memberanikan diri menghadapi pria itu sekali lagi, demi kenyamanan dan ketentramannya dalam menjalani hidup untuk kedepannya.

.

.

.

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

18.5K 946 12
Kumpulan Cerita pendek yang ditulis oleh Ratuqi. *Semoga dapat mengobati kejenuhan pembaca akan cerita lain dari saya yang lama diupdate^^ Cover edit...
6.3K 201 15
Kumpulan cerita Pendek (Hanya bisa di baca di Karyakarsa)
1.1M 54.6K 38
"Jalang sepertimu tidak pantas menjadi istriku, apalagi sampai melahirkan keturunanku!" Bella hanya menganggap angin lalu ucapan suaminya, ia sudah...
289K 10.5K 8
Kesempatan pertama telah Raffa sia-siakan dalam pernikahannya dengan Kayla dulu. Mereka bercerai dan terpisah selama beberapa tahun karena Kayla memu...