Kaveh sakit kepala. Ia meremas rambutnya dan menatap refleksinya di atas danau yang dibekukan oleh waktu di bawah kakinya.
Apa yang harus ia pilih?
Apa?
Dunia? Atau Alhaitham?
Masalahnya, Alhaitham adalah segalanya, hidupnya, bahkan dunianya. Jika ia memilih untuk menyelamatkan Teyvat dan membiarkan Fatui membawa Alhaitham, Teyvat tidak lagi berarti baginya. Mungkin ia akan mati bunuh diri setelah ia menolak membuka segel buku pengetahuan terlarang.
Tapi jika ia mati, bagaimana dengan Alhaitham di Snezhnaya nanti? Suaminya itu masih tetap hidup dalam siksaan. Belum lagi anak dalam kandungannya. Jika Alhaitham tahu ia bunuh diri sekaligus membunuh anak yang sudah dinanti-nanti sang suami, Kaveh akan mati dalam keadaan tidak tenang.
Semua ini begitu kacau.
Semua ini membuatnya frustrasi.
Pecut masih di tangannya dan ia berpikir, bagaimana kalau membunuh Fatui saja? Ia bisa mendapatkan Alhaitham dan bukunya kembali.
Dengan pikiran itu, pecut di tangannya menyala. Sulur berduri itu membesar tiga kali lipat dan mulai bergerak mencari mangsa seperti ular dalam semak.
Mengetahui apa yang ada di pikiran Kaveh, Scaramouche berkata, "Kaveh, pilihannya hanya ada dua. Jika kau memilih untuk mendapatkan semuanya dengan cara membunuh kami, kau salah. Mesin yang menopang hidup Alhaitham hanya bisa dinonaktifkan olehku. Hanya aku yang tahu caranya, hanya darahku yang menjadi kuncinya, dan hanya berkah dari Tsarisa untuk mematikan barier pelindungnya. Kalau kau sudah menjadi Dewi sekarang, aku yakin kau dapat merasakan kekuatan cryo Tsarisa dalam mesin ini dan kau tidak mungkin bisa menyelamatkan Alhaitham tanpa kami."
Sebelum Kaveh sempat mempertimbangkan perkataan Scaramouche, Dori menegang. Jinni itu dengan cepat menoleh ke mulut gua dan berkata, "Ada yang datang lagi."
Semua orang menoleh ke arah Dori memandang dan mereka melihat sebuah mobil hijau masuk ke dalam Oasis Abadi. Ketika Kaveh memicingkan mata untuk mengetahui siapa yang ada di dalam mobil, ia terkejut. Tiga orang yang dikenalnya, yaitu Cyno, Tighnari, dan Diluc datang untuk menyelamatkannya.
Dalam hal ini, Kaveh tidak tahu apakah ia harus senang karena diselamatkan atau kesal karena takut Fatui membunuh teman-temannya.
Begitu mobil berhenti, Tighnari, Cyno, dan Diluc memasang badan untuk melindungi Kaveh. Mereka mengaktifkan kekuatan mereka secara serempak.
Cyno menyalakan listrik di tombaknya, Diluc menyalakan api pada sabernya, sedangkan Tighnari memanggil kekuatan alam hingga tubuhnya berpendar kehijauan.
Melihat formasi itu, Dori menjadi antusias. Ia pun ikut masuk dalam tim dan menyalakan dinding pelindung merah mudanya sebagai tameng.
Kaveh tidak tahu bagaimana harus bersikap. Masalahnya, sekarang bukan waktunya bertarung. Mereka kalah atau menang, Alhaitham tetap tidak bisa keluar dari mesin sialan itu.
Kaveh pun berkata, "Teman-teman, turunkan senjata kalian. Perlu kalian ketahui, sekarang aku diberi dua pilihan. Pilih Haitham atau Teyvat. Jika memilih Haithan, aku disuruh membuka segel buku pengetahuan terlarang. Jika tidak mau membuka segel, Haitham akan mati suri selamanya."
Cyno mengerutkan keningnya tak habis pikir. "Pilihan macam apa itu? Sekarang sudah ada aku, Tighnari, Diluc, kau, dan ... ee, siapa namamu anak merah muda?"
"DORI! Namaku Dori! Bukan anak merah muda!" ujar sang Jinni kesal.
"Ya! Sudah ada lima orang dalam tim kita. Mereka kalah jumlah. Kita bisa membunuh mereka."
"Masalahnya tidak sesederhana itu, Cyno. Intinya kita tidak bisa membunuh mereka karena mesin itu ada dalam kendali mereka."
"Yup. Dengarkan Dewi kalian itu." Scaramouche menyela perdebatan grup mereka.
Diluc kemudian berkata, "Soal mesin bisa dipikirkan nanti. Mungkin kita bisa minta bantuan seseorang."
Tighnari menyetujui. "Itu benar. Rukkhadevata pasti tahu solusinya. Haitham adalah sahabat-Nya di masa lalu, bukan?"
Cyno juga berkata, "Ya! Pokoknya kita bunuh mereka dulu sebelum ada trik lain yang mereka keluarkan."
Kemudian, semuanya berbicara dan membuat Kaveh tertekan. Telinganya mulai berdengung dan pandangannya menjadi kabur karena sakit kepala yang kian parah.
Dan di tengah kabut matanya, Kaveh melihat wajah Alhaitham yang begitu damai, seperti seseorang yang tak lagi bernyawa, di seberang sana.
Di masa lalu, Ahmar membangun sebuah kerajaan untuk mensejahterakan penduduk gurun. Pria itu begitu mulia. Membangun irigasi untuk makan dan minum, memberi harapan pada semua orang, bahkan menyelamatkan Nabu Malikata sebelum kematian.
Kemudian, Ahmar menyimpang di satu titik dan membuat orang bertanya-tanya. Mengapa Dewa sebaik Ahmar berakhir menghancurkan negeri yang dibangunnya sendiri?
Jawabannya sederhana.
Karena Ahmar tidak bermaksud seperti itu saat pertama kali ia hendak mencari buku pengetahuan terlarang.
Ketika seorang Dewa menjadi begitu pintar dengan segala pengetahuan semesta di dalam otaknya, Dewa tersebut jadi melihat hal-hal yang tidak makhluk lain lihat.
Di antara seluruh Dewa-Dewi yang tinggal di Teyvat, Ahmar adalah yang paling brilian. Itulah sebabnya ia mendapat tawaran dari Celestia untuk menjadi Archon.
Saat itu Ahmar menolak karena ia menyadari suatu hal.
Tugas seorang Dewa adalah melindungi umatnya dan kedudukan sebagai Archon tidak akan benar-benar menyelamatkan Teyvat dari kekacauan.
Di masa lalu, Ahmar membuat sebuah revolusi.
Di malam yang damai, di paviliun Khaj-Nisut, Ahmar berkata pada Nabu, "Di dunia ini ada baik dan buruk. Ada keteraturan dan ada kekacauan. Dan di antara perbandingan-perbandingan itu, ada perpaduan di antaranya yang menciptakan warna abu-abu di antara hitam dan putih."
Nabu lalu bertanya, "Lalu, apakah yang abu-abu itu berbahaya?"
Ahmar berkata, "Tidak. Segala sesuatunya justru menjadi baik ketika seimbang. Tidak putih, tidak juga hitam. Masalahnya, manusia cenderung membeda-bedakan. Yang putih dipuja, yang hitam dihancurkan. Padahal yang putih juga punya noda, sedangkan yang hitam punya daya tarik sendiri di dalamnya."
Ketika Ahmar menjelaskan panjang lebar suatu konsep, Nabu tahu suaminya itu sedang merencanakan suatu hal yang besar. Ia pun bertanya, "Jadi, apa yang akan kau lakukan untuk itu?"
Ahmar tertawa. Ia memeluk Nabu dalam lengannya dan berkata, "Semesta ini dibagi menjadi tiga dunia. Dunia Para Dewa atau Celestia, dunia para manusia atau Teyvat, dan dunia para monster atau Abyss. Teyvat adalah yang paling baik dari ketiganya. Kau tahu karena apa?"
Nabu menggeleng.
"Karena Teyvat berwarna abu-abu. Manusia di Teyvat mungkin lemah, tapi merekalah yang paling damai. Kau bisa lihat sendiri, kan? Teyvat bisa ditinggali Para Dewa dan monster. Dunia mereka mana bisa disinggahi penduduk dari dunia lain? Yang menjadi kekhawatirkan justru Para Dewa dan makhluk kekegelapan di bawah sana."
Ada jeda sejenak selagi Ahmar memikirkan banyak hal di benaknya sebelum ia menatap istrinya. Dengan serius, ia lalu mengutarakan niatnya. "Nabu, aku ingin menggabungkan tiga dunia menjadi satu. Aku ingin Para Dewa menodai tubuh mereka, aku juga ingin monster Abyss hidup dalam cahaya. Dengan begitu, tidak ada lagi peperangan antar dunia. Penderitaan juga akan berkurang."
Awalnya Nabu kira itu hanya pikiran secara acak sebelum tidur yang ditakdirkan untuk dilupakan keesokan harinya. Tak disangka, Ahmar benar-benar serius ingin melaksanakannya. Raja itu mencari cara ke mana-mana hingga akhirnya menemukan buku pengetahuan terlarang yang di dalamnya tersimpan rahasia ketiga dunia.
Jika Ahmar berhasil menyatukan tiga dunia, tidak ada lagi Dewa sombong yang semena-mena dengan kekuatan mereka.
Jika Ahmar berhasil menghapuskan dinding pembatas, tidak ada lagi monster yang merasa terkucilkan dan berakhir menyerang yang lain.
Dengan begitu, semesta dapat hidup damai secara berdampingan.
Ahmar tidak salah. Raja Deshret itu saja yang tidak tahu batasannya dalam mewujudkan impian.
Mana bisa Ahmar mengajak Dewa-Dewi yang sudah jutaan tahun hidup dalam kemewahan melangkah ke dalam lumpur bersamanya?
Mana bisa Ahmar mengajak monster untuk meninggalkan kegelapan dan hidup dalam cahaya? Sederhananya, sinar mentari akan membutakan mata mereka.
Buku pengetahuan terlarang berisi cara untuk menyatukan semesta, tapi Para Dewa dan monster tidak menerima adanya rencana penggabungan ketiga dunia.
Begitu Ahmar menerapkannya, rencananya segera digagalkan. Para Dewa berhenti memberi berkah pada warga gurun, sedangkan para monster mengirimkan kutukan.
Semuanya menjadi kacau dan Ahmar harus mati untuk menyenangkan hati ketiga dunia.
Baik Dewa, manusia, atau monster, semuanya bersorak atas kematian sang raja.
Setelah dipikir-pikir, Ahmar hanyalah korban. Korban dari keserakahan dan kesombongan. Para Dewa tidak sudi merendahkan diri, sementara para monster lebih memilih jadi pemimpin semesta jika diberi kesempatan. Sedangkan manusia, mereka hanya tahu cara menyelamatkan diri sendiri.
Dan dari semua kenangan itu, Kaveh telah memutuskan mana yang akan dipilihnya.
Kaveh mendorong semua temannya ke belakang agar bisa melangkah ke depan. Apa yang ia lakukan membuat Cyno, Tighnari, dan Diluc berhenti berdebat. Seluruh perhatian petinggi Fatui juga tertuju padanya.
Kaveh menarik napas panjang untuk menenangkan dirinya. Setelah itu, dengan kepercayaan diri tinggi, Kaveh berkata, "Aku memilih Alhaitham. Sebagai gantinya, aku akan membuka segel itu untuk kalian."
Jika Kaveh mengorbankan Teyvat, Para Dewa di Celestia dan monster di Abyss akan mencari cara untuk menghancurkan Fatui sebagai pengguna buku terlarang. Teyvat pun selamat untuk beberapa ribu tahun ke depan.
Tapi jika Kaveh mengorbankan Alhaitham, siapa yang akan menyelamatkan suaminya itu?
Di kehidupan sebelumnya, Ahmar sudah menderita dan kehilangan banyak hal. Di kehidupan ini, biarkan Alhaitham memiliki segalanya.
*
*
*
Bersambung
*
*
*