Rahasia Keluargaku ( END )

De cocooo17

2.8K 3.3K 102

Siapa sangka keluargaku menyembunyikan rahasia sebesar ini dan suamiku juga terlibat. Rahasia apa itu? Mengap... Mais

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45

Chapter 9

102 135 2
De cocooo17

Tak lama kemudian aku sampai di rumah.

"Hai sayang, udah mendingan?" tanyaku saat melihat Allard yang sedang duduk di ruang tamu.

"Sayang? Kenapa kamu tiba-tiba bicara manis kayak gitu?" tanyanya heran.

"Kayaknya kamu udah mendingan dari cara bicaramu itu," celetukku.

Tiba-tiba handphoneku berbunyi.

Ah udah ada sinyal lagi. Kataku dalam hati.

Aku pun mengangkat telepon itu  "Halo."

"Halo Alexa."

"Merry? Kamu ganti nomor?" tanyaku. Pasalnya nomor yang menghubungiku saat ini adalah nomor tidak dikenal.

"Nggak, aku pinjem handphone salah satu karyawan rumah sakit karena tadi handphone kamu nggak bisa dihubungi," jelasnya.

Aku mengernyitkan kening. "Kalo begitu bukannya sama aja ya walaupun kamu pinjem handphone orang lain? Karena tadi handphone aku emang nggak ada sinyal tadi."

"Iya juga, aku lupa," gumamnya polos.

Aku tertawa geli mendengar gumamannya itu. "Kamu kenapa sih, Merry?"

"Oh iya, aku telepon kamu karena ada seseorang yang mau ketemu sama kamu," lapornya.

Aku mengernyitkan kening. "Ketemu sama aku? Siapa?"

"Kamu inget sama orang yang pernah aku ceritain nggak?" tanyanya.

"Temen kamu yang ahli daun teh itu?" tebakku.

"Iya, dia mau ketemu sama kamu dan minta aku buat tanyain kapan kamu bisa ketemu sama dia," jelas Merry dari telepon.

"Besok. Pas jam makan siang di cafe," jawabku cepat.

"Oke, aku bakal bilang ke dia. Omong-omong, dari mana kamu tadi? Kenapa nggak bisa dihubungi?" tanyanya.

Aku berpikir sejenak. "Aku abis dari luar dan tadi sinyalnya emang lagi jelek makanya susah dihubungi."

"Kamu yakin nggak ada sesuatu yang terjadi?" tanyanya lagi.

"Iya, nggak ada apa-apa kok," jawabku.

"Yaudah kalo gitu. Aku matiin ya teleponnya." Setelah itu panggilan berakhir.

"Kenapa?" tanya Allard penasaran.

"Merry baru aja ngasih tau kalo seseorang yang mau aku investasiin setuju buat ketemu," jawabku.

"Buat apa kamu investasi ke dia?" tanyanya bingung.

"Nggak buat apa-apa sih. Aku cuma mau investasi ke dia aja siapa tau dia sukses di masa depan dan bisa jadi tabunganku kelak," jelasku.

Allard mengernyitkan keningnya. "Buat apa kamu punya tabungan? Kan ada aku, kamu nggak bakal kekurangan uang."

Aku menghela nafas. "Nggak ada yang tau dengan masa depan, Allard. Siapa tau di masa depan kita bakal pisah dan kalo itu terjadi aku harus punya tabungan sendiri."

Seketika Allard menatap mataku lekat-lekat. "Kamu mikirnya kejauhan. Inget baik-baik, istri aku sekarang, besok, dan seterusnya cuma kamu, Alexa. Aku nggak ada niat sedikitpun buat pisah sama kamu."

Aku tersipu mendengar ucapan manisnya itu. "Walaupun kamu nggak cinta sama aku?"

"Iya, karena aku nggak ada niat buat punya banyak pasangan," jawabnya.

Mendengar itu perasaanku berubah menjadi sedih.

Jadi Allard nggak cinta sama aku? Tanyaku dalam hati.

"Udahlah, nggak usah bahas perpisahan kayak gitu. Sekarang jawab pertanyaan aku, dari mana aja kamu?" tanyanya mengalihkan topik.

"Aku abis dari luar sebentar," jawabku singkat.
Matanya langsung menatapku tajam.

"Sebentar? Kamu pergi selama 3 jam dan kamu bilang itu sebentar? Dari mana kamu sebenernya?!"

"Aku juga punya privasi, Allard! Nggak semua hal tentang aku harus kamu tau," kesalku.

"Aku suami kamu. Jadi udah seharusnya aku tau semua hal tentang kamu," balasnya.

"Oh iya? Kamu pasti udah tau banyak hal tentang aku sedangkan aku belum tau sedikitpun tentang kamu. Aku bahkan udah cari-cari di internet, tapi nggak ada informasi yang aku dapetin." Aku membalas tatapan tajamnya itu. "Siapa kamu sebenernya?! Kamu bisa dengan mudah mencari tau tentang aku, tapi aku nggak bisa sama sekali cari tau tentang kamu."

"Kamu nyari informasi tentang aku?" tanyanya terkejut.

"Iya. Seseorang yang nggak aku kenal tiba-tiba aja jadi calon suamiku jadi udah sewajarnya aku harus cari tau tentangnya, tapi aku nggak berhasil nemuin apa-apa," jelasku.

"Kamu cuma buang-buang waktu." Setelah mengatakan itu Allard hendak pergi, tapi aku menahan tangannya.

"Siapa kamu sebenernya, Allard? Kenapa susah banget nyari informasi tentang kamu?" tanyaku.

Allard menghempas tanganku. "Kamu nggak perlu tau."

"Allard, aku istri kamu. Aku juga berhak tau semua hal tentang kamu!" teriakku, tapi pria itu menghiraukannya dan terus berjalan menjauh.

"Apa susahnya ceritain sedikit aja hal tentang kamu?" monologku.

Aku terus menangis sampai tak sadar hari telah berganti dan ternyata aku terbangun dalam posisi yang sama seperti semalam.

"Ugh badanku pegel semua," keluhku sambil merenggangkan tubuh.

Aku melihat sekeliling dan tidak ada tanda-tanda Allard pulang.

"Jadi seharian kemaren dia nggak pulang?"

Aku cukup sedih mengetahui kalau Allard tidak pulang, tapi aku tidak bisa terus bersedih karena masih ada pekerjaan yang harus kulakukan. Lagi pula hari ini aku sudah memiliki janji untuk bertemu dengan temannya Merry. Aku bergegas mandi dan berangkat ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, aku langsung ke ruangan para pasienku dan memeriksanya.

"Pagi, bu dokter. Kok kemaren nggak keliatan?" tanya seorang pasien.

"Iya, kemarin saya izin untuk tidak bekerja karena suami saya sedang sakit," jawabku.

Wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut. "Ah jadi bu dokter udah menikah?"

Aku menganggukkan kepala. "Belum lama ini saya menikah dengan seseorang yang kakek saya pilihkan."

"Wah kakeknya bu dokter pasti sayang banget sama bu dokter makanya pilihin calon yang baik," celetuknya.

Aku tertawa sendu. "Bukankah lebih baik saya pilih calon suami sendiri?"

"Saya tau bu dokter pasti kecewa sama kakek bu dokter, tapi maksud kakeknya bu dokter baik kok. Beliau nggak mau bu dokter salah memilih," jelasnya.

Aku hanya mengangguk.

"Oh iya, kalo saya boleh tau, apa pekerjaan suami bu dokter?" tanyanya penasaran.

"Dia pemimpin suatu perusahaan," jawabku.

"Wah keren banget. Semoga suami bu dokter bersih dari hal-hal yang berbau kejahatan ya. Soalnya setau saya perusahaan ternama jarang ada yang bersih. Pasti ada aja cara kotor yang mereka lakuin buat memperoleh keuntungan," ucapnya dengan suara pelan.

"Begitukah?" tanyaku.

Dia menganggukkan kepala. "Tapi saya yakin suami bu dokter baik karena bu dokternya baik juga."

Aku tertawa mendengar ucapannya.

Setelah selesai dengan satu pasien itu, aku beralih ke pasien selanjutnya. Pasienku selanjutnya adalah anak kecil yang akhir-akhir ini menjadi pusat perhatianku.

"Halo, gimana keadaannya? Ada yang sakit?" tanyaku ramah.

Dia menggelengkan kepalanya.

"Apa masih suka mual perutnya?" tanyaku lagi.

Lalu dia menggelengkan kepalanya lagi untuk menjawabnya.

Aku duduk di dekatnya dan memasang wajah sedih. "Aduh ada apa ini? Kenapa gadis cantik ini tidak mau berbicara denganku? Aku sedih sekali."

Dia langsung menoleh ke arahku. "Bu dokter sedih kalo Bella nggak bicara sama bu dokter?"

Aku mengangguk. "Tentu saja, bu dokter akan sedih sekali kalau kamu tidak mau berbicara dengan bu dokter."

"Oke, Bella bakalan terus bicara sama bu dokter," ujarnya.

"Gitu dong, emangnya kenapa kamu nggak mau bicara sama bu dokter tadi?" tanyaku dengan bahasa yang lebih santai.

"Bella kesel sama bu dokter soalnya beberapa hari ini bu dokter nggak dateng buat periksa Bella. Selalu aja dokter lain yang dateng. Padahal kan Bella maunya sama bu dokter, tapi kalo Bella nolak diperiksa sama dokter lain, nenek pasti marah," jelasnya dengan wajah kesal.

"Pastinya nenek marah karena kamu nggak boleh kayak gitu." Aku menggenggam tangan mungilnya itu. "Gadis manis, dengerin bu dokter ya. Siapapun yang periksa nanti, kamu harus nurut oke?"

Dia mengangguk. "Iya, bu dokter, tapi kalo bisa Bella maunya diperiksa terus sama bu dokter."

Aku mengelus kepalanya. "Iya, sayang. Kalo bu dokter bisa pasti bu dokter kok yang periksa kamu, biar kamu cepet sembuh juga. Kan bu dokter punya kekuatan super jadi bisa bikin pasien-pasien bu dokter cepet sembuh."

"Beneran?" tanyanya dengan mata berbinar-binar.

"Bener dong, tapi mereka harus makan yang banyak soalnya kekuatan bu dokter bisa bekerja kalo mereka banyak makan," jawabku.

"Bella bakalan makan yang banyak biar kekuatan bu dokter bisa bekerja!" tegasnya.

Aku tersenyum lembut. "Good girl. Yaudah bu dokter tinggal dulu ya, soalnya bu dokter mau makan, udah laper."

Kening gadis kecil itu mengkerut. "Bu dokter tadi nggak sarapan?"

Aku menggelengkan kepala.

"Ih bu dokter nggak boleh ngelewatin sarapan. Kata guru Bella, sarapan itu penting. Bu dokter kan seorang dokter masa gitu aja nggak tau sih," omelnya.

"Iya iya bu dokter tau, tapi tadi buru-buru jadinya lupa deh," balasku.

"Tetep aja harus sarapan. Besok-besok jangan diulangi lagi ya bu dokter!" peringatnya.

Aku bersikap hormat layaknya seorang prajurit. "Siap bos."

"Yaudah, Bella juga mau makan biar cepet sembuh," ucapnya.

Aku mencium kening anak kecil itu dan pergi menemui Merry.

"Merry, kira-kira apa yang harus aku kasih ke anak itu nanti?" tanyaku.

"Maksud anda, teman saya yang akan anda temui?" tanyanya.

"Iya," jawabku.

"Tidak perlu, karena dia sendiri sudah sangat senang bisa bertemu dengan seseorang yang ingin bekerja sama dengannya," balasnya.

"Begitukah? Yaudah deh, tapi kenapa kamu kembali manggil aku dengan sebutan nona?" tanyaku heran.

"Ternyata saya tetap tidak terbiasa memanggil anda dengan nama. Lalu saya juga kurang nyaman jika berbicara dengan santai ke majikan saya," jelasnya dengan wajah sendu.

Aku mengangguk paham. "Sayang sekali, tapi yaudah panggil aku dengan senyamannya."

Merry tersenyum ke arahku. "Terima kasih atas pengertiannya, nona."

Continue lendo

Você também vai gostar

Love Hate De C I C I

Ficção Adolescente

2.9M 207K 37
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
61K 7.2K 101
Judul Asli : 傅爷的王牌傲妻 Author : leisurely still Part : 462 End Putri bungsu Ning Zhoucheng, yang telah hilang selama lima belas tahu...
Pikiran Terdalam [END] De HERSHY

Ficção Adolescente

30.8K 1.8K 75
Penulis : Mu Yi | 74 Bab Genre : Emosi Modern Pada usia enam belas tahun, Tan Mo melihat Xie Qichen untuk pertama kalinya, anak laki-laki itu berdir...
33.5K 1K 12
[NOTE: Versi lengkap ada di KBM app dan Karyakarsa ________________________ Arya Putra Piningit ditugasi oleh sang bapak, Idham Amarullah, untuk me...