My Short Story

Oleh utaminotutama

1M 72.4K 4.5K

Berisi Kumpulan Cerita-cerita pendek yang aku buat. Lebih Banyak

Tiba Saatnya (1)
Tiba Saatnya (2)
Tiba Saatnya (3)
Tiba Saatnya (4)
Tiba Saatnya (5)
Tiba Saatnya (6) - END
Dunia Maudy (1)
Dunia Maudy (2)
Dunia Maudy (3)
Dunia Maudy (4)
Mimpi? (1)
Mimpi? (2)
Mimpi (3)
Mimpi (4)
Mimpi (5)
Mimpi (6)
Mimpi (7)
Indah
Indah (2)
Indah (4)
Indah (5)
Katakan Putus (1)
Katakan Putus (2)
Love Scenario (1)
Love Scenario (2)
Love Scenario (3)
Love Scenario (4)
Love Scenario (5)
First Love (1)
First Love (2)
Bukan Pemeran Utama (1)
Bukan Pemeran Utama (2)
Bukan Pemeran Utama (3)
Bukan Pemeran Utama (4)
Jejak Rasa (1)
Jejak Rasa (2)
Jejak Rasa (3)
Jejak Rasa (4)
Jejak Rasa (5)
Jejak Rasa (6)
Jejak Rasa (7)
Salah Jodoh (1)
Salah Jodoh (2)
Salah Jodoh (3)
Salah Jodoh (4)
Salah Jodoh (5)
Salah Jodoh (6)
Salah Jodoh (7)

Indah (3)

16.2K 1.4K 96
Oleh utaminotutama

sorry lama :)

..

.

.

.


@@@@@



Indah terheran-heran mendapati Haikal yang sudah berada di rumah ketika waktu bahkan belum menunjukkan jam pulang kerja pria itu. Ini masih jam 4 sore dan Haikal malah asik bermain dengan sang anak.

Indah berpikir mungkin saja Haikal ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan sang anak, mengingat mereka akan berpisah beberapa lama. Ini memang pertama kalinya Haikal berpisah dengan sang anak untuk waktu yang cukup lama. Meski begitu, Indah mencoba mengabaikan rasa ibanya untuk perpisahan anak dan ayah itu.

Setelah hampir satu jam berlalu, Indah kini hanya tinggal mengemas barang-barang yang sekiranya selalu diperlukan selama perjalanan seperti tisu, popok untuk Haidar dan lain sebagainya.

"kenapa banyak sekali?" Indah dikagetkan dengan kehadiran Haikal yang tiba-tiba sudah duduk dibelakangnya.

"ya?"

Seperti biasa, pria itu akan bertanya singkat yang seringkali susah otak Indah cerna dengan cepat maksudnya.

"padahal cuma seminggu, kamu membawa terlalu banyak pakaian" pria itu menatap tidak suka pada koper Indah yang berukuran besar dan sangat penuh.

"ini kan berdua sama pakaian abang, terus ada beberapa pakaianku yang jarang kepake, mau aku kasih ke adik-adikku disana" dengan cepat Indah menemukan alasan yang tepat, padahal tidak ada satupun dari pakaian yang ia bawa diniatkan untuk dibagi pada adik-adiknya.

Setelah itu Haikal hanya terus memperhatikannya dalam diam, membuat Indah agak risih tapi tetap mencoba abai.

Keesokan harinya Haikal kembali membuat Indah terheran-heran karena pria itu dengan sukarela bahkan terkesan memaksa untuk mengantarnya menuju bandara meski Indah sudah menolak, Indah takut pekerjaan pria itu terganggu. Karena bagaimanapun selama ini pria itu seringkali menghindari ajakannya dengan alasan pekerjaannya yang jauh lebih penting.

Indah makin dibuat geger ketika baru mengetahui Haikal memesankannya tiket pesawat kelas bisnis. Demi apa?, mereka hanya akan pergi ke Solo, perjalanan yang singkat, tidak seharusnya Haikal berlebihan untuk itu. Bahkan jika tidak dipesankan Haikal, Indah berniat untuk naik kereta, mengingat sudah lama ia tidak menikmati perjalanan dengan kereta seperti dulu saat ia kuliah.

Namun pria itu tidak ingin dibantah terlebih dalihnya untuk kenyamanan sang anak.

"abang salim dulu sama papa" suruh Indah ketika mereka hendak melakukan check in.

Sang anak yang masih digendongan ayahnya tentu menurut. Haikal menciumi seluruh wajah anaknya membuat Indah tersenyum tipis. Tidak ada kesan dingin dan kaku jika pria itu sudah berhadapan dengan anaknya. Indah merasa sedikit bersalah karena sang anak harus berpisah dengan ayahnya untuk sementara, tapi hal ini harus ia lakukan.

"kami pamit dulu mas" ujar Indah kemudian menyalimi pria itu.

Dengan cukup mengejutkan, Haikal membawa Indah dalam pelukannya yang Indah balas dengan pelukan erat. Matanya berkaca-kaca mengingat mereka akan segera berpisah.

"hati-hati disana" ujar pria itu masih dengan pelukan mereka. Indah hanya mengangguk, tidak mampu untuk berkata-kata.

"hubungi aku kalau sudah sampai" ujar pria itu lalu melepaskan pelukan mereka dan Indah lagi-lagi hanya mengangguk. Mulutnya kelu untuk sekedar mengucapkan sepatah dua patah kata untuk perpisahan mereka.




@@@@@@@



Setelah sampai di kampung halamannya, Indah benar-benar disambut dengan bahagia oleh keluarganya.

Bahkan saking tenggelamnya ia dengan uforia itu, Indah menjadi sedikit lupa dengan masalahnya. Karena itu pula, semangat untuk membangun kehidupannya sendiri di kampung halamannya menjadi semakin membara.

Orang tua dan adik-adiknya begitu berseri-seri semenjak kedatangannya, terlebih dengan hadirnya Haidar. Indah tidak tega membayangkan bagaimana ia membuat wajah-wajah bahagia itu menjadi sedih dan sendu akibat fakta rumah tangganya yang selalu ia sembunyikan.

Sementara itu, tentang neneknya yang sakit, Indah tidak sepenuhnya berbohong pada Haikal. Wanita yang sudah amat renta itu memang sakit, namun syukurnya tidak begitu parah sampai harus ditunggui berhai-hari.

Wanita tua itu bahkan langsung bugar sehari setelah kedatangan Indah dan sang anak. Sepertinya sang nenek hanya sekedar kesepian, karena sehari-harinya kedua orang tua Indah sibuk berdagang dan adik-adiknya sibuk bersekolah maupun dengan sibuk kegiatan masing-masing.

Mengenai Haikal, Indah sebisa mungkin bersikap abai dengan tidak menghubungi pria itu lebih dulu.

Indah merasa satu-satunya alasan mereka berkomunikasi ialah hanya karena Haidar. Maka dari itu, setiap kali Haikal menelpon ataupun melakukan vidio call, Indah dengan segera menyerahkan ponselnya pada sang anak bahkan tanpa menyapa pria itu lebih dulu.

Ia hanya akan menonton sang anak yang dengan bicaranya yang masih belepotan menceritakan hari-harinya dikampung halaman Indah pada sang ayah.

Pernah Haikal meminta untuk berbicara dengannya, tapi Indah tetap kekeh dengan berbagai alasan yang ia karang. Ia tidak ingin menjadi lemah dan terintimidasi oleh pria itu seperti yang biasa terjadi padanya jika sudah dihadapkan dengan Haikal.

Akan tetapi, akhir-akhir ini Haikal sudah jarang menghubunginya. Kini sudah lewat dari waktu yang diijinkan pria itu, Indah bahkan sudah menyiapkan alasan jika Haikal memintanya untuk segera pulang. Tapi nyatanya Haikal justru menghilang.

Indah merasa rencananya mungkin berjalan lancar, Haikal sepertinya sudah sibuk dengan hidupnya dan dan gadis itu sehingga pria itu perlahan mulai lupa dengan mereka.

Indah sadar ini adalah keinginannya, tujuan dari pelariannya yang entah sampai kapan. Akan tetapi, ada rasa sakit juga kecewa yang menggerogoti hatinya ketika ia mempercayai pemikirannya sendiri, bahwa Haikal mungkin memang sudah bahagia dengan gadis itu.

Padahal jika Indah mengesampingkan egonya, ia bisa saja menghubungi pria itu lebih dulu dan bertanya langsung mengenai alasan pria itu jarang menghubunginya, ah... bukan menghubunginya melainkan sang anak. Mungkin saja Haikal sakit, atau teralu sibuk dengan pekerjaannya atau....

"kakak nangis?" sang adik tiba-tiba saja muncul dihadapannya dan memergokinya.

Indah yang tidak sadar sedari tadi sudah menitihkan air mata, dengan cepat mengusap matanya yang memang basah. Ia kemudian menatap sebal sang adik yang muncul dengan begitu tiba-tiba.

"kamu tuh ya, main masuk aja, ketuk kek, salam kek" omel Indah.

"yaelah perkara masuk kamar doang, lagian cuma ada kakak ini" Indah mendengus mendengar adiknya yang sangat pandai beralasan.

"itu si abang kayaknya ngantuk, rengekannya gak berhenti" lapor adiknya yang bernama bunga itu.

"kenapa gak langsung dibawa kesini aja?"

"gak mau dianya, manggil papa terus, masa iya mau aku seret" Indah melotot mendengar jawaban sang adik.

Dengan cepat ia bangkit dan berjalan menuju tempat dimana sang anak saat ini tengah merengek.

"abang, kenapa?" Indah segera meraih pria kecilnya dan menggendongnya.

"udah gede kok masih nangis-nangis" ujarnya lagi mencoba menenangkan sang anak. Namun Haidar masih terus merengek dan sesekali memanggi sang ayah.

Melihat anaknya yang tak kunjung berhenti apalagi tertidur, Indah menghembuskan nafas gusar kemudian membawa sang putra menuju kamarnya.

"udah ya sayang, kita telpon papa" bujuk Indah lagi.

Indah dengan berat hati mendial kontak sang suami dengan panggilan vidio, layar ponselnya langsung ia hadapkan pada sang anak. Haidar yang mendengar suara sambungan ponsel menghentikan rengekannya dan menatap pada ponsel yang diletakkan Indah didepannya.

Indah mengerjap kaget begitu melihat yang muncul dilayar ponsel adalah seorang wanita, bukannya Haikal.

"hi baby boy, nyari papa ya? Bentar ya.. papa masih di toilet" ujar gadis itu ramah karena melihat penampakan Haidar.

Indah dapat mendengar gadis itu yang sedikit berteriak memanggil suaminya untuk mempercepat kegiatannya agar Haidar tak menunggu lama.

Ia yakin Haidar juga sama bingungnya dengan dirinya. Melihat wajah seseorang yang tak dikenalinya, pria kecil itu mendongak kearahnya yang Indah balas dengan senyuman menenangkan, padahal sendirinya Indah merasa terguncang.

Tak disangkanya Haikal sampai membiarkan gadis itu memegang ponselnya. Bahkan Indah yang istrinya, merasa tidak berani untuk sekedar menyentuh ponsel pria itu. Dan lagi... gadis itu ada di rumah mereka? Berdua dengan suaminya?.

Tak lama kemudian, Haikal muncul dan mengambil alih ponselnya. Dari yang Indah lihat, pria itu tampak sedikit pucat. Indah menatap nanar pada layar ponsel yang menampilkan pria itu.

Saat ini banyak tanda tanya yang memenuhi isi kepalanya. Apakah Haikal sudah sejauh itu? bahkan tanpa menceraikannya lebih dulu?. Jika kemarin-kemarin dirinya hanya merasa sakit hati juga kecewa, namun sekrang Indah merasa marah pada pria itu.

Indah tersentak saat sang anak memanggilnya, dengan cepat ia merubah raut wajahnya yang menegang menjadi lembut.

"sudah selesai?" tanya Indah dengan senyuman tipis yang begitu dipaksakan.

"mama" ujar Haidar langsung menyodorkan ponselnya dihadapan wajah Indah.

Indah mau tak mau mengambil ponsel itu meski tidak ingin berbicara dengan sang suami. Rasa rindu, khawatir juga was-wasnya seolah menguap begitu saja akibat rasa marahnya.

Indah membenarkan letak ponselnya lagi sehingga ia dan Haidar yang kini duduk dipangkuannya sama-sama masuk kedalam kamera.

"ada apa mas?" tanya Indah langsung.

"...." Haikal hanya terdiam sembari menatap lurus padanya.

"mas?"

"jangan berpikiran macam-macam"

Indah mengernyit atas ucapan tiba-tiba pria itu, namun Indah dengan cepat memahaminya. Gadis itu mendengus pelan, seolah pria itu tahu saja apa yang ia pikirkan.

"memangnya apa yang aku pikirkan?" tanya Indah lirih.

"toh apapun yang aku pikirkan, itu sama sekali gak penting buat kamu" lanjut Indah yang sudah tidak menyembunyikan nada tidak sukanya. Baru kali ini Indah dengan gamblang menunjukan emosinya pada pria itu. Namun ia tetap menjaga nada suaranya agar tidak membuat Haidar curiga, untungnya bocah itu tengah sibuk dengan mainan yang ada ditangannya.

Dilihatnya Haikal disebelah sana mengusap wajahnya kasar, pria itu seperti ingin mengatakan sesuatu namun seolah menahan diri.

"ini sudah lebih dari seminggu, besok kamu pulang, akan aku carikan tiket" ujar pria itu tiba-tiba berbicara tentang kepulangannya.

"aku masih mau disini"

Diseberang sana, Haikal sudah menatapnya tajam akibat jawaban berani yang ia keluarkan. Entah kenapa kini Indah tidak merasakan takut lagi, justru dadanya bergemuruh hebat seolah senang melawan pria itu.

"tidak ada alasan untuk kamu masih disana" Haikal masih mencoba bersabar atas sikap Indah yang tidak terduga kali ini.

"tidak ada alasan juga untukku kembali kesitu" jawab Indah melirih, matanya sudah berkaca-kaca.

"apa?" Haikal menggeram marah.

"jangan coba-coba bertingkah atau aku sendiri yang akan menyeretmu dari sana" geram pria itu.

"terserah" jawab Indah dengan nada bergetar karena menahan tangis lalu menutup sambungannya secara terpihak.

Ia marah dan kesal pada Haikal atas kata-kata yang pria itu lontarkan. Bertingkah? Apakah selamanya Indah harus menjadi boneka dalam kehidupan pria itu.

Indah menumpahkan tangisnya dengan pelan dan memeluk anaknya, perasaannya kini benar-benar kacau dan campur aduk hingga dipikirannya hanya hal buruk yang akan Haikal lakukan padanya. Kapan pria itu akan berterus terang? Apa Indah memang harus kembali dulu untuk menuntaskan semuanya dengan Haikal?.

Haidar yang melihat Indah menangis menatap heran lalu mengusap pelan air mata ibunya. Indah menanggapi dengan senyuman hangatnya kemudian mengecup sayang pipi gembul sang anak.

@@@@

"kamu harusnya gak lancang untuk mengangkat panggilan dari ponselku" ujar Haikal dengan rahang mengeras pada Ferly yang kini sudah kembali menyusulnya didapur.

"m-maaf, ponselnya udah lama berdering, aku takutnya itu penting, jadi aku angkatin aja" jawab Ferly takut-takut karena aura menyeramkan yang pria itu keluarkan.

Haikal mendengus lalu melangkah pergi tanpa menghiraukan gadis itu lagi.

"Haikal" panggil Ferly menyusul pria itu.

"pergilah, kamu juga gak seharusnya ada disini"

"aku khawatir sama kamu, Farel bilang kamu sakit"

"aku baik-baik aja, kamu bisa pergi"

"really?" tanya Ferly sedikit tidak percaya atas pengusiran Haikal.

"pulanglah" ujar Haikal melemah, semuanya seolah menguras tenaganya.

"aku khawatir banget sama kamu, harusnya dari kemarin kamu kabarin aku kalo kamu sakit, pantes kamu susah dihubungin" gadis itu malah terus mengomel tanpa menghiraukan permintaan Haikal.

"Ferly, please, gak pantes kamu ada disini saat istriku gak ada"

Nampaknya Ferly cukup tersinggung atas perkataan pria itu, gadis itu terdiam sebentar lalu terkekeh miris.

"lalu kemarin-kemarin, saat kamu dengan sigapnya nolongin aku sama mama, yang aku yakin tanpa sepengetahuan wanita itu, apakah pantas?. Kamu nemenin aku sampe pagi, kamu korbankan waktu dan materi kamu buat aku sama mama... apa itu cuma sekedar simpati? Huh?" Perkataan gadis itu berhasil memukul telak hati Haikal hingga terasa begitu menyakitkan, tiba-tiba rasa bersalah akan keluarganya membendung begitu besar dan mendesak hingga terasa sesak.

"Fer-"

"aku yang paling mengenal kamu!, bertahun-tahun kita bersama, semuanya gak akan memudar secepat itu bahkan ketika kamu sudah memiliki wanita lain" potong Ferly cepat.

"Ferly please, kita gak bisa bicarain itu sekarang"

"No!" bantah gadis itu.

"aku sakit, aku patah hati, melihat wanita itu berdiri disisimu membuat aku sakit dan marah disaat yang bersamaan"

"harusnya aku- harusnya aku yang saat ini ada diposisi itu, harusnya aku yang melahirkan anak kamu"

"Ferly!" tegur Haikal.

"kamu gak bahagia sama dia, berhenti membohongi dirimu sendiri, karena itu juga akan terus menyakitinya" Haikal terdiam mendengar kata-kata yang Ferly yang seolah semakin menusuk hatinya.

"sikap kamu yang masih begitu perhatian sama aku, tatapan kamu, semuanya gak bisa bohong. Karena aku juga merasakan hal yang sama, kita masih saling mencintai"

"we can make it again, aku bersedia ngikutin kamu, aku juga udah ngomong sama mami"

"Ayo kita berjuang, sekali lagi " bujuk Ferly yang kini sudah mendekat dan memegang lengan pria itu, tatapan gadis itu penuh akan permohonan.

"Kenapa baru sekarang?" lirih pria itu, matanya menatap nanar pada gadis dihadapannya.

"KENAPA BARU SEKARANG?" teriak Haikal tiba-tiba dengan nada yang sangat mengerikan, begitu pula aura pria itu sehingga membuat Ferly dengan reflek melepaskan genggamannya.

"apa yang kamu pikirkan dulu? Hah?"

"saat aku memohon-mohon agar kita terus berjuang, saat aku meminta kamu menunggu agar aku mencari jalan keluar. Tapi kamu..." Haikal menggantung ucapannya dengan nada geram, matanya begitu memancarkan luka.

"kamu malah memutuskan semuanya sendiri, seolah cintaku gak ada artinya, kamu membuat kebersamaan kita seolah hanya omong kosong. Saat itu juga... kamu sudah membunuh hatiku" lirih Haikal.

"gak, Haikal, please" Ferly menggeleng dengan panik.

"aku- aku salah, aku terlalu takut menghadapi keluarga kamu, aku menanggungnya sendiri sampai aku memlih untuk pergi" tangis Ferly semakin menjadi.

"tapi nyatanya, aku... masih secinta itu sama kamu, aku gak bisa tanpa kamu" lirih gadis itu kemudian memeluk Haikal.

"aku cinta sama kamu" ujar Ferly mengeratkan pelukannya, tangisannya tak juga berhenti seolah gadis itu ingin menumpahkan perasaannya pada pria itu.

Haikal hanya terpaku tanpa membalas pelukan gadis itu, tidak ada satupun kata yang ia ucapkan. Pria itu kemudian melepaskankan pelukan Ferly dan mengambil langkan mundur.

"pergilah, aku lelah dan ingin sendiri" ujar pria itu lalu meninggalkan Ferly yang menatap sendu punggungnya.

.

.

.

TBC

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

43.3K 2.2K 21
Malvin si pembalap motor terkenal seluruh dunia, memiliki istri yang sifatnya seperti anak badung,dan juga nakal. Jevano,istri dari seorang Malvin pe...
132K 7.8K 57
Kumpulan kisah melocinta pendek yang akan memberi pelajaran apa itu bangkit dan asam manis cinta. Beberapa cerita yg lengkap sudah update di karyaKar...
228K 11.4K 36
Ini tentang cinta yang enggan memilih. Ini tentang persahabatan yang penuh ujian. Ini tentang hidup yang butuh pilihan... Kumpulan cerita pendek.
567K 31.7K 59
Kumpulan cerita pendek yang jamin bikin kamu baper. Ceritanya ringan dengan konflik yang tidak berat. Beberapa sudah dijadikan E-book dan PDF. Don't...