LOVING AMBULANCE

By _____ty

318 116 18

Cerita tentang seragam coklat tua coklat muda berbalut merah putih yang melingkar di sekeliling leher. Cerita... More

Prolog
Part 1 : Panggilan
Part 2 : SKU
Part 3 : Latihan Rutin 1
Part 4 : Latihan Rutin 2
Part 5 : Ayam
Part 6 : Uprak PTKU
Part 7 : Pemberangkatan
Part 8 : Dunia Pertendaan
Part 9 : Happy Night
Part 10 : Dini Hari
Part 11 : Main 'Belet'
Part 12 : Rangkulan
Part 13 : Asyik... Bantara
Part 14 : Cowok Ganteng spek 'Ona'
Part 15 : Ke-edanan Yang Haqiqi
Part 16 : Hari-hari MIPA 2
Part 18 : Camping SBH I'm Coming!
Part 19 : Upacara Pembukaan Perkemahan atau Hati?
Part 20 : Meet With Cowok Ganteng
Part 21 : Hujan Membawa Cogan
Part 22 : Pin Garuda dan Arsyid
Part 23 : Ling-Ling TG atau Phi Kang Shuang?
Part 24 : Bukan Sebatas Patok Tenda
Part 25 : Bukan Ona
Part 26 : Alia Tidak Berperikemanusiaan
Part 27 : Kejutan Virtual
Part 28 : Always Ngaji
Part 29 : Alun-Alun
Part 30 : Camping With Abang's Friend
Part 31 : Menyatu Dengan Alam
Part 32 : Kerusuhan Alia
Part 33 : Kepo Yang Menyesatkan
Part 34 : Ternyata Sama Saja
Part 35 : Melawan Hukum Percintaan
Part 36 : The End of MIPA II
Part 37 : Frist Holiday
Part 38 : Posong Day
Part 39 : Twelve Numbers
Part 40 : One Day With Alia
Part 41 : Hot News
Part 42 : Join REMASQO
Part 43 : On The Way, Laksana
Part 44 : Kedawung Day One
Part 45 : Kedawung Day Two
Part 45 : Kedawung Day Three
Part 46 : Duo

Part 17 : Antara Musibah dan Rezeki

3 3 0
By _____ty

Disaster or fortune?
.

Setelah merasakan hiruk pikuk pembelajaran di sekolah. Ona sedang berada di motor yang berjalan dikemudikan oleh abangnya --- Raka.

"Dek, nanti latihan motor lagi mau?." Ucap Raka bertanya kali aja adeknya ini mau berlatih lagi mengendarai motor.

Ona memang pernah sesekali latihan mengemudikan motor. Tapi tidak pernah diizinkan latihan sendiri. Abangnya pun hanya kadang-kadang sedang tidak mager ataupun malah sibuk.

"Tumben? Nggak males? Nggak sibuk?." Cerca Ona sambil memutar bola matanya dengan malas. Ekspresi wajahnya terlihat jelas di spion motor matic hitam abangnya.

Raka tersenyum lebar mendengar tuturan adiknya. "Kaga sibuk abang. Lagi semangat."

Ona menganggukan kepalanya tanda setuju, "Boleh lah, udah lama juga motor kesayangannya Ona gak pernah di ajak healing." Tuturnya sambil menatap jalanan yang cukup lenggang.

"Kamu gak lupa caranya megang stang 'kan dek?." Canda Raka sambil terkekeh geli. Dia jadi teringat pas jaman baru banget belajar motor. Adiknya itu bener-bener lemes saat memegang stang motor, mungkin karena gerogi.

Ona menghembuskan nafasnya, "Gatau juga bang. Mungkin hampir iya." Jawabnya dengan serius. Terakhir latihan entah kapan. Dan hari ini niatnya akan mulai lagi memutar gas-nya.

Lima belas menit waktu dihabiskan untuk menempuh perjalanan dari sekolah sampai rumahnya. Terlihat rumah minimalis dengan cat didominasi oleh warna abu muda itu.

Raka memakirkan motornya dihalaman rumah. Terlihat bunda Lita sedang berkutat dengan tanaman-tanaman hiasnya. Rumah keluarga mereka terkesan sangat adem ayem.  

Ada pohon jeruk, mangga, jambu air dihalaman yang tertutup pagar hitam jika dipandang dari luar. Pohon rambutan sangat mendominasi karena pohonnya yang tumbuh menjulang tingginya.

Beraneka jenis daun-daun dan bunga-bunga bunda Lita rawat sangat menyejukkan mata dan hati.

Kaki terbalut sepatu pantofel hitam khas anak SMA itu berjalan diatas rumput Jepang. "Assalamu'alaikum bunda!." Serunya dengan semangat menyalami tangan sang ibu.

"Waalaikumussalam," bunda Lita menjawab sekenanya. "Langsung bersih-bersih sana." Perintah bundanya.

Ona seketika langsung hormat, "Siap kapten!." Kakinya berlari-lari kecil memasuki rumah yang telah ia huni kurang lebih tujuh belas tahun.

Raka hanya duduk di teras sambil memandangi bunda yang sedang sibuk dengan tanamannya.

•••

Entah berapa jam Ona berdiam diri dirumah. Gadis itu memang anak yang sangat betah di rumah.

Keuntungannya? Tidak kepanasan, itu poin penting bagi seorang gadis. Entah karena biar tidak gerah, atau tidak hitam? Sebagai gadis pasti penginnya yang kayak gitu. Ona tidak mau munafik, hehe.

Kedua, nyaman damai kecuali kalo tidak ada yang usil, kalo ada hilanglah rasa damai tersebut. Terkadang Raka saking gabutnya malah menyerobot mengganggu sang adik. Itu membuat bibir yang semula adem tenang malah mencebik maju beberapa centi kedepan.

Ona keluar dari tempat pertapaannya. Dengan celana training hitam garis merah serta kaos oblong panjang maroonnya itu menuruni anak tangga dengan pelan.

Rambutnya dicepol asal-asalan. Begini anak gadis kalau dirumah. Tidak pakai jilbab, tampilan sangat berantakan, tidak mencerminkan gadis sejati. Tolong para remaja laki-laki khususnya jangan main datang kerumah ya, bisa jadi para gadis belum siap, kabar-kabar dulu pokoknya.

Seperti halnya Ona yang terkadang ada tamu, dirinya sedang santai didepan TV. Eh si tamu main nyelonong aja, nah ini yang membuat Ona kelabakan lari tunggang langgang menuju kamarnya yang dilantai dua. Sering terjadi. Sama kaya penulis.

"Bang!" Serunya mengintip disela-sela pintu utama. Melihat Raka dan bundanya asyik guris di teras. Tanpa dia? Sungguh kejam.

Raka yang merasa terpanggil menoleh sebentar. Dagunya terangkat tanda bertanya.

Sedangkan Ona menoleh sekeliling melihat apakah dengan tampilannya yang seperti ini akan dilihat para tetangga?. Dirasa aman gadis itu keluar dengan santai menuju teras.

"Kenapa gak pake jilbab?." Tanya bunda Lita pada anak perempuannya.

Ona hanya nyengir kuda tanpa dosa, "Hehe nanti bun." Tangannya terangkat untuk mengambil roti bolu yang tersaji. "Ada makanan enak Ona kaga di panggil ye, sungguh kejam." Kesalnya sambil mengunyah bolu coklatnya.

Raka dan bunda hanya terkekeh kecil. "Kirain adek tidur ya bun." Balas Raka yang masih asyik dengan secangkir kopi ditangannya.

"Mana ada, Ona cuma tiduran aja sambil main HP." Ucapnya mengingat kegiatannya beberapa menit yang lalu.

Raka mengangkat bahunya, "Mana abang tau." Tuturnya. "Nanti jadi latihan?." Lanjut Raka menatap wajah Ona.

Ona mengangkat wajahnya, tangannya dengan lincah menyingkirkan anak rambut yang berseliweran diarea mata. "Jadi dong! Boleh kan bun latihan motor lagi?," Balasnya sambil menatap harap kepada Ibunda.

Lita tersenyum menganggukan kepalanya. "Boleh, tapi hati-hati ya." Pesannya.

Ona mengangguk-angguk antusias. Tanganya menarik-narik kaos yang dikenakan abangnya sampai tubuh laki-laki itu terguncang karenanya.

"Ayo bang!" Ajaknya membuat Raka pusing meladeni tingkah adeknya ini. "Iya iya nggak usah tarik-tarik baju dek." Balasnya membuat Ona berjingkrak-jingkrak semangat lari masuk kerumah.

Bunda dan Raka tak heran lagi. Gadis itu memang membuat geleng-geleng kepala melihatnya.

Raka pun beranjak mengambil motor matic milik Ona yang memang sengaja dibelikan oleh ayah dulu. Matic Scoopy coklat susu itu telah keluar sempurna dari kandang dan sedang di panaskan oleh Bang Raka.

Ona pun keluar dari rumah setelah mengambil jilbab instan hitamnya. Mengambil sendal jepit yang tergeletak dirak dan memakainya.

"Bunda! Ona sama abang pergi dulu ya!" Pekiknya dari halaman, dan posisi bundanya sudah berada dirumah.

"IYA!" teriakan bunda membuat keduanya tertawa geli. "ASSALAMU'ALAIKUM!" Teriak keduanya membalas bunda.

"WAALAIKUMUSSALAM! HATI-HATI!" Pekik bundanya yang sudah berdiri didepan pintu sambil memegang centong nasi ditangan kanannya.

Ona bonceng di belakang dengan tangan memeluk posesif abangnya. Sudah biasa. Dia sengaja banget memeluk abangnya. Katanya simulasi nanti kalo udah nikah kan jadi gak kaget, hehe. Alasan yang klasik menurut Raka, tapi laki-laki itu tak mempermasalahkan.

Lima menit mereka sampai dijalanan yang cukup lenggang sore ini. Dikanan kiri jalan terdapat sawah besar membentang sepanjang jalan. Matahari bersinar hangat menembus pori-pori. Bersyukur, tidak takut hitam.

Sengaja Raka mengajak Ona berlatih motor dijalan pinggir sawah. Nyalinya memang tinggi. Siapa sih Ona? Kalian harus tau. Betapa pemberaninya gadis itu. Tapi jalanan pinggir sawah ini memang tidak terlalu ramai jadi aman-aman saja. Hanya satu atau dua kendaraan yang lewat. Karena bukan jalan utama.

"Ayo! Abang turun kamu latian sendiri hehe." Cengir Raka yang sudah menstandar motor Ona dipinggir jalan. Dirinya turun dan duduk manis melihat adiknya dan panorama alam sebagai bonus yang sangat menyejukkan mata.

"Bang, kalo semisal Ona jatuh gimana?." Tanya Ona membayangkan. Tapi sejauh ini Ona tidak pernah jatuh.

Raka mengernyit heran. "Seorang Ona takut jatuh? Apa kata dunia?." Ledeknya sambil tersenyum miring.

"Yee, kan nanya doang. Takdir gak ada yang tau kali." Ucap Ona sambil memposisikan diri di jok motor.

Raka melihatnya, "Hati-hati, jangan langsung banter banget gas-nya."

"Aye-aye captain!."

Ona mulai menstater motornya. Dan mulai menarik pedal gas dengan hati-hati. Roda belakang bergerak memutar mendorong motor untuk berjalan kedepan.

"Awas hati-hati, jangan lupa pegang rem-nya!." Pekik Raka dari belakang sana. Ona benar-benar menikmati keindahan langit sore dengan motornya yang berjalan ringan.

Hatinya benar-benar merasa kayak, 'wah aku bisa, bener-bener keren!' mungkin itu rasanya.

Selama beberapa menit Ona lancar-lancar saja, muter balik jalan sepanjang 100 meter mungkin, dengan santai.

Sampai pada puteran ke-lima, Ona kembali pada tempat abangnya berdiri. Ternyata Raka sudah tidak ada ditempat. Ona hanya mengangkat bahunya acuh.

"WOY!." Ona tensentak kaget saat sedang memutar motornya. Hampir saja terjatuh.

"HAHAHA!." Suara tawa dari atas batu di sawah membuatnya mendengus kesal.

"Apaan si bang! Bikin kaget aja!." Ketusnya melirik tajam Raka. Laki-laki itu sedang bersantai duduk diatas batu tanpa rasa bersalah terus tertawa melihat garis wajah Ona.

Ona hanya mendelikkan matanya, lalu ia kembali menjalankan motornya.

Dipertengahan jalan ia berpapasan dengan seorang cowok dengan motor matic vario hitam. Yang membuatnya gagal fokus adalah matanya yang setajam elang menatapnya. Sampai motornya sedikit oleh dan terjatuh dipinggir jalan.

Bruk

"Aduh!." Ringisnya disertai matinya mesin motor. Cowok yang tadi berpapasan dengannya pun mendelikkan matanya refleks turun untuk membantu.

Tanpa ba-bi-bu cowok dengan jersey biru muda dan celana selutut itu membantu Ona bangkit dari rebahannya.

Lalu motornya pun diangkat dengan santai dan menstandarkannya dipinggir jalan.

"Ada yang sakit?." Tiga kata itu membuat Ona menatap orang didepannya ini. Kepalanya menggeleng sambil terus menatap manik mata hitam. Wajahnya hanya terlihat sedikit, tertutup helm.

"Makasih ya!" Ucap Ona dengan tulus. Untung saja gadis itu tidak terluka parah. Hanya sikunya yang sedikit lecet, kaosnya pun robek sedikit.

Cowok itu menganggukan kepalanya. "Beneran gak ada yang keseleo gitu?." Tanyanya satu kali lagi.

"Nggak ada." Balas Ona, tumben dia tidak cerewet. Pesona seorang itu membuatnya bungkam seketika. Tapi itu tak bertahan lama.
"Lagian ya mas, kalo saya keseleo dijamin saya nggak bisa berdiri sempurna kayak gini." Lanjut Ona seperti biasa. Sepertinya jatuh membuat jiwanya hilang separuh. Tapi hanya sebentar.

"Coba liat sikunya." Cowok itu langsung melihatnya sekilas, tanpa minat membuka lengannya. Tangan cowok itu bergerak membuka tas sport nya.

"Nih, pake!." Tanganya menjulurkan plester luka.

"Nggak usah! Lagian gak sakit banget kok, cuma perih sedikit aja." Jawabnya menolak halus. Iyalah, ke gores pisau saja cuma dicuci sudah. Cewek itu tak mempermasalahkan luka kecil.

Kecuali luka dalam, alias keseleo atau apapun itu. Membuatnya nangis semalaman, ini salah satu rahasia cewek yang bernama lengkap Tectona Grandis. Apalagi kalau lagi dipijat sama ayah. Beuh mantap.

Cowok itu berdecak malas, ia tak suka di bantah. "Pake. Nggak usah ngeyel." Ucapnya tetap pada pendiriannya disertai tatapan yang sedikit menukik.

Ona yang ditatap seperti itu pun mau tak mau harus menurut. "Iya iya." Ucapnya sambil duduk diatas motor, menaikan lengan bajunya dan menempelkan plester tersebut.

"Bisa bawa motor?"

Ona mengangkat kepalanya, "Hem, kecil cabe rawit, lecet doang nggak bikin gue nggak bisa bawa motor."

"Sombong amat." Celetuknya, cowok itu sengaja membuka helmnya, karena dirasa gerah. Ona hanya memperhatikan, dalam hatinya berteriak histeris melihat betapa berdamage-nya cowok didepannya ini.

Cowok itu dengan santainya membasahi tangannya dengan air diselokan pinggir sawah yang terlihat sangat jernih. Lalu mengusap tangan basahnya dengan menggunakan Jersey yang ia kenakan.

Tanyanya digunakan sebagai sisir untuk mengusap rambut hitam yang tak panjang tak juga pendek. Semua kegiatan cowok itu tak luput dari pandangan Ona.

'Gila, kok bisa ya aku kena musibah tapi dapet rezeki. Nikmat tuhan manakah yang engkau dustakan?' batinnya dalam hati memasukan wajah laki-laki tersebut dalam list jodoh. HAHAHA Ona tertawa dalam hati merutuki sikap alay dirinya.

"Lagi latihan motor ya?" Tanyanya pada Ona yang diangguki gadis itu.

Cowok itu memasang helm hitamnya kembali.  "Lain kali hati-hati, masa liat cowok ganteng langsung oleng?." Ledeknya membuat Ona memalingkan wajahnya sekilas karena malu-malu kucing garong.

"Sembarangan!." Protesnya yang langsung mendapat kekehan dari lawan bicaranya. "Tapi bener sih, makanya jangan kegantengan!." Pekiknya sambil setengah tertawa merutuki dirinya sendiri. Cowok itu hanya tertawa kecil.

Cowok itu berjalan menuju motornya. Memberi aba-aba agar Ona segera menaiki motornya. Lalu Ona menjalankan motornya, dengan diikuti cowok yang belum diketahui namanya itu.

Saat sampai pada tempat Raka bersantai. Ona menghentikan laju motornya. Cowok itu hanya memelankan laju motornya lalu membunyikan klakson motornya tanda menyapa sedikit.

bersambung...

rezeki apa rezeki? hehe, Ona ternyata lemes ya ketemu cowok ganteng langsung oleng.

oke guys, apa manfaat yang diambil dari bab ini?

✍️ jangan lupa vote, follow, dan komen
✍️ stay terus menunggu cerita aku! masa iya nungguin dia mau, nungguin aku nggak mau! /batuk
✍️ utamakan : ambil baik buang buruk
✍️ jangan lupa dunia nyata ya!

📚 tetep sholat
📚 tetep ngaji
📚 tetep semangat sekolah, kuliah, kerja!

see you!

sincerely
ty

Continue Reading

You'll Also Like

821K 58.3K 34
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
3.5K 285 5
Ini tentang para muslimah. ... tentang ketakwaannya, ... tentang pengabdiannya. Ada banyak kisah yang sebenarnya cukup menguras emosi ketika membac...
79.3K 2.6K 50
dengan diam dan doa aku slalu berusaha mengendalikkan rasa ini yg menggebu.bahwasanya,aku benar benar ingin menguasaimu dengan ketulusan ridho dari s...
169K 7.4K 33
Saat sebuah mesjid menjadi awal pertemuan dengan terciptanya sebuah cinta. Dihati keduanya terselip harapan. Di sajadah keduanya terselip doa yang sa...