Aksara Senada

By ndaquilla

1.9M 248K 13.4K

Mereka pernah bersama. Membangun rumah tangga berdua, sebelum kemudian berempat dengan anak-anaknya. Bahagia... More

P R O L O G
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Dua Pulun Sembilan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh Dua
Tiga Puluh Tiga
Tiga Puluh Empat
Tiga Puluh Lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Tiga Puluh Delapan
Tiga Puluh Sembilan
Empat Puluh
Empat Puluh Satu
Empat Puluh Dua
Empat Puluh Tiga
Empat Puluh Empat

Enam Belas

43.7K 5.4K 336
By ndaquilla

Cerita ini tuh, timelinenya bareng yaaa sama Bersamamu, Tanpa Rasa.

Jadi nnti kalo ketemu Tama, jgn kaget.

Happy reading...



Anyelir Pratista merupakan salah satu kader muda dari partai Nusantara Jaya.

Di usianya yang baru menginjak 37 tahun, Anye—begitu dia biasa dipanggil, sudah menduduki jawaban sebagai wakil rakyat yang duduk di Senayan. Berada di Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Anye mengemban tugas dilingkup pendidikan, olahraga, juga sejarah.

Privilege sebagai mantan anak Gubernur, membuat karir politiknya berjalan mulus. Lalu, saat ayahnya menjabat sebagai Menteri Pendidikan, ia mendapat dukungan penuh dari partai untuk mencalonkan diri sebagai anggota dewan. Walau kini ayahnya telah di reshuffle dari kabinet pemerintahan hanya setelah satu tahun menjabat, hal tersebut tak membuat pamornya meredup.

"Kamu tadi bilang apa?"

Berada di kantin rumah sakit, Anye mengenakan blouse biru muda yang dipadukan dengan celana berwarna cream serupa dengan blazer yang ia tinggalkan dimobil. Ia tidak mengenakan banyak perhiasan. Sejak keikutsertaannya dalam kancah politik, Anye memang tak sekalipun memperlihatkan kemewahan dalam membalut tubuhnya. Ia lebih senang menenteng Coach alih-alih Hermes atau Gucci. Pilihan alas kakinya pun sederhana. Tak ingin menarik perhatian dari gaya berbusana, Anye ingin orang-orang mengenalnya dengan pribadi yang sederhana.

Dan itulah yang ia dapatkan.

Banyak yang menyayangkan perceraiannya setahun yang lalu. Aksara Bhumi Alfath, terlalu serasi bersanding dengannya. Setidaknya, itulah yang dikatakan orang-orang ketika mengomentari perceraian mereka. Dari segi fisik dan latar belakang keluarga, mereka memang tak jauh berbeda. Tetapi dari usia, Aksa tiga tahun lebih muda darinya.

Dan orang-orang itu tidak tahu saja, bahwa pengacara hebat tersebut telah menjatuhkan talak padanya sejak Adiva lahir ke dunia. Namun demi nama baik keluarganya, lagi-lagi semua itu hanya menjadi rahasia. Mereka baru resmi bercerai di pengadilan setahun yang lalu.

Mereka baru menikah, kurang dari delapan bulan. Apa jadinya bila orang-orang mengetahui ia diceraikan setelah melahirkan?

Well, hidup seorang Anyelir Pratista begitu palsu.

Sedari awal, pernikahannya pun semu.

Laki-laki yang menikahinya, bukanlah sosok yang seharusnya bertanggung jawab atas dirinya. Walau enggan melepas seorang Aksara Bhumi, Anye bisa apa selain mengikuti semua perjanjian yang sudah disepakati di awal terbentuknya kerja sama ini.

"Kamu nyuruh aku berhenti main sosmed?"

Aksa mendesah. Ia menyeput kopinya setelah selesai melilitkan dasi ke leher. Ia harus segera datang ke kantor. Namun, ia perlu meluruskan beberapa hal terlebih dahulu pada Anyelir. "Bukan gitu maksud aku, Mbak."

Mbak?

Ya, sejak awal, Anyelir adalah kakak tingkat di kampusnya.

Dan Aksa tak pernah mengubah panggilan di antara mereka.

"Anakku sekarang juga main sosmed, Mbak. Dia sering lihat story Mbak. Setiap postingan yang Mbak bagikan, mengenai kedekatan aku sama Adiva, itu buat dia cemburu, Mbak," tutur Aksa menjelaskan. Ia berhasil membuat Lova menceritakan semuanya, saat mereka menghabiskan makan malam kemarin. "Aku nggak minta Mbak berhenti main sosial media, aku cuma minta supaya lebih bijak aja."

"Ya, apa itu salahku?" Anyelir membela diri. "Aku cuma mau ngeshare momen-momen berharga anakku kok," sahutnya santai.

"Masalahnya, Mbak nggak memfilter tiap postingan yang Mbak tunjukin ke sosial media," Aksa menjelaskan dengan jengah. Anyelir adalah orang yang egois. Ia memang cerdas, namun begitu ambisius. Anyelir sangat terampil membuat narasi yang baik di depan publik. Sangat mahir mengubah keadaan hanya dengan diksinya yang begitu apik. "Dan dalam kehidupan Adiva yang Mbak bagikan itu, ada ayahnya Lova sama Oka yang Mbak seret demi memenuhi hasrat Mbak yang pengin dinilai berhasil menjalankan peran sebagai orangtua pasca berpisah."

"Ya, apa itu salah?"

Demi Tuhan, berdiskusi dengan Anyelir memang tidak pernah mudah.

Setelah tahun lalu mereka mengumumkan perpisahan secara resmi, Aksa pikir obsesi Anyelir berhenti. Tetapi ternyata ia salah. Anyelir justru semakin bertingkah. Ingin menunjukkan pada orang-orang yang mengikuti wanita itu di sosial medianya, bahwa ia tetap berhasil mewujudkan parenting yang sempurna untuk Adiva. Salah satu caranya adalah tetap menjalin komunikasi yang baik dengan Aksa. Bertindak layaknya sahabat pasca berpisah, Anye begitu senang membagikan tiap pertemuan Aksa dengan Adiva.

Biasanya, Aksa tak masalah.

Ia tak pernah peduli dengan tanggapan orang-orang terhadapnya.

Tetapi kemarin, putrinya mulai terganggu dengan hal itu.

"Mbak—"

"Sa," Anyelir mengangkat sebelah tangannya. "Andai Akhtar masih hidup, aku juga nggak bakal mau nyeret kamu dalam hidup aku."

Selalu.

Astaga ....

Selalu seperti itu yang Anyelir ucap demi mendatangkan rasa bersalah di dada Aksa. Anyelir teramat mahir menempatkan diri sebagai korban lewat kata-katanya. Lalu, membuat Aksa merasa sebagai seorang tersangka yang jahat.

"Kalau aja Akhtar masih hidup, Adiva nggak bakal bergantung seperti ini sama kamu, Sa."

Rahang Aksa mengerat. Anyelir selalu berhasil membuatnya merasa bersalah dan jahat. Tetapi kali ini, ia tidak akan membuat wanita itu menang dengan mudah. Air mata anak-anaknya masih terbayang dalam benak. Juga provokasi-provokasi Arzanu, buat Aksa tak akan lagi merasa tunduk pada masa lalunya. "Andai Mas Akhtar masih hidup, apa Mbak yakin dia bakal nikahin, Mbak?" serang Aksa yang sebenarnya tak tega. "Apa Mbak yakin kalian tetap nikah?" lanjutnya yang kini membuat wajah Anyelir merah padam. "Apa Mbak yakin, Adiva benar-benar kalian lahirkan?"

"Aksa!" Anyelir berseru marah. "Jaga omongan kamu!" ancamnya keras.

Sembari menarik napas panjang, Aksa tak lagi bisa menahan diri. Ia sudah cukup lama mengalah pada Anyelir dan Adiva. "Please, Mbak, kalau mau semuanya berjalan baik-baik aja buat karir Mbak dan kehidupan Adiva. Tolong, jangan pernah bawa-bawa aku lagi di akun sosial media, Mbak. Berhenti bagiin momen-momenku bareng Adiva. Mbak punya anak dan pengin ngejaga perasaan anak Mbak 'kan? Kalau gitu, aku juga sama, Mbak. Aku mau menjaga perasaan anak-anakku."

"Jadi, kamu mau lepas tanggung jawab dari Adiva?"

"Aku sayang sama Adiva, Mbak. Dia keponakanku. Tapi Mbak, jauh sebelum Adiva lahir, aku udah punya Oka sama Lova. Mereka anak-anak aku," Aksa mengingatkan kembali. Takut bila Anyelir pura-pura lupa pada statusnya. "Tolong Mbak, kalau Mbak memang nggak bisa bersimpatik sama keadaan mereka. Aku mohon, jangan nambahi penderitaan buat mereka."

"Aku nggak pernah bikin anak-anakmu menderita," bela Anyelir yang merasa benar-benar tidak bersalah. "Kita menikah karena kesepakatan bersama."

"Kita menikah karena ancaman dari Om Rangkuti," Aksa mengoreksinya. "Delapan tahun aku coba ngalah dan bersabar, Mbak. Delapan tahun aku coba nggak ngelakuin apa-apa demi citra keluarga tanpa cela yang diinginkan Om Rangkuti. Dan delapan tahun juga, aku mencoba ikhlas untuk jauh dari anak-anakku. Kalian udah berhasil sama karir dan cita-cita kalian. Om Rangkuti, udah berhasil jadi Gubernur waktu itu. Dia juga udah ngerasain posisi sebagai Menteri. Mbak Anye juga udah duduk di pemerintahan. Jadi, bisa aku gantian minta tolong, Mbak?"

Anyelir membuang muka.

Auranya semakin tak bersahabat.

Namun Aksa tak gentar. Ia sudah terlampau lama memendam semuanya. Ia takut Anyelir dan keluarganya menyakiti Nada serta anak-anaknya. Ia tidak pernah menemui anak-anaknya di hari-hari istimewa. Seperti lebaran atau tahun baru. Sebab di momen-momen itu, ia harus menjadi menantu sempurna bagi seorang Rangkuti Malik. Ada banyak acara yang harus ia datangi. Ada banyak orang yang harus ia temui.

"Kita udah berpisah lama. Tapi, demi ambisi politik kalian, aku harus terlibat sandiwara ini terus menerus," desah Aksa merasa letih. "Sampai kapan, Mbak?"

Setiap ia mengira dapat menceraikan Anyelir secara hukum, ada saja momen yang tak terduga. Contohnya, ditahun pertama pernikahan itu, Rangkuti Malik resmi dilantik sebagai Gubernur. Ditahun kedua dan ketiga, partai yang mengusung mereka tengah mengalami krisis internal. Kepercayaan masyarakat pada partai itu, mulai turun. Hal tersebut disebabkan oleh salah seorang kadernya yang diringkus oleh KPK atas penggelapan dana proyek bernilai ratusan milyar. Dan yang lainnya, memiliki masalah yang juga cukup serius. Seperti terbongkarnya kasus video asusila seorang elite partai dengan beberapa orang PSK kelas atas.

Ada lagi masalah tentang seorang anak elite partai yang tertangkap tangan tengah melakukan pesta narkoba di salah satu hotel bintang lima. Ditahun berikutnya, ada ayah Aksa yang gagal melenggang ke Senayan. Keuangan keluarga mereka sempat terpuruk. Banyak asset yang digunakan dalam mendanai kampanye sewaktu itu. Hingga pada akhirnya, Aksa harus terjebak dalam pernikahan semu dengan seorang Anyelir Pratista selama tujuh tahun lamanya.

Dan selama itu pula, Rangkuti Malik tetap mengukungnya. Ia dijadikan pajangan berharga. Kedudukannya sebagai pengacara di firma hukum sekelas Sahrir Hamdzah And Partners, benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh sang gubernur. Meski ayahnya kalah dalam pemilihan anggota legislatif, namun nama besar ibunya tetap berpengaruh bagi citra publik. Apalagi, popularitas Alvin sebagai seorang artis mulai menanjak waktu itu.

"Mas Akhtar memang udah meninggal, Mbak. Tapi Mbak, masih punya Adiva di sisi, Mbak. Sementara aku?" Aksa menggeleng getir. "Nada dan anak-anakku memang masih hidup, Mbak. Dan aku pastikan mereka akan tetap hidup. Tapi, luka yang udah aku toreh ke mereka, nggak termaafkan, Mbak. Nggak ada siapa pun yang ada di sisiku sekarang."

Rangkuti Malik pernah gelap mata.

Ia mengusik Aksa yang begitu teguh memutuskan pernikahan dengan Anyelir secara hukum. Puncaknya, dan yang paling membuat Aksa kalah adalah ancaman yang selama ini selalu ia anggap angin lalu, benar-benar dibuktikan. Rangkuti Malik mulai menyentuh anak-anaknya. Korbannya adalah Oka. Terserempet motor sewaktu bermain. Dan hal itu bukanlah musibah biasa, namun sudah direncanakan demi menekan Aksa agar tetap mengikuti perintahnya.

"Please, berhenti gunain Adiva untuk ngebuat aku ngerasa bersalah. Karena, tanpa Adiva pun, aku selalu ingat penyesalanku hari itu," Aksa sudah berdiri. Namun belum beranjak. "Karena hari itu, aku nggak cuma kehilangan Mas Akhtar. Tapi juga kehilangan istri dan anak-anakku."

Lalu, ia siap angkat kaki dari sana.

Tetapi, sebelum ia melangkah, masih ada yang perlu ia sampaikan pada wanita yang sejujurnya memang tak pantas menjadi kakak iparnya. Namun, perbuatan kakak laki-lakinya tak juga mampu ia benarkan. Keduanya sama-sama bersalah. Kemudian, dengan sangat kejam membuat Aksa ikut menanggung beban perbuatan mereka.

"Aku bakal tetap ngirim nafkah buat Adiva, Mbak. Cuma tolong, Mbak. Mulai saat ini, mari saling menjaga jarak," pintanya sungguh-sungguh. "Kenalkan Adiva sama sosok Mas Akhtar, Mbak. Kasih dia pemahaman, tentang siapa ayah kandungnya. Di mata orang-orang, aku nggak keberatan tetap dianggap sebagai ayahnya Adiva. Tapi, mereka juga harus tahu kalau aku adalah ayah kandung Oka sama Lova."

Ia sudah kehilangan istrinya.

Jadi, ia tidak mau kehilangan anak-anaknya.

***

"Woy! Sa! Sombong banget lo, ya?"

Aksa berhenti melangkah.

Lobi yang ramai, tak membuatnya sulit mencari si penyapa. Walau suasana hatinya sedang tidak baik, ia tidak mungkin memperlihatkan hal itu pada kliennya. "Hai, Tam. Abis ketemu Om Sahrir?" balasnya tak kalah ramah.

Tak hanya sekadar klien, Ratama—yang berdiri di hadapannya kini—juga merupakan sepupunya. Tetapi, karena permasalahan nenek-nenek mereka di masa lalu, mereka nyaris tak pernah bertemu. Hanya saja, saling tahu.

"Iya. Ada berkas kemarin yang nggak kebawa sekretaris gue. Sekalian deh, gue mampir," Tama menjelaskan.

Aksa mengangguk paham. "Jadi, mau cerai nih?"

"Yups! Kan mau ngikutin jejak lo," kelakar Tama sambil tertawa. "Anyelir yang luar biasa nggak bercelah aja, ternyata bisa bikin lo nggak bertahan, ya?"

Aksa mendengkus tanpa sadar. Tetapi setelah itu, ia juga ikut tertawa. Kepribadian Anyelir yang terlihat begitu sederhana, namun di satu sisi mempertegas keanggunan wanita itu, tentu buat siapa pun yang tidak mengetahui masa lalu mereka akan menyayangkan perpisahan keduanya. "Di dunia ini, ada banyak hal yang kelihatan sempurna di luar, Tam. Tapi, penuh kebusukkan di dalamnya."

"Iya, sih. Persis deh kayak Opa gue," Tama mendadak curhat. "Orang awam, lihatnya enak banget jadi cucunya Hartala. Tapi, mereka nggak tahu aja, makan duit warisan yang nggak dibagi rasa rata itu, bikin panas dalam."

Kedua pria beda profesi itu tertawa.

Mereka hanya bertukar basa-basi singkat. Aksa sempat menawarkan kopi, tetapi Tama tak bisa memenuhi tawaran tersebut.

"Lain kali, ya, Sa?"

"Oke," Aksa menyanggupi. "Ngomong-ngomong, Tam. Jangan mutusin cerai cuma karena keadaan lagi genting. Apalagi kalau sebenarnya lo berdua saling cinta."

Tama tampak tertarik. Ia tak jadi melangkahkan kaki dan menjauh pergi. "Emang kenapa, Sa?"

"Karena, begitu keadaan genting itu berhasil lo lewati. Lo bakal nyesel, udah ngelepasin dia. Lo tahu kenapa? Sebab nikah, nggak segampang pisah. Lo nggak bisa bawa dia lagi ke hidup lo. Luka yang lo kasih udah terlanjur berdarah."

Sejenak, Tama tertegun. "Well, keadaan emang kadang sialan, ya?" guraunya miris. "Btw, thanks, Sa, trigger warningnya."

"Sip."

"Oke, gue duluan, ya? Oma lo sama Oma gue pasti udah maaf-maafan di surga, Sa. Mereka pasti kompak, julidin Opa gue."

Aksa tertawa, ia melambaikan tangan dan kembali memacu langkah menuju elevator. Ia siap menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya hari ini. Sampai sebuah pesan yang masuk ke ponsel, membuatnya tertegun lama.

Abang & Adek

Ayah, ini Abang.

Ayah serius 'kan, ngebolehin Abang beli rumah?

Sepertinya, harus ada yang kembali ia luruskan.

Dan kali ini kepada putranya.

*** 

Ada yg udah baca Bersamamu Tanpa Rasa versi tamat di KK? Hahahaa

Yak, ini tuh momen2 gk jelasnya Tama yg sumpah bikin deg2an yaaa wkwkwk

Juga, Tama sama Aksa ini bukan sekadar org lain. Mereka sepupu sebenernya. Sepupu yg bisa dekat sih mestinya, sayang aja kakeknya dajjal 

Continue Reading

You'll Also Like

3.6M 38.6K 32
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
693K 34.4K 51
Ravena Violet Kaliandra. Mendengar namanya saja membuat satu sekolah bergidik ngeri. Tak hanya terkenal sebagai putri sulung keluarga Kaliandra yang...
519K 2.9K 24
Warning ⚠️ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.
1M 106K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...