Here With Me [END]

Da shikamoody_

13K 1.8K 256

Ini cerita klasik. Sakura yang tidak pernah berharap dan mencoba untuk merajut kisah romansa di bangku sekola... Altro

1 : Milk
2 : Red
3 : Wallpaper
4 : Perfume
5 : Popcorn
6 : Tomato
7 : Role
8 : Her
9 : Tittle
10 : Jack
11 : Number
12 : Chemistry
13 : Who?
14 : Demand
15 : Not Interested?
16 : Cake
18 : Sweet
19 : Name
20 : Piano
21 : Beef
22 : Uchiha
23 : Sandwich
24 : Library
25 : Rooftop
26 : Deer
27 : Temari
28 : Naruto
29 : Elizabeth
30 : Sasuke (END)
Epilog
Cerita Baru 👼
PDF 🌻

17 : Jiji

258 57 6
Da shikamoody_

"Kau ingin meminjamnya?"




🦩🦩🦩



"Sakura..."

"Panjang umur." Kata Jiji. Ia pun memilih duduk sambil memperhatikan dua orang itu. "Selamat bersenang-senang."

Sakura bangkit sebelum menghadiahkan tatapan mautnya ke arah Jiji. Ia langsung menuju Sasuke, menyeret pemuda itu untuk menjauh dari kelas mereka. Saat mata Sakura melihat UKS, tanpa berpikir panjang gadis itu masuk bersama Sasuke ke dalam. Mata Sakura menyapu sekeliling. Bagus, tidak ada orang. Lalu matanya tertuju pada Sasuke, alisnya ia angkat.

"Ada apa?"

"Kenapa kau membawaku ke sini?" Tanya Sasuke datar.

Ck. Kaulah penyebabnya, Tampan! Kau!

"Aku tidak mau kedatangan kau ke kelasku jadi pembicaraan orang-orang." Jelas Sakura.

"Kau tidak suka?" Oh, ayolah Sasuke....

"Ck! Bukan begitu, Sasuke."

"Maaf kalau aku menganggu..." Sasuke berlagak ingin pergi dari sana. Tentu Sakura menahannya. Cih, drama apa ini?

"Aku tidak bilang begitu. Cepatlah katakan apa yang mau kau katakan."

"Tidak, sepertinya akan kusampaikan lewat pesan sa-"

"Sasuke!" Sakura menahan pekiknya. Sungguh pemuda ini membuat ia kesal.

Sasuke memandang heran.

"Aku sudah membawamu ke sini! Bukan, aku sudah menyeretmu ke sini! Lalu kau tidak mau mengatakan apa-apa!?" Cecar Sakura. Ia memilih mengambil tempat duduk di atas ranjang UKS. Bertemu Sasuke selalu membuat ia gemas.

"Soal kue ulang tahun ibuku." Baiklah. Sasuke mulai menyampaikan pesannya.

"Jadi?"

"Aku ingin menanyakan konsepnya."

See? Ini memang topik receh. Topik yang bisa dibicarakan lewat telepon atau berkirim pesan. Tapi yasudahlah! Mereka sudah di sini juga.

"Kau ada ide?"

Sasuke menggeleng. Menambah urat di kepala Sakura.

"Apa ibumu menyukai bunga?" Sakura coba mengira. Karena ibunya pasti sudah paruh baya, mereka pilih konsep dewasa saja.

Sasuke mengangguk. "Kaa-san suka bunga tulip."

"Tulip apa?"

"Tulip biru."

Sakura mengangguk paham. "Kita pakai konsep itu saja."

"Pulang sekolah nanti temani aku." Apalagi ini?!

Sakura mengernyit, menunggu penjelasan.

"Aku mau membeli beberapa hadiah untuk, Kaa-san. Aku....tidak tau selera perempuan." Hn, andai saja Sasuke punya saudara perempuan.

Gadis itu menghela nafas pasrah. Tapi sedektik kemudian ada pertanyaan yang muncul di kepalanya.

"Apa Kiyomi tidak menemanimu?"

"Maksudmu?"

"Kiyomi, siswi baru itu. Kau bukannya dekat dengan dia?"

"Aku dekat dengan Kiyomi?" Balik Sasuke bertanya cukup lama. Sakura mengangguk. "Siapa bilang?"

Sakura mengangkat bahu. "Aku hanya menebaknya."

"Kau keberatan?"

"Apa aku ada bilang seperti itu?" Tanya Sakura kesal. Kenapa Sasuke seolah tidak percaya degannya.

"Aku hanya menebaknya."

Sial.

"Kau menjengkelkan." Ujar Sakura. Rasanya ingin berteriak seperti itu di depan wajah tampan Sasuke.

"Baiklah. Sepertinya kau keberatan." Sasuke keluar dari UKS. Cukup lambat jalanmu, Sasuke.

"Hei, Sasuke tunggu! Bukan begitu maksudku!" Sakura turun dari ranjang dan berlari mengejar Sasuke keluar. "Arrghhh."

Sementara Sasuke yang sudah berada di luar tersenyum bangga sambil berjalan semakin menjauh, pelan-pelan.



🦩🦩🦩




"Apa masih lama?"

"Tunggu sebentar. Tangkainya payah sekali patah."

"Sudah kubilang untuk membawa gunting. Kau tidak percaya!"

"Diamlah, bodoh. Lihat saja sekitarmu. Bisa gawat kalau kita ketahuan."

Seorang pemuda bersurai blonde tengah kesulitan mematahkan tangkai bunga matahari ditemani teman kelasnya, Nakamura Jiji dan Haruno Sakura.

"Lain kali jika kau ingin memacari anak gadis orang, bermodalah sedikit. Jika saja Shion tahu bunga itu kau ambil dari kebun sekolah, aku tidak akan berteman denganmu-, astaga! Cepat, itu Shizune-Sensei!"

Jiji menoleh kebelakang. Ia terkejut melihat guru BK sekolahnya itu berjalan ke arah tempat mereka berdiri saat ini. Sakura langsung ikut menarik tangkai bunga matahari yang Jiji coba ambil. Alhasil, maksud untuk mematahkan satu tangkai, berakhir dengan pokok bunga yang tercabut hingga ke akar-akarnya.

"Ah, sialan kau, Sakura!"

"Kami-sama! Bagaimana ini, Jiji?"

"Masa bodoh. Ayo kita kabur dari sini."

"Bunga ini?"

Tak menjawab, Jiji berlari pergi sambil menarik tangan Sakura. Jiji dan Sakura ternyata lari ke arah rooftop. Sambil masih membawa pokok bunga mataharinya. Di sana, Jiji akhirnya berhasil mematahkan setangkai bunga matahari incarannya.

"Besok-besok aku tidak mau seperti ini lagi. Kau harus beli."

"Iya, iya. Kau cerewet sekali sih, Pink."

Sakura memeriksa jam tangannya. Jam menunjukkan sebentar lagi waktu istirahat akan tiba. Kedua siswa itu sengaja keluar kelas dengan alasan ingin mengantar Sakura ke UKS, kemudian putar haluan menghampiri kebun sekolah. Jujur saja Sakura sudah ketakutan setengah mati akan ketahuan guru, hanya saja Nakamura sialan itu akan mengancam jika dia tidak menemaninya mengambil bunga itu, kabar soal dirinya dan Sasuke akan ia sebar di kelas. Tentu saja Sakura tidak mau. Sebenarnya ia juga tidak yakin Jiji berkata serius, tapi daripada nanti terjadi, lebih baik temankan saja. Toh, tugas dia dengan Kakashi-sensei sudah selesai tadi. Bunyi bel istirahat pun nyaring ke setiap sudut sekolah. Tak terkecuali di dekat rooftop.

"Kau siap?" Tanya Sakura. Jiji mengangguk.

Mereka pun kembali berpindah tempat. Kali ini ke tempat yang benar-benar jadi tujuan mereka. Perpustakaan, tempat kelas XI4 sedang belajar di jam itu. Sakura dan Jiji berdiri di depan salah satu pintu masuk ruangan. Sudah sekitar lima menit menunggu seseorang yang menjadi target mereka. Lebih tepatnya target Jijj. Dan tidak lama setelah itu, yang dicari itupun keluar. Sakura menepuk punggung Jiji, memberinya semangat sebelum kemudian berlari untuk mengintip dari jauh.

"Shion!" Teriak Jiji nyaring. Sakura menepuk jidatnya. Bisa-bisa Shion ilfeel duluan mendengar suara toa pemuda itu. Jiji berlari mengejar Shion yang berjalan melaluinya. Shion menoleh. Melihat sesosok pemuda berambut sama dengannya datang mendekat. Dan apa yang dibawanya? Setangkai bunga matahari?

"Ano..."

"Iya?" Tanya Shion dengan suara manisnya. Demi Tuhan Jiji ingin teriak mendengar itu sangking betapa naksir dirinya dengan gadis ini.

"Aku menyukaimu! Terimalah pemberianku ini, Shion!" Tangannya terulur memberikan bunga matahari curian itu ke hadapan Shion

"Untukku?" Jiji mengangguk antusias.

"Terimakasih." Shion menerima bunga yang masih kelihatan segar itu dengan ragu-ragu. "Shion...apa kau..."

Shion mendongak setelah sebelumnya memandangi bunga pemberian Jiji. "Hm?"

"A-apa kau sudah memiliki kekasih?"

"Shion!" Teriak suara pemuda lain. Jiji berbalik melihat siapa orang yang menganggu acara sakral dalam hidupnya itu.

"Kau sudah menemukan referensi seperti yang dikatakan guru Iruka tadi?" Shion mengangkat buku pinjamannya yang dibawa dari perpustakaan.

"Bunga?" Dan lelaki bernama Kiba itu justru penasaran dengan benda di tangan Shion. "Bagus sekali..." Sambungnya.

Shion menatap Jiji dan mendapati ketidaksukaan saat pemuda itu melihat ke arah Kiba. Pantas saja, bahkan sekarang bunga itu sudah diambil alih oleh Kiba.

"Kiba, itu bukan untukmu!" Kata Jiji sedikit sinis. Kiba menoleh. "Ini...bunga darimu?"

"Ya. Dan itu untuk Shion. Bisakah kau pergi sebentar?" Ia menarik bunga itu dan memberikannya kembali kepada Shion. "Hei, simpan saja bunga ini. Bahkan meskipun nanti sudah layu."

"Shion tidak menyukai bunga kalau kau tidak tahu." balas Kiba.

Jiji terhenyak. Ia menatap Shion meminta kejelasan.
Shion tersenyum kecut. Jiji menafsirkan bahwa Shion membenarkan pernyataan Kiba. Tapi memang benar, Shion tidak begitu menyukai bunga dikarenakan kejadian sewaktu kecil ia diserang banyak lebah beracun saat tak sengaja jatuh di hamparan tanaman bunga.

"Jadi untukku saja, ya? Shion kau memperbolehkannya bukan?"

"Hei, itu bukan untukmu, Kiba!" Jiji yang tidak terima berusaha menarik bunga mataharinya.

"Ini bukan milikmu lagi. Jadi terserah Shion kalau dia ingin memberikannya kepada orang lain!"

"Tidak bisa! Aku susah payah mendapatkan ini asal kau tahu!"

Kiba masih mempertahankan bunga itu sama seperti Jiji. Sakura memperhatikan dari jauh, Shion diam di tempat bingung harus melakukan apa. Gadis itu tebak antara Kiba yang menyukai Shion atau sebaliknya.

"Shion, tolong bilang padanya untuk tidak mengambil bunga ini."

"Shion tidak menyukai bunga, Nakamura!" Ujar Kiba degan intonasi sedikit tinggi. Mendengar panggilan formal itu, Jiji merasa Kiba menghinanya.

Jiji pun mengeluarkan seluruh tenaganya untuk menarik bunga matahari itu. Dan ia pun berhasil. Wajah Jiji memerah seolah seluruh darahnya naik ke kepala.

"Tidak bisakah kau bilang padanya untuk mengembalikkan bunga ini?" Ujar Jiji dengan suara yang bergetar.

"Kau bahkan membiarkan bunga pemberian lelaki yang menyukaimu diambil oleh orang lain, hanya karena alasan tidak menyukai bunga?" Tanya Jiji tak percaya.

Shion yang sadar Jiji sakit hati semakin bingung ingin bertindak seperti apa. "Bukan seperti itu..."

"Sudahlah, Shion. Sepertinya aku pun sudah tidak menyukaimu lagi." Akhir Jiji dan berbalik meninggalkan Shion dan Kiba di situ. Saat hampir melewati sebuah tong sampah, bunga matahari tadi ia buang ke sana dan lanjut berjalan tanpa menoleh ke belakang. Sakura yang mengamati adegan dramatis tadi berlari menyusul Jiji yang justru tidak menuju ke arahnya. Sakura hanya geleng-geleng kepala melihat Kiba dan Shion saat berpapasan.

Setelah kejadian itu, mood Jiji benar-benar berantakan. Hal ini berimbas dengan dirinya yang mengonsumsi banyak makanan. Di kantin, pemuda dengan marga Nakamura itu memesan hingga tiga piring mie goreng dan empat gelas jus lemon tea.

"Aku bersumpah tidak akan mau melihat wajahnya lagi!"

Sakura mendengus. "Bagaimana bisa? Kalian saja satu sekolah. Apalagi Shion itu cukup terkenal."

"Kenapa kau sebut-sebut namanya?"

"Jadi aku harus memanggilnya apa?"

"Sebut saja dia Pirang. Aku benci mendengar namanya." Kau juga pirang, Jiji.

"Baiklah, baiklah. Mari pelan-pelan kau lupakan dia dan aku mohon cepat habiskan makananmu, bodoh!" Geram Sakura yang sudah menunggu hampir 10 menit lamanya.

Sehabis makan siang di kantin, Sakura pergi ke kelas sahabatnya untuk mengambil sesuatu. Uzumaki Naruto.

"Sakura-chan, maafkan aku. Flashdisk mu sepertinya terjatuh."

"Hah? Jangan bercanda, Naruto baka!"

Naruto menggeleng yakin. "Aku menaruhnya di saku celana ku tadi. Tapi tidak ada." Naruto merogoh saku celananya dan memang benar, isinya kosong. "Aku bahkan sudah membongkar seluruh bagian tas ku. Tidak ada juga."

Ini yang ditakutkan Sakura jika Naruto menyimpannya di saku. Pemuda itu menghilangkannya.

Rasanya Sakura ingin menangis. Tugas power point di dalam flashdisk itu harus dikumpul sekitar sepuluh menit lagi.

"Bagaimana ini,, tugas itu akan dikumpul sebentar lagi." Naruto menggaruk belakang kepalanya tak enak. Jelas sekali Sakura sudah panik saat ini.

"Hmm,,,kau bilang tugasmu soal sistem ekresi bukan?"

Sakura mengangguk lemas.

"Bagaimana kalau kau pakai saja power point milik Teme?"

"Sasuke?"

Naruto mengangguk. "Teme!" Pemuda itu berlari ke salah satu meja siswa. Ia tampak berdiskusi dengan seorang pemuda bersurai raven. Tak lama, Naruto menunjukkan jempolnya ke arah Sakura. Gadis itu pikir Naruto berhasil membujuk pemuda itu. Dan laki-laki bersurai raven itu pun berjalan menuju ke pintu keluar, dekat dengan tempat Sakura berdiri saat ini.

"Kau ingin meminjamnya?"

Deg, deg, deg.

Sakura mengangguk sekali.

"Kau tinggal menggantinya menjadi namamu, nama guru mu, dan nama kelasmu." Sakura mengangguk serius mendengar penjelasan Sasuke.

"Kalau pengumpulan tugasmu itu diundur, buatlah yang baru. Jangan coba copy paste tugasku."
Sakura mengangguk lagi.

"Terimakasih, Sasuke."

Pemuda itu memberikan flasdisknya. Sakura berojigi dan kemudian berbalik sebelum tangan Sasuke menahannya.

"Kau pikir itu gratis?" Sakura menipiskan bibirnya sambil memejamkan mata. Memang tidak ada yang gratis di dunia ini. Apalagi ini Uchiha Sasuke. Gadis itu melihat ke arah Naruto. Kenapa ia yang justru dipersulit di sini.

"A-apa kau meminta syarat?" Tanya Sakura takut-takut. Jangan bilang pemuda ini meminta sejumlah uang tunai. Masalahnya bulan ini Sakura sedang dalam program hemat untuk menabung.

"Bawakan aku bento besok pagi."

"Bento?" Tanya Sakura sedikit terkejut.

"Hn."

"Itu saja kan?"

"Hn."

"Baiklah." Sakura melepaskan tangan Sasuke dari lengannya. Jujur ia bersyukur Sasuke hanya meminta bento.

"Awas kau!" Ujar Sakura ke arah Naruto tanpa bersuara. Sakura langsung berlari menuju kelasnya dengan terbirit-birit.

Satu yang Sakura baru sadari. Sasuke benar-benar se-menjengkelkan itu! Dia pria yang suka memonopoli, saudara-saudara!!!!!

.

.

.

.

tbc🪶


Guys, maaf aku baru bisa upload sekarang. Ngawur lagi ceritanya. Kemarin aku lumayan sibuk, jadi gak ada ide buat nulis, hiks. Dan buat kalian yang masih stay baca cerita ini, sayang dan kasih banyak-banyak untuk kalian, ya. Tengkyu🤸‍♀️

Continua a leggere

Ti piacerà anche

266K 21.1K 100
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
46.3K 2.3K 11
Diskripsi perasaan seseorang pada seorang gadis pujaan hatinya. Perasaan kasih yang masih berkelanjutan hingga menjadi mimpi buruk, bukanlah ide yang...
54.7K 4.1K 20
Ketika cinta muncul dalam kisah pertemanan Akui dihadapan mereka dan kau akan kehilangan persahabatan atau simpan untuk diri sendiri dan rasakan sak...
55.4K 4.9K 22
Haruno Sakura adalah permaisuri yang dipuja-puja bangsa lain, semua orang menganggapnya bagaikan lambang kesempurnaan. Cantik, bijak, dan berkuasa. ...