Dated; Engaged [COMPLETED]

By Kaggrenn

915K 95.7K 14.1K

Sekian lama move on, Trinda mendadak CLBK-crush lama belum kelar-melihat mas-mas mempesona berkemeja batik sl... More

d a t e d
d-1 | why we want who we want
d-2 | mirror mirror on the wall
d-3 | back seat of the blue car
d-4 | he showed up, she can't get enough of it
d-5 | can never be friends
d-6 | she'll grow up next summer
d-7 | she can't pass if she doesn't know the code
d-8 | he smells the perfume, and it's obvious
d-9 | she'll break the ceiling
d-10 | when the world revolves around them
d-11 | wishes she came out smarter
d-12 | couldn't have him sit there and think
d-13 | a lightweight drinker, she is
d-14 | in case she needs fresh clothes
d-15 | this is how you fall in love
d-15 | this is how you fall in love pt.2
d-16 | keep your head up, princess!
d-16 | keep your head up, princess! pt. 2
d-17 | they say love is only equal to the pain
d-18 | you could turn my sorrow into a song
d-19 | river flows in you
d-20 | someone who feels like a holiday
d-21 | you're still with me, now I know
e n g a g e d
1 │ nggak jadi mampus
2 │ warming up
3 | sebuah tekad menghapus diri dari daftar hitam
4 | ghibah bapack-bapack
5│tempat kejadian perkara
6 | if the world was ending
additional part 6 | world war
7 | it must be exhausting rooting for the anti-hero
8 │sudah luka, ditabur garam
9 | cari mati
10 | tanggap darurat
11 | pret
12 | sambutan pertama
13 | sambutan kedua
additional chapter 11 | well, this is embarassing
14 | jadi, intinya mah ...
15 | ... seperti itu
16 | mengejar sang juragan
17 | kampret, tapi mail sayang
18 | mas, kamu nyebelin!
19 | jadinya, couple spa sama siapa?
20 | good, good night
additional part 20 | good good night
21 | curiga tahun depan jadi trilyuner
22 | kukira kau rumah [part 1]
22 | kukira kau rumah [part 2]
23 | maloe-maloe kocheng
25 | dibayar tunai
26 | are we good?
27 | ada yang tajem tapi bukan piso
Ugh
28 | deal breaker
29 | at the end of the day ...
additional part 29 | bromance hanyalah fatamorgana
30 | hold on
31 | reminisce part 1
31 | reminisce part 2
32 | yang patah ... tumbuh?
33 | str_nger [END]
random marriage life diaries #1 | when neo and aaliyah are just babies

24 | di atas langit ada ...

11K 1.5K 179
By Kaggrenn


Pertemuan dengan Zora agak menyedihkan. But business is business. Mail ikut berduka cita atas apa yang menimpa salah satu teman baiknya itu, tapi tentu saja dia nggak mau ikut menanggung rugi. Bagaimanapun juga, semisal nanti kontrak sewa mereka terpaksa putus sebelum waktunya, selain pengembalian sisa biaya sewa, Nowness berhak mendapatkan kompensasi yang sebanding.

"Singapore belum juga ngasih kabar?" Dibanding Mail, malah Oscar yang kayaknya kena mental.

Maklum, tadi Zora meeting sambil momong balita. Wajarlah jiwa keibuan Oscar mendadak timbul. Doi nggak tega membayangkan properti Zora dilelang, terpaksa dilepas dengan harga di bawah pasar. Gimana kalau nanti nggak ada sisa setelah dipotong utang? Tuh balita nggak pernah hidup susah. Nanti kalo mencret dikasih sufor murah gimana?

"Belum." Mail menggeleng, menjawab seadanya. Emang dia bisa gimana lagi? Bukan dia yang punya duit. "Belum juga seminggu. Sabar, lah."

"Magelang?"

"Hmm, minggu depan ... wait ...." Kening Mail mendadak mengerut. Emang dia pernah cerita soal obrolan dengan bapaknya Trinda ke Oscar? "Trinda cerita sama lo? Dia bilang apa?"

"Enggak. Trinda nggak cerita apa-apa." Oscar menggeleng. "Gue yang mempersuasi dia supaya nawarin properti Zora ke bokapnya."

Mail melotot.

Oscar buru-buru menjelaskan, "Tau sendiri, mayoritas ortu kalau anaknya kuliah, paling-paling bayarin ngekos atau sewa apart, bukannya beliin unit 2br kayak bokapnya pacar lo. Terus, anaknya belum lulus, pindah ke Jakarta jadi pengangguran, dibeliin lagi. Di Dharmawangsa pula. Kebayang kan sebanyak apa duitnya?"

"Ck."

Oscar meringis. Kemudian, dengan nggak tahu malu, dia nanya, "Tertarik nggak camer lo?"

"Minggu depan mau survey dulu."

"Asyiiik."

Mail cuma bisa berdecak.

~

Alhamdulillah, bukan cuma ACC topik oleh Ketua Jurusan dan Dosen Pembimbing, sore harinya Trinda kembali ke Jakarta dengan setumpuk Jurnal oleh-oleh dari sang dosen. Jelas saja mukanya kelihatan semringah ketika menemui Mail di kantor Nowness, merasa seolah diberkati.

"Apa kubilang? Nggak ada dosen yang mau mahasiswanya di-DO." Mail mencubit pipi pacarnya gemas. "Keluar dari zona nyaman emang kesannya nyeremin. Nggak ada yang tahu pasti bakal ketemu apa, tapi begitu dijalanin ya nggak seheboh yang kita khawatirin. Humans are more than capable of solving problems, asal kalem dan berusaha berpikir jernih."

Ih, apaan bangeeet? Mail geli dengan ucapannya sendiri. Soalnya, sebagaimana Trinda cemas membayangkan baru akan ketemu Ketua Jurusan di saat mayoritas teman-temannya sudah lulus, dia juga cemas saat membayangkan akan menemui orang tua pacarnya kemarin-kemarin.

Umur dan pengalaman nggak lantas bikin seseorang auto kebal terhadap rasa cemas. Karena sepanjang hidup, stressor tuh hilang satu, muncul seribu, dengan wujud-wujud baru pula. Kalau mau survive, ya yakin aja. Toh, yang berevolusi bukan cuma stressor-nya, tapi kita juga.

"Iya Mas, iya." Trinda balas mencubit pipi pacarnya. Sudah kangen lagi, padahal baru terpisah beberapa jam. "Terus sekarang mau makan di mana? Aku udah laper banget."

"Di sini aja, mau? Kelamaan kalau harus nyari tempat lain."

Trinda setuju.

Jadilah kemudian dia menitipkan tasnya ke atas meja Mail, lalu bergelayut manja di lengan pacarnya sembari berjalan turun ke lantai satu, memesan menu apa saja yang direkomendasikan hari ini biar cepat.

"Jadi ... udah bisa cerita sekarang?" Mail menagih janji Trinda adi pagi.

Trinda mengangguk excited. "You ask, I'll answer."

"Judulnya apa?"

"Belum dapet. Baru topik doang."

"Tentang?"

Trinda meringis. "Beauty influencer. Mas bilang, cari topik yang familier dan menarik minatku aja, kan? Nah, mas tahu circle-ku kayak apa. Dari situ aku jadi pengen tahu, dengan image temen-temenku sebagai beauty influencer yang menye-menye, ketika mereka kerja di male dominated industry, ngaruh nggak ke kepercayaan klien mereka?" Ucapannya terhenti sesaat. Terlihat nggak percaya diri. "Shallow, isn't it?"

"Hah?" Mail kaget. "Enggak, lah. It's cool. Udah ada judul serupa?"

Trinda menggeleng. "Yang sempet kubaca, adanya tentang celebrity CEO, ngaruh nggak sama brand image."

"Ambil data dari tempat Michelle? Atau Winny?"

Sekali lagi Trinda menggeleng. "Belum aku putusin ambil di mana. Masih mau banyakin baca-baca dulu."

Mail mengerti. Baby step. Seenggaknya, kekhawatiran Trinda untuk memulai sudah sirna. Tinggal jalan pelan-pelan.

Dengan senyum bangga, Mail mengacak pelan puncak kepala pacarnya itu. "Kalau ada yang bisa dibantu, bilang aja."

"Temenin begadang aja paling. Habis ini kan Mas Agus-Mbak Iis sibuk ngurusin baby, aku mau minta izin balik ke apart-ku."

"Sip." Mail menyanggupi.

Walau nyatanya, seminggu penuh begadang dan sesekali menemani Trinda PP ke Depok menerjang banjir dan macet tuh bikin rada-rada frustasi.

~

Seminggu berlalu, ucapan selamat membanjiri salah satu group chat di handphone Mail.

Iis lahiran tadi subuh.

Atas nama Trinda, dan dengan debit card Mail, Oscar sudah mengirimkan kado berupa travel stroller paling mahal yang dia temukan di Mothercare Plaza Indonesia ke rumah sakit tempat Iis bersalin.

Tadinya Mail bilang, belikan apa saja yang terpikir oleh Oscar, nggak usah mikir budget. Mau dua digit, tiga digit, selow saja. Sialnya, nggak ada lagi yang bisa dibeli, karena kata Trinda, Mail telat. Mbak Iis sudah punya semuanya. Lebih tololnya lagi, sudah terlanjur dibeli, Mail baru tahu kalau ternyata stroller tuh nggak perlu beli yang paling mahal. Karena dibanding beli merk, stroller yang bisa dilipat-bongkar menggunakan satu tangan adalah yang paling didambakan ibu-ibu.

"Gimana rasanya, punya duit tapi nggak berguna?" Oscar nanya setelah Mail kelar mengeluarkan semua keluh kesahnya.

Sebagai orang yang mengeluarkan gaji mahal untuk PA-nya itu, jelas saja Mail pengen menimpuk Oscar pakai sepatu.

Tapi sayangnya cuma bisa dilakukan dalam imajinasi, soalnya berabe kalau Oscar melaporkannya atas tindak kekerasan di tempat kerja.

"Kenapa muka lo sepet gitu?" Berikutnya, ketika dia sedang mengantre besuk di luar kamar rawat inap Iis bersama sekompi temannya, Zane ngeledek. "Karena stroller lo terancam nggak kepake karena ternyata udah gue beliin yang lebih enteng duluan? Makanya, sebelum beli, riset dulu. Kalau males riset, tanya langsung ke yang mau dikado, wishlist yang belum kesampaian tuh apa. Dan yang paling penting, timing. Percuma duit lo banyak, tapi keduluan sama yang lain."

Bangsat.

Mail mengutuk Oscar yang telat mengingatkannya. Padahal, Mail punya reputasi nggak pernah gagal ngasih kado pada hari-hari penting teman-temannya.

Ya emang, biasanya ngasih kado pada hari H. Tapi harusnya Oscar bisa mikir kalau Iis ini kasus spesial. Anaknya Iis adalah ponakan pertama bagi dia dan teman-temannya. Dan berhubung semua om dan tante si bayi ini tajir semua, jelas ada kompetisi di sana, siapa di antara mereka yang paling berkontribusi terhadap kenyamanan hidup si bayi dan ibunya.

"Mending lo beli clodi aja sepabrik-pabriknya. Terus jadiin giveaway buat ibu-ibu muda yang lagi belajar less waste, atas nama Iis. Itu lebih cocok sama green campaign lo." Ehsan menimpali, nggak kalah sengak. Desas-desusnya, tuh anak kebetulan berjasa jadi supir karena semalam menginap di tempat Agus. Makanya songong.

"Clodi apaan?" Tapi Mail nanya juga, karena memang nggak tahu.

"Itu lho, popok kain. Duh, bukannya abis Agus, lo mau ngantre jadi calon bapak juga? Masa gitu aja nggak tau?"

Bimo yang duduk di sebelah Ehsan cuma cengangas-cengenges.

Mail ganti menyipitkan mata ke arahnya. "Lo kadoin apa?"

"Privacy lah. Masa ngado orang pamer-pamer."

Karena Bimo enggan menjawab, jadilah Ehsan yang kemudian membisiki kuping Mail. "Doi beliin mesin cuci baru, biar yang lama khusus dipake buat nyuci popok."

"Praktis juga ide lo. Terus, Zane ngasih apaan?"

Sekali lagi, Ehsan jadi jubir. "Sorry, nggak maksud menjatuhkan harga diri lo. Lo emang tajir, but he's another level. Dibanding ngasih kado-kado receh, dia pilih renovasiin kamar bayi, lengkap seisi-isinya. Malah renovasinya udah kelar sebelum tujuh bulanan kemarin. Lo kalau mau nyalahin doi karena terlalu visioner, silakan aja."

Astaghfirullah hal adzim. Ternyata beda isi otak orang yang terlahir sultan sama yang baru jadi sultan atas usaha sendiri.

Kalau harus ngelawan Zane, Mail mending mundur alon-alon.

~

Masih kesal karena merasa nggak berkontribusi merayakan hari bahagia Iis, Mail melipir ke Sabrina. "Lo ngado apa, Sab? Kasih gue ide, dong."

"Bra ibu menyusui."

Mail memutar bola mata. Ya kali Mail beliin Iis onderdil?

"Lah, ngeremehin." Sabrina mendengus mendapatkan kesinisan sebagai tanggapan atas idenya. "Coba lo bayangin, ketika lahiran tuh, semua orang fokus sama bayinya. Semua orang berlomba-lomba beliin ini itu buat si bayi. Padahal yang berjuang bukan cuma si bayi. Si ibu juga butuh dikasih perhatian. Dan kalau ngomongin kado, yang biasanya dibutuhin si ibu adalah sesuatu yang orang-orang nggak banyak kepikiran."

"Ya tapi nggak bra menyusui juga kali."

"Ya anggeplah itu contoh. Soalnya bra nggak murah juga, dan makenya dua tahun. Jadi jelas butuh banyak."

Mendengar obrolan dua manusia itu, Jerry—pacar Sabrina—ketawa-ketiwi. "Mending lo daftarin catering ibu menyusui aja," ujar si cowok kemudian, mengeluarkan ide yang lebih masuk akal.

"Ada, ya?"

"Ada lah." Sabrina yang nyahut. "Mau gue cariin? Siniin HP lo."

Tak lama kemudian, si cewek mulai sibuk mengisi formulir.

"Sekalian ambil 12 months package, ya? Lumayan, ada cashback tiga juta."

"Cashback doang banyak amat?"

"Kan ambil paket gold. Ya kali sultan Chasan Ismail Saragih ambil yang ekonomis? Nyoh, tinggal bayar."

"Astagfirullah, catering apaan nolnya banyak gini?"

"Kan buat 12 bulan, Bambang. Coba lo dibagi 365 hari. Belum lagi, itu termasuk konsul sama nutritionist per dua pekan."

Daripada mikir lagi, akhirnya Mail oke saja. Sesuai omongannya sebelumnya, tiga digit pun dia jabanin. Dalam hati mikir, kalau catering bininya aja segini banyak, belum lagi sufor buat bayi dan bayar gaji sus, apa nggak jatuh miskin si Agus? Tapi baguslah, jadinya Mail cukup berjasa menyelamatkan temannya karena telah menjamin gizi Iis selama setahun ke depan.

"Bang tapi ntar kalo gue lahiran, jangan didaftarin catering juga ya. Gue minta mentahnya aja." Sabrina ada-ada aja omongannya.

"Emang kapan lo lahiran?" Mail ikutan bego, ngeladenin aja.

"Nggak lama lagi lah. Ini lo nggak lihat perut gue udah mlendung?" Cewek itu mengelus perutnya yang emang rada buncit. Bahkan mengambil tangan Mail supaya ikutan mengelus. Tapi pastinya, tuh buncit karena kebanyakan makan doang. Ya masa hamil beneran? Jerry seamatir itu??

~

Rombongan keluarga dari Magelang akhirnya keluar dari ruangan Iis. Mail yang sudah 'dicurigai' sebagai calonnya Dek Trinda otomatis nggak langsung ikut masuk dengan teman-temannya untuk menyapa dulu.

Tapi ... tidak ada Bude Hari di antara mereka. Mungkin memilih tetap tinggal di dalam.

"Mas, lihat rukonya habis ini bisa? Tapi kalau repot, besok juga nggak apa-apa." Pakde Ardiman bertanya setelah Mail kelar menyapa semuanya.

"Habis ini bisa, Pakde. Saya lihat Iis sebentar."

Pakde mengangguk-angguk. "Telepon aja kalau udah mau jalan. Pakde sama Mbak Elok tunggu di kantin."

"Siap."

Tapi begitu Mail berhasil masuk ke ruangan Iis, Bude Hari tetap tak tampak. Gusti juga.

"Ketemu Bapak?" Trinda membawa Mail melipir ke tembok setelah sang pacar menyapa si ibu baru.

Mail mengangguk. "Ibu sama Agus ke mana?"

"Lagi salat, sama Yang Ti juga. Baguslah. Jangan ketemu dulu. Mas Agus kayaknya masih males lihat muka Mas."

Mail cuma bisa tersenyum kecut. Ya emang bagus sih, nggak ketemu dulu. Dia nggak mau merusak hari bahagia temannya itu.

"Jadi lihat ruko?"

"Jadi. Abis ini."

"Semoga cepet ada kabar baik, deh." Trinda mengusap-usap punggung tangan Mail. "Tapi kalau memang nggak sesuai sama yang diharapkan, nggak usah terlalu ngoyo. Kamu kan cuma bantuin temen, Mas. Bukan jual propertimu sendiri. Kalau udah usaha tapi belum dapet-dapet, ya mungkin belum rezekinya Mbak Zora."

Mail mengangguk-angguk. Balas menyentuh punggung tangan pacarnya. Menggenggamnya.

Sesaat kemudian dia melirik arloji, dan sebelum Gusti kembali, dia pilih berpamitan duluan dengan alasan sudah ditunggu Pakde Ardiman.


Kalau nggak molor-molor plotnya, tinggal 8 chapter lagiiii

Continue Reading

You'll Also Like

777K 74.1K 32
Menjadi gadis paling yang tidak menonjol adalah tujuan Andrea. Selama hidupnya, Ibunya tidak suka jika ia berdandan berlebihan memperlihatkan kemolek...
916K 52.4K 53
BELUM DIREVISI. "Suutttt Caa," bisik Caca. "Hem?" jawab Eca. "Sttt Caa," "Apwaa?" Eca yang masih mengunyah, menengok ke samping. "Ini namanya ikan ke...
29.4K 1.6K 18
#Duda series #Militer Cover by @AlvinReno_ Najla Faqihatun Nissa. Gadis unik dan ceria. Bagaimana tidak unik? Gadis itu memiliki kriteria suami idama...
All in All By Hai You

General Fiction

30.1K 820 16
Tenica pemilik WO yang selama ini selalu profesional. Suatu hari, dia bertemu klien bernama Nuca yang membuatnya emosional. Hingga suatu momen, membu...