The Poem We Cannot Read

By Janeloui22

39.4K 4.7K 1.3K

[ON GOING] To understand something isn't her strongest point. However, the young genius professor that later... More

Cast
Chapter One
Chapter Two
Chapter Three
Chapter Four
Chapter Five
Chapter Six
Chapter Seven
Chapter Eight
Chapter Nine
Chapter Ten
Chapter Eleven
Chapter Twelve
Chapter Thirteen
Chapter Fourteen
Chapter Fifteen
Chapter Sixteen
Chapter Eighteen
Chapter Nineteen
Chapter Twenty
Chapter Twenty One
Chapter Twenty Two
Chapter Twenty Three

Chapter Seventeen

1.1K 165 22
By Janeloui22

Hello~

Please show your love and support for this work to unlock sweet Jaerose moments. Heuheu

Enjoy ^^

❄️
❄️
❄️

“Bittersweet? No, just bitter, the taste of your tongue. Words you can’t have back, so they linger.”
—Coco J. Ginger—

Dearest Jaehyun,
I am particularly not very good with words; you might (always) know how bad I am with all of this. Leave alone the first letter that I sent to you eight years ago. That one was disaster. I apologize because you won’t find any difference with this one. I am naturally a horrible writer and obviously bad at expressing myself as well. Well, even though I know that you will never set any expectation on me; you aren’t obliged, and you realize that quite well. Besides, for these past two months, your love to Rose is undeniably huge and unbreakable. It is very much noticeable; I just know it through Rose’s beaming face and several times through your own expression when you pick her up late at night.

It will probably sound a little bit weird for me to say this, but you and Rose are making such a lovely couple. Like a puzzle which finally found its last piece, Rose’s existence just naturally makes you more perfect and happier. I do not send this email to confuse nor bother you; simply because I want to check on you (either you still use this old email address or not). This is the only way I could take because sending a text felt unbearably heavy, it would create an unnecessary misunderstanding that I believe you would hate so much. You used to be very fond of peace and always living your best life; now you’re dating Rose without any intention to keep it on the pocket, your peaceful life will promptly come to an end. Bet you’ve known the consequence (you wouldn’t be that confident to give no shit because this is kind of serious matter for us celebrity). Considering how kind and wise you are, you (without no doubt) will never put somebody’s dream or career at risk. Tell me I am not wrong.

Rose, as you may already know, is a sweetheart and beauty. We are getting along quite well in the workplace as she continuously shows me with so much support both in work and personal life. She might think that me and Taehyung are in romantic relationship; well I have a feeling that Rose also considers both of us as careless and not very careful with out life. That’s not true. You have known the two of us for years; you can make a better judgement. But that was lovely though; by having someone who genuinely cares for you is great and simply heart-warming. Is that what you were searching all this time? Are you happy now?

I have told my family about our relationship; that we decided to end this for good and both of us oy want to focus on our career as for now. My dad, as you might know, was very disappointed because he thinks that no one can be as capable as you to be trusted as son-in-law. He said, ‘I really care about you. That’s the reason why I wished only Jaehyun to be your husband. You loved him and he is a brilliant man. Let’s put aside the fact that he won’t inherit any fortune from his family since he was born last (President Jung is a cruel man that will never cry even if his youngest dies), I genuinely respect him as the way he is. Let me ask you this: Is that your final decision? I will not interfere in your personal life, you’re old enough to decide which path you want or do not want to go in. I let President Jung knows about it; I have a feeling that Jaehyun may keep everything for himself and will never tell his father about this.’ I let my dad covers everything up because that will be the best. Let me do a small favour for you Jaehyun, this is not the best option we have now but definitely the better one. Have you let your parents know about this? What did they say about this? Or you just keep everything for yourself just like my daddy said? Whatever you do, I just wish that it will be the best for all of us.

Just to let you know (Rose might tell you first though), we will fly to England for our MV shot. It’s not Scotland but if you want something from here, just let me know. Taehyung will be with me; he asked a lot about you. Both of us have failed you as a friend; you might be the one who got the greatest despair, and it hurts me to the core. If you have time, let’s meet somewhere else, let me and Taehyung apologize properly.

Regards,
Jennie

*

Dear Jennie,

If I may, no need to do that, I am absolutely fine. Send my regards to your dad and Taehyung. Thank you so much for covering up for me, I’m genuinely grateful for everything.

Rose had told me about the shooting and stuffs. She was very excited about London—which I believe will be as gloomy as ever even in the middle of summer. Well, I basically hate London so my complaint will be fully biased and unnecessary. Nevertheless, enjoy your time. I was thinking about recommending some good places in England, but my taste and yours can be completely different. Besides, I’m not quite sure that you will have that much of time to spend there, especially with Taehyung by your side. Be careful not to get caught.

Wishing you a good time.

Best,
Jaehyun

Punggung yang sedari tadi disandarkan di tembok mulai terasa kesemutan. Jennie lantas menegakkan tubuh—masih membaca balasan yang dikirimkan Jaehyun untuk keenam kalinya sejak diterima. Isinya sama sekali tidak istimewa, malahan hampir menyerupai balasan yang dikirimkan pada rekan kerja, tapi baginya hal tersebut benar-benar sangat berarti.

Kendati mengatakan bahwa dirinya akan melupakan pria itu dengan cepat, namun hatinya benar-benar tak bisa diajak kompromi. Sudah dua bulan sejak mereka resmi berpisah; tidak ada lagi obrolan dengan Jung Jaehyun dan dia pun hampir menerima sepenuhnya fakta bahwa perempuan yang menjadi rekan kerjanya selama ini merupakan cinta baru Si Tuan Maha Pintar. Sesekali dia akan mengobrol dan memberi saran yang terdengar umum tentang percintaan maupun hal-hal yang sekiranya akan disukai Jaehyun pada Rose. Perempuan itu, secara mengejutkan, sangat polos dan tidak punya kecurigaan apapun yang bisa membuat canggung hubungan mereka. Rose selalu mendengarkan saran-saran darinya dengan kesungguhan yang kadang kala membuat Jennie sedikit heran. Jika mereka bertukar tempat, sudah dapat dipastikan, Jennie akan menaruh segunung prasangka pada wanita atau manusia manapun yang terkesan sangat tahu tentang pasangannya. Bahkan dua tahun lalu dia pernah terlibat dalam pertengkaran yang cukup serius dengan seorang perempuan di Cambridge—Jennie menjulukinya pelacur tua—karena orang itu bicara terlalu banyak tentang Jaehyun. Itu pengalaman yang sangat buruk; meskipun dia cukup beruntung karena Jaehyun bisa membuat mereka berdamai.

Jennie tidak melakukan semua ini karena memiliki motif buruk, dia hanya ingin pria yang dicintainya bahagia. Sikap posesif bukan lagi opsi, dia bahkan tidak lagi punya akses untuk menjadi salah satu bagian hidup Jaehyun. Hal yang dilakukannya mungkin kurang tepat—seharusnya dia tidak ikut campur terlalu banyak dan membiarkan Rose bergerak dalam jalur yang sesuai dengan keinginannya sendiri—tapi perasaan takut akan dibuang serta dilupakan oleh Jaehyun memang agak sulit dibendung. Demi seluruh makhluk di bumi, Jennie sedang mencoba untuk berhenti, segalanya butuh proses. Dia tidak membutuhkan justifikasi dari pihak manapun—bahkan dirinya sendiri pun sudah cukup untuk membuat segalanya terasa semakin buruk.

“Still can’t get over your past, little miss?”

Suara berat Taehyung menghampiri telinganya hampir tanpa permisi. Jennie menoleh, mendapati pria berambut ikal itu sedang berdiri di belakang dengan tatapan sendu. Ekspresinya sama sekali tidak merefleksikan suasana hatinya. Taehyung bisa terlihat seperti manusia paling malang meskipun dia sebenarnya baik-baik saja. Walau bagaimanapun, dia adalah seorang aktor. Ketulusan dan kesungguhan merupakan dua hal yang tidak dapat Jennie pastikan.

“Ada yang perlu kau urusi di perusahaan?” tanya Jennie sengaja keluar dari konteks. Dia sedikit bergeser ke dekat Taehyung—sengaja memblokir arah pandang yang dapat membuat mereka disalahpahami.

“Tawaran drama baru.” Taehyung menjawab dengan malas. “Aku menolaknya.”

“Oh, begitu.”

“Jalan ceritanya terlalu klise dan karakter yang harus kumainkan sama sekali tidak menantang. Tipikal anak kampus dingin-tampan yang jadi idaman banyak perempuan. Keputusanku tidak terlalu gegabah, kan?”

“Kau memang harus menolaknya. Kecuali fansmu, tidak akan ada yang mau menonton drama seperti itu.” Jennie bicara terang-terangan.

“Syukurlah. Aku merasa agak pintar sekarang.”

Ia mengamati Taehyung dengan saksama. Pria ini jelas tidak menghampiri hanya untuk membicarakan drama. “Ada lagi yang mau kau bicarakan?”

“Aku hanya ingin menyapa temanku.”

“Kita bertemu sepanjang waktu.”
Itu merupakan fakta yang tidak dapat dielak.

“Aku sedikit mengkhawatirkanmu.”

“Wow, itu sedikit membuatku terkejut.”

“Hanya sedikit,” pria itu mengoreksi.

Senyum di wajah Jennie terlukis samar. Pertemanannya dengan Taehyung sudah berlangsung hampir sepanjang hidup mereka; keduanya sama-sama bisa mengenali kebohongan masing-masing dengan sangat baik.

“Apa kau masih berusaha menghubungi Jaehyun?” tanya Taehyung pada akhirnya. Tatapan pria itu menyambangi Jennie—terpaku di antara kedua mata lelah milik perempuan itu.

Jennie menyunggingkan senyum lain; tampak pedih dan dipenuhi kepalsuan. “Dia teman kita.”

“Aku tidak ingat dia pernah menganggapku sebagai temannya juga,” tutur Taehyung sambil mengedikkan bahu. Dia kembali bersandar ke tembok—tampak memikirkan sesuatu. “Selama ini kami selalu bersikap seperti orang asing. Kau ingat saat kita bertemu dengannya malam itu? Bagaimana bisa dia melihatku seolah itu merupakan pertemuan pertama kami? Jaehyun selalu melihatku sebagai orang asing; padahal kami sudah saling mengenal selama bertahun-tahun. Pria itu benar-benar tidak punya hati. Kurasa dia bukan manusia.”

“Apa kau akan berlaku baik pada ‘teman’ yang tidur dengan kekasihmu?” Jennie bertanya di tengah senyum kecil yang dia sunggingkan. Dia menarik napas pelan, mengembuskannya bersama keputusasaan yang masih terasa sampai ke tulang.

“Masuk akal.” Taehyung mengangguk—meskipun tak berarti dia memahami sikap dingin yang Jaehyun tunjukkan selama ini. “Ngomong-omong, apa pria itu serius dengan Rose? Maksudku, mereka saling kenal dari mana? Dilihat dari manapun, Rose sama sekali tidak kelihatan seperti tipe idealnya.”

“Kita sama sekali tak mengetahui tipe ideal Jaehyun. Bahkan mungkin dia sama sekali tak memilikinya. Sejak dulu Jaehyun selalu sangat rumit. Aku sudah mencoba untuk memahaminya, tapi seluruh usahaku selalu gagal dan pada akhirnya hubungan kami malah jadi seperti ini. Perasaannya terhadap Rose merupakan hal yang sama sekali tak mau aku cari tahu. Walau bagaimanapun, aku masih mencintainya.” Suara Jennie sedikit bergetar sementara kedua matanya mulai dilingkupi sedikit embun.

“Ini pertanyaan yang selalu ingin kuajukan,” kata Taehyung kedengaran sangat serius. Dia bahkan sengaja menunggu selama beberapa detik hanya untuk menambahkan, “Kalau semua ini membuatmu sakit, kenapa kau malah membantu Rose semakin dekat pada Jaehyun? Tidak perlu berbohong, aku tahu kalau selama ini kau memberikan sebanyak mungkin informasi tentang Jaehyun padanya. Kau berusaha membuat semua itu kedengaran seperti informasi murahan yang dapat ditemukan di tempat sampah; padahal kau menghabiskan bertahun-tahun hanya untuk mengetahui kalau Jaehyun membenci kopi dan lebih menyukai air keran. Kau tidak perlu membantunya sampai sejauh itu, berhenti menyakiti dirimu sendiri. Tanpa bantuan darimu sekalipun, dia tetap bisa tahu banyak. Lagipula dia memiliki Jaemin di pihaknya. Bocah tengik yang selalu bersikap arogan pada semua orang itu bahkan memperlakukannya dengan baik. Itu sangat mengejutkan, aku sama sekali tak mengharapkan sikap seperti itu dari Jaemin.”

Ucapan pria itu membuat Jennie tersenyum kecut. “Jaemin adalah manusia paling mudah ditebak yang pernah kutemui. Dia seperti radar yang bisa mendeteksi ketulusan orang lain di sekitarnya. Sekalipun aku benci mengakui hal ini, tapi pernah ada beberapa kesempatan ketika aku merasa kesal kepadanya. Selain itu Jaemin juga tahu tentang kebiasaan burukku—kurasa bukan karena Jaehyun memberitahunya, dia memang agak senang mencari tahu—sehingga rasa tidak sukanya memang sangat wajar dan bisa dipahami. Jaemin hanya anak-anak dengan perasaan yang sederhana.”

“Aku tidak menyukai bocah kaya dan menyebalkan itu,” ucap Taehyung sambil menjulurkan lidah.

“Kau bersikap seolah-olah dirimu saat remaja tidak punya karakter seperti Jaemin. Kalian sama-sama pria dari keluarga kaya dengan pribadi maha buruk. Ah, tidak, dalam hal ini sifat Jaemin benar-benar jauh lebih baik. Selain itu dia juga lebih kaya. Sikapmu saat SMA benar-benar membuat Jaemin menyerupai sesosok dewa.”

“Ugh, kau mengenalku sedikit terlalu baik.”

“Begitulah.”

Tangan pria itu terulur secara spontan. “Sejak dulu kita memang hanya berdua. Kau adalah teman baikku, aku sama sekali tak mau melihatmu sedih atau kecewa.”
Kembali ucapan Taehyung membuat Jennie tertegun. Ia masih merasakan sentuhan lembut itu di puncak kepalanya—perlahan menyusuri hati yang patah dan dilingkupi warna kelabu.

“Jaehyun menitipkan salam padamu,” katanya tiba-tiba, “dia berterima kasih.”

“Kau bercanda, kan?” tanya Taehyung sambil mengguratkan senyum tak percaya.

“Dia tidak pernah berbohong,” terang Jennie sembari menunjukkan surel balasan dari Jaehyun.

Sebelum Taehyung bereaksi, pemuda lain yang sempat mereka bicarakan muncul hampir seperti angin, begitu mendadak dan di luar dugaan. Jaemin mundur selangkah, melihat keduanya dengan kening berkerut.

“Oh,” jadi satu-satunya reaksi yang Jaemin berikan. Lalu, sebelum Jennie sempat bicara, tangannya mengulurkan kantong kecil yang tampak mewah. “Syukurlah kau ada di sini; aku jadi tidak perlu mencarimu ke seluruh penjuru Seoul. Ini dari mamahku, dia baru pulang dari Italia. Aku tahu kalau hubunganmu dengan pamanku sudah lama berakhir, tapi keluarga kami belum mengetahuinya. Terima saja, anggap ini sebagai hadiah perpisahan dari keluarga pamanku.”

Jennie menerimanya meski sedikit terpaksa—kata perpisahan sedikit membuat hatinya ngilu. “Terima kasih.”

Pemuda itu hampir pergi saat Taehyung memanggil namanya dan mengatakan, “Kupikir kau membenci Jennie.”

“Aku memang tidak menyukainya—bahkan aku juga tidak menyukaimu,” katanya dengan tenang. Senyumnya tersungging, lalu dia menambahkan, “Tapi aku tidak pernah membenci kalian. Maaf kalau sikapku selama ini kurang sopan, aku memang punya karakter yang sangat buruk. Jaehyun pernah memintaku untuk bersikap baik pada kalian berdua, tapi aku tidak bisa melakukannya. Kupikir pamanku sangat bodoh karena tetap menganggap kalian sebagai teman, padahal kalian sudah menyakitinya. Tapi aku bukan Jaehyun dan aku tidak punya jalan pikiran yang sama dengannya. Jadi aku mencoba untuk memahami semuanya dari persepsiku. Akhirnya aku sampai pada keputusan ini: aku akan menghormati Jennie karena dia lebih tua dariku. Perempuan yang kusukai mengatakan kalau menghormati orang yang lebih tua adalah salah satu sikap terpuji, jadi aku akan melakukannya. Oh, merah muda tampak bagus untukmu, kau tampak cantik!”

Sambil mengamati Jaemin yang perlahan hilang dari pandangan, Jennie mengulas senyum tipis dan bergumam, “Bukankah dia anak yang aneh?”

“Ya, dia benar-benar aneh.” Taehyung mengangguk setuju.

To Be Continued

At this point, Jaemin lebih mirip Jaehyun daripada bapaknya sendiri.

I know it might confuse you a little, but the three of them used to know each other quite well. Jaehyun used to love Jennie (I mean they were dating each other); he does not have any idea about Taehyung's feeling.

I used only past tense to describe Jaehyun's feeling to Jennie, so yeps, silahkan diinterpretasikan sendiri. Heuheu

Btw kalian masih libur kah? Have a good time ya. Happy new year semua.

Itu aja untuk chapter ini. See you and thanks udah baca 😊😊😊

(Jaemin masih nggak tau kenapa Minjeong menjauh meski udah berminggu-minggu)

Continue Reading

You'll Also Like

Curse of The 13 By Tif

General Fiction

3.2K 553 5
Ezekiel mendapat promosi untuk memegang proyek penting perusahaaan di Kalimantan. Itu artinya ia harus menetap di sana selama kurang lebih dua tahun...
7.9K 1K 10
ɪɴ·ᴛᴇʀ·ᴘʀᴇᴛ /inˈtərprət/ ╰➤ Kang Seulgi memang ahli menerjemahkan bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Tetapi Oh Sehun, tak pernah bisa mengerti ap...
3.1K 651 10
dan sebagai yang direngkuh, dia kembali temukan sosoknya sebagai separuh. sebuah kisah yang amat singkat. selamat membaca!
18.3K 3.3K 28
memangnya, apa gunanya, sebagai manusia yang mengaku mencinta, ketika kekasihnya terluka, ia hanya sibuk menonton dan bertepuk tangan? [SERENADE IN...