CERPEN

By NanasManis98

529K 44.8K 2.8K

Kumpulan beberapa cerita..... LIST : ⬇️ 1. CERPEN : CITRA✔️ 2. CERPEN : ODIT✔️ 3. CERPEN : AURORA✔️ 4. CERPEN... More

SALAM MANIS
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : CITRA
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : ODIT
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : AURORA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : FREYA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CEPREN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : KALEA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : UNA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA
CERPEN : SHARMA

CERPEN : SHARMA

2.4K 356 26
By NanasManis98

Part 9
_____

Remy terjatuh saat bermain dengan teman-temannya. Mendapat luka robek di atas mata kirinya hingga alisnya terpotong dan mendapat sepuluh jahitan. Tiga hari lamanya Remy merengek tiada hentinya karena merasakan denyutan nyeri pada lukanya tersebut membuat Sharma dengan sabar menenangkan Remy.

Hari keempat Remy tak lagi merengek karena lukanya berdenyut, melainkan merengek karena melihat alisnya botak. Padahal alisnya terpotong. Remy saja yang berlebihan bereaksi melihat alisnya.

"Nanti kalau lukanya Remy sembuh, bakalan keren lho, Nak," ujar Benja pada Remy. Sharma tersenyum geli. Wajah wanita itu menunjukkan raut lelah karena kurang tidur, tapi tetap menyunggingkan senyuman karena Remy baik-baik saja.

"Jelek Daddy. Alisku botak."

"Itu gak botak." Benja tertawa pelan seraya mengusap kepala Remy. "Nanti deh Daddy potong alis Daddy biar sama kayak Remy. Oke?" Benja mengangkat tangan minta tos dengan Remy yang langsung membalasnya.

"Bukannya kamu ada kerjaan?" tanya Sharma membuat Benja menatapnya. Pria itu mengangguk. Lalu beranjak dari brankar tempat Remy duduk.

"Kamu gak pa-pa sendiri? Kamu butuh tidur yang cukup."

"Nanti Bunda dateng kok. Aku bisa tidur." Benja pun mengangguk, pamit pada Sharma dan juga Remy.

Sepeninggalan Benja, Sharma pun menemani Remy hingga makan siang Remy datang. Sharma pun menyuap Remy. Sementara ia menunggu makan siang yang Bunda bawa.

Setelah itu memberi Remy obat. "Ini kapan sembuh, Mom?" Remy menunjuk lukanya.

"Kalau Remy rajin minum obat. Remy bakal cepat sembuh."

"Jadi, Remy gak sekolah dong?" Remy sumringah. Dengan gemas Sharma menarik puncak hidung Remy, tentu dengan lembut membuat Remy tertawa pelan. Merasa hatinya menghangat melihat tawa putranya lagi dan sikap bawelnya setelah tiga hari hanya merengek dan menangis.

Pintu ruangannya diketuk membuatnya berdiri, membuka pintu ruangan tersebut dan menemukan Regan berdiri. Ia tersenyum tipis pada pria itu.

"Aku bawain kamu makan siang." Pria itu menyodorkan sebuah bag yang berasal dari salah satu restoran Jepang.

"Kok banyak banget?" tanya Sharma mengintip isi bag tersebut.

"Buat Benja juga." Sharma mengangkat pandangannya.

"Benja udah pergi." Pria itu hanya diam menatapnya lurus. "Kok Mas Re baru ke sini?"

"Aku sibuk. Keadaanya Remy bagaimana?"

"Tuh anaknya." Sharma menggeser badannya agar Regan melihat Remy yang bermain game di iPad. "Gak mau masuk?" tanya Sharma pada Regan.

"Boleh?"

"Mas Re udah makan, belum?"

"Belum."

"Ya udah kita makan bareng."

Regan pun masuk ke ruangan tersebut.

"Remy, sapa Uncle Regan." Remy mengangkat pandangan menatap Regan.

"Halo pacarnya Mommy."

Sharma melotot pada Remy yang melengos lanjut bermain game. Sementara Regan menatap Sharma yang langsung memasang ekspresi galak. "I-itu pasti Benja yang ngomong enggak-enggak ke Remy." Melengos, mengeluarkan makanan dari dalam bag tersebut. Regan sendiri duduk diam.

Kedatangan Bunda membuat Sharma kikuk karena melihat senyuman menggoda dari Bunda. "Kalau aja Bunda tau kamu dibeliin makan siang dari Re, Bunda gak bakal bawa."

"Ini untuk nanti malam." Sharma langsung mengambil makanan yang dibawa Bunda yang hanya tersenyum. Regan menyapa Bunda yang tersenyum lebar. Membiarkan dua orang itu makan, sementara Bunda menemani Remy di atas brankar. Mengajak cucunya tersebut bercengkerama.

"Kamu pasti kurang tidur." Sharma mengangkat pandangannya menatap Regan. Ia mengangguk seraya mengunyah.

"Selama tiga hari, tiga malam, Remy ngerengek, tidurnya gak nyenyak bikin aku gak tidur nyenyak juga."

"Kamu sendirian jagain Remy?" Pertanyaan bodoh. Regan mengutuk dirinya sendiri, padahal tau jika Benja selalu menenemani Remy juga.

"Ada Benja kok." Sharma mengangkat pandangannya menatap Regan yang kini fokus makan. "Waktu hari itu, Mas Re bilang mau beliin aku air. Kok gak balik-balik?"

Regan langsung berhenti makan, menatap Sharma. Mulutnya terbuka hendak bicara, tapi diurungkan. Sharma sendiri menunggu jawaban Regan, menatap pria itu 

Regan membasahi bibirnya, merasa gugup, tapi tetap berusaha tanpa ekspresi. "Itu tiba-tiba ada kerjaan."

Sharma mengangguk pelan.

Padahal kenyataannya Regan tak ingin mengganggu momen antara Sharma dan Benja. Dua orang itu adalah orang tua Remy, tentunya orang yang pantas berada di sisi Remy.

"Kapan Remy pulang?" Mereka pun mengobrol disela mereka makan. Tanpa menyadari tatapan Bunda yang mengamati mereka sedari tadi. Kemudian Bunda menatap Remy yang menikmati buah yang sudah ia kupas. Lalu tersenyum seraya mengusap rambut Remy dengan lembut.

●•••●

Usai tidur kurang lebih empat jam lamanya. Merasa begitu segar, apalagi setelah mandi. Remy sendiri masih terlelap, sedangkan Bunda sudah pulang. Meski Bunda ingin menginap, tapi Sharma melarang, jadi Bunda pulang setelah ia bangun tadi.

Saat menyisir rambutnya, pintu ruangan tersebut diketuk. Sharma pun menaruh sisirnya lalu membuka pintu tersebut. "Om Gibran." Ia tersenyum tipis pada pria paruh baya tersebut.

"Om mau jenguk Remy, boleh?"

"Gak mungkin kan, aku nyuruh Om pergi, padahal Om sudah ada di sini?" Om Gibran tersenyum geli. Tangan Om Gibran terulur untuk mengusap rambutnya. Ia pun mempersilahkan Om Gibran masuk. "Kapan Om tiba dari Jogja?" tanya Sharma setelah menutup pintu.

"Tadi siang. Keadaannya Remy gimana?" Om Gibran duduk di kursi yang ada di sebelah branka tempat Remy tidur. Tangan Om Gibran terulur untuk mengusap kepala Remy.

"Sudah lebih baik setelah tiga hari, tiga malam ngerengek."

Om Gibran hanya tersenyum dan kembali menatap Remy. Selama ini hanya memantau Remy lewat sosial media Sharma. Makanya tau kalau Remy masuk rumah sakit. Itu pun baru tadi malam setelah Sharma mengunggah foto Remy yang tertidur. Ia langsung menanggapi, bertanya apa yang terjadi pada Remy.

Terakhir kali melihat Remy saat Sharma dan Benja menikah. Bahkan saat itu, ia diusir Benja. Karena tak ingin membuat keributan di hari bahagia Sharma dan Benja, maka ia pergi.

"Ternyata Remy udah gede," ujar Om Gibran pelan masih senantiasa mengusap kepala Remy. Lalu kembali menatap Sharma. "Kamu sendirian jaga Remy?"

"Oh enggak. Nanti Benja dateng, Om. Dia ada kerjaan." Om Gibran terdiam. Sharma kembali beruja, "Om Gibran gak usah khawatir. Benja datangnya pas malam kok."

"Terima kasih ya, Sharma."

"Untuk?" Sharma mengernyitkan keningnya.

"Kamu gak membenci Om."

"Buat apa aku membenci Om?"

Om Gibran tak langsung menjawab. Diam menatap lamat Sharma. "Karena ... Om jahat sama Bunda kamu."

Sharma yang kali ini terdiam. Tangannya diraih Om Gibran dan digenggam dengan erat. Dari balik kacamata Om Gibran, mata pria paruh baya itu berkaca-kaca menatapnya. "Tiap kali lihat kamu, Om selalu merasa kalau di hadapan Om adalah Bunda kamu. Selama bertahun-tahun Om ngerasa bersalah dengan apa yang Om pernah lakuin ke Bunda kamu." Suara Om Gibran bergetar pelan. "Dengan hadirnya kamu, membuat rasa bersalah itu semakin menjadi-jadi, semakin nyata." Om Gibran menunduk.

Tangan Sharma yang bebas, menepuk pelan pundak Om Gibran. "Om, maafin diri Om sendiri. Hidup dalam rasa bersalah itu sangat menyakitkan, aku pernah ngerasain dan rasanya benar-benar membuat aku nyaris kehilangan rasa bersalah."

Gibran mengangkat pandangannya. Lewat kacamatanya, pandangannya yang buram. Ia seakan menatap sosok Randa yang berdiri. Ia pun berdiri lalu memeluk Randa. "Maafin aku, Da. Maafin," ujarnya menangis tersedu-sedu.

Sharma membalas pelukan Om Gibran seraya menepuk-nepuk pelan pundak Om Gibran.

"Bukannya Om juga harus minta maaf ke seseorang?" Pelukan mereka terurai. Om Gibran menurunkan kacamatanya untuk mengusap kedua sudut matanya.

Om Gibran hendak bicara, tapi kedatangan Benja mengurungkan niat Om Gibran. Benja menatap dingin Om Gibran.

"Kenapa Anda ke sini?!" Nada bicara Benja sinis.

"Ben." Sharma langsung menghalau Benja yang maju ingin mendekati Om Gibran. "Bukannya kamu datengnya malam? Kerjaanmu sudah selesai?" Mencoba mengalihkan Benja, tapi Benja menepis tangannya. Hendak mendekati Om Gibran, ia pun segera menahan lengan Benja.

Benja menepis kasar tangan Sharma membuat Papanya menegurnya. Benja tertawa sinis.

"Baik. Papa pergi. Papa ke sini cuma mau jenguk cucu Papa," ujar Gibran dengan nada rendah, tegas seperti biasa.

"Papa?" ujar Benja sinis saat Gibran melewatinya. Keduanya saling bertatapan. "Anda bukan papa saya!"

Om Gibran hendak bicara, tapi segera Sharma menengahi. "Tolong jangan bertengkar. Ada Remy di sini."

Om Gibran pun pamit pergi. Sepeninggalan Om Gibran, Benja beralih menatap tajam Sharma. Membawa wanita itu keluar dari ruang inap Remy. Mereka berada di lorong yang sepi.

"Kamu apa-apaan sih?! Jangan kasar Ben!" Sharma menarik tangannya yang digenggam Benja sangat kasar. Ia mengusap pergelangan tangannya.

"Kamu yang apa-apaan?! Kenapa kamu biarin laki-laki bajingan itu jenguk anakku?!" Suara Benja mengeras, membentak Sharma. Amarah melipitu pria itu.

Saat dulu mereka masih berada di dalam tali pernikahan, jika Benja membentak maka Sharma akan balas membentak. Namun, seiring berjalannya waktu, Sharma dapat memahami karakter Benja. Dan dari dulu hingga sekarang, hal yang membuat Benja tak dapat mengontrol emosinya karena Om Gibran.

"Ben," ujar Sharma lembut. "Walau bagaimana pun Om Gibran papa kamu. Kalau bukan dia, kamu gak akan hadir di dunia ini." Meraih tangan pria itu, meggenggamnya dengan lembut, tatapan Sharma pun melembut. "Setiap orang pernah melakukan kesalahan, kemudian mengakui kesalahan itu dan sadar kalau dia salah, dan itu gak salah. Yang salah itu, orang yang melakukan kesalahan, tapi gak pernah mengakui kesalahan itu." Mengutip kata-kata Shalita. "Kamu bicara baik-baik dengan Om Gibran, ya? Aku tau Om Gibran mau bicara dengan kamu, Ben."

Benja langsung menepis tangannya dan tertawa sinis. "Terus kamu gimana?" Kening Sharma mengernyit. "Apa kamu mau bicara dengan ayahmu?!"

Sharma pun bungkam, Benja tersenyum sinis. "Jangan pernah menggurui aku, padahal kamu gak bisa menggurui dirimu sendiri." Kemudian Benja pergi melewati Sharma begitu saja, meninggalkan Sharma sendirian di lorong sepi itu.

Mereka sama.

Sama-sama terluka akibat sosok ayah di hidup mereka. Meski luka yang ditorehkan berbeda, tapi sakitnya tetap sama.

Kedua tangan Sharma mengepal dengan erat. Ia menunduk, setetes demi setetes air matanya jatuh.

Dari dulu hingga sekarang hal yang tak mampu ia lakukan adalah memaafkan ayahnya.

Atau karena ia yang tak mau?

>>>>>>THE NEXT PART 10<<<<<<

Continue Reading

You'll Also Like

125K 1K 14
homopohobia jauh jauh 🥱 Arthur update jika lagi mood 😋 setiap cerita akan mempunyai alur yang berbeda beda, sesuai dengan alur ceritanya masing mas...
29.1K 5.6K 24
KUSUS BXB !! jangan nyampah !! salah lapak block account !! jangan cerewet sama alurnya ! ini dunianya author ! riders hanya perlu menikmati ! saran...
34.3K 4.6K 23
Kim Taehyung yang masih berusia 5 tahun terpesona pada bayi manis bermata bulat dan berkulit putih, dan taehyung kecil menginginkannya dan sejak itu...
22.1K 681 27
gas baca ajaaaaaaaaa jangan di bawa ke dunia nyata! Ini hanya fiksi belaka! open req